Anda di halaman 1dari 9

ABSTRACT

Sepsis is a clinical syndrome that caused by


inammaon reacon iniated by infecon. Sepsis is
one of the biggest cause of death in USA that requires
proper treatment according to the guideline of the
(Surviving Sepsis Campaign) SSC to decrease morbidity
and mortality.
In this case, paent was admied with fever,
dyspnea, and bloang. First diagnosis of the paent
was a fever observaon, and then paent was admied
to ward for about a week before paent was admied
to ICU with sepsis and respiratory distress. Paent was
intubated and supported by venlator. Laboratory
ndings: Hb 11,7;Ht 35; Leu 29.000; Thromb 194.000; Ur
29; Cr 1,3; PCT 61,5 dan lactate 4,1. Treatment of this
paent was being adapted with the guideline of SSC, even
though the surgery indicated for nding and controlling
the infecons eology was started in more than 24 hours
aer the rst management. Aer the surgery, paent
was ge ng beer, and paent was extubated on the h
day, and admied to IMC on seventh day.
Keywords: sepsis, severe, surviving sepsis campaign
ABSTRAK
Sepsis adalah sindrom klinis yang disebabkan
respon inamasi terhadap infeksi. Sepsis merupakan
salah satu penyebab kemaan terbesar di USA sehingga
penatalaksanaan yang baik sesuai dengan pedoman SSC
diperlukan untuk menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas.
Pada kasus ini pasien masuk dengan keluhan
demam, sesak napas dan perut kembung. Pasien
didiagnosis awal observasi febris dan dirawat di ruangan
selama seminggu sebelum akhirnya pasien masuk ICU
dengan sepsis dan gagal napas. Pasien diintubasi dan
support venlator. Hasil Lab Hb 11,7;Ht 35; Lekosit
29.000; Tromb 194.000; Ur 29; Cr 1,3; PCT 61,5 dan
laktat 4,1.Penatalaksanaan pasien disesuaikan dengan
pedoman SSC walaupun operasi untuk idenkasi dan
kontrol penyebab infeksi dilakukan lebih dari 24 jam
setelah penanganan awal. Setelah operasi keadaan
pasien membaik dan pada hari kelima pasien diekstubasi
dan hari ketujuh pindah ke IMC.
Kata kunci: sepsis, parah, surviving sepsis campaign
PENDAHULUAN
Sepsis adalah penyakit yang umum di perawatan
intensif dimana hampir 1/3 pasien yang masuk ICU
adalah sepsis. Sepsis merupakan satu di antara sepuluh
penyebab kemaan di Amerika Serikat. Angka kejadian
sepsis meningkat secara bermakna dalam dekade lalu.
Telah dilaporkan angka kejadian sepsis meningkat dari
82,7 menjadi 240,4 pasien per 100.000 populasi antara
tahun 1979 2000 di Amerika Serikat dimana kejadian
Severe sepsis berkisar antara 51 dan 95 pasien per
100.000 populasi.
1
Dalam waktu yang bersamaan angka kemaan
sepsis turun dari 27,8% menjadi 17,9%. Jenis kelamin,
penyakit kronis, keadaan imunosupresi, infeksi HIV dan
keganasan merupakan faktor yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya sepsis. Beberapa kondisi tertentu seper
gangguan organ secara progresif, infeksi nosokomial
dan umur yang lanjut juga berhubungan dengan
meningkatnya risiko kemaan. Angka kemaan syok
sepk berkurang dari 61,6% menjadi 53,1%. Turunnya
angka kemaan yang diama selama dekade ini dapat
disebabkan karena adanya kemajuan dalam perawatan
dan menghindari komplikasi iatrogenik. Seper contoh
pengembangan protokol early goal resuscitaon dak
bertujuan untuk mencapai target supranormal untuk
I LAPORAN KASUS
Sepsis
Sepsis
Herald H Napitupulu
Herald H Napitupulu

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 50
curah jantung dan pengangkutan oksigen.
1,2

