Anda di halaman 1dari 18

Andre Darmawan (11.2012.

196) Page 1

Pendahuluan
Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air, yaitu 60% dari berat badan, sedangkan 40%
sisanya merupakan zat padat. Zat cair sendiri (60%) terdiri dari intraseluler dan kompartemen
ekstraseluler. Secara umum, kompartemen intraselular sebesar kira-kira 40 % berat badan,
dan kompertemen ekstraseluler terdiri dari 20% BB di mana terbagi menjadi 5 % cairan
intravaskuler (plasma) dan 15 % cairan interstisial. Cairan intravaskular (5% berat badan)
bila ditambah eritrosit (3% berat badan) merupakan darah, jadi volume darah berkisar 8%
dari berat badan. Jumlah cairan tubuh berbeda-beda tergantung pada umur, jenis kelamin, dan
banyak atau sedikitnya lemak tubuh.
1,2


Tabel 1. Distribusi cairan tubuh berdasarkan jenis kelamin dan lemak tubuh.
1

Laki-laki

Kurus

Normal

Gemuk
Air

70%

60%

50%
Lemak

4%

18%

32%


Perempuan
Air

60%

50%

42%
Lemak

18%

32%

42%


Cairan intravaskular (5% BB) bila ditambah eritrosit (3% BB) merupakan darah, jadi
volume darah berkisar 8% dari BB. Jumlah volume darah berdasarkan estimated blood
volume (EBV) :
Neonatus : 90 ml/kgBB
Bayi dan anak : 80 ml/kgBB
Dewasa : 70 ml/kgBB.
1,2


Komposisi Cairan Tubuh
Air dan zat-zat terlarut di dalamnya berfungsi untuk mengangkut makanan ke semua sel
tubuh dan mengeluarkan bahan sisa dari dalamnya untuk menunjang berlangsungnya
kehidupan. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat elektrolit dan non-elektrolit.
2


Andre Darmawan (11.2012.196) Page 2

Zat elektrolit merupakan molekul-molekul yang pecah menjadi partikel-partikel
bermuatan listrik (ion). Kation, ion bermuatan positif dan anion, ion bermuatan negatif.
Keseimbangan ion ini harus selalu dipertahankan, di mana jumlah total kation selalu sama
dengan jumlah total anion. Jumlah muatan dan konsentrasinya dinyatakan dalam satuan
miliequivalen perliter (mEq/l).
1,2

Tiap kompartemen cairan mempunyai komposisi elektrolit tersendiri. Pada ekstraseluler
(plasma dan interstisial) konsentrasi NaCl dan bikarbonat lebih tinggi, dan kalium rendah.
Elektrolit terpenting yang terdapat pada ekstrasel berupa Na
+
dan Cl
-
. Pada intraseluler,
konsentrasi K, Mg dan HPO4 lebih tinggi sedang Na dan Cl relatif rendah. Elektrolit
terpenting yang terdapat intrasel ialah K
+
dan PO
4.
Komposisi elektrolit plasma dan
interstisial sendiri hampir sama, kecuali di dalam interstisial tidak mengandung protein.
1-3

Fungsi elektrolit sendiri adalah untuk mengatur volume cairan tubuh melalui tekanan
osmotik dan mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh.
2


Tabel 2. Perbedan elektrolit ekstra dan intraseluler.
3

cairan ekstraseluer (meq/l) cairan intraseluler (meq/l)
Na+

140

10
CL-

4,5

150
Mg2+

2

40
Ca2+ 5 1

Zat non-elektrolit merupakan molekul-molekul yang tetap tidak berubah menjadi partikel-
partikel, yang terbagi menjadi zat yang memiliki berat molekul ringan seperti glukosa dan
berat molekul besar seperti protein.
1


Perpindahan Cairan
Antara cairan intrasel dan ekstrasel dibatasi oleh semipermiable cell membrane yang
relatif lebih mudah dilalui oleh air. Tekanan osmotik akan menyebabkan air berpindah dari
cairan yang konsentrasinya rendah ke yang lebih tinggi sampai konsentrasinya sama.
Tekanan osmotik ditentukan oleh total bahan terlarut di dalam larutan (osmolalitas).
Osmolalitas merupakan konsentrasi total bahan terlarut dan dinyatakan perliter serum.
Andre Darmawan (11.2012.196) Page 3

