Anda di halaman 1dari 8

3

Latar Belakang

Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia
menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita
diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan
Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,6% dari total
penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat
4,5 juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025
diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta
penderita. Sedangkan dari data Departemen
Kesehatan, jumlah pasien diabetes rawat inap
maupun rawat jalan di rumah sakit menempati
urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin.
(Depkes RI,2008)
WHO (1985) mengklasifikasikan penderita DM
dalam lima golongan klinis, yaitu DM tergantung
insulin (IDDM), DM tidak tergantung insulin, DM
berkaitan dengan malnutrisi (MRDM), DM karena
toleransi glukosa terganggu (IGT), dan DM karena
kehamilan (GDM). Di Indonesia, yang terbanyak
adalah DM tidak tergantung insulin. DM jenis ini
baru muncul pada usia di atas 40 tahun.
Diabetes melitus adalah penyakit menahun yang
akan diderita seumur hidup, sehingga yang
berperan dalam pengelolaannya tidak hanya dokter,
perawat dan ahli gizi, akan tetapi lebih penting lagi
keikutsertaan pasien sendiri dan keluarganya.
Penyuluhan kepada pasien dan keluarganya akan
sangat membantu meningkatkan keikutsertaan
mereka dalam usaha memperbaiki hasil
pengelolaan DM.
Penyebab DM selain faktor keturunan, juga karena
gangguan produksi insulin. Kurangnya jumlah dan
daya kerja insulin tubuh mengakibatkan glukosa
tidak dapat dimanfaatkan oleh sel tetapi hanya
berakumulasi di dalam darah yang beredar ke
seluruh tubuh. DM tidak tergantung insulin
disebabkan oleh gaya hidup dan pola konsumsi
yang tidak sehat, selain karena faktor keturunan.
(wandarmansjah. 2008)
Kelompok yang berrisiko tinggi untuk mengalami
penyakit DM diantaranya yaitu kelompok usia
dewasa tua (>40 tahun), kegemukan, tekanan darah
tinggi, riwayat keluarga DM, dan dislipidemia.
Pengobatan selain minum obat, juga harus diet dan
olahraga teratur. Jika masih dapat diatasi dengan
diet rendah karbohidrat dan olahraga, pasien
sebisanya tidak memakai obat.
Untuk mengurangi risiko kematian dan mengurangi
biaya pengobatan diabetes melitus, diperlukan
tindakan pencegahan yang dapat dilakukan secara
primer maupun sekunder. Pencegahan sekunder
merupakan tindakan pencegahan terjadinya
komplikasi akut maupun jangka panjang pada
penderita DM. Pada pencegahan sekunder,
penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang
perilaku sehat dan berbagai hal mengenai
penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi DM
sangat diperlukan. (Slamet Suyono. 2006. Diabetes
Melitus di Indonesia dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Pusat penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta)


Tujuan Penulisan

Penatalaksanaan pasien secara holistik, pasien
center dan family approachberdasarkan EBM.