Sejak 2002 The Surviving Sepsis Campaign
telah diperkenalkan dengan tujuan awal meningkatkan
kesadaran dokter tentang mortalitas Severe sepsis dan
memperbaiki hasil pengobatan. Hal ini dilanjutkan untuk
menghasilkan perubahan dalam standar pelayanan yang
akhirnya dapat menurunkan angka kemaan secara
bermakna.
KASUS
26/6/09 jam 20.00
Pasien laki-laki, 72 tahun masuk UGD dengan
keluhan demam, sesak nafas dan perut kembung sejak
sehari SMRS.
Dari pemeriksaan sik ditemukan keadaan
umum : sakit sedang, CM. Tanda vital : TD 105/61mmHg,
HR 115X/m, S 40,2
0
C, RR 26x/m. Mata tak anemis,
tak ikterik. Jantung BJ I-II murni, murmur -, gallop .
Paru: Vesikuler, rh -/- . Abdomen lemas, H/L , NT (+)
epigastrium, BU (+).Ekstremitas: pulsasi cukup, edema -,
sianosis .
Dari hasil laboratorium: hematologi : Hb 12,6;
Ht 37; L 16100; Tr 211.000. Malaria (-), widal (-), SGOT
41;SGPT 38; alk phospatase 87; Ur 58; Cr 1,4; GD 179.
AGD : pH 7,37; pO2 86,5; pCO2 40,9; HCO3 23,3; Sat 96;
BE -1.8; laktat 2,12. Thorax foto : Pleuropneumonia kiri.
Diagnosis : Obs febris. Pasien dirawat di ruangan selama
seminggu
Terapi: Dumin 2x1, Kalfoxim 2x1, Lanoxin 1x0,5,
Gastridin 2x1, Opilax 1x30 cc, Lexoberan 1x10 s
Tanggal 29/6
Abd 3 posisi : ileus paralik. DD/ ileus obstrukf letak
rendah pada rektosigmoid.
Tgl 1/7
CT Scan abdomen: meteorismus, tak tampak udara
bebas, tak jelas tanda-tanda ileus obstrukf.
Tgl 3/7
KU: lemas, TD 110/60, HR 92x/m, S 37OC, RR 20x/m. Abd
: distensi, LP 112,6 cm
Tgl 4/7/09
Pasien masuk ICU jam 20.35
KU : sakit berat, apas, sesak dengan oksigen
kanul 5l/m. TV : TD 100/60; HR 124x/m; RR 40x/m; S 39
0
C; sat 92%. Jtg : BJ I-II murni, murmur -, gallop . Paru :
Vesikuler, rh +/+
Abd : distensi >>. Akral : dingin, sianosis .
Pasien kemudian dilakukan intubasi. APACHE score 23
dengan PDR 46%. Mode : CMV; TV 500 cc; RR 14; PEEP
+5; FiO2 0,8.
Tekanan darah turun menjadi 80/40 mmHg dan
dilakukan loading RL 300 cc, diulang lagi 200 cc. TD dak
meningkat dan HR 130x/m. Diberikan voluven 250 cc +
250 cc. Jam 22.00 pasien dipasang CVP dan diukur 18
cmH2O. Karena TD belum meningkat kemudian pasien
diberikan inotropik dob 5-10 ug/kg/m dan vasopresor
noradrenalin 0,1-0,3 ug/kg/m. Tekanan darah mulai naik
90/40 mmHg dan HR 120x/m.
Dari hasil laboratorium didapatkan AGD: pH 7,3;
pO2 132,2; pCO2 44,6; HCO3 26; sat 99;BE 0,7; laktat 4,1.
Elektr : Na 139; K 2,8; Cl 102; Ca 6,9; Mg 1,7. Hematologi
: Hb 11,7; Ht 35; L 29.000; Tr 194.000; Ur 29; Cr 1,3; GD
148. Alb 2,4; SGOT 14; SGPT 40; PCT 61,5. Ro Toraks :
Paru normal
Terapi: Midazolam 5 mg/jam, Dob 10ug/kg/m,
Noradr 0,3 ug/kg/m, Meropenem 3x1 gr, Ca gluconas 2x1
amp, Omeprazol 1x1 amp, KCL 50 meq, TE 1000 1000cc,
Amiparen 500cc, RL 1000 cc.
Prod urin 210 cc/8 jam. Imbang cairan + 1480 cc
Perawatan Hari -2
KU : sakit berat, pengaruh obat, TD 100-130/60-
80 mmHg, HR 110-120x/m,S 39- 40
0
C, CVP 16 17cmH2O.
AGD : pH 7,26; pO2 106,1; pCO2 49,2; HCO3 21,7; sat
