Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP DENYUT JANTUNG DAPHNIA

Oleh:
Nama : Nuraini
NIM : B1J012033
Rombongan : IV
Kelompok : V
Asisten : Tenda Argananta Dewantara




LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I











KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2012
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daphnia (Daphnia sp.) adalah hewan Crustaceae yang termasuk dalam
fillum Arthropoda, Class Crustacea, Subclass Estomostraca, Ordo Phyycopoda,
Subordo Cladocera, Family Daphnidae, Genus Daphnia, Spesies Daphnia sp.
Hewan ini bisa ditemukan dalam kultur kutu air, yang merupakan salah satu
penyusun zooplankton, hidup di air tawar, misalnya di danau. Daphnia
mempunyai suatu badan yang terdiri dari kepala dan belalai. Antena
pada Daphnia adalah alat penggerak utama. Pada waktu tertentu Daphnia akan
berganti bulu dan mengganti kulit eksternalnya.
Genus Daphnia telah menjadi model taxon yang sering digunakan dalam
berbagai percobaan. Daphnia tidak seperti hewan crustaceae yang lain,
kromosomnya sangat kecil dan mempunyai rangka eksoskeletal yang sangat
kecil pula. Jantung Daphnia berupa kantung berbentuk pelana terletak di dalam
thorax sebelah dorsal. Jantung terikat pada dinding sinus pericardii dengan
perantara sejumlah logamenta. Sistem vaskuler dari Daphnia ialah terbuka,
jantung memompa darah ke seluruh bagian tubuh dan menghisapnya kembali
melalui lubang-lubang yang dilengkapi valva. Tiga pasang lubang yang
dilengkapi dengan valva disebut ostia, memungkinkan darah masuk kembali dari
sinus melingkarnya. Daphnia juga memiliki lima pasang kaki yang menyerupai
lembaran daun. Gerakan kaki menyebabkan timbulnya aliran air yang membawa
partikel-partikel makanan dan oksigen. Jantungnya terdapat pada sisi dorsal,
denyut jantung cepat dan memiliki sepasang ovaria di kanan-kiri, saluran
pencernaan di thorax . Kava dapat mempengaruhi denyut jantung Daphnia.
Jantung Daphnia muncul secara dramatis hanya dalam kava kelompok.
Organisme ini dikenal oleh masyarakat pada umumnya disebut sebagai
kutu air, namun sebenarnya organisme ini termasuk dalam zooplankton. Denyut
jantung Daphnia pada keadaan normal sebanyak 120 denyut per menit. Pada
kondisi tertentu kecepatan rata-rata denyut jantung Daphnia ini dapat berubah-
ubah disebabkan oleh beberapa faktor misalnya denyut jantung lebih cepat pada
waktu sore hari, pada saat densitas populasi rendah, pada saat betina
mengerami telur. Waktu temperatur turun, maka laju metabolisme turun dan
menyebabkan turunnya kecepatan pengambilan oksigen. Pada lingkungan
dengan suhu tinggi akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga laju
respirasi meningkat dan berdampak pada peningkatan denyut jantung Daphnia.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mempelajari pengaruh
temperatur lingkungan dan zat kimia terhadap denyut jantung hewan percobaan
(Daphnia sp.).




























II. MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah mikroskop
cahaya, cavity slide, termometer, pipet tetes, stopwatch, mangkok plastik, hand
tally counter, kertas tissue.
Bahan-bahan yang digunakan adalah Daphnia (Daphnia sp.), alkohol 5%,
air, es batu dan air panas.

2.2 Cara Kerja
1. Daphnia diambil menggunakan pipet tetes, kemudian diletakkan pada cavity
slide. Air dikeringkan dengan tissue bila berlebih.
2. Denyut jantungnya diperhatikan di bawah mikroskop stereo. Jangan
terkecoh dengan gerakan kakinya yang juga bergerak dengan ritmis.
3. Daphnia dikembalikan ke dalam mangkok plastik.
4. Media temperatur Daphnia diukur, kemudian Daphnia yang baru diambil dan
diletakkan pada cavity slide seperti cara kerja sebelumnya.
5. Detak jantung Daphnia dihitung selama 15 detik. Jumlah denyut dicatat dan
dikalikan 4 agar diperoleh denyut jantung per menit.
6. Lakukan pengamatan sekurang-kurangnya 3 kali ulangan.
7. Daphnia dikembalikan ke dalam mangkok plastik.
8. Daphnia yang baru diambil dan diletakkan pada cavity slide, kemudian
diletakkan di atas wadah yang berisi air dan bongkahan es. Dibiarkan
sampai temperatur airnya turun pada temperatur tertentu selama 5 detik.
9. Daphnia segera diletakkan di bawah mikroskop dan diamati sesuai prosedur
sebelumnya.
10. Daphnia yang baru diambil dan diletakkan pada cavity slide, kemudian
diletakkan di atas wadah yang berisi air panas. Dibiarkan sampai temperatur
tertentu selama 5 detik.
11. Daphnia segera diletakkan di bawah mikroskop dan diamati sesuai prosedur
sebelumnya.
12. Daphnia yang baru diambil dan diletakkan pada cavity slide. Kemudian
ditambahkan beberapa tetes alkohol 5 %. Daphnia segera diletakkan di
bawah mikroskop dan diamati sesuai prosedur sebelumnya.


