Makala H
Makala H
Artinya :Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi
Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka,
Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama
dan maula-maulamu. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa
yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa
yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
2. Hadis
Hadis dari Abu Hurairah:
Artinya : Nasab anak tersebut adalah kepada ayah sedangkan bagi pezina
adalah hukuman rajam (H.R. Bukhari dan Muslim)
12
Penulis artikel ilmiah ini adalah Rio Satrio. Dalam artikel ini penulis hanya mencantumkan 2
dasar hukum,, yakni dalil al-Quran dan Hadis. Sedang dasar hukum ketiga, yakni fatwa, dikeluarkan
oleh lembaga Fatwa Mesir Dar al-Ifta. Lihat : Rio Satrio, Tinjauan tentang Keudukan Anak Luar Kawin
dalam Sistem Hukum Perkawinan
Indonesia,http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/Tinjauan%20Keberadaan%20Anak%20Luar%20Kawi
n.pdf, akses pada 24 Mei 2014.
3. Fatwa
Lembaga Fatwa Mesir menyebutkan sebuah fatwa tentang anak
luar hasil zina bahwa nasab seorang anak pada seorang lelaki adalah bagian
dari akad nikah yang sah. Jika hakim tidak melihat adanya akad yang sah
atau akad yang kurang rukun atau syaratnya, maka ia tidak boleh
menbisbatkan nasab anak pada lelaki yang menzinai ibu si anak. Hal ini
meskipun bias dilakukan melalui tes DNA karena nasab anak kepada bapak
hanya didasarkan pada pengakuan syariat bukan semata-mata hubungan
alamiah.
13
Paradigma positivistik-legalistik hukum Islam inilah yang seharusnya
dihilangkan. Karena sesungguhnya pengertian fiqih adalah pemahaman atau apa
yang dipahami dari Syariah atau al-nusus al-muqaddasah. Dengan demikian, fiqih
merupakan hukum Islam yang mengandung ciri intelektual manusia. Oleh
karenanya fiqih ini bersifat relatif dan temporal.51Secara teologis, hukum Islam
adalah sistem hukum yang bersifat ilahiah sekaligus transenden. Akan tetapi,
mengingat hukum tersebut diperuntukkan untuk mengatur manusia baik dalam
hubungan vertikal dengan Tuhannya maupun dalam hubungan horizontal dengan
sesama manusia dan lingkungannya. Maka pada tingkat sosial, hukum Islam tidak
tidak dapat menghindarkan diri dari sebuah perubahan.
14
Perubahan hukum Islam
13
Website Dar al-Ifta (Lembaga Fatwa Mesir), Fatwa: Menetapkan Nasab bagi Anak,
http://www.dar-alifta.org/ViewFatwa.aspx?ID=124&LangID=5&MuftiType=0, akses pada 24 Mei 2014.
14
Habib Sulthon Asnawi, Politik Hukum Putusan MK. (hlm. 256)
sesuai dengan kaidah fiqh yang berbunyi: Hukum berubah sesuai dengan kondisi
zaman dan tempat
15
Langkah politik hukum MK dalam mereformasi Pasal 34 UU. No. 1
Tahun 1974 yang berbunyi anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya menjadianak
yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya
dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat
dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain
menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan
keluarga ayahnya merupakan sebuah langkah politik hukum yang progresif. MK
telah mendobrak sekat-sekat positivisme hukum yang sekian lama telah
membelenggu keadilan serta hak-hak asasi anak. Politik hukum MK tersebut telah
sesuai dengan amanat konstitusi Indonesia. Oleh karena itu, hakim-hakim peradilan
di Indonesia harus menggunakan putusan MK dalam memutus perkara terkait hak
anak pada hubungan perdata dengan ayah biologisnya.
16
Anak di luar nikah sering menjadi objek cacian di tengah masyarakat,
dengan sebuah sebutan anak haram. Kondisi seperti itu memberikan sebuah
ketidak adilan bagi seorang anak, di samping ketidakadilan dari segi tanggung
15
Pernyataan ini sejalan dengan konsep Nazariyah Itibar al-mal (sebagaimanadikutip oleh
Fuad Zan) yang diterapkan oleh Umar bin Khattab, yang menerapkan Hukum Islam yang disesuaikan
dengan kondisi tertentu tanpa meninggalkan ruh nash (maqashid syariah). Lihat Fuad Zen, Ijtihad dan
Nazariyah Itibar al-Mal. Hand Out Mata Kuliah Fiqh Kontemporer di Jurusan al Ahwal al Syakhsiyyah
Fakultas Syariah dan Hukum UIN SunanKalijaga Yogyakarta TA 2011/2012, tidak diterbitkan.
16
Habib Sulthon Asnawi, Politik Hukum Putusan MK. (hlm. 256)
jawab orang tua yang telah menyebabkan dia lahir ke dunia juga ketidakadilan
disebabkan tekanan psikis yang dialaminya disebabkan dosa orang tua biologisnya.
Kenyataan ini bertentangan dengan hadis hukum Islam yang lain yang berarti setiap
anak dilahirkan dalam ke adaan fitrah (sesuai dengan asal kejadian bersih tanpa dosa).