97;BE -5,6; laktat 4,3. Sat Vena sentral: 86%, GD 232mg/
dl humulin drip 2u/jam
Jam 23.00
Pasien dilakukan laparatomi eksplorasi ec
sindrom kompartemen abdominal. Hasil: Didapatkan
perforasi dengan pus pada kolon ascenden/caecum.
Dilakukan loop colostomy dan kultur pus.
Post op jam 02.30. KU : sakit berat, pengaruh obat, TD
80-120/40-70mmHg, HR 90-110x/m, S 37-38
0
C, CVP 16
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 51
HERALD H NAPITUPULU
Sepsis I Sepsis
cmH20. U/O 4230 cc/24 jam. Imbang cairan : -1500 cc/24
jam.
Perawatan Hari-3
KU : sedang, Pengaruh obat. TD 100-140/60-80
mmHg, HR 80-110x/m, S 37,5 39
0
C, CVP 17 cmH2O.
Mode : AVC, TV 500cc, RR 12x; PEEP +5, FiO2 0,6
Dari hasil laboratorium didapatkan AGD pH 7,38;
pO2 79,4; pCO2 45,2; HCO3 26,3; BE 0,8; sat 96; laktat
4,2. Hb 12,8; Ht 38; L 36,900; Tr 315.000; alb 2,3; GD 134
274 mg/dl. Elektr: Na 136; Cl 97; K 3,98; Ca 6,3; Mg 1,6
Terapi: Midazolam 3 mg/jam, Dob 5 ug/kg/m,
noradr 0,1 ug/kg/m, Mo 20 ug/kg/jam, Humulin 4 u/jam,
Alb 20% 100 cc, Meropenem 3x1 gr, Avelox 1x400 mg,
Metrofusin 3x500 mg.
Perawatan Hari-4
KU : sakit sedang. TD 100-130/50-70 mmHg, HR
80-110x, S 38
0
C. Paru : Vesikuler, rh -/- . Abd : distensi +,
BU + lemah. Extr: akral hangat. Mode : SIMV 10; PS 16;
PEEP +5; FiO2 0,5-0,4. Cairan : TE 1000 1000cc; Amiparen
500cc; Ivelip 20% 100cc; RL 500 cc + KCl 50 mEq/24 jam.
Hasil laboratorium. AGD: pH 7,43; pO2 97,8;
pCO2 42,2; HCO3 27,6; sat 98; BE 3; laktat 3,4. GD 144
252mg/dl dengan humulin 4U/jam. U/O 2335 cc Imbang
cairan + 562,5 cc. Terapi: Midazolam henkan, Morn
10ug/kg/jam.
Perawatan Hari-5
KU : sedang, apas-CM. TD 110-140/60-70, HR
90-100x/m, S 36,5 37,3
0
C. Lab : AGD: pH 7,4; pO2 104,6;
pCO2 45,7; HCO3 30,9; sat 98;BE 7,1; Laktat 2,8. GD 104-
227mg/dl dengan humulin drip. Terapi : noradrenalin
henkan U/O 2550cc/24 jam imbang cairan : + 305 cc.
Jam 18.00, Pasien diekstubasi => nasal 5l/m.
Perawatan Hari-6
KU : sedang, CM dengan O2 2l/m. TD 120-150/
60-80 mmHg, HR 80-90x/m, S 36-36,5
0
C. Jtg/paru: dbn.
Abd : lemas, BU (+), prod kolostomi (+). Lab : GD 96
203mg/dl dengan humulin 2u/jam. Terapi: Dob henkan,
morn henkan.
Perawatan Hari-7
KU: sedang, CM, Hemodinamik stabil, S 36,5
0
C. Lab : GD
135 213 mg/dl. Hasil kultur : darah : steril. Pus :
- Candida alb
- E coli sensif Meropenem
- Enterococcus faecalis sensif vancomycin
Terapi : Avelox henkan digan dengan vancomycin
2x1gr. Pasien pindah ke IMC.
TINJAUAN PUSTAKA
Denisi
Sepsis didenisikan sebagai respon tubuh
terhadap infeksi. Islah lainnya, sepsis adalah sindrom
klinis yang berasal dari respon inamasi terhadap infeksi.
Dalam klinis, sepsis didiagnosis bila adanya infeksi nyata
atau curiga infeksi dengan respon sistemik yang disebut
Systemic Inammatory Response Syndrome (SIRS). Sesuai
dengan North American Consensus Conference tahun
1991, SIRS didenisikan dengan adanya paling sedikit 2
dari gejala dibawah ini.
1,2,3,4