Unit tekanan osmotik adalah osmole dan penilaiannya dinyatakan dalam miliosmole
(mOsm). Osmolaliti normal plasma = 290 mOsm. Karena NaCl adalah bahan terlarut utama
di dalam cairan ekstrasel, perhitungan osmolaliti dianggap mendekati/ = 2 x Na serum + 10.
Kadar natrium ekstrasel ini (140 mEq/L) lebih tinggi dibandingkan di dalam intrasel (10
mEq/L). Pergerakan sodium (natrium) di antara kedua kompartmen akan mendorong air
untuk melewati membran bersama molekul natrium, hal ini disebabkan karena ion natrium
memiliki daya osmotik yang menarik cairan. Karena osmolaliti adalah konsentrasi total bahan
terlarut termasuk non-elektrolit seperti protein, perhitungan dapat berubah. Komposisi
elektrolit antara cairan intravaskuler dan interstisial relatif sama, tetapi komposisi protein
sedikit berbeda, di mana lebih tinggi pada cairan intravaskuler. Cairan intravaskuler dan
interstisial dibatasi oleh kapiler yang permeabel terhadap air dan elektrolit, tetapi
impermeabel terhadap makromolekul seperti plasma protein. Bila terdapat perbedaan
konsentrasi protein di antara kedua kompartemen, akan terjadi perbedaan tekanan onkotik,
sehingga akan terjadi perpindahan cairan melewati membran. Bila konsentrasi protein
intravaskuler turun maka tekanan hidrostatik lebih besar sehingga cairan dari intravaskuler
akan keluar ke interstisial. Peninggian protein darah dapat meningkatkan osmolaliti. Oleh
karena itu perlu mengkoreksi perhitungan osmolaliti dengan menilai protein (ureum) darah.
Jadi tekanan onkotik (yang juga ditentukan konsentrasi protein) dapat dianggap sebagai
barier untuk mencegah keluarnya cairan dari intravaskuler ke interstisial.
1-3


Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Untuk mencapai homeostasis, kebutuhan air dan elektrolit harian harus dipenuhi.
Kebutuhan air air dan elektrolit pada bayi dan anak berbeda dengan kebutuhan air pada
orang dewasa. Secara umum kebutuhan itu dapat dihitung, yaitu:
1

Pada dewasa
Air : 30 - 35 ml/kgBB. (kenaikan suhu 1
o
C ditambah 10%)
Natrium : 1,5 mEq/kgBB (rata-rata 100 mEq/hari atau 5,9 gram)
Kalium : 1 mEq/kgBB (rata-rata 60 mEq/ hari atau 4,5 gram).
1




Andre Darmawan (11.2012.196) Page 4

Pada bayi dan anak:
o Air : sesuai berat badan
0 10 kg : 100 ml/kgBB/hari
11-20 kg : 1000 ml + 50 ml/kgBB/hari
>20 kg : 1500 ml + 20 ml/kgBB/hari
o Natrium : 2 mEq/kgBB
o Kalium : 2 mEq/kgBB.
1


Keseimbangan antara Pemasukan dan Pengeluaran air secara umum:
1

Intake Output
air minum : 800-1700 ml urine : 600-1600 ml
air dalam makanan : 500-1000 ml IWL : 850-1200 ml
air hasil oksidasi : 200-300 ml feses : 50-200 ml

Terapi Cairan
Terapi cairan bertujuan untuk :
a. Mengganti kekurangan cairan dan elektrolit yang hilang sebelumnya
b. Mencukupi kebutuhan cairan
c. Mengatasi syok
d. Mengatasi kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
1


Terapi cairan perioperatif meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada masa pra-bedah,
selama pembedahan, dan pasca bedah. Tindakan ini sering merupakan tindakan live saving
seperti pada kehilangan cairan banyak, dehidrasi dan syok. Pada penderita yang menjalani
operasi, baik karena penyakitnya itu sendiri atau karena ada trauma pembedahan, terjadi
perubahan fisiologis tubuh, yaitu:
1

Peningkatan rangsang simpatis, yang menimbulkan peninggian sekresi katekolamin, dan
menyebabkan takikardia, konstriksi pembuluh darah, peninggian kadar gula darah, yang
berlangsung 2-3 hari.

Andre Darmawan (11.2012.196) Page 5

Rangsangan terhadap kelenjar hipofise:
- Bagian anterior, menimbulkan sekresi growth hormone yang mengakibatkan kenaikan
kadar gula darah dan sekresi ACTH yang merangsang kelenjar adrenal untuk
mengeluarkan aldosteron.
- Bagian posterior, menimbulkan sekresi ADH yang mengakibatkan retensi air.
Berlangsung 2-4 hari.