Ilustrasi Kasus

Tn. M, Laki-laki, 47 tahun, seorang kepala rumah
tangga dengan dua orang anak, yang berdomisili di
Kecamatan Gedong Tataan datang ke Puskesmas
Rawat Inap Gedong Tataan tanggal 22 April 2014
dengan keluhan badan mudah capai, semutan, dan
rasa tebal / baal pada kulit. Keluhan tersebut
dirasakannya sejak 1 bulan yang lalu.
Kunjungannya ke Puskesmas Rawat Inap Gedong
Tataan tanggal kali ini adalah kunjungan yang ke-3
dalam hal pengobatan penyakit kencing manisnya
(Diabetes Melitus)..Pertama kali diketahui bahwa
pasien mengalami Diabetes Melitus adalah 6 bulan
yang lalu. Saat itu pasien mengaku tidak
mengalami keluhan yang berarti seperti banyak
minum, banyak kencing, dan nafsu makan yang
meningkat. Hanya saja sejak beberapa bulan
sebelumnya ia sering mengalami penyakit bisulan
di punggung, hilang timbul, sehingga pasien sering
berobat ke dokter karena keluhan tersebut.
Kemudian saat mengikuti kegiatan senam di
lingkungan rumahnya, pasien dianjurkan oleh salah
satu kader Puskesmas Gedong Tataan untuk
memeriksakan kadar gula darahnya karena
mungkin saja pasien mengalami penyakit Diabetes
Melitus. Pasienpun memeriksakan kadar gula darah
sewaktunya di salah satu Balai Pengobatan di
Panjang dan hasilnya adalah 250 mg/dl. Pasien
diberikan penjelasan oleh dokter mengenai
penyakit DM, penyebab dan cara pengobatannya.
Pasien dianjurkan untuk mengubah pola makannya
menjadi pola makan sehat dan melakukan olah raga
secara teratur tanpa diberi obat. 2 bulan kemudian
pasien memeriksakan kadar gula darah puasanya di
salah satu laboratorium klinik dan hasilnya adalah
170 mg/dl. Pemeriksaan hanya dilakukan 1 kali.
Setelah mengetahui bahwa ia mengalami penyakit
DM pada bulan November 2013 pasien berobat ke
Puskesmas Rawat Inap Gedong Tataan tanggal
sekaligus memeriksakan kembali kadar gula darah
4

sewaktunya dan hasilnya adalah 319 mg/dl. Pasien
diberikan 2 macam obat yang diminum 1 kali
sehari dan mendapat penyuluhan dari bagian gizi
mengenai pola makan (diet) bagi pasien DM.
Selama 3 bulan pasien mengaku teratur minum
obat setiap hari namun belum dapat menerapkan
pola makan pasien DM sepenuhnya dan sejak
mengetahui bahwa ia mengalami penyakit DM,
justru pasien tidak pernah lagi mengikuti senam.
Saat ini pasien berkunjung kembali ke Puskesmas
Rawat Inap Panjang (kunjungan yang ke-3 kalinya)
didapat hasil pemeriksaan kadar gula darah
sewaktunya adalah 212 mg/dl.

Menurut pasien sebelumnya ia memang memiliki
pola makan yang tidak sehat. Saat usia 30-53 tahun
ia sering makan makanan yang berlemak dan dalam
jumlah yang banyak, frekuensi makan 3x/hari.
Tidak menyukai makanan berserat. Pasien hampir
setiap hari mengkonsumsi makanan yang dibeli di
luar dan jenis makanan Fast Food. Pola makan
yang seperti itu tidak diimbangi oleh kegiatan olah
raga. Pasien hanya melakukan senam 1x/minggu
selama 45 menit. Tinggi badan pasien 150 cm,
berat badan pasien sebelum sakit 63 Kg, berat
badan pasien saat ini 59 Kg.

Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama
diakui pasien. Yaitu adik pasien yang juga
mengeluhkan nyeri di pergelangan tangannya.
Riwayat penyakit keluarga yang lainnya tidak
diketahui pasien karena pasien dari kecil tidak
tinggal bersama orangtuanya karena orangtuanya
sudah meninggal. Anggota keluarga yang lain pun
diakui tidak ada yang memiliki berat badan
berlebih selain pasien.


Metode

Metode penulisan yang digunakan adalah case
report atau laporan kasus. Data primer diperoleh
melalui anamnesis (autoanamnesis) dan
pemeriksaan fisik. Kunjungan rumah, melengkapi
data keluarga,dan psikososial serta lingkungan.
Penilaian berdasarkan diagnosis holistik dari awal,
proses dan akhir studi secara kuantitatif dan
kualitatif.