1. Suhu >38OC atau < 36OC
2. HR > 90x/m
3. RR > 20x/m (PaCO2 < 30 torr)
4. Lekosit >12.000 atau < 3000/mm3
Severe sepsis berhubungan dengan adanya
sepsis dan satu atau lebih gangguan organ. Syok sepk
didiagnosis dengan adanya Severe sepsis dan adanya
gagal sirkulasi akut walaupun telah dilakukan resusitasi
cairan.
1,2,3,4

Tabel 1. Kriteria Sepsis
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 52
Diagnosis dan Penilaian klinis
Pengenalan dini dan teli dari tanda dan
gejala sepsis diharuskan dalam penerimaan pasien.
Faktor risiko seper umur, jenis kelamin, ras, status
imunocompromised dan pemakaian alat-alat invasif
atau kondisi lain yang dapat menyebabkan kolonisasi
bakteri. Temuan klinis dan laboratorium sangat penng.
Demam adalah salah satu tanda infeksi walaupun
hipotermia dapat terjadi pada pasien-pasien tertentu.
Tanda-tanda nonspesik lainnya seper takipneu dan
hipotensi sebaiknya juga diperiksa. Penyebab infeksi
juga dicari dengan pemeriksaan klinis yang cermat dan
dapat dilengkapi dengan pemeriksaan x-ray, CT scan, USG
atau yang lainnya. Adanya gangguan organ dan beratnya
gangguan juga harus diperiksa.
1

Acute Lung Injury atau Acute Respiratory Distress
Syndrome (ALI/ARDS)
ALI tampak pada 60%-70% pasien dengan Severe
sepsis. Hal ini ditandai dengan adanya inltrat paru pada
rontgen tanpa adanya gagal jantung kiri (PaWP<18
mmHg). Adanya kegagalan dalam pertukaran gas paru
yang ditandai rasio PaO2/FiO2 < 300 untuk ALI atau < 200
untuk ARDS. Tingkat keparahan ALI/ARDS menentukan
venlasi mekanik. Venlasi mekanik akan memulihkan
pertukaran gas paru dan mengurangi kebutuhan
metabolik. Efek merugikan sebaiknya dihindarkan dengan
Protecve Venlatory Strategies.
1,3,4

Gangguan sistem saraf pusat, ensefalopa sepk
Jika sumber infeksi diluar CNS, gangguan
neurologik dapat dianggap sebagai ensefalopa sepk.
Beberapa kondisi lainnya dapat menambah efek sekunder
seper hipoksemia, gangguan metabolik dan elektrolit,
dan hipoperfusi serebral selama keadaan syok. Gejala
dapat bervariasi mulai dari agitasi,confussion,delirium
dan koma. Walaupun dak terlihat desit neurologis
tetapi dapat terjadi mioklonus dan kejang. Gangguan
CNS berat memerlukan proteksi jalan napas dan support
venlasi.
1,4

