Anda di halaman 1dari 14

Terapi cairan

Pendahuluan
Terapi cairan bertujuan untuk :
a. Mengganti kehilangan cairan yang hilang sebelumnya
b. Mencukupi kebutuhan sehari
c. Mengganti kehilangan yang sedang berlangsung
Tindakan ini sering merupakan tindakan live saving seperti pada kehilangan cairan
banyak, dehidrasi dan syok, karena itu untuk tercapainya keberhasilan terapi dan cara
pemberian yang aman diperlukan pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan dan
elektrolit serta asam-basa.
Idealnya seorang dokter harus mengerti sebanyak mungkin tentang patogenesis
masalah cairan dan elektrolit yang tersering, mengenal keadaan klinis yang umumnya sering
terjadi dan menyusun rencana terapi berdasarkan prinsip fisologik.
Konsep terapi harus benar-benar berdasarkan atas pengertian terhadap :
1. Keadaan klinis
2. Konsentrasi plasma
3. Keseimbangan tubuh
4. Distribusi cairan dan elektrolit di dalam kompartemen tubuh
5. Perpindahan cairan dan elektrolit di antara organ-organ
6. Perubahan faktor-faktor ini yang terjadi pada waktunya

Cairan Tubuh
Total cairan tubuh bervariasi menurut umur, berat badan (BB) dan jenis kelamin.
Jumlah cairan bergantung pada jumlah lemak tubuh. Lemak tubuh tidak berair, semakin
banyak lemak semakin kurang cairan. Laki-laki normal dewasa berlemak sedang,
mengandung cairan kira-kira 60 % BB. Wanita normal dewasa, karena agak berlemak, kira-
kira 54 % BB.
1
Setiap organ dalam tubuh mempunyai persentase kandungan air yang
berbeda.

Tabel 1. Kandungan air di berbagai jaringan tubuh
2
Jaringan % Kandungan air __________________
Otak 84
Ginjal 83
Otot skelet 76
Kulit 72
Hati 68
Tulang 22
Jaringan adiposa 10

Tabel 2. Kandungan air dalam persentase dari total cairan tubuh
2
Umur (tahun) Laki-laki (%) Perempuan(%)__________
10 15 60 57
15 40 60 50
40-60 55 47
>60 50 45

1. Kompartemen
Secara fungsional dibagi 2 kompartemen utama, yaitu kompartemen intraseluler dan
kompartemen ekstraseluler.
Kompartemen intraselular kira-kira 40 % BB. Kompertemen ekstraseluler terdiri dari
5 % cairan plasma dan 15 % cairan interstisial.
Kompartemen transeluler, merupakan kompartemen tambahan. Cairan transelular
merupakan hasil metabolisme sel dan terdiri dari bahan-bahan sekresi seperti sekresi
gastrointestinal dan urine. Analisa sekresi dapat membantu menentukan kehilangan elektrolit
dan cairan, serta mengganti secara tepat. Kehilangan banyak cairan dan elektrolit harus
diganti untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam dua
kompartemen utama.
Jumlah kehilangan dapat dihitung dengan menimbang BB. Satu liter cairan sebanding
dengan 1 kg BB. Kehilangan BB sampai 5 % pada anak dan dewasa menunjukkan kehilangan
yang sedang, dan > 5 % menunjukkan kehilangan yang banyak. Penambahan BB yang
mendadak menandakan kelebihan cairan.
1. Isi cairan tubuh
Ada 2 jenis bahan yang terlarut di dalam cairan tubuh yaitu elektrolit dan non-
elektrolit.
Non-elektrolit ialah molekul-molekul yang tetap tidak berubah menjadi partikel-partikel,
yang terdiri dari dekstrose, ureum dan kreatinin. Elektrolit ialah molekul-molekul yang pecah
menjadi partikel-partikel bermuatan listrik (ion). Kation, ion bermuatan positif dan anion, ion
bermuatan negatif. Keseimbangan kimiawi harus selalu dipertahankan, jumlah total kation
selalu sama dengan jumlah total anion. Jumlah muatan dan konsentrasinya dinyatakan dalam
miliequivalen (mEq) perliter cairan.
a. Komposisi elektrolit
Tiap kompartemen cairan mempunyai komposisi elektrolit tersendiri. Pada
ekstraseluler (plasma dan interstisial) konsentrasi NaCl dan bikarbonat lebih tinggi, dan
kalium rendah. Pada intraseluler, konsentrasi K, Mg dan HPO4 lebih tinggi sedang Na dan Cl
relatif rendah. Komposisi elektrolit plasma dan interstisial hampir sama, kecuali di dalam
interstisial tidak mengandung protein.
Karena konsentrasi elektrolit dalam plasma mudah dinilai, maka analisa plasma
merupakan pedoman terapi yang penting. Kadang-kadang penilaian elektrolit plasma dapat
salah. Misalnya pada kehilangan K yang banyak melalui ginjal, konsentrasi K plasama
mungkin tinggi sedang sebenarnya terjadi defisit K tubuh. Ini disebabkan karena K pindah
dari intrasel ke ekstrasel.
Pada edema kardiak, Na plasma mungkin rendah, tetapi sebenarnya kelebihan Na
tubuh. Ini disebabkan karena total Na tubuh adalah sama dengan jumlah perkalian volume
dan konsentrasi di dalam kompartemen-kompartemen.

