PADA PEKERJA INDUSTRI MEBEL UD TAUFIK KOTA GORONTALO
Duwi Rahmawaty. 2013. Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I: Dr. Hj. Herlina Jusuf, Dra., M.Kes dan Pembimbing II: Sirajuddien Bialangi, SKM, M.Kes ABSTRAK Paparan debu di ruang kerja secara tidak langsung akan menimbulkan berbagai gangguan kesehatan seperti gangguan pada kulit berupa iritasi kulit yang dapat mempengaruhi produktifitas kerja. Gangguan kesehatan dapat dipengaruhi oleh keterpaparan debu di ruangan, lamanya waktu bekerja serta perilaku pekerja dalam hal pengendalian paparan debu kayu seperti penggunaan alat pelindung diri (APD). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan paparan debu kayu dengan kelainan kulit pada pekerja industri mebel UD Taufik Kota Gorontalo. Jenis penelitian ini adalah survey observasional analitik dengan pendekatan cross sectinal, dengan sampel sebanyak 18 orang yang merupakan total sampling dengan pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, alat pengukuran kadar debu kayu yang digunakan adalah Hazdust EPAM-5000 (Environmental Partikulat air Monitor). Analisis statistik menggunakan uji Chi Square dengan menggunakan analisis uji Exact Fishers Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tempat kerja yang terpapar dengan debu kayu serta penggunaan alat pelindung diri memiliki hubungan yang bermakna dengan kelainan kulit pada pekerja karena keduanya memiliki nilai yang konstant, dan untuk masa kerja tidak berhubungan dengan kelainan kulit pada pekerja, jam kerja pekerja dalam sehari memiliki hubungan dengan kelainan kulit pada pekerja (p=0,008) serta kebersihan diri pekerja memiliki hubungan yang bermakna dengan kelainan kulit pada pekerja (p=0,012). Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kadar debu kayu dalam ruangan yang melebihi nilai baku mutu serta tidak digunakannya alat pelindung diri pada saat bekerja dan jam kerja serta tingkat kebersihan diri pekerja berhubungan dengan kelainan kulit pada pekerja.namun masa kerja dari pekerja tidak berpengaruh terhadap kelainan kulit. Disarankan agar pekerja untuk lebih memperhatikan tingkat kebersihan diri dan penggunaan alat pelinding diri saat bekerja
Kata Kunci: Paparan Debu Kayu, Kelainan Kulit, Pekerja Mebel
ABSTRACT Duwi Rahmawaty. 811409012. The Relationship of Wood Dust and Skin Disorder of a Joiner. Department of Public Health, Faculty of Sports and Health Sciences, Universitas Negeri Gorontalo. The Principal Supervisor was Dr. Hj. Herlina Jusuf, Dra.,M.Kes and the co-supervisor was Siradjuddien Bialangi, SKM, M.Kes Dust in the workroom indirectly causes various health cases as skin irritation affects work productivity. Health problems can be affected by level of dust in workroom, length of worktime, and workers behavior in term of wood dust control as the use of self protective tools (APD). The research aimed to find out the relationship of wood dust and skin disorder of a joiner at UD Taufik furniture industry, city of Gorontalo. The research was analytic observational survey by having cross sectional approach. Research sample were 18 people which were determined through the applying of total sampling and data collection applied questionnaire. Then, tool of measuring wood dust amount was Hazdust EPAM-5000 (Environmental Partikulat Air Monitor). Statistical analysis applied chi square test by using Exact Fishers test analysis. The result showed that workplace with level of dust and self protective tools had meaningful relationship with skin disorderof workers due to constant value, yet work period did not have any relationship about skin disorder of workers, work hour of workers in a day had relationship (p=0,008) and self cleanliness had relationship for skin disorder of workers (p=0,012). To sum up the research, wood dust amount in the work room which was more than value of quality standard and lack of self protective tools concern on work hour and level of self cleanliness had relationship with skin disorder of workers. However, work duration did not have effect on skin disorder. It is suggested to the workers to be more having concern on self cleanliness and the use of self protection on work.