Peningkatan sekresi aldosteron karena stimulasi ACTH dan berkurangnya volume
intravaskuler
Peningkatan kebutuhan oksigen dan kalori karena peningkatan metabolisme.
1


Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan adalah pemberian cairan adekuat dalam waktu relatif cepat pada
penderita gawat akibat kekurangan cairan. Kekurangan cairan pada penderita gawat
umumnya akibat kecelakaan atau kekurangan cairan karena sebab yang lain. Penderita masih
dapat bertahan hidup walaupun kehilangan fungsi 85% hepar, 75% renal, 55% kapasitas paru,
dan 75% butir darah merah, tetapi berakibat fatal bila penderita kehilangan cairan tubuh
sebanyak lebih dari sepertiga cairan tubuh.
4

Penggantian volume intravaskular merupakan dasar dari perawatan hipotensi dan syok,
terutama syok hipovolemik dan syok distributif. Penggantian volume yang tepat
membutuhkan pengertian tentang hemodinamikdan pilihan sistem pengawasan yang tepat.
4

Pemberian cairan dimulai bila penderita mengalami hipovolemia. Hipovolemi dapat
dilihat dari tanda-tanda klinis dan laboratoris. Tanda-tanda klinis termasuk, mulut kering,
haus, tensi rendah, nadi cepat, respirasi cepat, dingin, produksi urin kurang dan kesadaran
terganggu. Sedangkan tanda-tanda laboratoris dapat dilihat dari tekanan vena sentral (CVP),
cardiac output, oxygen consumption, pH darah, mixed venous oxygen saturation dan serum
laktat.
4

Resusitasi yang inadekuat dapat terlihat dari hipoperfusi jaringan, tetapi penggantian
volume yang berlebihan dapat menyebabkan edema jaringan, gagal jantung kongestif,
kekacauan metabolisme dan koagulopati.
4


Andre Darmawan (11.2012.196) Page 6

Macam-macam Cairan
Cairan yang sering digunakan dalam terapi atapun pada tindakan resusitasi antara lain:
1,2,4,5

1. Carian Kristaloid
Cairan kristaloid lewat dengan bebas melalui membran semipermeabel. Cairan ini
mengandung air dan elektrolit yang bersifat isotonik dengan cairan ekstraselular
Kristaloid berbasis saline akan terdistribusi dalam ruang ekstraselular, di mana natrium
berada. Hanya sepertiga liter larutan kristaloid akan tetap bertahan di intravaskular untuk
waktu yang signifikan, sisanya akan masuk ke ruang interstitial.
1,4

Ada beberapa macam cairan kristaloid seperti NaCl isotonis, Hartmans ringer laktat,
dan ringer asetat. Larutan kristaloid yang paling sering dipakai adalah ringer laktat dan
normal saline. Larutan-larutan ini hampir isotonik, cepat keluar dari ruang intravaskular
dan volumenya setara defisit sirkulasi. Keuntungan larutan kristaloid termasuk biaya
rendah, penyimpanan yang mudah dan ketersediaan.
4

Larutan yang mengandung Dextrose tidak boleh digunakan dalam resusitasi volume
karena bahaya hiperglikemia dan kesukaran mengawasi level glukosa darah yang tepat
selama resusitasi. Contoh lain adalah NaCl 0,9%. Sedikit volume Hypertonic saline (3%
NaCl) dapat memenuhi volume intravaskular tanpa menaikkan volume intravaskular
secara signifikan dan dapat berguna pada resusitasi pasien dengan/tanpa cedera kepala.
4

Pemberian NaCl isotonis harus hati-hati pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal,
karena kalau kebanyakan NaCl isotonis akan menyebabkan asidosis hiperkloremik. Ringer
lactate merupakan cairan yang ideal sebab komposisinya hampir sama dengan cairan
tubuh.
4

Ringer asetat dapat digunakan pada penderita dengan gangguan fungsi hepar, karena
ringer asetat dimetabolisir di otot dan jaringan lain.
4

Dalam keadaan darurat dimana perlu cairan banyak tidak dianjurkan menggunakan
cairan NaCl %, % dan glukosa karena dapat menyebabkan intoksikasi air. Kalau
memberikan infus NaCl isotonis, maka cairan tersebut akan masuk intravaskular,
selanjutnya menuju ke interstitial. Cairan kristaloid akan didistribusikan ke seluruh ruang
ekstrasel, sehingga kristaloid merupakan indikasi dan sangat efektif mengisi ruang
ekstrasel bila ruang tersebut kehilangan cairan.
4



Andre Darmawan (11.2012.196) Page 7

Berdasarkan tujuan terapi, cairan kristaloid dapat dibagi menjadi :
a. Cairan pemeliharaan (maintenance)
Cairan ini diberikan dengan tujuan untuk mengganti kehilangan air tubuh lewat
urin, feses, paru dan keringat. Jumlah cairan berbeda antara dewasa dan anak-anak,
yaitu:
1,2

Dewasa : 2 cc/kgBB/jam
Anak-anak : 10 kg I : 4cc/kgBB/jam
10 kg II: 2 cc/kgBB/jam
10 kg III: 1 cc/kgBB/jam.
1,2


Mengingat cairan yang hilang ini sedikit sekali mengandung elektrolit, maka sebagai
cairan pengganti digunakan cairan yang bersifat hipotonis, dengan perhatian khusus
dengan natrium.
2