Data Klinis

PemeriksaanFisik :
Keadaaan umum: tampak sakit ringan; suhu: 37
o
C;
tekanan darah: 120/80 mmHg;; frek. nadi:
90x/menit; frek. nafas: 22x/menit; berat badan: 59
kg; tinggi badan: 150 cm; status gizi: obesitas

Status generalis : Mata, telinga dan hidung dalam
batas normal. Tenggorokan pharynx tidak
hiperemis, tonsil T1-T1,leher KGB tidak terdapat
pembesaran. Regio thorax : pulmo dan cor dalam
batas normal, Abdomen dalam batas normal.
Ekstermitas superior dalam batas normal.
Status neurologis : Reflek fisiologis normal, reflek
patologis (-)

Motorik : 5 5
5 5
Sensorik : + +
+ +

Hasil Laboratorium (22 April 2014)
Hb : 11,6 mg/dl
GDS : 212 mg/dl


Diagnostik Holistik Awal

I. Alasan Kedatangan, harapan dan
kekhawatiran.
Alasan kedatangan
: Keluhan badan mudah capai, semutan, rasa
tebal /baal pada kulit Melanjutkan
pengobatan rutin DM
Harapan
: Ingin sembuh dari penyakitnya
Kekhawatiran
: Takut keadaannya bertambah buruk
Berhubungan dengan penyakitnya (DM),
pasien merasa takut karena penyakit tersebut tidak
bisa sembuh dan harus minum obat seumur hidup.
Takut bila anggota tubuhnya ada yang luka karena
akan sulit sembuh dan dapat membusuk.

II. Diagnosis Kerja
Diabetes Melitus Tipe II

III. Masalah perilaku dan mentalpsikologikal
1. Pola makan yang belum sepenuhnya
sesuai dengan aturan diet bagi pasien DM
dan Hipertensi
5

2. Kebiasaan tidak berolah raga

IV. Masalah fungsi psikososial, dan lingkungan
1. Kurangnya pemahaman tentang pengaruh
kebersihan lingkungan terhadap penyakit
2. Kurangnya kesadaran terhadap
pencegahan penyakit
3. Pencahayaan di dalam rumah kurang baik
4. Tempat tinggal berada pada daerah
pemukiman yang padat

V. Skala Fungsional
Skala Fungsional 4



Rencana Tatalaksana

Nonmedikamentosa :
1. Konselingpasien bahwa dengan
penatalaksanaan yang tepat maka nyeri lutut
yang dirasakan dapat berkurang dan komplikasi
akibat osteoartritis dapat dicegah.
2. Konseling pasien mengenai pentingnya
menurunkan berat badan dengan menjaga diet
dengan konsumsi gizi seimbang dan olahraga
rutin.
3. Menginformasikan segala hal tentang penyakit
osteoartritis dan obesitas serta aktifitas yang
dianjurkan untuk pasien.
4. Konselingkepadakeluarga
pasiententangpentingnyamemberidukunganpada
pasien dan mengawasi pengobatan seperti diet
pasien, kapan harus kontrol kembali, dan
latihan olahraga OA.
5. Konseling pasien mengenai pentingnya prinsip
preventif dari pada kuratif.

Medikamentosa :
Asam mefenamat 500mg (bila nyeri saja).

Data Keluarga:

Pasien tinggal dengan seorang suami dan dua orang
anaknya. Pasien sehari-hari bekerja sebagai ibu
rumah tangga, suami pasien bekerja sebagai
wiraswasta dengan berjualan mie ayam di terminal.
Suami pasien biasa berjualan dari siang dan pulang
saat sudah tengah malam, sehingga frekuensi
bertemu dengan pasien sangat minim, tetapi suami
pasien biasanya akan meliburkan diri dari
pekerjaan jika pasien sedang sakit. Anak pasien
(Tn.AT) belum memiliki pekerjaan sehingga
banyak menghabiskan waktunya di rumah. Anak
bungsu pasien (An.MM) masih duduk di bangku
SMP dan berada di sekolah dari siang sampai sore
hari.

Perilaku berobat keluarga masih berupa kuratif
yaitu memeriksakan diri hanya jika ada keluhan
dan tidak ada alokasi dana khusus untuk kesehatan.