Tabel 3. Komposisi elektrolit plasma
1
Kation mEq/L Anion mEq/L
Na
+
142 HCO3
-
24
K
+
5 Cl
-
104
Ca
++
5 HPO4
-
2
Mg
++
1 SO4
-
1
Asam org 6
Protein 16
Total 154 Total 154

Tabel 4. Komposisi elektrolit intraselular
1
Kation mEq/L Anion mEq/L
Na
+
15 HCO3
-
10
K
+
150 Cl
-
1
Ca
++
2 HPO4
-
100
Mg
++
27 SO4
-
20
Protein 63
Total 194 Total 194
Fungsi elektrolit adalah :
1. Ikut mengatur volume cairan tubuh melalui tekanan osmotik.
2. Mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh.

b. Osmolalitas
Merupakan konsentrasi total bahan terlarut dan dinyatakan perliter serum. Tekanan
osmotik ditentukan oleh total bahan terlarut di dalam larutan. Tekanan osmotik akan
menyebabkan air berpindah dari cairan yang konsentrasinya rendah ke yang lebih tinggi
sampai konsentrasinya sama.
Unit tekanan osmotik adalah osmole dan penilaiannya dinyatakan dalam miliosmole
(mOsm). Osmolaliti normal plasma = 290 mOsm. Karena NaCl adalah bahan terlarut utama
di dalam cairan ekstrasel, perhitungan osmolaliti dianggap mendekati/ = 2 x Na serum + 10.
Karena osmolaliti adalah konsentrasi total bahan terlarut termasuk non-elektrolit, perhitungan
dapat salah. Peninggian ureum darah dapat meningkatkan osmolaliti tanpa memberikan
tekanan osmotik. Perlu mengkoreksi perhitungan osmolaliti dengan menilai ureum darah.
3. Keseimbangan asam-basa
Keasaman atau kebasaan suatu larutan tergantung pada tingkat konsentrasi ion H.
Peninggian ion H, larutan lebih asam. Penurunan ion H, larutan lebih basa. Keasaman
dinyatakan dengan simbol pH , yang menunjukkan konsentrasi ion H. Larutan pH 7 dianggap
netral.
Cairan ekstrasel mempunyai pH 7.35-7.45 berarti agak alkali (basa). Apabila pH
darah > 7.45, timbul keadaan alkalosis. Dan < 7.35 timbul asidosis.
Untuk mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh mempunyai sistem buffer.
Sistem ini terdiri dari larutan dengan garam-garam dari suatu asam lemah atau basa lemah.
Asam dan basa lemah ini mempertahankan nilai pH dengan menambah atau melepaskan ion-
ion H, asam-asam akan melepaskan ion H dan basa-basa akan menerima ion H.
Sistem asam karbonat-Na bikarbonat merupakan sistem buffer terpenting. Rasio
normal H2CO3 : HCO3
-
= 1 : 20.
Tubuh selalu berusaha mempertahankan rasio ini supaya pH tetap dalam batas
normal. Selain dengan sistem buffer ini pH darah juga diatur oleh mekanisme regulasi
pernafasan dan ginjal.
a. Alkalosis respiratorik
Akibat pengeluaran CO2 berlebihan pada hiperventilasi. Karena kehilangan CO2,
H2CO3 berkurang. Dapat terjadi pada gangguan emosional (anxietas, histeria), kekurangan
O2 (gangguan pertukaran gas paru), demam, kelainan serebral atau pemakaian bantuan
pernafasan.
Gejala-gejalanya termasuk, konvulsi, tetani, dan kesadaran menurun. pH urin normal
dan bikarbonat plasma < 25 mEq/liter. Tubuh berusaha mempertahankan rasio ke normal
dengan menekan HCO3
-
(mengekskresikan) sebagai kompensasi dari kekurangan H2CO3.
Terapi dengan sedasi dan O2 + facemask.
b. Asidosis respiratorik
Akibat pengeluaran CO2 terganggu, terjadi penumpukan CO2 dan peningkatan
H2CO3. Dapar terjadi pada emfisema, asma (PPOM, penyakit paru obstruktif kronik) dan
pneumonia.
Gejala-gejala adalah, kelemahan, disorientasi, pernafasan terdepresi dan koma. pH
urin < 6 dan bikarbonat plasma > 29 mEq/liter.
Terapi dengan memperbaiki ventilasi dengan pemberian bronkhodilator dan bila perlu
bantuan pernafasan. Peninggian bikarbonat akibat usaha tubuh mengembalikan rasio H2CO3
dan HCO3.
c. Alkalosis metabolik
Keadaan dengan berlebihan bikarbonat. Terjadi pada kehilangan Cl (muntah-muntah),
overkompensasi tubuh pada asidosis respiratorik (PPOM) atau kelebihan pemberian Na-
bikarbonat. Cl dan HCO3
-
adalah anion yang harus selalu sama dengan jumlah kation. Bila
Cl
-
hilang, untuk mencapai keseimbangan elektrolit harus ditambahkan sejumlah anion yang
sama dengan menahan pengeluaran HCO3
-
lewat ginjal. Akibat kompensasi ini HCO3
-