Key Words: Wood Dust, Skin Disorder, Joiner
I. PENDAHULUAN Indutri pengolahan kayu merupakan salah satu industri yang pertumbuhannya sangat pesat, hal ini berkaitan dengan konsumsi hutan yang meningkat tiap tahunnya.konsumsi hasil hutan yang sedemikian besar itu antara lain digunakan oleh industri pengolahan kayu seperti mebel. Industri-industri tersebut berpotensi akan menimbulkan kontaminasi atau pencemaran udara di tempat kerja dalam bentukdebu kayu. Debu kayu yang dapat dihasilkan melalui proses mekanik seperti penggergajian, penyerutan dan penghhalusan (pengamplasan). Debu kayu yang dihasilkan dapat terpapar terhadap pekerja seperti pada kulit.(Triatmo,2006) Debu yang dihasilkan merupakan salah satu bahaya potensial terhadap kesehatan pekerja terutama pada bagian pengolahan kayu. Apabila debu kayu lama tertapar atau kotak secara langsung dengan kulit dalam waktu yang lama terhadap pekerja maka akan timbul gatal-gatal pada kulit seperti alergi atau penyakit kulit lainnya yang dikenal dengan dermatosis. Nilai Baku Mutu untuk debu yang berada di lingkungan kerja telah ditetapkan oleh pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yaitu 230 g/Nm 3 . Berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan pada industri mebel UD Taufik terhadap 18 orang pekerja diperoleh hasil 70,22% pekerja mempunyai kelainan kulit dan 27,78% pekerja tidak mempunyai kelainan kulit. Kelainan ini berupa gatal-gatal dan juga kulit kering dan pecah-pecah. Hal ini dipengaruhi oleh lamanya keterpaparan debu kayu terhadap pekerja dan perilaku pekerja dalam pengendalian paparan debu kayu seperti penggunaan alat pelindung diri dan tingkat kebersihan dri pekerja. II METODE PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di industri mebel UD Taufik yang terletak di jalan manggis, kelurahan Limba B kecamatan Kota Selatan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan april 2013. 1.2 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah survei observational analitik dengan pendekatan Cross sectional, yakni bertujuan untuk menghubungkan antara paparan debu kayu dengan kelainan kulit pada pekerja 2.3 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini yakni pekerja yang bekerja di industri mebel UD Taufik yaitu sebanyak 18 orang atau responden. Sampel dalam penelitian ini merupakan sampel jenuh, dimana sampel berasal dari keseluruhan populasi yang ada. 2.4 Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif analitik dengan menggunakan uji fishers Exact yakni untuk memperoleh hubungan antara paparan debu dengan kelainan kulit pada pekerja. III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Penelitian Analisa bivariat dilakukan untuk mencari hubungan antara kadar debu total dengan kelainan kulit pada pekerja. Pengujian nini menggunakan uji Fishers Exact. Dikatakan ada hubungan yang bermakna secara statistik jika diperoleh nilai p <0,05. 3.1.1 Hubungan kadar debu kayu total dengan kelainan kulit pada pekerja Hasil analisis hubungan kadar debu kayu dengan kelainan kulit pada pekerja industri mebel UD Taufik dimana berdasarkan hasil analisa bahwa dimana kadar debu keseluruhan berada di atas nilai baku mutu dan hasilnya konstant maka dapat dikatakan bahwa H 0 ditolak atau terdapat hubungan antara kadar debu kayu total dengan kelainan kulit pada pekerja. Hal ini menandakan semakin tinggi kadar debu di lingkungan kerja (melebihi Nilai Baku Mutu), semakin tinggi pula persentase pekerja yang mengalami kelainan pada kulit.
