Anda di halaman 1dari 8

BAB I.

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Salah satu kawasan strategis di wilayah pesisir adalah kawasan
teluk (bay). Teluk adalah perairan yang menjorok ke daratan dan dibatasi
oleh daratan pada ketiga sisinya, (wikipedia). Secara ekologis di wilayah
teluk juga terdapat ekosistem utama pesisir dan laut seperti terumbu
karang, mangrove, dan padang lamun. Karena keberadaan ekosistem
tersebut, perairan teluk menjadi tempat mencari makan (feeding ground),
tempat memijah (spawning ground), dan tempat pembesaran (nursery
ground) beberapa jenis ikan dan biota perairan tertentu. Perairan teluk
juga relative lebih tenang dibandingkan dengan laut lepas, oleh karena itu
di dalam wilayah teluk banyak dimanfaatkan sebagai tempat bermukim,
kegiatan perikanan seperti penagkapan dan budidaya, serta
pembangunan pelabuhan (demaga).
Di Indonesia, beberapa kota besar dan kota kecil berada di wilayah
teluk. Hal ini menjadikan wilayah teluk sebagai pintu gerbang dan jalur
transportasi bagi mobilitas orang dan barang antar wilayah, seperti Teluk
Jakarta, Teluk Banten, Teluk Balikpapan, dan Teluk Kendari. Demikian
halnya dengan Teluk Palu yang secara geografis berpotensi untuk
dikembangkan menjadi kawasan strategis dalam rangka mendukung
pembangunan Kota Palu pada khususnya.


2
Secara administrasi kawasan Teluk Palu dipisahkan oleh dua
wilayah administratif yaitu Kabupaten Donggala memanjang mulai dari
kelurahan Loli sampai desa Tanjung Karang, kemudian mulai dari Desa
Wani hingga sampai Desa Toaya. Sementara wilayah Kota Palu mulai
dari Kelurahan Watusampu sampai Kelurahan Pantoloan. Teluk Palu
merupakan tempat bermuaranya beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS),
sehingga perairan ini mendapat pasokan air tawar yang membawa
material dan unsur hara yang dibutuhkan oleh organisme perairan. Akan
tetapi pada saat tertentu, aliran sungai akan mengangkut lumpur dan
sampah yang mengakibatkan sedimentasi dan pencemaran di bagian
muara.

Gambar 1 : Peta Kota Palu dalam Administrasi Sulawesi Tengah
Sumber : http://blogberdayamandiri.wordpress.com/bkm/kota-palu/
Teluk Palu memiliki Panjang 19 Mil, lebar sampai 7 mil, dengan
kedalaman 0-400 M. (Ditjen KP3K, DKP RI, 2008). Luas Perairan Teluk
Palu dalam wilayah pengelolaan Pemerintah Kota Palu seluas 189,00 km
2




3
pada posisi koordinat 0
o
3600s/d 0
o
5600 Lintang Selatan dan 119
o

4500s/d 121
o
10 Bujur Timur (BPS Kota Palu, 2008).
Kawasan Teluk Palu dimanfaatkan dengan berbagai peruntukkan
antara lain; perikanan tangkap dan budidaya, usaha wisata,
pembangunan industri jasa hotel dan hiburan, tambang galian C, dan
tempat pemukiman masyarakat. Nelayan yang menggantungkan hidup
pada hasil laut teluk palu adalah nelayan penuh dan nelayan sambilan
dengan alat tangkap berskala tradisional seperti sero, gillnet, dan pancing
tangan (hand line). Secara turun temurun nelayan tradisional yang
bermukim di pantai Palu telah memanfaatkan Teluk Palu untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Berdasarkan penelitian Ansar
(2011) terdapat sekitar 1.000 RTP nelayan yang sangat bergantung pada
sumberdaya ikan Teluk Palu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Selain itu, meskipun dalam jumlah yang minim terdapat juga aktivitas
budidaya yang dilakukan oleh masyarakat di wilayah Teluk Palu seperti
budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) dan pembesaran ikan kuwe
(Charanx sp).
Perkembangan pembangunan fisik Kota Palu juga terlihat dari
adanya fasilitas perdagangan seperti rumah toko (ruko), mall, serta hotel
dan restoran. Sebagian dari bangunan-bangunan tersebut berlokasi di
pantai Teluk Palu. Beberapa pembangunan fasilitas tersebut dalam
pengembangan usahanya melakukan penimbunan laut (reklamasi) untuk
memperluas areal bangunan. Saat ini sedang berlangsung perluasan