Genogram


Gambar 1. Genogram keluarga Ny.S
Keterangan gambar

Data Dinamika Keluarga

Bentuk keluarga: Keluarga inti (nuclear family)
Disfungsi dalam keluarga : disfungsi psikososial



Family Map
Penderita DM
Genogram
keluarga Tn.M
6




Gambar 2. Family map keluarga Tn.M

Keterangan gambar
Hubungan dekat
Hubungan kurang dekat
Data Lingkungan Rumah

Pasien tinggal bersama Istri beserta kedua anaknya.
Di lingkungan padat penduduk yang jarak antara
rumah cukup berdekatan. Rumah berukuran 6m x
7m tidak bertingkat, lantai semen, dinding tembok,
penerangan dan ventilasi yang cukup. Rumah
cukup bersih, penataan barang tidak rapi dan
cukup padat.

Sumber air minum dan air cuci/masak dari sumur,
Limbah dialirkan ke got/kali yang terletak di
belakang rumah. Memiliki satu kamar mandi an
satuj amban yang terletak di dalam rumah namun
tidak memiliki septic tank karena pembuangan
langsung dialirkan ke got/kali di belakang rumah.
Bentukjambanjongkok. Lantai kamar mandi licin
dan tidakterdapat pegangan. Terdapat 3 kamar
tidur. Penerangan menggunakan lampu listrik.

Dilakukan intervensi terhadap faktor eksternal dan
internal, dengan melakukan sebanyak 3x kunjungan
rumah. Intervensi meliputi konseling terhadap
pasien dan keluarganya.

Diagnostik Holistik Akhir Studi

1. Aspek Personal
Alasan kedatangan: Keluhan badan
mudah capai, semutan, rasa tebal /baal
pada kulit Melanjutkan pengobatan rutin
DM
Harapan
: Ingin sembuh dari penyakitnya
Kekhawatiran
: Takut keadaannya bertambah buruk
Berhubungan dengan penyakitnya
(DM), pasien merasa takut karena
penyakit tersebut tidak bisa sembuh
dan harus minum obat seumur hidup.
Takut bila anggota tubuhnya ada
yang luka karena akan sulit sembuh
dan dapat membusuk.

2. Aspek Klinik
Ada keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan
lain yang mungkin dikemukakan
pasien adalah lemah, kesemutan,
gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada
pasien wanita.
Diperlukan pemastian lebih lanjut
dengan mendapat sekali lagi angka
abnormal, baik kadar glukosa darah
puasa 126 mg/dl, kadar glukosa
darah sewaktu 200 mg/dl pada hari
yang lain, atau dari hasil tes toleransi
glukosa oral (TTGO) didapatkan
kadar glukosa darah pasca
pembedahan 200 mg/dl.
3. Aspek Risiko Internal
Pengetahuan yang cukup tentang pengaruh
genetik, jenis kelamin, berat badan serta
usia terhadap penyakit diabetes melitus
yang dialami pasien.
Pola berobat mengutamakan preventif
daripada kuratif.
Pengetahuan yang kurang tentang diabetes
dan pola hidup sehat..

4. Aspek Psikososial Keluarga
Dukungan keluarga yang kurangoptimal.

5. Derajat fungsional: 1 (Mampu melakukan
pekerjaan seperti sebelum sakit).

Pembahasan

DIABETES MELITUS (DM)

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. WHO
sebelumnya telah merumuskan bahwa DM
merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan
dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi
secara umum dapat dikatakan sebagai suatu
kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat
dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi
insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin.
7


Langkah-Langkah Untuk Menegakkan
Diagnosis DM

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan
bila ada keluhan khas DM berupa poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain
yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah,
kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada pasien wanita.
Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah
sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga
digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk
kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil
pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja
abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan
diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut
dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik
kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar
glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang
lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral
(TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca
pembedahan 200 mg/dl.

Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus (ADA
2005)
I. Diabetes melitus Tipe I
(Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut
A. Melalui proses imunologik
B. Idiopatik
II. Diabetes Melitus Tipe II
(Bervariasi mulai yang predominan
resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan
sekresi insulin bersama resistensi insulin
III. Diabetes Melitus Tipe lain
A. Defek genetik fungsi sel beta
B. Defek genetikkerja insulin : resistensi
insulin tipe A,leprechaunism, sindrom
rabson Mendenhall, diabetes
lipoatrofik, lainnya
C. Penyakit eksokrin Pankreas :
pankreatitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, fibrosis kistik,
hemokromatosis, lainnya
D. Endokrinopati : akromegali, sindrom
cushing, feokromositoma,
hipertiroidisme somatostatinoma,
aldosteronoma, lainnya.
E. Karean obat / zat kimia :vacor,
pentamidin, asam nikotinat,
glukokortikoid, hormon tiroid,
diazoxid, dll
F. Infeksi : rubella congenital, CMV,
lainnya
G. Imunologi : sindrom Stiff-man,
antibodi anti reseptor insulin,
lainnya.
H. Sindroma genetik lain : sindrom
down, sindrom klinefelter, sindrom
turner, lainnya
IV. Diabetes Kehamilan
V. Diabetes Terkait Malnutrisi

Modalitas yang ada pada penatalaksanaan
Diabetes Melitus terdiri dari :

1. Terapi non farmakologi yang meliputi
perubahan gaya hidup dengan melakukan
pengaturan pola makan yang dikenal
sebagai terapi gizi medis, meningkatkan
aktivitas jasmani dan edukasi berbagai
masalah yang berkaitan dengan penyakit
diabetes yang dilakukan secara terus-
menerus

2. Terapi farmakologi yang meliputi
pemberian obat anti diabetes oral dan
injeksi insulin. Terapi farmakologis ini
pada prinsipnya diberikan jika penerapan
terapi non farmakologi yang telah
dilakukan tidak dapat mengendalikan
kadar glukosa darah sebagaimana yang
diharapkan. Pemberian terapi farmakologi
tetap tidak meninggalkan terapi non
farmakologi yang telah diterapkan
sebelumnya.

Terapi Gizi Medis

Terapi gizi medis pada prinsipnya adalah
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan
pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi
diet berdasarkan kebutuhan individual.
Tujuan terapi gizi medis :
1. Kadar glukosa darah mendekati normal
Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl
Glukosa darah 2 jam setelah makan <
180 mg/dl
Kadar A1c< 7%
8

2. Tekanan darah < 130/80 mmHg
3. Profil lipid:
Kolesterol LDL < 100mg/dl
Kolesterol HDL > 40mg/dl
Trigliserida < 150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin
Jenis bahan makanan : karbohidrat 60-70 %,
protein 10-15 %, lemak 20-25 %

Latihan Jasmani

Diabetes merupakan penyakit sehari-hari. Penyakit
yang akan berlangsung seumur hidup. Kadang,
diabetes dipandang sebagai tantangan, di waktu
lain dianggapsebagai beban. Tanggung jawab
terhadap pengelolaan diabetes sehari-hari,
merupakan milik masing-masing diabetesi. Mereka
yang telah memutuskan untuk hidup dengan
diabetes dalam keadaan sehat mempunyai satu
persamaan, bahwa mereka harus melakukan
kegiatan fisik.

Pada diabetes tipe II, latihan jasmani dapat
memperbaiki kendali glukosa secara menyeluruh,
terbukti dengan penurunan konsentrasi HbA1c
yang cukup menjadi pedoman untuk penurunan
risiko komplikasi diabetes dan kematian. Selain
mengurangi resiko, latihan jasmani akan
memberikan pengaruh yang baik pada lemak tubuh,
tekanan darah arteriil, sensitivitas barireflek, aliran
darah pada kulit, dll. Angka kesakitan dan
kematian pada diabetesi yang aktif, 50 % lebih
rendah dibanding mereka yang santai.

Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan
diabetes ada tiga jenis atau tahap yaitu :
a. Pencegahan primer
semua aktivitas yang ditujukan untuk
mencegah timbulnya hiperglikemia
pada individu yang berisiko untuk jadi
diabetes atau pada populasi umum.
b. Pencegahan sekunder
Upaya untuk mencegah timbulnya
komplikasi pada pengidap DM.
Mencegah timbulnya komlikasi, menurut
logika lebih mudah karena populasinya
lebih kecil, yaitu pasien diabetes yang
sudah diketahui dan sudah berobat, tetapi
kenyataannya tidak demikian. Tidak
gampang memotivasi pasien untuk
berobat teratur, dan menerima kenyataan
bahwa penyakitnya tidak bisa sembuh.
Syarat untuk mencegah komplikasi
adalah kadar glukosa darah harus selalu
terkendali mendekati angka normal
sepanjang hari sepanjang tahun. Dalam
upaya pengendalian kadar glukosa darah
diutamakan cara-cara nonfarmakologis
dulu secara maksimal, misalnya dengan
diet dan olah raga, tidak merokok, dll.

Pada pencegahan sekunder pun,
penyuluhan tentang perilaku sehat harus
dilaksanakan ditambah dengan
peningkatan pelayanan kesehatan primer
di pusat-pusat pelayanan kesehatan mulai
darirumah sakit kelas A sampai ke unit
paling depan yaitu puskesmas. Di
samping itu juga diperlukan penyuluhan
kepada pasien dan keluarganya tentang
berbagai hal mengenai penatalaksanaan
dan pencegahan komplikasi. Penyuluhan
ini dilakukan oleh tenaga yang terampil
baik oleh dokter atau tenaga kesehatan
lain yang sudah dapat pelatihan untuk itu
(diabetes educator).

Faktor Resiko DM tipe II

Individu-individu yang berisiko untuk menderita
DM yaitu :
Umur > 40 tahun
Obesitas, hipertensi
Riwayat keluarga DM
Riwayat melahirkan bayi > 4 kg
Riwayat DM pada saat kehamilan
Dislipidemia

Komplikasi Kronik DM

Retinopati
Nefropati
Penyakit pembuluh darah koroner
Penyakit pembuluh darah perifer
Neuropati

Upaya pencegahan Terjadinya Komplikasi
Kronik DM

9

Pengendalian kadar
glukosa darah
Tekanan darah
Pengendalian lipid
Pola hidup sehat
Perencanaan makan
Pada pasien ini, diagnosis DM tipe II
ditegakkan berdasarkan anamnesis yang
didapatkan berupa keluhan badan mudah
capai, semutan, dan rasa baal / tebal pada
kulit. Pasien sudah berobat rutin ke
puskesmas dalam hal pengobatan penyakit
DM selama 3 bulan. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan kesadaran kompos
mentis, TD = 150/90 mmHg, Nadi = 80
x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu = 36,9 C.
Status gizi = Gemuk (131 % BBI), IMT
Obesitas (26,22). Pada pemeriksaan
laboratorium darah didapatkan kadar
glukosa darah sewaktu 212 mg/dl.

Faktor resiko yang dipikirkan menjadi
penyebab terjadinya Diabetes Melitus tipe
II pada pasien ini adalah obesitas dan
hipertensi. Obesitas terjadi akibat faktor
perilaku pola makan pasien yang tidak
sehat dan kebiasaan tidak berolah raga.
Status gizi pasien obesitas dinilai dari
perhitungan menggunakan rumus Broaca
dan IMT pasien yaitu 26,22. Hipertensi
dialami sejak 10 tahun yang lalu. Menurut
pasien ia teratur minum obat setiap hari,
tekanan darah rata-rata pasien 150/90
mmHg.

Penatalaksanaan Diabetes Melitus tipe II
dan Hipertensi grade I yang diberikan
kepada pasien dan keluarganya mencakup
edukasi dan terapi medikamentosa.
Keluarga diedukasi mengenai pengertian
penyakit DM & Hipertensi, cara
pengelolaannya, dan komplikasi yang
dapat timbul akibat penyakit DM &
Hipertensi.