meningkat dan terjadi alkalosis.
Penurunan kadar K intrasel dapat juga menyebabkan alkalosis metabolik, karena Na
+

dan H
+
masuk intrasel. Dengan meningkatnya H
+
di dalam sel maka terjadi asidosis intrasel.
Gejala-gejalanyam, otot-otot hiperaktif, tetani, dan depresi pernafasan. Aktivitas otot
dan tetani merupakan gejala kekurangan Ca
+
yang timbul pada alkalosis. pH urin >7, pH
plasma > 7.45 dan bikarbonat plasma > 29 mEq/liter pada orang dewasa, dan > 25 mEq/liter
pada anak.
Terapi dengan pemberian larutan mengandung Cl
-
(NaCl, NH4Cl, KCl) atau diamox
(carbonic anhidrase inhibitor, untuk menghambat pembentukan HCO3
-
pada tubulus ginjal).
Karena kelebihan ion HCO3
-
diikuti kekurangan K
+
, kalium harus diganti.
d. Asidosis metabolik
Keadaan dengan kekurangan HCO3
-
. Terjadi apabila :
1. Banyak penimbunan asam : diabetes tidak terkontrol atau kelaparan
2. Penimbunan asam-asam inorganik fosfat dan sulfat : penyakit ginjal
3. Banyak kehilangan HCO3
-
dari drainase gastrointestinal atau diare
4. Penimbunan asam laktat pada perfusi jaringan tidak adekuat (syok)
5. Pemberian NaCl atau NH4Cl berlebihan
Gejala-gejala termasuk, stupor, sesak nafas, hiperventilasi, kelemahan dan gangguan
kesadaran. pH urin < 6, pH plasma < 7.35, HCO3
-
plasma < 25 mEq/liter.
Terapi adalah meningkatkan kadar HCO3
-
dengan pemberian NaHCO3 sebanyak 1/3
x BB X Base excess diberikan separuhnya terlebih dahulu. Pemberian larutan Na-laktat
kurang dianjurkan karena laktat harus dioksidasi lebih dahulu sebelum diubah menjadi
HCO3
-
, terutama pada hipoksia jaringan.

Mekanisme regulasi tubuh
Untuk mempertahankan kestabilan volume cairan tubuh, komposisi elektrolit,
osmolaliti dan keseimbangan asam-basa, tubuh mempunyai mekanisme regulasi.mekanisme
tersebut terdiri dari sistem-sistem kardiovaskular, ginjal, endokrin (adrenal, hipofise, dan
paratiroid), dan respirasi.
Sistem untuk mempertahankan volume dan tonusitas cairan ekstraseluler dapat dilihat
pada gambar di bawah.