Contoh cairan yang digunakan adalah dekstrosa 5% dalam NaCL 0,45% (D5NaCl
0,45). Selain itu dapat pula digunakan cairan non-elektrolit seperti dekstrosa 5% dalam
air (D5W).
2


b. Cairan pengganti (replacement)
Cairan ini diberikan dengan tujuan untuk mengganti kehilangan air tubuh akibat
sekuestrasi atau proses patologi yang lain (seperti fistula, efusi pleura, asites, drainase
lambung, dll).
2

Contoh cairan yang digunakan adalah dekstrosa 5% dalam ringer laktat (D5RL),
NaCl 0,9%, D5 NaCL, dll.
2


c. Cairan khusus
Cairan ini diberikan dengan tujuan khusus dan bersifat hipertonis. Contoh cairan
yang digunakan adalah NaCl 3%, mannitol 20% dan sodium bicarbonas 7,5%.
2


2. Cairan Non-elektrolit
Cairan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan kalori. Selain itu dapat
pula digunakan sebagai cairan pemeliharaan. Contoh: dekstrose 5%, 10%.
2



Andre Darmawan (11.2012.196) Page 8

3. Cairan Koloid
Koloid adalah zat yang tidak larut dan tidak melewati membran semipermeabel. Koloid
kurang baik disaring di ginjal sehingga cenderung untuk tinggal di kompartemen
intravaskular lebih lama dari kristaloid dan juga meningkatkan tekanan osmotik koloid
(atau onkotik), mengeluarkan air keluar dari ruang interstitial ke dalam kompartemen
intravaskular. Koloid digunakan untuk menggantikan sementara komponen plasma.
Mereka tetap dalam sirkulasi untuk berbagai rentang waktu, tergantung pada berat
molekul atau ukuran. Secara teori koloid lebih baik untuk ekspansi plasma secara cepat
tetapi penggunaannya untuk resusitasi telah banyak diperdebatkan dengan tidak ada bukti
yang meyakinkan untuk penggunaan baik untuk hasil yang lebih baik. Cairan ini
digunakan untuk mengganti kehilangan cairan intravaskuler. Cairan ini disebut juga
sebagai plasma expander karena memiliki kemampuan besar dalam mempertahankan
volume intravaskuler.
1,2,4

Koloid meningkatkan tekanan onkotik plasma dan menjaga volume sirkulasi lebih lama
dibanding kristaloid. Koloid terbagi menajadi larutan alami dan sintetis. Koloid bila
diberikan lewat infus akan mengisi seluruh ruang intravaskular, dengan demikian koloid
sangat efektif pada penderita yang mengalami hipovolemik.
4

Dalam praktek seiring digunakan koloid sintetik, karena reaksi anafilaktoidnya sedikit.
Reaksi anafilaktoid yang paling besar adalah gelatin, kemudian disusul dekstran dan
selanjutnya albumin dan yang terakhir HES.
4

Indikasi koloid sintetik yang absolut karena perdarahan, kehilangan darah perioperatif.
Indikasi relatif pula adalah hipovolemi akibat sepsis atau anestesi, luka bakar, teknik
penyimpanan darah (penghemat penggunaan darah), priming of the heart lung machine
dan plasmaphersis.
4

Keuntungan koloid sintetik adalah, harga tidak mahal dan bebas dari infeksi, mudah
didapat dalam jumlah banyak, stabil dalam waktu lama, tekanan osmotik koloid dan
viskositas sama dengan plasma, dieliminasi lewat ginjal secara lengkap, tidak lama
disimpan dalam tubuh, efek volume dan durasi cukup, bebas dari gangguan koagulasi,
tidak toksik, alergi dan reaksi antigenik.
1,4

Efek dari koloid sintetik adalah ketika cairan koloid masuk intravena, tekanan onkotik
naik menyebabkan volume intravena bertambah, sehingga dapat menyebabkan hemodilusi
dan juga menaikkan venous flowback (preload). Hemodilusi mengakibatkan menurunnya
hematokrit dan menaikkan rheology. Akibat dari preload dapat menyebabkan
meningkatnya cardiac output. Menurunnya hematokrit dapat menyebabkan menurunnya
Andre Darmawan (11.2012.196) Page 9

konsentrasi oksigen arterial. Kenaikan rheology dapat menyebabkan menurunnya flow
resistance, dengan akibat meningkatnya DO2, dan meningkatnya cardiac output. Venous
flowback (preload) yang naik juga dapat menaikkancardiac output.
1,4

Ada beberapa koloid antara lain, gelatine, dextrans, dan HES yang berpengaruh pada
fungsi ginjal.
5

Gelatin.
Gelatin tidak mempunyai efek negatif, bahkan menaikkan fungsi ginjal.