3.1.2 Hubungan Lama Kerja Dengan Kelainan Kulit Pekerja Hasil analisis hubungan lama kerja dengan kelainan kulit pada pekerja industri mebel UD Taufik dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.1. Distribusi Lama Kerja Dengan Kelainan Kulit Pekerja Industri Mebel UD Taufik Tahun 2013
Lama Kerja Kelainan Kulit Total Ada kelainan Tdk Ada Kelainan n % N % n % 2-3 tahun 7 100 0 0 7 100 4-5 tahun 3 75,0 1 25,0 4 100 5-6 tahun 1 33,3 2 66,7 3 100 8-9 tahun 2 50,0 2 50,0 4 100 Total 13 72,2 5 27,8 18 100 Sumber: Data Primer
Dari uji statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa dari 18 responden yang bekerja di industri mebel UD Taufik, diketahui bahwa responden dengan lama kerja 2-3 tahun terdapat sebanyak 7 responden (100%) yang mengalami atau terdapat kelainan kulit dan untuk masa kerja ini tidak terdapat pekerja yang tidak mengalami kelainan kulit. Sedangkan untuk responden dengan lama kerja 4-5 tahun yang terdapat kelainan pada kulit sebanyak 3 responden atau (75%) dan yang tidak mengalami kelainan kulit ada sebanyak 1 responden atau sebesar (25%). Untuk masa kerja 5-6 tahun dimana responden yang mengalami kelainan kulit sebanyak 1 responden (33,3%) sedangkan responden yang tidak mengalami kelainan kulit ada sebanyak 2 responden (66.7%). Dan untuk masa kerja 8-9 tahun terdapat 2 responden yang mengalami kelainan kulit (50%) sedangkan yang tidak mengalami kelainan kulit ada sebanyak 2 responden (50%). Berdasarkan hasil diatas dapat diketahui bahwa H 0 diterima sehingga disimpulkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan kelainan kulit pada pekerja 3.1.3 Hubungan Lama Paparan / Jam Kerja Dengan Kelainan Kulit Pada Pekerja Hasil analisis hubungan jam kerja dengan kelainan kulit pada pekerja industri mebel UD Taufik, dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 3.2. Distribusi Jam Kerja Dengan Kelainan Kulit Pada Pekerja Industri Mebel UD Taufik Tahun 2013
J am Kerja Kelainan Kulit Total p Value Ada kelainan Tdk Ada Kelainan n % n % n % 8 Jam 1 20 4 80 5 100 0,008 >8 jam 12 92,3 1 7,7 13 100 Total 13 72,2 5 27,8 18 100 Sumber: Data Primer Dari hasil uji statistik hubungan lama kerja dengan kelainan kulit pekerja diperoleh nilai p value = 0,008 <0,05. Dengan demikian H 0 ditolak sehingga disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara jam kerja dengan kelainan kulit pada pekerja. 3.1.4 Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kelainan Kulit Pada Pekerja Hasil analisis hubungan penggunaan alat pelindung diri dengan kelainan kulit pada pekerja industri mebel UD Taufik tidak dapat dilakukan uji statistik karena keseluruhan pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri pada saat bekerja, karena nilai analisis yang diperoleh konstant maka H 0 ditolak, berarti terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan alat pelindung diri dengan kelainan kulit pada pekerja. 3.1.5 Hubungan Kebersihan Diri Dengan Kelainan Kulit Pada Pekerja Hasil analisis kebersihan diri dengan kelainan kulit pada pekerja industri mebel UD Taufik, dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 3.3. Distribusi Kebersihan Diri Dengan Kelainan Kuit Pada Pekerja Industri Mebel UD Taufik Tahun 2013
Kebersiha n Diri Kelainan Kulit Total p Value Ada kelainan Tdk Ada Kelainan n % n % n % Baik 13 86,7 2 13,3 15 100 0.012 Kurang 0 0 3 100 3 100 Total 13 72,2 5 27,8 18 100 Sumber: Data Primer
Dari hasil uji statistik hubungan lama kerja dengan kelainan kulit pekerja diperoleh nilai p value = 0,012 <0,05. Dengan demikian H 0 ditolak sehingga disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat kebersihan diri dengan kelainan kulit pada pekerja. 