Merupakan suatu ketidakadilan jika seorang laki-laki yang telah melakukan
suatu hubungan dengan seorang perempuan terlepas dari tanggung jawab. Apalagi
selama ini anak yang di lahirkan di luar perkawinan mendapat stigma yang tidak
baik di tengah masyarakat. Seorang anak yang seperti itu mesti mendapat perlindungan
hukum dari Negara walaupun status perkawinan orang tuanya masih
dipersengketakan. Berdasarkan pertimbangan tersebut Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi berpendapat bahwa bunyi pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1974 harus
dibaca: Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki -laki sebagai ayahnya yang
dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti
lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata
dengan keluarga ayahnya.
17
Agar anak luar perkawinan benar-benar mendapat perlindungan hukum,
tidak ikut serta menanggung dosa turunan dari orang tuanya, dalam pasal 43 UU Nomor
1 tahun 1974 mesti di tambahkan satu ayat yang secara khusus mengikat orang tua
biologis anak tersebut untuk bertanggung jawab memberikan perlindungan terhadap
anak biologisnya. Sehingga walaupun agama anak atau ayah biologis anak
tersebut menentukan tidak ada hubungan keperdataan antara anak luar perkawinan
dengan ayah biologisnya tetapi secara asas kemanusiaan dia dibebani kewajiban untuk
17
Rio Satrio, Tinjauan tentang Keudukan Anak. Hlm. 9-10.
memberikan perlindungan terhadap anak biologisnya dari diskriminasi, eksploitasi
baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan
penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya.
D. Kesimpulan
Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2013 yang diputus pada 17 Fecruari 2012 ini
mengakibatkan akibat hukum status anak luar nikah yang semula hanya mempunyai
nasab dengan ibu menjadi memiliki nasab juga dengan ayah biologis melalui
pembuktian dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya, anak
dan ibu bias mendapatkan hak-hak keperdataan dari ayah biologis seperti nafkah
(hadhanah) dan hak waris. Putusan ini merupakan langkah progresif penegakan hukum
di Indonesia dalam bidang perkawinan. Langkah MK dengan mengeluarkan putusan
untuk merubah pasal 43 UUP ini merupakan politik hukum yang sejalan dengan
konstitusi. Dimana bunyi pasal baru ini mengakomodir kepentingan-kepentingan anak
yang lahir di luar perkawinan yang sah agar memiliki hak-hak yang sama dengan anak-
anak yang lain. Hak anak ini merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi oleh
Negara hukum.
Kelompok yang kontra akan putusan hukum ini, khususnya orang-orang yang
menganut hukum Islam secara tekstual, harus lebih memahami bahwa upaya MK
merubah UUP bukan berarti menyimpangi fiqh klasik hasil interpretasi terhadap hukum
Tuhan, yang telah diformalkan dalam undang-undang tertulis, melainkan perubahan ini
merupakan upaya untuk mencapai tujuan hukum yakni keadilan dan kemanfaatan .
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran al-Karim
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Aplikasi Android versi 4.0.0 oleh Yuku 2009-2013.
Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996
Caroline, Deasy Moch. Djais, SH, Pelaksanaan Eksekusi Nafkah Anak di Pengadilan
Agama, Artikel Jurnal Mimbar Hukum, Jakarta, Al-Hikmah dan
DITBINBAPERA Islam No. 42 Tahun X 1999
Effendi, Satria, Makna, Urgensi dan Kedudukan Nasab dalam Perspektif Hukum
Keluarga Islam, Artikel Jurnal Mimbar Hukum, Jakarta, Al-Hikmah dan
DITBINBAPERA Islam No. 42 Tahun X 1999
az-Zuhaili, Wahbah, al-fiqh al-Islami wa Adilatuh, VII, Beirut : Dar al-Fikr, 1968
Asnawi, Habib Sulthon, Politik Hukum Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 Tentang
Status Anak di Luar Nikah: Upaya Membongkar Positivisme Hukum Menuju
Perlindungan HAM. Jurnal Konstitusi, Volume 10, Nomor 2, Juni 2013
Satrio, Rio, Tinjauan tentang Keudukan Anak Luar Kawin dalam Sistem Hukum
Perkawinan Indonesia, http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/Tinjauan%20
Keberadaan%20Anak% 20Luar%20Kawin.pdf, akses pada 24 Mei 2014.
Website Dar al-Ifta (Lembaga Fatwa Mesir), Fatwa: Menetapkan Nasab bagi Anak,
http://www.dar-
alifta.org/ViewFatwa.aspx?ID=124&LangID=5&MuftiType=0, akses pada
24 Mei 2014.
Zain, Fuad. Nazariyah Itibar al-Maal, Hand Out Mata Kuliah Fiqh Kontemporer di
Jurusan al Ahwal al Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN
SunanKalijaga Yogyakarta TA 2011/2012, tidak diterbitkan.
Witanto, DY. Hukum Keluarga: Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin Pasca
Keluarnya Putusan MK Tentang Uji Materiil UU Perkawinan, Jakarta:
Prestasi Jakarta, 2012.