Gangguan Ha
Gangguan ha ditandai dengan adanya
hepatomegali dan total bilirubin > 2mg/dl. Adanya
peningkatan bilirubin tergonjugasi dan peningkatan GGT
sering terjadi.
1,4

Gangguan hematologi dan koagulasi
Penurunan sel darah merah tanpa adanya
perdarahan dan penurunan trombosit < 100.000/mm3
sering ditemukan. Sepsis menambah koagulasi dan
menurunkan brinolisis. Endogenous- acvated Protein
C yang mencegah trombosis mikrovaskular juga turun
selama sepsis. Keka terjadi penyumbatan pembuluh
darah kecil dapat terjadi gangguan mikrosirkulasi yang
akan menyebabkan dysoxia jaringan. Dalam sepsis
berat, pemberian rhAPC dapat membantu memperbaiki
gangguan koagulasi.
1

Gangguan ginjal
Gangguan fungsi ginjal dapat terjadi dengan
produksi urin yang normal maupun berkurang.
Peningkatan kreanin > 0,3mg/dl dari nilai sebelumnya
atau peningkatan > 50% atau oliguri < 0,5 cc/kgbb/jam
lebih dari 6 jam menandakan gangguan ginjal akut dan
dapat mempengaruhi keluaran yang buruk.
1,4

Traktus gastrointesnal
Iskemia splanchnic dan asidosis intramukosa
terjadi selama sepsis. Tanda klinis mencakup perubahan
fungsi otot halus usus dan terjadi diare. Perdarahan
GIT disebabkan stress ulcer gastris akut yang juga
manifestasi sepsis. Monitoring pH intramukosa lambung
digunakan untuk mengenali dan petunjuk terapi
resusitasi. Peningkatan pCO2 intraluminal dikaitkan
dengan adanya iskemia jaringan dan asidosis mukosa.
1

Gangguan neuromuskular
Otot skeletal juga dipengaruhi oleh mediator
inamasi dan oksigen reakf yang secara simultan
menurunkan sintesa protein dan proteolisis. Faktor-
faktor ini dapat menurunkan kekuatan otot termasuk
otot pernapasan yang dapat mempengaruhi atau
menyebabkan gagal napas akut.
1

Idenkasi sumber infeksi dan agen microbial
penng selama sepsis. Pemeriksaan mikrobiologi sangat
diperlukan dan pemberian terapi anbiok yang adekuat
harus dimulai sesegera mungkin. Kecurigaan sepsis harus
diiku dengan pemeriksaan kultur yang diambil dari darah
dan fokus lain yang dicurigai. Pemeriksaan lainnya dak
boleh tertunda dan dapat melengkapi informasi. Kultur
darah yang posif hanya didapat pada 50% penderita.
20-30% penderita sepsis dak ditemukan penyebab
bakterial. Infeksi secara umum dapat disebabkan oleh
bakteri, virus dan jamur.
Penatalaksanaan klinis Severe sepsis berdasarkan
evidence-based
1,2,5

Penanganan Severe sepsis dan syok sepk
saat ini bertujuan untuk mangatasi infeksi, mencapai
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 53
HERALD H NAPITUPULU
hemodinamik yang stabil, meningkatkan respon imunitas,
dan memberikan support untuk organ dan metabolisme.
Surviving Sepsis Campaign (SSC) adalah prakarsa global
yang terdiri dari organisasi internasional dengan tujuan
membuat pedoman yang terperinci berdasarkan
evidence-based dan rekomendasi untuk penanganan
Severe sepsis dan syok sepk. Penanganan berdasarkan
SSC:
1. Sepsis Resuscitaon Bundle (inial 6 h)
Resusitasi awal pasien sepsis harus dikerjakan
dalam waktu 6 jam setelah pasien didiagnosis sepsis.
Hal ini dapat dilakukan di ruang emergensi sebelum
pasien masuk di ICU. Idenkasi awal dan resusitasi yang
menyeluruh sangat mempengaruhi outcome. Dalam 6 jam
pertama Golden hours merupakan kesempatan yang
kris pada pasien. Resusitasi segera diberikan bila terjadi
hipotensi atau peningkatan serum laktat > 4mmol/l.
Resusitasi awal dak hanya stabilisasi hemodinamik
tetapi juga mencakup pemberian anbiok empirik dan
mengendalikan penyebab infeksi.
Resusitasi Hemodinamik
Resusitasi awal dengan pemberian cairan yang
agresif. Bila terapi cairan dak dapat memperbaiki
tekanan darah atau laktat tetap meningkat maka dapat
diberikan vasopressor. Target terapi CVP 8-12mmHg,
MAP 65mmHg, produksi urin 0,5 cc/kg/jam, oksigen
saturasi vena kava superior 70% atau saturasi mixed
vein 65%
Terapi inotropik dan Pemberian PRC
Jika saturasi vena sentral <70% pemberian infus
cairan dan/atau pemberian PRC dapat dipermbangkan.
Hematokrit 30% diinginkan untuk menjamin oxygen
delivery. Meningkatkan cardiac index dengan pemberian
dobutamin sampai maksimum 20ug/kg/m dapat
dipermbangkan seper pada tabel 2.