III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel Pengamatan Pengaruh Lingkungan Terhadap Denyut Jantung Daphnia
Kelompok
Perlakuan (denyut/menit)
Normal Panas Dingin Alkohol
Suhu
(C)
DJ Suhu DJ Suhu DJ konsentrasi DJ
1 29 112 45 280 11 148 5% 236
2 27 264 52 228 12 84 5% 136
3 29 144 49 172 11 116 5% 272
4 29 228 42 204 16 188 5% 132
5 29 180 49 188 15 172 5% 168

Keterangan:
DJ = Denyut Jantung/ menit
Perhitungan Denyut Jantung Daphnia kelompok 5 :
Suhu normal (29C) : detak jantung 15 detik x 4 = 45 x 4 = 180
Suhu panas (49
0
C) : detak jantung 15 detik x 4 = 47 x 4 = 188
Suhu dingin (15
0
C) : detak jantung 15 detik x 4 = 43 x 4 = 172
Konsentrasi alkohol 5 % : detak jantung 15 detik x 4 = 42 x 4 = 168

















Gambar Mikroskopik Daphnia
Keterangan :
1. Jantung
2. Mata
3. Kaki
4. Sistem sirkulasi
5. Sstem pencernaan


3.2 Pembahasan
Hasil pengamatan kelompok 5 rombongan IV menunjukkan pada suhu
normal (29C) denyut jantung Daphnia yaitu 180 denyut/menit. Hal ini tidak
sesuai dengan literatur yang kami peroleh yang menyatakan denyut jantung
Daphnia pada keadaan normal sebanyak 120 denyut per menit. Dalam keadaan
ini mungkin pada saat melakukan pengamatan organisme mengalami stress
atau kondisi yang kurang optimal (Barness, 1968). Pada suhu panas (49C)
denyut jantungnya sebanyak 188 denyut/menit, pada suhu dingin (15C)
sebanyak 172 denyut/menit, dan dalam larutan alkohol 5% sebanyak 168
denyut/menit. Kecepatan denyut jantung Daphnia akan semakin menurun
apabila ditempatkan pada lingkungan dengan suhu rendah, dan akan semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya suhu lingkungan (Barness, 1968). Hal
ini berarti hasil pengamatan dengan pustaka sama.
Pembagian segmen tubuh Daphnia hampir tidak terlihat. Kepala menyatu,
dengan bentuk membungkuk ke arah tubuh bagian bawah terlihat dengan jelas