Gambar 1. Sistem mempertahankan volume cairan ekstraseluler
1

Renin menurun Angiotensin II Aldosteron Resorpsi garam
(ginjal) menurun (cortex adrenal) menurun
(tubulus prox.
Ginjal)


Volume meningkat Tonusitas meningkat
(reseptor pada ginjal Volume menurun
& mungkin intravaskular)


Lapar garam menurun intake garam menurun

Gambar 2. Sistem mempertahankan tonusitas
1
ADH meningkat resorpsi air meningkat
(pituitari posterior) (collecting duct ginjal)


Tonusitas meningkat tonusitas menurun
(hipotalamus post.) volume meningkat


Rasa haus bertambah intake air meningkat

Pengaruh stress terhadap metabolisme
Akibat stress anestesi dan pembedahan atau trauma, terjadi kecenderungan retensi
cairan, kehilangan K
+
, retensi Na
+
, kecenderungan asidosis, metabolisme enersi seperti
keadaan diabetes, terjadi katabolisme protein dan pengurangan sintesa protein.
Regulasi keseimbangan cairan natrium, dan kalium dapat dilihat pada gambar 3.











Gambar 3. Regulasi keseimbangan cairan, natrium, dan kalium pasca stress
1
Effektor : Stimulator :
Nyeri, takut
Medikasi (anestesi dll)
Defisit cairan (intravaskular)



Hiperosmolariti



Hipovolemia
Hiponatremia

Hiperkalemia





Mengingat keadaan metabolisme pasca stress pembedahan atau trauma yang menyebabkan
timbulnya keadaan osmotik hipotonik akibat ADH yang dapat menimbulkan hiperaldosteron
sekunder, maka untuk menghindari perlu diberikan cairan yang mengandung Na lebih tinggi,
tidak seperti dianjurkan pendapat lama untuk mengurangi intake Na beberapa hari pasca
pembedahan.

Patokan pemberian cairan
a. Kebutuhan air minum perhari
1. Air : 30 40 ml/kgBB
Hipotalamus dan
Pituitari post.
(Vasopressin)

Osmoreseptor
hipotalamus
Ginjal (renin)
Korteks adrenal
(aldosterone)
Retensi air Retensi Na
+
Kehilangan K
+
2. Natrium : 1 1.5 mEq/kgBB (rata-rata 100 mEq)
3. Kalium : 1 mEq/kgBB (rata-rata 60 mEq)
4. Chlorida : 1.5 2 mEq/kgBB (rata-rata 120 mEq)
5. Kalori : 30 40 kalori/kgBB
b. Ukur perbedaan tersebut (termasuk urin, muntah, drainase, insensible water loss, dll)
serta kebutuhan minimum perhari.
Perbedaan intake-output sebaiknya tidak > 200-400 ml hari.
Insensible water loss kira-kira 15 ml/kgBB/hari/
Kehilangan akibat demam/
0
C/hari + 10% kebutuhan perhari.
c. Apabila tidak ada pengukuran intake-output
Bila tidak ada, maka hitung selisih BB sebelumnya dan sekarang, kemudian kurangi
dengan hasil katabolisme normal selama puasa (0.5 kg/hari). 1 kg sebanding dengan 1
liter.
d. Menghitung kebutuhan elektrolit
Hanya perhitungan kasar karena belum ada cara menghitung elektrolit total tubuh.
Kadar dalam serum tidak menggambarkan kehilangan yang sebenarnya.
1. Bila rendah : elektrolit yang harus diganti = (nilai normal-nilai sekarang) x BB X
60% mEq/liter
Misalnya : - Na serum o.s.120 mEq/liter
- BB 50 kg
- Na normal 140 mEq/liter
- Kekurangan yang harus diganti = (140-120) x 50 x 0.6 = 600 mEq
Jadi yang harus diberikan = kebutuhan/hari + 600 mEq
2. Bila tinggi, menggambarkan kehilangan cairan
3. Kadar kalium tidak menggambarkan keadaan kalium yang tersimpan di dalam
tubuh. Kekurangan hebat dapat terjadi dengan K serum normal.
4. Untuk mengganti kehilangan elektrolit yang keluar melalui cairan transeluler.