Terapi Anbiok
Anbiok segera diberikan dalam jam pertama
resusitasi awal. Pemberian anbiok sebaiknya
mencakup patogen yang cukup luas. Terdapat buk bahwa
pemberian anbiok yang adekuat dalam jam pertama
resusitasi mempunyai korelasi dengan mortalitas.
Idenkasi dan kontrol penyebab infeksi
Diagnosis tempat penyebab infeksi yang tepat
dan mengatasi penyebab infeksi dalam 6 jam pertama.
Prosedur bedah dimaksudkan untuk drainase abses,
debridemen jaringan nekrok atau melepas alat yang
potensial terjadi infeksi.
2. Sepsis Management Bundle (24 h bundle)
Steroid
Steroid diberikan bila pemberian vasopressor
dak respon terhadap hemodinamik pada pasien syok
sepk. Hidrokorson intravena dosis rendah (<300mg/
hari) dapat dipermbangkan pada pasien syok sepk
dengan hipotensi yang dak respon terhadap resusitasi
cairan dan vasopressor.
Venlasi Mekanik
Lung Protecve strategies untuk pasien dengan
ALI/ARDS yang menggunakan venlasi mekanik sudah
diterima secara luas. Volume dal rendah (6cc/kg)
dan batas plateau pressure 30 cmH2O diinginkan
pada pasien dengan ALI/ARDS. Pola pernapasan ini
dapat meningkatkan PaCO2 atau hiperkapnia permisif.
Pemberian PEEP secara trasi dapat dicoba untuk
mencapai sistem pernapasan yang opmal.
Kontrol Gula Darah
Beberapa penelian menunjukkan penurunan
angka kemaan di ICU dengan menggunakan terapi
insulin intensif. Peneli menemukan target GD < 180mg/
dl menurunkan mortalitas daripada target antara 80-
108mg/dl. Banyaknya episode hipoglikemia ditemukan
pada kontrol GD yang ketat. Rekomendasi SSC adalah
mempertahankan gula darah < 150 mg/dl.
Recombinant Human-Acvated Protein C (rhAPC)
Pemberian rhAPC dak dianjurkan pada pasien
dengan risiko kemaan yang rendah atau pada anak-
anak. SSC merekomendasikan pemberian rhAPC pada
pasien dengan risiko kemaan nggi (APACHE II25 atau
gagal organ mulpel)
Pemberian Produk darah
Pemberian PRC dilakukan bila Hb turun dibawah
7.0 g/dl. Direkomendasikan target Hb antara 7-9 g/
dl pada pasien sepsis dewasa. Tidak menggunakan
FFP untuk memperbaiki hasil laboratorium dengan
masa pembekuan yang abnormal kecuali ditemukan
adanya perdarahan atau direncanakan prosedur invasif.
Pemberian trombosit dilakukan bila hitung trombosit <
5000/mm3 tanpa memperhakan perdarahan.
PEMBAHASAN
Pasien masuk UGD (26/6) dengan keluhan
demam, sesak napas dan perut kembung. Pada
pemeriksaan sik didapatkan demam (40,2OC),