Dextran.
Dextran adalah larutan glukosa polimer sintetis salah satu dari 40 kd (D-40) atau 70
kd (D-70). Kekurangan utama dari dextran adalah tingginya reaksi anafilaktik (1%-
5%). Hampir seluruh dextran telah digantikan oleh komponen dari bahan dasar zat
tepung.
Setelah pemberian dextran 40, kemungkinan dapat terjadi renal insufficiency. Di
tubulus proksimalis konsentrasi dextran meningkat, menyebabkan peningkatan
viskositas urin yang laten, dan hal ini dapat mengakibatkan flow resistance bertambah
dan menyebabkan berhentinya filtrasi.

HES
Hydroxyethyl starch (HES) adalah komponen glukosa high-polymeric yang tersedia
dalam sediaan dan konsentrasi yang bervariasi. Frekuensi reaksi anafilaktik karena HES
jauh lebih sedikit dibandingkan larutan berbahan dextran. HES memiliki efek yang
bergantung dari dosis pada level faktor VIII, sehingga merusak fungsi platelet. Dosis
maksimum yang dianjurkan untuk meminimalisasi efek samping negative adalah 1500
ml/24 jam.
Setelah pemberian HES kemungkinan masih dapat terjadi acute renal failure.
Kesemuanya dapat menurunkan glomerular filtration. Terjadi konsentration HES di
tubulus proksimal dapat menyebabkan peningkatan viskositas urin secara menetap,
menambah tahanan aliran dan menyebabkan berhentinya filtrasi.

Andre Darmawan (11.2012.196) Page 10

Albumin.
Albumin, adalah turunan dari pooled human plasma dan tersedia sebagai larutan
normal saline 5% dan 25%.
Efek albumin pada hasil akhir masih kontroversi. Keuntungan penggunaan albumin
bila dibanding dengan koloid sintetik adalah dosis albumin yang berkurang,
mengurangi risiko koagulopati, mengurangi risiko pruritus dari HES, dan mengurangi
risiko anaphylaxis.
5


Pemilihan Terapi Kristaloid atau Koloid
Penggunaan koloid dan kristaloid mempunyai beberapa keuntungan dan kerugiannya,
sehingga ada yang pro dan yang kontra pada penggunaan antara koloid dan kristaloid.
4

Ada beberapa hal yang kita sepakati yaitu bahwa :
1. Resusitasi dengan cairan selain dari darah secara praktis sangat bermanfaat
2. Anemia ternyata ditoleransi lebih baikk daripada hipovolemia. Pada perdarahan akut
pada orang sehat anemia dapat ditoleransikan sampai 50%, sedangkan hipovolemia
hanya 30%
3. Kelebihan cairan dengan kedua macam larutan merupakan peristiwa yang tidak
diinginkan
4. Mempertahankan tekanan osmotik koloid (TOK) plasma dipostulasikan sebagai tujuan
terapi cairan yang diinginkan; larutan koloid lebih efektif dalam mempertahankan
tekanan osmotik koloid.
4


Larutan koloid merupakan bentuk penggantian volume darah yang lebih efisien daripada
larutan kristaloid. Untuk mencapai titik akhir tertentu diperlukan lebih sedikit larutan koloid
daripada larutan kristaloid. Larutan koloid harganya lebih mahal bila dibandingkan dengan
larutan kristaloid. Larutan kristaloid tidak menyebabkan reaksi anafilaktoid, sedangkan
koloid dapat menyebabkan reaksi anakfilaktoid, walaupun reaksi tersebut jarang terjadi pada
syok.
4

Hemodilusi sebelum transfusi baik dengan kristaloid maupun koloid bermanfaat pada
restorasi volume darah.
4

Andre Darmawan (11.2012.196) Page 11

Pro Koloid :
1. Koloid diperlukan untuk ekspansi ruang intravaskular
2. Koloid mempertahankan TOK (tekanan onkotik) dan meminimalkan akumulasi cairan
interstisial
3. Kristaloid menurunkan TOK, sehingga memudahkan terjadi edema paru
4. Penurunan TOK, dapat menyebabkan laju mortalitas meninggi
5. Pemberian koloid menyebabkan perbaikan hemodinamik, tanpa ada bukti meningkatnya
air paru atau atau terperangkapnya albumin.
6. Pemberian kristaloid menyebabkan pertukaran gas di paru lebih buruk, terjadi penurunan
VO2, sedangkan perbaikan hemodinamik sedang-sedang saja.
7. Koloid menyebabkan perbaikan nyata pada semua variable hemodinamil dan DO2.
8. Kristaloid hanya sedikit perbaikan pada hemodinamik
9. Dengan kristaloid ruang interstitial sangat membesar dan tidak ada mekanisme
kompensasi untuk mobilisasi dan ekskresi cairan
10. Pemberian koloid selama pembedahan berhubungan dengan perbaikan profil
penyembuhan dan kenyamanan pasien lebih baik, dibanding pemberian kristaloid.
Perbedaan ini mengakibatkan memperpendek masa rawat inap, sehingga biaya lebih
ringan.
4