Tabel 5. Komposisi elektrolit cairan transeluler (mEq/l)
Na
+
K
+
Cl
-
HCO3
-
Saliva 9 26 10 10-35
Cairan lambung 60 9 84
Empedu (fistel) 149 5 101 40
Pankreas (fistel) 141 5 77 121
Usus kecil (diisap) 111 5 104 31
Ileostomi (baru) 129 11 116
Ileum (diisap) 117 5 106
Feses (diare) (mEq/hari) 11,6 17,5 8,0
Urine (normal) 40-90 20-60 40-120
Keringat (normal) 45 5 58
Serebrospinal 140 3,3 127
e. Pemberian cairan intraoperatif
(Apabila kemungkinan trauma jaringan banyak).
1. Berikan secara cepat 500 ml dextrose 5 % dalam air untuk mengganti cairan bebas
yang karena puasa dan memobilisasi bahan-bahan.terlarut (ureum, kreatinine)
untuk diekskresikan.
2. Berikan kemudian 15 ml/kgBB dextrose 5% dalam ringer laktat untuk 1 jam
pertama, selanjutnya < 10 ml/kgBB/jam (dextrose harus ada dalam 2 liter
pertama).
Kateterisasi dan pertahankan urin output 50 ml/jam pada operasi besar dan lama.
3. Darah diberikan bila kehilangan darah > 20 % total volume darah (total volume
darah = 7-8% x BB ideal [kg]).
Sebaiknya diberikan setelah pasien bangun dari anestesi untuk mengetahui reaksi
transfusi darah.
4. Bila kehilangan cairan atau darah yang banyak, untuk pemberian cairan atau darah
yang aman diperlukan monitoring CVP (Central Venous Pressure) sebagai
pedoman.
Tabel 6. Pedoman pemberian cairan
CVP sebagai pedoman (rumus 5-2)
Observasi CVP selama 10 menit < 8 cm H20 200 m x 10 mnt
< 14 cm H20 100 ml x 10 mnt
> 14 cm H20 50 ml x 10 mnt
Selama infus 0-9 menit > 5 cm H20 Stop
Setelah infus 2-5 cm H20 Tunggu 10 mnt
> 2 cm H20 Tunggu stop
> 2 cm H20 Lanjutkan infus
Bila CVP < 8 cm H20, berikan cairan 200 ml melalui IV perifer selama 10 menit sambil
memperhatikan kenaikkan CVP. Bila selama pemberian infus CVP naik > 5 cm H20 stop
infus, bila antara 2-5 cm H20 observasi lagi 10 menit, dan bila < 2 cm H20 lanjutkan infus.
Cara yang sama dipakai untuk dinilai CVP antara 8-14 dan di atas 14 cm H20.
5. Selain diberikan larutan kristaloid (elektrolit) kira-kira 1/4 - 1/3 cairan yang hilang
dapat diberikan larutan koloid seperti Albumin atau Dextran bermolekul rendah
(Plasmafusin).
6. Bila ada hiperkalemia dapat diatasi dengan pemberian 1 unit insulin (RI) per 1 gr
dextrose, atau pemberian Na bikarbonat sesuai base excess atau HCO3
-
plasma.

Pemberian cairan pasca bedah
1. Hari 1-3 pasca bedah dapat diberikan :
- 2000 ml dextrose 5 % dan 500 ml NaCl. Total intake cairan
disesuaikan dengan BB (40 ml/kgBB)
- Minimal kalori untuk mencegah katabolisme protein dan lemak
400 kalori
- Perhitungan kebutuhan elektrolit terutama setelah 3 hari, dimana
produksi urin biasanya bertambah banyak.
2. Bila ada larutan tutofusin OPS yang mengandung cukup elektrolit dan sobitol sebagai
sumber karbohidrat, dapat diberikan 40 ml/kgBB/hari untuk 1-3 hari pertama pasca
bedah.
3. Bila diperlukan lebih lama pemberian cairan untuk nutrisi, maka dapat ditambahkan
asam amino berupa larutan Aminofusin yang kebutuhannya disesuaikan dengan BB
dan besarnya trauma. Kebutuhan asam amino rata-rata 1 gr/kgBB/hari. Aminofusin L
600, mengandung 50 gr asam amino/liter dan 600 kalori/liter.