takikardia (HR115X/m), takipneu (RR 26X/m) serta pada
pemeriksaan lab didapatkan Lekosit 16.100. Pasien
didiagnosis sebagai observasi febris. Sesuai dengan
kriteria SIRS dimana pasien ini terdapat lebih dari 2 tanda
SIRS yaitu demam > 38OC, HR >90x/m, RR >20x/m , lekosit
> 12.000 dan laktat 2,12 maka seharusnya di UGD pasien
didiagnosis sebagai SIRS sehingga penanganannya akan
berbeda. Pasien dirawat diruangan selama satu minggu
sebelum akhirnya pasien masuk ICU. Selama diruangan
pasien dilakukan foto polos abd 3 posisi dan CT scan
abdomen dengan hasil meteorismus, tak tampak udara
bebas dan tak jelas tanda-tanda ileus obstruksi sehingga
pasien hanya diterapi konservaf dan pemasangan rectal
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 54
Sepsis I Sepsis
Tabel 2. Resusitasi Hemodinamik
HERALD H NAPITUPULU
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 55
Tabel 3. Inial Resuscitaon
Sepsis I Sepsis
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 56
tube. Selama di ruangan pasien bertambah sesak, distensi
abdomen bertambah sehingga pasien dipindahkan ke
ICU (4/7) dengan keadaan umum apas dan sesak napas.
Abd distensi, akral dingin. TD 100/60, HR 124x/m, RR
40x/m, S 39
0
C.
Pasien diputuskan untuk dilakukan intubasi
dan diberikan support venlator dengan Protecve
Venlatory Strategies. Gagal napas pada pasien ini
bukan disebabkan karena ARDS karena pada foto toraks
dak terlihat adanya inltrat tetapi disebabkan karena
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 57
HERALD H NAPITUPULU
Tabel 4. Sepsis Management Bundle (24 h bundle)
penekanan dari perut yang sangat distensi. Tekanan
darah pasien turun 80/40 dengan HR 130x/m dan pasien
diberikan cairan RL 500 cc dan voluven 500 cc tetapi
tekanan darah dak meningkat walaupun CVP 18 cm
H2O. Dalam pemeriksaan Laboratorium didapatkan
Laktat 4,1; lekosit 29.000, GD 148 mg/dl dan PCT 61,5
sehingga pasien didiagnosis sebagai syok sepk dimana
sesuai dengan denisi menurut konsensus ACCP/SCCM
yaitu sepsis berat dengan hipotensi yang dak teratasi
dengan pemberian cairan.
1,2
Sesuai dengan diagnosis
syok sepk maka penatalaksanaan pada pasien ini
mengiku Surviving Sepsis Campaign dimana 6 jam
pertama dilakukan resusitasi awal yang melipu resusitasi
hemodinamik, pengambilan kultur, pemberian anbiok
dan idenkasi dan kontrol penyebab.
5