3.2 Pembahasan 3.2.1 Hubungan Kadar Debu Kayu Total dengan Kelainan Kulit Pekerja Dari hasil penelitian diperoleh bahwa dari 18 responden yang terpapar debu kayu diatas nilai baku mutu yang disyaratkan terdapat 13 (72,2%) responden yang mengalami kelainan kulit dan 5 (27,8%) responden tidak mengalami kelainan kulit. Karena keseluruhan memiliki nilai kadar debu yang lebih dari nilai baku mutu maka diketahui bahwa ada hubungan antara kadar debu kayu total dengan kelainan kulit. Menurut asumsi peneliti, pengaruh kadar debu terhadap kelainan kulit pekerja yaitu dikarenakan jumlah kadar debu yang berada di ruang kerja sudah melebihi nilai baku mutu yang disyaratkan dan tingkat kelembaban ruang kerja juga tinggi sehingga apabila pekerja berada di tempat itu maka akan menyebabkan kelainan kulit. Menurut Sumamur 1996 Dermatitis kontak merupakan peradangan yang terjadi oleh karena kontak antara kulit dengan bahan yang datang dari luar dan bersifat toksik maupun alergik atau keduanya yang terjadi akibat seseorang melakukan pekerjaan. Walaupun dalam dosis kecil, apabila berlangsung terus- menerus maka dapat menimbulkan efek kronis pada tubuh. Efek akut dapat berupa gejala-gejala gatal, kulit kering, kemerah- merahan, dan pecah-pecah. 3.2.2 Hubungan Masa Kerja dengan Kelainan Kulit Pekerja Masa kerja diartikan sebagai lamanya responden bekerja di industri mebel tersebut yang dihitung dengan satuan tahun dihitung sejak responden mulai bekerja di industri tersebut hingga sekarang. Berdasarkan analisis data diketahui bahwa responden dengan lama kerja 2-3 tahun terdapat sebanyak 7 responden (100%) yang mengalami atau terdapat kelainan kulit dan untuk masa kerja ini tidak terdapat pekerja yang tidak mengalami kelainan kulit. Sedangkan untuk responden dengan lama kerja 4-5 tahun yang terdapat kelainan pada kulit sebanyak 3 responden atau (75%) dan yang tidak mengalami kelainan kulit ada sebanyak 1 responden atau sebesar (25%). Untuk masa kerja 5-6 tahun dimana responden yang mengalami kelainan kulit sebanyak 1 responden (33,3%) sedangkan responden yang tidak mengalami kelainan kulit ada sebanyak 2 responden (66.7%). Dan untuk masa kerja 8-9 tahun terdapat 2 responden yang mengalami kelainan kulit (50%) sedangkan yang tidak mengalami kelainan kulit ada sebanyak 2 responden (50%). Berdasarkan hasil diatas dapat diketahui bahwa H 0 diterima sehingga disimpulkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan kelainan kulit pada pekerja Menurut asumsi peneliti, pengaruh masa kerja terhadap kelainan kulit yang dialami oleh pekerja bukan dikarenakan lamanya waktu seseorang terpapar dengan debu kayu, namun lama atau singkatnya seseorang yang terpapar dengan debu kayu tetap akan beresiko untuk terkena kelainan kulit. Menurut Fatma 2007, pekerja yang bekerja lebih lama terpajan den berkontak dengan bahan penyebab iritan yang dapat menyebabkan kerusakan sel kulit bagian luar. Semakin lama terpajan maka semakin merusak sel kulit hingga bagian dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis. Masa kerja yang singkat atau belum lama juga dapat berpotensi untuk menimbulkan dampak terhadap kesehatan. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari faktor lain seperti berapa lama dia terpapar perhari dan kontak dengan bahan iritan, sehingga meskipun belum lama bekerja karyawan industri mebel, bisa saja mengalami kelainan pada kulit. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Adilah Afifah (2012), yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan binatu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja dengan nilai p value (p=0,794). 3.2.3 Hubungan Jam Kerja dengan kelainan Kulit Pekerja Jam kerja diartikan sebagai lamanya seseorang atau responden bekerja di industri mebel ini secara aktif dalam sehari. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 18 responden, diperoleh hasil bahwa untuk pekerja yang bekerja kurang dari atau sama dengan 8 jam sehari, yang terdapat kelainan kulit ada sebanyak 1 responden (20%), dan yang tidak mengalami kelainan kulit ada sebanyak 4 responden (80%). Responden dengan jam kerja lebih dari 8 jam, untuk yang mengalami kelainan pada kulit ada sebanyak 12 responden (92,3%) dan yang tidak mengalami kelainan kulit ada sebanyak 1 responden (7,7%), dengan nilai p value =0,008. Dari hasil uji statistik pada hubungan antara jam kerja dengan kelinan kulit pada pekerja dengan jumlah responden sebanyak 18 responden. Di dapat nilai p value < 0,05, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa H 0 ditolak artinya terdapat hubungan yang signifikan antara jam kerja dengan kelainan kulit pada pekerja industri mebel