Komplikasi terapi cairan
1. Lokal : - Thrombosis
- Thrombophlebitis
- Infiltrasi larutan infus keluar pembuluh darah
2. Sistemik : - Reaksi pirogenik
- Emboli paru (pembekuan darah, udara)
- Edema paru, akibat kelebihan pemberian cairan
- Imbalance elekrolit (hipernatremia, hiponatremia, hiperkalemia,
dan hipokalemia)
- Speed shock, karena adanya benda asing di dalam larutan infus.
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan adalah pemberian cairan adekuat dalam waktu relatif cepat pada penderita
gawat akibat kekurangan cairan. Kekurangan cairan pada penderita gawat umumnya akibat
kecelakaan atau kekurangan cairan karena sebab yang lain. Penderita masih dapat bertahan
hidup walaupun kehilangan fungsi 85% hepar, 75% renal, 55% kapasitas paru, dan 75% butir
darah merah, tetapi berakibat fatal bila penderita kehilangan cairan tubuh sebanyak lebih dari
sepertiga cairan tubuh.
Adakah pengaruh
Kapan mulai memberi cairan?
Penggantian volume intravaskular merupakan dasar dari perawatan hipotensi dan
syok, terutama syok hipovolemik dan syok distributif. Penggantian volume yang tepat
membutuhkan pengertian tentang hemodinamikdan pilihan sistem pengawasan yang tepat.
Pemberian cairan dimulai bila penderita mengalami hipovolemia. Hipovolemi dapat
dilihat dari tanda-tanda klinis dan laboratoris.
Tanda-tanda klinis termasuk, mulut kering, haus, tensi rendah, nadi cepat, respirasi
cepat, dingin, produksi urin kurang dan kesadaran terganggu.
Tanda-tanda laboratoris dapat dilihat dari tekanan vena sentral (CVP), cardiac output,
oxygen consumption, pH darah, mixed venous oxygen saturation dan serum laktat.
Resusitasi yang inadekuat dapat terlihat dari hipoperfusi jaringan, tetapi penggantian
volume yang berlebihan dapat menyebabkan edema jaringan, gagal jantung kongestif,
kekacauan metabolisme dan koagulopati.
Tabel 7. Tanda-tanda Klinis Hipoperfusi Jaringan dan Disfungsi Seluler
Tekanan darah arteri dan cardiac output rendah, pengeluaran urin sedikit, penurunan
turgor kulit, perubahan status mental
Asidosis metabolik, defisit basa, bikarbonat serum rendah
Peningkatan laktat serum
pH intra gastric rendah
Mixed venous PO2 rendah

Apa yang Harus Diberikan?
Berdasarkan jenisnya, cairan intravena ada 3 macam :
1. Cairan kristaloid
Larutan kristaloid yang paling sering dipakai adalah Ringer Lactate dan normal
saline. Larutan-larutan ini hampir isotonik, cepat keluar dari ruang intravaskular dan
volumenya setara defisit sirkulasi. Keuntungan larutan kristaloid termasuk biaya rendah,
penyimpanan yang mudah dan ketersediaan.
Larutan yang mengandung Dextrose tidak boleh digunakan dalam resusitasi volume
karena bahaya hiperglikemia dan kesukaran mengawasi level glukosa darah yang tepat
selama resusitasi. Contoh lain adalah NaCl 0,9%. Sedikit volume Hypertonic saline (3%
NaCl) dapat memenuhi volume intravaskular tanpa menaikkan volume intravaskular secara
signifikan dan dapat berguna pada resusitasi pasien dengan/tanpa cidera kepala.

2. Cairan koloid
Koloid meningkatkan tekanan onkotik plasma dan menjaga volume sirkulasi lebih
lama dibanding kristaloid. Koloid termasuk larutan alami dan sintetis.
i) Human albumin adalah turunan dari pooled human plasma dan tersedia
sebagai larutan normal saline 5% dan 25%. Terapi panas mengurangi risiko
penularan infeksi virus.
ii) Allogenic blood products seperti paket sel darah merah dan plasma segar beku
tidak dianjurkan untuk karena potensinya menularkan penyakit virus (albeit
low), imunosupresi dan terbatasnya ketersediaan serta biaya yang tinggi.
iii) Dextran adalah larutan glukosa polimer sintetis salah satu dari 40 kd (D-40)
atau 70 kd (D-70). Kekurangan utama dari dextran adalah tingginya reaksi
anafilaktik (1%-5%). Hampir seluruh dextran telah digantikan oleh komponen
dari bahan dasar zat tepung.
iv) Hydroxyethyl starch (HES) adalah komponen glukosa high-polymeric yang
tersedia dalam sediaan dan konsentrasi yang bervariasi. Frekuensi reaksi
anafilaktik karena HES jauh lebih sedikit dibandingkan larutan berbahan
dextran. HES memiliki efek yang bergantung dari dosis pada level faktor VIII,
sehingga merusak fungsi platelet. Dosis maksimum yang dianjurkan untuk
meminimalisasi efek samping negative adalah 1500 ml/24 jam.

3. Cairan khusus, misalnya NaCl 0,9%, mannitol 20% dan sodium bicarbonas

Anda mungkin juga menyukai