Pro Kristaloid :
1. Koloid harga lebih mahal dan risiko reaksi anafilaktoid dapat terjadi
2. Koloid keluar ke interstitium dan dapat terperangkap, sehnigga dapat menyebabkan
edema.
4


Koloid lebih unggul dibanding dengan kristaloid pada waktu digunakan untuk resusitasi
cairan. Pada penelitian menunjukkan bahwa kelompok koloid pada variabel hemodinamik
menunjukkan keadaan lebih baik, tanpa ada bukti meningkatnya air paru atau
terperangkapnya albumin. Sedangkan kelompok kristaloid, pertukaran gas lebih buruk, terjadi
penurunan VO2 dan perbaikan hemodinamik sedang saja.
4
Andre Darmawan (11.2012.196) Page 12

Tabel 3. Perbandingan Cairan kristaloid dan koloid
2
Kristaloid Koloid
Efek volume intravaskular - lebih baik (efisien,
Volume lebih
kecil dan menetap
lebih lama)
Efek volume interstisial lebih baik - lebih tinggi
DO2 sistemik - +
Edema paru + jarang
Edema perifer sering jarang
Koagulopati - dextran hetastarch
Aliran urine lebih besar GFR menurun
Reaksi-reaksi tidak ada jarang
Harga murah albumin mahal,
Non-albumin
sedang

Perhitungan Jumlah Cairan Resusitasi yang Diperlukan
Penggantian cairan bukan tanpa batas, karena kalau terjadi hiperdilusi, kemamupuan darah
membawa oksigen akan menurun. Demikian jika underdilution kemamupuan darah
membawa oksigen juga menurun. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu,
karena kalau hematokrit kurang dari 10% dikhawatirkan terjadi hipoksi jaringan, dan bila
berlanjut dapat terjadi kegagalan sistem.
4

Pada penelitian terakhir menunjukkan bahwa hemoglobin 7 gram % pada orang sehat
tanpa kelainan jantung, paru dan pembuluh darah masih dalam batas aman, kecuali bila
mengalami perubahan fisiologik, misalnya tampak lelah, napas cepat, maka batas hemoglobin
7 gr % perlu dinaikkan. Dengan batasan hemoglobin 7 gr % maka dapat menghemat transfusi
darah, selain menghindar terjadinya efek samping transfusi.
1,2,4

Cairan Kristaloid yang diberikan melalui infus akan mengisi ruang intravaskuler dan
interstisial sehingga bila penderita kehilangan cairan maka perlu penggantian kristaloid
sebanyak 3-4x jumlah cairan yang hilang.
4

Andre Darmawan (11.2012.196) Page 13

Sedangkan pemberian koloid akan mengisi ruang intravaskuler, sehingga pemberian
jumlah cairan sesuai dengan jumlah cairan yang hilang.
4

Bila kristaloid dan koloid diberikan bersamaan, maka jumlah cairan kristaloid harus 3x
jumlah cairan yang hilang yang tidak digantikan dengan pemberian cairan koloid. Contoh:
Kehilangan cairan 1500ml, maka dapat diganti dengan 1000ml koloid dan 1500 kristaloid
(3x500ml).
4


Tatalaksana Pemberian Cairan Perioperatif
Prabedah
Dapat ditemukan gangguan air dan elektrolit karena pemasukan yang kurang, muntah ,
pengisapan isi lambung, adanya fistula enterokutan, adanya penumpukkan cairan pada third
space (ruang ekstrasel yang tidak berfungsi) misalnya pada peritonitis, obstruksi ileus.
1

Defisit cairan ekstrasel yang terjadi dapat diduga dengan berat ringannya dehidrasi yang
terjadi, yaitu:
1

- Pada dehidrasi ringan dengan gejala berupa timbulnya rasa haus, mukosa kering dan tidak
terdapatnya gangguan kardiovaskuler, defisit cairan ekstrasel sesuai dengan 4% dari berat
badan.
- Pada dehidrasi sedang dengan tanda klinis jelas disertai dengan gangguan kardiovaskuler
ringan (takikardia, hipotensi) defisit cairan ekstrasel sebesar 6% dari berat badan.
- Pada dehidrasi berat disertai dengan gangguan kardiovaskuler berat defisit cairan ekstrasel
8% dari berat badan. Keadaan dehidrasi berat dapat ditemukan pada kelainan fistula
yeyunum atau duedenum atau pada obstruksi ileus yang dapat menyebabkan kehilangan
air tubuh sampai 6-10 liter. Pada keadaan ini terjadi hemokonsentrasi (peninggian cairan
hematokrit dan kekurngan cairan ekstrasel yang dapat dihitung dengan cara:
1



Volume darah

Volume darah normal x Ht normal

Defisit =

-



7-8% BB

Ht penderita

Kekurangan ini dapat diganti dengan plasma atau cairan koloid lain, atau dengan kristaloid
(ringer) dengan jumlah 3x perhitungan defisit.
1