4
reklamasi (38,33 Ha) di Kelurahan Talise Kecamatan Mantikulore,
(www.gresnews.com). Reklamasi tersebut diperuntukkan bagi
pembangunan ruko, supermarket, Carrefour, hotel, restoran dan kedai
kopi, mall, dan apartemen, yang menjadi bagian program Pemerintah
Kota untuk membangun konsep waterfront city. Selain itu, di kawasan
Teluk Palu juga terdapat aktivitas tambang galian C yang memproduksi
pasir dan batu pecah (sirtu), yang lokasinya berada dekat dengan badan
sungai yang semuanya bermuara ke Teluk Palu.
Baik reklamasi pantai maupun tambang galian C untuk tujuan
pembangunan ekonomi, aktivitas tersebut telah menimbulkan dampak
negative bagi perairan Teluk Palu. Berbagai protes dari masyarakat
nelayan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) muncul sebagai reaksi
terhadap dampak dari aktivitas tersebut. Kekeruhan yang diakibatkan
oleh sedimen dari reklamasi dan galian C dianggap telah membuat
berkurangnya pendapatan nelayan atau bahkan telah menghilangkan
mata pencaharian. Fenomena dari perubahan negative lingkungan
tersebut adalah berhentinya kegiatan budidaya rumput laut Euchema
cottonii di Kelurahan Tipo, Watusampu, dan Buluri sejak tahun 2010,
dimana sebelumnya kelurahan-kelurahan tersebut merupakan penghasil
rumput laut Kota Palu.
Teluk Palu adalah sumberdaya alam penting bagi masyarakat Kota
Palu, khususnya masyarakat nelayan, pembudidaya ikan dan rumput laut,
dan pelaku usaha wisata yang mengandalkan teluk Palu sebagai


5
sumberdaya utama dalam usahanya. Di sisi lain Teluk Palu juga
merupakan asset utama Kota Palu yang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan pembangunan kota agar dapat sejajar dengan kota-kota
lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikemukakan permasalahan
yang muncul di wilayah Teluk Palu pada dasarnya berkaitan dengan (1)
pengelolaan aspek biofisik, dan (2) pengelolaan aspek ekonomi dan
sosial. Bagaimanapun, sebagai kota yang sedang berkembang, Kota
Palu tidak terhindarkan dari pembangunan fisik di wilayah pantai, akan
tetapi pembangunan tanpa perencanaan yang baik akan menimbulkan
dampak yang lebih besar dibanding keuntungan ekonomi yang dihasilkan
oleh pembangunan tersebut. Pengelolaan yang baik harus didasarkan
pada karakteristik kawasan teluk sebagai obyek dari pengejawantahan
kebijakan dan program.
Aktivitas pengelolaan yang sedang berlangsung saat ini dapat
dipahami sebagai niat baik pemerintah dalam membangun daerah, namun
berbagai fenomena yang muncul dimasyarakat mendorong untuk
mengetahui karakteristik kawasan, memahami permasalahan pengelolaan
dan secara akademik dapat merancang skenario pengelolaan kawasan.
Scenario diharapkan dapat menggambarkan sinergitas yang
menguntungkan semua stakeholders dengan tanpa mengabaikan prinsip
perlindungan lingkungan kawasan Teluk Palu.



6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan
beberapa masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimanakah karakteristik kawasan Teluk Palu ?
2. Apa saja permasalahan pengelolaan kawasan Teluk Palu ?
3. Bagaimanakah skenario pengelolaan Teluk Palu secara
berkelanjutan ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, maka tujuan yang
ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Mendiskripsikan karakteristik kawasan Teluk Palu.
2. Mengetahui permasalahan pengelolaan kawasan Teluk Palu.
3. Merancang skenario pengelolaan Teluk Palu secara berkelanjutan

D. Kegunaan Penelitian
Karakteristik kawasan dan permasalahan pengelolaan adalah hal
penting yang harus diketahui dalam kondisi Teluk Palu saat ini. Untuk itu,
formulasi permasalahan dan kepentingan stakeholders yang
menghasilkan rancangan skenario pengelolaan diharapkan dapat
menjawab tantangan kelangsungan ekosistem kawasan dan terpenuhinya
ketergantungan masyarakat terhadap Teluk Palu.


7
































Gambar 2 : Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian




KAWASAN TELUK PALU
Pemanfaatan
Pengelolaan lingkungan
Pengelolaan ekonomi
Pengelolaan sosial
Program & Kebijakan
Ekosistem
Sosekbud
Hukum &
Kelembagaan
Kebijakan
pengembangan
SKENARIO PENGELOLAAN
Pengelolaan Kawasan Teluk Palu
Secara Berkelanjutan
Sumberdaya alam
Sumberdaya manusia
Jasa lingkungan
Isu dan permasalahan
Karakteristik Kawasan
Dampak lingkungan
Dampak ekonomi
Dampak sosial
Kepentingan
Stakeholders


8

Anda mungkin juga menyukai