Pada pasien ini diberikan resusitasi cairan
dengan target CVP 8-12 mmHg, MAP > 65 mmHg, Urine
output > 0,5 cc/kg/jam dan Sat vena sentral > 70%.
Setelah pemberian cairan tekanan darah dan urine
output dak mencapai target walaupun CVP sudah 18
cmH2O sehingga pasien diberikan vasopressor 0,1ug/
kg/m dan dobutamin 5ug/kg/m. Pasien juga diberikan
anbiok Meropenem 3x1 gr, sedasi dengan Midazolam
5mg/jam dan prolaksis stress ulcer Omeprazol 1x 40
mg. Mencari dan mengatasi penyebab infeksi seharusnya
dilakukan dalam 6 jam pertama resusitasi sepsis
karena semakin lama mengatasi penyebab maka angka
mortalitas semakin meningkat. Pada pasien ini dilakukan
laparatomi eksplorasi setelah 24 jam dilakukan resusitasi
awal. Dalam Sepsis management Bundle (24 h bundle)
pasien telah di support venlator dengan Lung protecve
strategies dimana volume dal rendah (6cc/kg), plateau
pressure 30 cmH2O dan head up posion 45
0
.
5
Gula
darah di kontrol dengan humulin drip dengan target GD
< 150 mg/dl sesuai dengan SSC. Penelian NICE-SUGAR
juga menyimpulkan Angka kemaan meningkat (28%)
pada pasien dengan intensive blood glucose control (81-
108 mg/dl) dibandingkan angka kemaan (25%) pada
pasien dengan convenonal control (<180mg/dl) pada
6104 pasien ICU.
6
Pemberian sedasi Midazolam 5 mg/
jam dan stress ulcer prophylaxis Omeprazol 1x40 mg
pada pasien ini juga telah diberikan.
Hasil laparatomi didapatkan perforasi dengan
pus pada kolon ascenden/caecum dan dilakukan loop
colostomy dan kultur pus.
Setelah operasi hemodinamik masih belum
stabil, takikardia dan demam. CVP 16 cmH2O. Terapi
ditambah morn drip 20ug/kg/jam dan metronidazol
3x500 mg.
Pada hari 3 perawatan hemodinamik mulai stabil,
laju jantung mulai turun 80-100x/m, masih terdapat
demam dan CVP 17 cmH2O. Hasil lab Laktat 4,2; alb 2,3;
GD 134-274 dengan humulin 4u/jam. Terapi anbiok
ditambah avelox 1x 400 mg dan pemberian albumin 20%
100cc.
Pada hari ke 4. Pasien mulai di weaning
venlator, hemodinamik stabil dengan support noradr
0,1ug/kg/m dan dob 0,5ug/kg/m, cairan 2500cc. Terapi
Midazolam henkan dan morn drip turun 10ug/kg/jam.
Pada hari ke 5 perawatan hemodinamik stabil, dak
demam. Terapi noradr dan dobutamin mulai diturunkan
sampai henkan. Jam 18.00 pasien diekstubasi dan
diberikan O2 nasal 5l/m.
Pada hari ke 6 dan 7 pasien CM, hemodinamik
stabil, afebris. Hasil kultur darah steril dan kultur pus
terdapat Candida alb, E coli sensif Meropenem dan
Enterococcus faecalis sensif Vancomycin sehingga
terapi Avelox dihenkan dan digan dengan Vancomycin
2x1 gram. Pasien dipindah ke IMC.
SIMPULAN
Pengenalan dini sepsis dan penanganan yang
baik sesuai dengan protokol dapat mengurangi angka
mortalitas. Pada penanganan pasien ini masih terdapat
pengobatan atau ndakan yang belum sesuai dengan
protokol SSC sehingga dapat meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hurtado FJ, Buroni M, Tenzi J. Sepsis: Clinical
approach, evidence-based at the bedside. In: Gallo
A, et al, editors. Intensive and Crical Care Medicine.
Springer-Verlag Italia, 2009; p. 299-309.
2. Nguyen B, et al. Severe sepsis and sepc shock:
Review of the literature and emergency. Department
management guidelines. Annals of Emergency
Medicine. 2006; 48(1): 28-54.
3. Nathalie M, Dhainaut JF. Sepsis and acute lung injury.
In: Dhainaut JF, et al, editors. Sepc shock. WB
Saunders Company Limited, 2000; p. 21145.
4. Orbach S, et al. The paent with sepsis or the
Systemic Inamatory Respons Syndrome. In: Murray
MJ, et al, editors. Crical care medicine: Perioperave
management. 2nd ed. Lippinco Williams&Wilkins,
2002; p. 601-15.
5. Dellinger P, et al. Surviving sepsis campaign:
Internaonal guidelines for management of severe
sepsis and sepc shock 2008. Crit Care Med, 2008;
36(1): 296-320.
6. NICE-SUGAR Study Invesgators. Intensive versus
convenonal glucose control in crically ill paents.
N Engl J Med. 2009; 360(13): 1283-97.
Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 58
Sepsis I Sepsis

Anda mungkin juga menyukai