UD Taufik. Menurut asumsi peneliti, pengaruh jam kerja atau lama paparan dengan kelainan kulit pada pekerja yaitu dikarenakan semakin lama pekerja berkontak dengan bahan organik yang bersifat iritan, maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbul kelainan kulit Menurut Fatma 2007, lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Lama kontak dengan bahan kimia atau bahan iritan lain akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Kontak kulit dengan bahan kimia atau bahan asing yang bersifat alergen secara terus menerus dengan durasi yang lama, akan menyebabkan kerentanan pada pekerja mulai dari tahap ringan hingga tahap berat. Pekerja yang berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit bagian luar, semakin lama berkontak dengan maka semakin merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis. 3.2.4 Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kelainan Kulit Pekerja Penggunaan alat pelindung diri diartikan sebagai alat pelindung atau pengaman yang digunakan pada saat pekerjaan itu berlangsung. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 18 responden pekerja industri mebel dimana keseluruhan responden tidak menggunakan alat pelindung diri pada saat bekerja dan terdapat 13 responden (72,2%) yang mengalami kelainan kulit dan 5 responden (27,8%) tidak mengalami kelainan kulit. Dari hasil analisa bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan alat pelindung diri dengan kelainan kulit pada pekerja industri mebel UD Taufik. Hal ini dipengaruhi karena rata-rata pekerja menyatakan bahwa mereka tidak terbiasa untuk menggunakan alat pelindung diri berupa sarung tangan ataupun sepatu kerja, responden atau pekerja lebih merasa nyaman untuk tidak menggunakan sarung tangan pada saat bekerja. Pekerjaan yang mereka tekuni merupakan pekerjaan yang dibutuhkan kenyamanan dan tingkat ketelitian. Menurut asumsi peneliti, pengaruh penggunaan alat pelindung diri pada saat bekerja dengan kejadian kelainan kulit yaitu dikarenakan debu yang berada di dalam ruangan kerja serta sisa-sisa dari proses penyerutan kayu cukup banyak sehingga apabila seseorang atau pekerja yang melakukan aktifitas di ruangan tersebut dalam waktu yang relatif lama ditambah lagi dengan tidak digunakannya alat pelindung diri sehingga resiko untuk terkena atau mengalami kelainan kulit dapat terjadi. Menurut sumamur (1996), alat pelindung diri merupakan suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja. Jadi penggunaan alat pelindung diri adalah salah satu cara untuk mencegah kecelakaan, dan secara teknis alat pelindung diri tidaklah sempurna dapat melindungi diri atau tubuh akan tetapi dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan yang terjadi. Peralatan pelindung tidak menghilangkan atau mengurangi bahaya yang ada. Peralatan ini hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya. 3.2.5 Hubungan Kebersihan Diri dengan Kelainan Kulit Pekerja Kebersihan diri diartikan sebagai perilaku atau tidakan hygene individu pada saat setelah melakukan pekerjaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 18 responden berdasarkan hubungan kebersihan diri terhadap kelainan kulit pekerja. Untuk tingkat kebersihan diri yang baik ada sebanyak 13 responden (86,7%) yang mengalami kelainan kulit, dan 2 responden (13,3%) lainnya tidak mengalami kelainan. Sedangkan untuk responden yang memiliki tingkat kebersihan diri yang kurang diperoleh hasil bahwa terdapat 3 responden (100%) tidak mengalami kelainan kulit dan tidak ada responden yang mengalami kelainan kulit, dan di peroleh nilai p value =0,012. Berdasarkan hasil uji statistik pada hubungan kebersihan diri dengan kelainan kulit pekerja industri mebel, diperoleh hasil p value < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak, artinya ada hubungan yang signifikan atau bermakna antara kebersihan diri dengan kelainan kulit pada pekerja industri mebel UD Taufik. Kebersihan diri pekerja dilihat dari hygiene individu mereka pada saat setelah bekerja. Seperti berapa kali mereka mandi dalam sehari, penggunaan sabun pada saat membersihkan diri dan juga menggunakan pakaian yang bersih pada saat bekerja.