Andre Darmawan (11.2012.196) Page 14

Syok harus segera diatasi, 1 L pertama diberikan dalam 20 menit, dan separuh pada
perhitungan diberikan dalam 1 jam pertama. Dilakukan observasi yang terus menerus sampai
keadaan kardiovaskuler yang optimal tercapai.
1

Pada bayi dan anak kecil kriteria dehidrasi adalah sebagai berikut:
1

- Dehidrasi ringan dengan gejala berupa tanda-tanda rasa haus, oliguria, kulit dan mukosa
kering ubun-ubun dan mata mulai cekung, defisit cairan sebesar 5% dari berat badan.
- Pada dehidrasi sedang dengan tanda oliguria berat, turgot dan elastisitas kulit turun, ubun-
ubun dan mata cekung, takikardia, hipotensi, defisit cairan sebesar 10% dari berat badan.
- Pada dehidrasi berat penderita tampak sakit berat dan syok, defisit cairan 15% dari berat
badan.
1

Untuk mengatasi keadaan ini digunakan cairan elektrolit NaCl 0,9% atau ringer laktat,
kalau perlu diberikan cairan koloid. Cairan pemberian dalam 1 jam pertama 40ml / kgBB,
selanjutnya kecepatan pemberian diberikan diturunkan sesuai dengan keadaan
kardiovaskuler, dan defisit di atas dalam waktu 4-6 jam.
1

Kecuali penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi telah
tercapai ialah dengan adanya produksi urin 0,5-1 ml/kgBB/jam.
1


Selama Pembedahan
Pemberian cairan selama pembedahan, harus diperhatikan hal-hal seperti:
1. Kekurangan cairan pra bedah
2. Kebutuhan untuk pemeliharaan
3. Bertambahnya insesible water loss karena hiperventilasi
4. Terjadinya translokasi cairan pada daerah operasi ke dalam ruang ketiga dan interstisial
5. Terjadinya perdarahan.
1


Kebutuhan cairan selama puasa dihitung dengan mengkalikan kebutuhan cairan
maintanace dengan lamanya puasa. Pemberian cairan pada pasien puasa, 50 % diberikan pada
1 jam pertama operasi, 25 % selama jam ke-2 operasi, dan 25 % sisanya selama jam ke-3
operasi.
1


Andre Darmawan (11.2012.196) Page 15

Banyaknya air yang hilang karena translokasi selama pembedahan tergantung pada jenis
operasi, yaitu:
Operasi Ringan (misalnya operasi plastik) : kebutuhan pemeliharaan 4 cc/kgBB/jam
Operasi Sedang (misalnya operasi ekstremitas, apendektomi tanpa laparotomi): kebutuhan
pemeliharaan 6 cc/kgBB/jam
Operasi Berat (misalnya reseksi usus, radikal mastektomi): kebutuhan pemeliharaan 8
cc/kgBB/jam.
1


Cairan yang dapat diberikan ringer laktat dalam dekstrose 5%, ringer laktat
Pada bayi dan anak-anak kebutuhan air selama pembedahan yaitu:
Operasi Ringan : kebutuhan pemeliharaan 2 cc/kgBB/jam
Operasi Sedang : kebutuhan pemeliharaan 4 cc/kgBB/jam
Operasi Berat : kebutuhan pemeliharaan 6 cc/kgBB/jam.
1


Cairan yang dapat diberikan ringer laktat dalam dekstrose 5%, 0,25 NaCl dalam dekstrose
5%.
1

Pada prinsipnya kecepatan pemberian cairan selama pembedahan adalah dapat
terjaminnya terkanan darah yang stabil tanpa menggunakan obat vasokonstriktor, dengan
adanya produksi urin 0,5-1 ml/kgBB/jam.
1


Perdarahan
Tabel 4. Klasifikasi perdarahan
2
Variabel Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Sistolik (mmHg) >100 >100 >90 <90
Nadi (x/menit) <100 >100 >120 >140
Nafas (x/menit) 16 16-20 21-26 >26
Status mental anxious agitated confuse lethargic
Kehilangan darah (ml) <750 750-15000 1500-2000 >2000
<15% 15-30% 30-40% >40%

Andre Darmawan (11.2012.196) Page 16

Maximal allowable blood loss : (Ht-30)/Ht x EBV
Hematokrit (Ht) normal : 36-45% (40%).
2


Pada dewasa, perdarahan >15% EBV harus dilakukan transfusi darah. Transfusi dapat
dilakukan dengan:
whole blood dengan perhitungan : (Hb target Hb pasien) x kgBB x 6 ml
Packed red cell dengan perhitungan : (Hb target Hb pasien) x kgBB x 3 ml.
2


Bila diganti cairan:
- Kristaloid : 3 x volume darah yang hilang
- Koloid : Sesuai dengan volume darah yang hilang.
2