melalui lekukan yang jelas. Pada beberapa spesies sebagian besar anggota
tubuh tertutup oleh carapace, dengan enam pasang kaki semu yang berada
pada rongga perut. Bagian tubuh yang paling terlihat adalah mata, antenna dan
sepasang seta. Pada beberapa jenis Daphnia, bagian carapacenya tembus
cahaya dan tampak dengan jelas melalui mikroskop bagian dalam tubuhnya.
Sepasang kaki pertama dan kedua digunakan untuk membentuk arus kecil saat
mengeluarkan partikel makanan yang tidak mampu terserap. Organ Daphnia
untuk berenang didukung oleh antenna kedua yang ukurannya lebih besar.
Gerakan antenna ini sangat berpengaruh untuk gerakan melawan arus,
( Wetwrman 1960 ).
Praktikum kali ini menggunakan Daphnia karena Daphnia merupakan
suatu hewan akuatik yang kulit tubuhnya bersifat transparan sehingga kerja
jantungnya dapat diamati dengan mudah. Mikroskop cahaya dapat melihat
dengan jelas bagian-bagian tubuh dari hewan ini hanya dengan perbesaran
lemah sekalipun. Daphnia merupakan hewan poikiloterm yang aktivitas
metabolismenya dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu yang rendah akan
mengakibatkan aktivitas metabolisme turun, sehingga denyut jantung juga
lambat karena sedikit menyuplai kebutuhan oksigen untuk proses tersebut
(Kimball, 1992). Daphnia bila dipelihara dalam air yang kandungan oksigennya
rendah akan memiliki konsentrasi Hb yang meningkat tinggi. Hal ini membantu
kelulusan hidup dalam air yang kurang oksigen yang bersifat letal pada Daphnia
yang Hb-nya rendah (Scmidt-Nielsen, 1990). Menurut Watterman (1960), kerja
jantung Daphnia dipengaruhi oleh faktor ekstenal (suhu dan zat kimia) dan
faktor internal (hewan betina yang sedang mengerami telurnya denyut jantung
cepat).
(Soetrisno,1987), menambahkan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi fisiologi atau denyut jantung, diantaranya adalah :
Faktor kimiawi yang meliputi ion adrenalin, karbondioksida serta pengaruh zat
kimia lain dimana semakin tinggi konsentrasi semakin naik frekuensi denyut
jantungnya.
Temperatur akan mempengaruhi denyut jantung, dimana denyut jantung akan
naik seiring dengan naiknya temperatur tubuh.
Hewan kecil mempunyai denyut cepat daripada hewan besar.
Hewan muda frekuensinya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan hewan
tua. Hal tersebut karena ukuran tubuh hewan muda lebih kecil dan pengaruh
hambatan berkurang.
Pengaruh lain yang berperan dalam kecepatan denyut jantung adalah
stress yang dapat berupa polusi pada air. Polusi air dapat berupa adanya ion
almunium (Al), nikel (Ni), besi (Fe), timbal (Pb), dan cadium (Cd). Polusi dalam
air semakin banyak maka denyut jantung hewan semakin lambat,
(Sahan et al, 2007). Perubahan suhu lingkungan (guncangan suhu dingin) akan
menyebabkan stress yang menginduksi pada tingginya tingkat glukosa darah,
selanjutnya mengganggu pertumbuhan bahkan mematikan. Glukosa darah
merupakan sumber pasokan bahan bakar utama dan substrat essensial untuk
metabolisme sel terutama sel otak. Untuk berfungsinya otak secara kontinyu
dibutuhkan glukosa secara terus-menerus. Pada hewan poikilotermik termasuk
Daphnia, perubahan suhu lingkungan akan berpengaruh langsung terhadap
proses metabolisme. Oleh karena itu, perubahan suhu lingkungan akan
mempengaruhi tingginya kebutuhan pasok glukosa darah untuk termogenesis
(Hastuti et al, 2003).
Penambahan zat kimia (alkohol) dalam batas tertentu akan meningkatkan
metabolisme, dengan penambahan alkohol yang berkonsentrasi tinggi akan
mempercepat denyut jantung Daphnia (Aries, 1986). Rangsangan yang sangat
kuat menyebabkan jantung berhenti berdetak waktu diastole. Pengaruh ini lepas
karena ventrikel segera berdenyut lebih keras lagi. Rangsang pada syaraf
simpatis akan menyebabkan peningkatan aktivitas jantung untuk mensupali lebih
banyak darah terhadap otot-otot skelet pada aktivitas fisik (Soegiri, 1988).
Menurut Sutrisno (1987), zat kimia sangat berpengaruh terhadap
frekuensi kerja jantung. Alkohol merupakan zat mudah terbakar, sehingga
dengan masuknya alkohol ke dalam tubuh mengakibatkan proses pembakaran
tubuh menjadi lebih cepat. Proses pembakaran yang sangat cepat memerlukan
suplai oksigen yang digunakan dalam pembakaran lebih banyak, sehingga
denyut jantung menjadi lebih cepat. Menurut Watterman (1960), penggunaan zat
kimia pada awal denyut jantung yang cepat, lama-kelamaan denyut jantung akan
menurun karena zat kimia bersifat toksik yang dapat menyebabkan kematian.
Sedangkan menurut Whaley (1964), denyut jantung menjadi cepat karena
pengaruh aktivitas kerja dan emosi. Setelah aktivitas, denyut jantung tidak dapat
kembali ke keadaan semula walaupun terjadi penurunan dimana denyut jantung
semakin lambat. Hal ini karena pengaruh suatu aktivitas yang dapat mengurangi
kerja tubuh sehingga tubuh memerlukan oksigen lebih banyak.
Barnes (1968) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
frekuensi denyut jantung adalah sebagai berikut :
Denyut jantung lebih cepat pada siang hari.
Kenaikan kecepatan metabolisme menstimulir jantung untuk bekerja lebih cepat.
Umur dan ukuran yang besar cenderung mempunyai denyut jantung yang
lambat.
Denyut jantung cenderung bertambah dengan kenaikan temperatur dalam
lingkungan yang normal.
Keadaan yang gelap akan membuat denyut jantung menurun.
Penambahan zat kimia seperti alkohol menyebabkan denyut bertambah.
Hewan betina yang membawa telur/anaknya dalam kantong pengeraman akan
menyebabkan kecepatan denyut jantungnya akan bertambah.
Pada saat pertama masak seksual denyut jantung akan semakin bertambah
cepat.
Selain menggunakan Daphnia sp, pengaruh lingkungan terhadap organ
sirkulasi juga dialami oleh larva ikan gurami. Ikan Gurami (Osphronemus
gouramy) adalah salah satu jenis ikan air tawar. Habitat asli ikan gurami adalah
rawa dataran rendah yang berair dalam. Ikan ini sangat peka terhadap suhu
rendah dan memiliki organ pernafasan tambahan sehingga dapat mengambil
oksigen dari luar air. Pada saat keadaan normal, denyut jantung per menit larva
ikan gurami dalam keadaan normal sekitar 100-150 kali per menit. Faktor yang
mempengaruhi kerja jantung larva ikan gurami adalah temperatur, zat kimia,
faktor-faktor biologis, cahaya,ukuran tubuh, dan umur (Barness, 1968).









IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Denyut jantung Daphnia pada keadaan normal adalah sebanyak 120
denyut/menit. Sedangkan hasil praktikum menunjukkan denyut jantung Daphnia
pada keadaan normal sebanyak 180 denyut/menit. Hal bisa ini disebabkan
karena saat melakukan pengamatan organisme mengalami stress atau kondisi
yang kurang optimal.
2. Faktor yang mempengaruhi kerja jantung Daphnia adalah temperatur, zat kimia,
faktor-faktor biologis, cahaya, ukuran tubuh, dan umur.
3. Pada suhu panas (49C) denyut jantung Daphnia sebanyak 188 denyut/menit,
pada suhu dingin (15C) sebanyak 172 denyut/menit, dan dalam larutan alkohol
5% sebanyak 168 denyut/menit.
4. Kecepatan denyut jantung Daphnia akan semakin menurun apabila ditempatkan
pada lingkungan dengan suhu rendah, dan akan semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya suhu lingkungan.
5. Penambahan zat kimia (alkohol) dalam batas tertentu akan meningkatkan
metabolisme, dengan penambahan alkohol yang berkonsentrasi tinggi akan
mempercepat denyut jantung Daphnia.









DAFTAR REFERENSI
Aries, E.J. 1986. Toksilogi Umum. Gadjahmada University Press, Yogyakarta.
Barness, R. D. 1968. Invertebrata Zoology. W. B. Sounders Company, London.
Hastuti, S, E. Supriyono, I. Mokoginta, dan Subandiyono. 2003. Respon Glukosa
Darah Ikan Gurami (Osp-hronemus gourami, LAC) Terhadap Stress
Perubahan Suhu Lingkungan. Jurnal Akuakultur Indonesia 2 (2): 73-77.

Kimball, J.W. 1992. Biologi II. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sahan, Asyel, Tulay Altun, Fatma Cevik, Ibrahim Cengizler, Erdal Nevsat, Ercument
Genc. 2007. Comparative Study of Some Haemotological Parameters in
European Eel (Anguilla Anguilla L., 1758) Caught from Different Regions of
Ceyhan River (Adana, Turkey). Journal of Fisheries & Aquatic Sciences
volume 24 (1-2): 167-171.

Schmidt-Nielsen. 1990. Animal Physiology and Enviroment. Cambridge University
Press, Cambridge.

Soegiri, N. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.

Soetrisno. 1987. Diktat Fisiologi Hewan. Fakultas Peternakan Unsoed, Purwokerto.

Watterman, T.H. 1960. The Physiology of Crustaceae. Academic Press, New York.

Whale, W.G 1964. Principles of Biology. Harper and Roro Publisher, New York.

Anda mungkin juga menyukai