IV SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian hubungan paparan debu kayu dengan kelainan kulit pada pekerja industri mebel UD Taufik Kota Gorontalo dapat ditarik kesimpulan yaitu ada hubungan antara jam kerja (p=0,008) dan tingkat kebersihan diri (p=0,012) dengan kelainan kulit pada pekerja industri mebel UD Taufik Kota Gorontalo serta terdapat hubungan antara kadar debu total dan penggunaan alat pelindung diri dengan kelainan kulit. Namun, tidak terdapat hubungan anatar masa kerja dengan kelainan kulit pada pekerja. Diharapkan kepada pekerja untuk lebih menyadari dampak yang ditimbulkan oleh aktifitas kerja seperti debu kayu yang dihasilkan di lingkungannya dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan misalnya menggunakan alat pelindung diri dan meningkatkan kebersihan diri pada saat setelah bekerja, Diharapkan kepada pemilik industri untuk lebih meningkatkan tindakan pengendalian terhadap debu dilingkungan kerja untuk mencegah dan meminimalisir dampak yang ditimbulkan khususnya untuk pengendalian terhadap gangguan kesehatan yang akan dialami pekerja, seperti dengan menyediakan dan mewajibkan para pekerja untuk menggunakan alat pelindung diri.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, A. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Karyawan Binatu. Jurnal Media Medika Muda. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Aji, S.D., Sri Maywati dan Yuldan Faturahman. 2012. Dampak Paparan Debu Kayu Terhadap Keluhan Kesehatan Pekerja Mebel Sektor Informal Disindang Galih Kelurahan Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya Tahun 2012. Skipsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi. Atmaja, A.S dan Denny Ardiyanto, 2007. Identifikasi Kadar Debu Di Lingkungan Kerja Dan Keluhan Subyektif Pernafasan Tenaga Kerja Bagian Finish Mill. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol 3. No 2 (161-172) Baskoro, D. 2012. Pengaruh Debu Pada Pekerja Meubel Di Kabupaten Jepara Terhadap Terjadinya Kelainan Fungsi Paru. Tesis. Fakultas Kedokteran UMY. Chandra, B. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC ,2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC Erliana. 2008. Hubungan Karakteristik Individu dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Paving block CV. F. Lhoksumawe Tahun 2008. Tesis, Universitas Sumatra Utara. Khumaidah. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Mebel PT Kota Jati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Milonggo kabupaten Jepara, skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Kristanto, P. 2004 Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi Mayasari, K. 2010. Pengukuran Kadar Debu Dan Perilaku Pekerja Serta Keluhan Kesehatan Di Tempat Pertukangan Kayu Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara Mulia, R. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. . 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Pearce, E. 2005. Anatomi Dan Fisiologis Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Prayudi, T. dan Joko Prayitno Susanto. 2001. Kualitas Debu Dalam Udara Sebagai Dampak Industri Pengecoran Logam Ceper. Jurnal teknologi Lingkungan. Vol 2. No 2 (168-174) Sitepoe, M. 1997. Usaha Mencegah Pencemaran Udara. Jakarta: Grasindo Simatupang, J. 2012. Pengukuran Kadar Debu Kayu dan Hubungannya dengan Keluhan Kesehatan Pekerja PT.Tropical Wood Indotama Tanjung Morawa Tahun 2005. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara. Soedomo, M. 2001. Pencemaran Udara. Bandung: ITB Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta Sumamur, PK. 1996. Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: PT Gunung Agung Sumantri, M. 2010. Dermatitis Kontak. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Suryani, F. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT. Cosmar Indonesia Tangerang Selatan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Suryani, M. 2005. Analisis Faktor-Faktor Risiko Paparan Debu Kayu Terhadap Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu Pt Surya Sindoro Sumbing Wood Industry Wonosobo. Thesis. Jurusan kesehatan lingkungan Universitas Diponegoro. Triatmo, W., M. Sakundarno Adi dan Yusniar Hanani D. 2006. Paparan Debu Kayu Dan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Mebel (Studi di PT Alis Jaya Ciptatama). Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol 5, No. 2: (69-76) Utomo, H. dan Fatma Lestari. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Di PT Inti Pantja Press Industri. Makara, Kesehatan, Vol. 11, No. 2: (61-68) Wijayanti, R. 2010. Kadar Debu Kayu, Kebiasaan Merokok, Masa Kerja Dan Volume Ekspirasi Paksa Pada Tenaga Kerja Industri Mebel CV. Bandengan Wood Desa Kalijambe Sragen. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Yusnabeti., Ririn Arminsih Wulandari dan Luciana Ruth. 2010. Pm 10 , Dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Pekerja Industri Mebel. Makara, Kesehatan, Vol. 14, No. 1:(25-30)