Kesimpulan

1. Didapatkanfaktor internal berupausia 49
tahun;jenis kelamin: perempuan; genetik:
memiliki riwayatkeluarga dengan osteoartritis;
pola berobat kuratif; pengetahuan yang kurang
tentang osteoartritis dan obesitas. Faktor
eksternal: dukungan keluargayang kurang
optimal.
2. Peran keluarga amat penting dalam perawatan
dan pengobatan anggota keluarga yang sakit.
3. Keluarga mempengaruhi timbulnya suatu
penyakit dan sembuhnya suatu penyakit.
4. Melakukan risk management pada setiap
pasien amat penting.
5. Dalam melakukan intervensi terhadap pasien
tidak hanya memandang dalam hal klinis tetapi
juga terhadap psikososialnya, oleh karnanya
diperlukan pemeriksaan dan penanganan yang
holistik, komperhensif dan berkesinambungan.

Saran

Bagipasien :
1. Tetap melakukan intervensi yang telah
diberikan.
2. Melakukan skrining pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan gula darah, asam urat
ulang, serta rongent genu dextra.

Bagikeluarga :
1. Tetap memberikan dukungan dan menjadi
pelaku rawat untuk pasien
2. Tetap melakukan intervensi yang telah
diberikan.
3. Rutin dilakukan family conference minimal 1x
pertemuan tiap bulannya.

Bagiklinik :
1. Tidak hanya fokus pada keluhan pasien, tetapi
mencari faktor resiko internal dan eksternal.
2. Dapatmelanjutkanpembinaankeluargauntukka
susini.

Daftar Pustaka

1. "Diabetes Blue Circle Symbol". International
Diabetes Federation. 17 March 2006.
2. "Diabetes". World Health Organization.
Retrieved 4 April 2014.
3. Shoback, edited by David G. Gardner, Dolores
(2011). Greenspan's basic & clinical
endocrinology (9th ed.). New York: McGraw-
Hill Medical. pp. Chapter 17. ISBN 0-07-
162243-8.
4. "Diabetes Fact sheet N312". WHO. October
2013. Retrieved 25 March 2014.
5. Williams textbook of endocrinology (12th ed.).
Philadelphia: Elsevier/Saunders. pp. 13711435.
ISBN 978-1-4377-0324-5.
6. "International Diabetes Foundation: Diabetes
Atlas". Retrieved 4 April 2014.
7. "Diabetes Programme". World Health
Organization. Retrieved 22 April 2014.
8. Cukierman, T (8 Nov 2005). "Cognitive decline
and dementia in diabetessystematic overview
of prospective observational studies". Springer-
Verlag. Retrieved 28 Apr 2013.
9. Lambert, P.; Bingley, P. J. (2002). "What is Type
1 Diabetes?". Medicine 30: 15.
doi:10.1383/medc.30.1.1.28264. Diabetes
Symptoms edit
10

10. Geneva: World Health Organization.
2006. p. 21. ISBN 978-92-4-159493-6.
11. ""Diabetes Care" January 2010".
American Diabetes Association. Retrieved 2010-
01-29.
12. Definition and diagnosis of diabetes
mellitus and intermediate hyperglycemia : report
of a WHO/IDF consultation. World Health
Organization. 2006. p. 21. ISBN 978-92-4-
159493-6.
13. "The Nutrition Source". Harvard School
of Public Health. Retrieved 24 April 2014.
14. National Institute for Health and Clinical
Excellence. Clinical guideline 66: Type 2
diabetes. London, 2008.
15. Cavanagh, P. R. (2004). "Therapeutic
footwear for people with diabetes".
Diabetes/Metabolism Research and Reviews 20:
S51S55. doi:10.1002/dmrr.435. edit
16. Ripsin CM, Kang, H, Urban, RJ (2009).
"Management of blood glucose in type 2 diabetes
mellitus". American family physician 79 (1): 29
36. PMID 19145963.
17. Dubois, HFW and Bankauskaite, V
(2005). "Type 2 diabetes programmes in Europe"
(PDF). Euro Observer 7 (2): 56.
18. "Diabetes mellitus". Merck Veterinary
Manual, 9th edition (online version). 2005.
Retrieved 2011-10-23.

Anda mungkin juga menyukai