Pasca Bedah
Pengaruh hormonal yang masih menetap beberapa hari setelah bedah dan mempengaruhi
keseimbangan air dan elektrolit tubuh sehingga diperlukan perhatian dalam pemberian terapi
cairan.
1

Bila penderita sudah dapat atau boleh minum secepatnya diberikan per oral. Apabila
belum dapat per oral, maka pemberian secara parenteral diteruskan. Air diberikan sesuai
dengan pengeluaran yang ada (urin + insesible water loss).
1

Masuknya kembali cairan dari ruangan ketiga dan interstisial ke dalam cairan ektraseluler
terjadi secara bertahap dalam 5-6 hari dan pada penderita tanpa gangguan fungsi jantung atau
ginjal, hal ini tidak mempengaruhi keseimbangan air dan elektrolit.
1

Pemberian ion natrium pada hari pertama pasca bedah dalam jumlah yang lebih rendah
dari kebutuhan pemeliharaan cukup beralasan karena walaupun pengaruh hormonal
menyebabkan terjadinya retensi natrium tetapi retensi air lebih banyak terjadi. Pasca bedah
sering dijumpai keadaan hiponatremia, yang akan kembali normal dengan hanya membatasi
pemberian cairan saja.
1

Kalium sebaiknya diberikan pada hari kedua pasca bedah. Glukosa diberikan 100g/hari.
Cairan yang diberikan pada orang dewasa:
Hari pertama : dekstrosa 5-10% dalam 0,18% NaCl
Hari kedua : dekstrosa 5-10% dalam 0,18% NaCl + K
+
1 mEq/kgBB/hari.
1

Andre Darmawan (11.2012.196) Page 17

Pada bayi dan anak-anak kebutuhan pemeliharaan biasanya ditambah karen bertambahnya
insesible water loss yang dapat mencapai 3-4 ml/kgBB/jam. Cairan yang dapat diberikan
dekstrose 5% + ringer laktat dalam dekstrose 5% dengan perbandingan 4:1 atau 3:2
tergantung banyak atau sedikitnya insesible water loss.
1


Komplikasi Terapi Cairan (Parenteral)
1. Lokal :
o Kontaminasi mikroorganisme
o Iritasi pembuluh darah
o Thrombosis
o Thrombophlebitis
o Infiltrasi larutan infus keluar pembuluh darah.
1,4


2. Sistemik :
Reaksi pirogenik
Emboli paru (pembekuan darah, udara)
Edema paru, akibat kelebihan pemberian cairan
Imbalance elekrolit (hipernatremia, hiponatremia, hiperkalemia, dan hipokalemia).
1,4


Penutup
Pada resusitasi cairan dengan kristaloid seperti NaCl diberikan maksimal 15 ml/kg.
Sedangkan ringer laktat pemberiannya sesuai hemodinamik, walaupun dapat lebih besar dari
NaCl. Pada pemberian koloid, pada umumnya maksimal 20 ml/kg. Cairan koloid itu dapat
beupa 6% HES 0,5 dalam NaCl 0,9% dengan jumlah maksimal 15 ml/kg atau 6% HES 0,5
dalam larutan berimbang dengan dosis maksimal 33 ml/kg.
2

Pemberian kristaloid adalah sebesar 3 x dari volume darah yang hilang, sedangkan koloid
sesuai dengan volume darah yang hilang.
1,2




Andre Darmawan (11.2012.196) Page 18

Daftar Pustaka
1. Suntoro A. Terapi cairan perioperatif. Dalam: Muhiman M, Thaib R, Sunatrio S, Dahlan
R. Anestesiologi. Jakarta: Bagian anestesiologi dan terapi intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1989.h.87-92.
2. Leksana E, Pujo JL, Sisilowati D. Terapi cairan. Dalam: Soenarjo, Jatmiko HD.
Anestesiologi. Semarang: Bagian anestesiologi dan terapi intensif Fakultas Kedokteran
UNDIP / RSUP Kariadi; 2010.h.259-63.
3. Stoelting RK, Miller RD. Basics of anesthesia. 4th edition.Philadelphia, Churchill
Livingstone;2000.p.233-45
4. Soenarjo. Resusitasi cairan. Dalam: Soenarjo, Jatmiko HD. Anestesiologi. Semarang:
Bagian anestesiologi dan terapi intensif Fakultas Kedokteran UNDIP / RSUP Kariadi;
2010.h285-94.
5. Pujo JL, Jatmiko HD, Arifin J. Syok dan pengelolaan hemodinamik. Dalam: Soenarjo,
Jatmiko HD. Anestesiologi. Semarang: Bagian anestesiologi dan terapi intensif Fakultas
Kedokteran UNDIP / RSUP Kariadi; 2010.h.259-63.

Anda mungkin juga menyukai