Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup dalam domain
kognitif mempunyai enam tingkatan yakni:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yan telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Universitas Sumatera Utara
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
dapat dilihat dari pengunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (membuat
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-
kriteria yang telah ada.
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu suatu
criteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara dan
kuisioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden yang dipilih (Notoatmodjo, 2002).
2.2. Anatomi Mata
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Bola Mata
Bola mata orang dewasa normal hampir mendekati bulat , dengan diameter
anteroposterior sekitar 24,5 mm.
2.2.2. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis) dan permukan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (konjungtiva tarsalis) dan dengan
epitel kornea di limbus.
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat ke tarsus . Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke
posterior (pada fornices superior dan inferior) dan menbungkus jaringan episklera
dan menjadi konjungtiva bulbaris (Vaughan, 2000).
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitales di fornices dan
melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Vaughan, 2000).
2.2.3. Kapsula Tenon
Kapsula Tenon adalah suatu membran fibrosa yang membungkus bola
mata dari limbus sampai ke nervus optikus. Di dekat limbus, konjungtiva, kapsula
tenon, dan episklera menyatu.
2.2.4. Sklera dan Episklera
Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar. J aringan
ini padat dan berwarna putih serta bersambungan dengan kornea di sebelah
anterior dan duramater nervus optikus di belakang. Permukaan luar sklera anterior
dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan elastik halus, episklera yang
mengandung banyak pembuluh darah yang memasuki sklera.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding
dengan kristal sebuah jam tangan.
2.2.6. Retina
Merupakan bagian yang penting dalam memberikan pesan kepada otak
dalam bentuk semula dari benda dan diterima oleh otak sebagai impuls kimia
yang dapat menggambarkan apa yang dilihat.
2.2.7. Aparatus Lakrimalis
Terdiri dari komponen kelenjar Lakrimalis, kelenjar Krause, dan kelenjar
Wolfring yaitu bagian yang menghasilkan sekresi air mata, sakus lakrimalis, dan
duktus nasolakrimalis.
2.3.Konjungtivitis
2.3.1. Definisi
Radang konjungtiva (konjungtivitis) adalah penyakit mata paling umum di
dunia. Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia ringan dengan mata berair
sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen. Penyebab umumnya
eksogen, tetapi bisa juga endogen.
Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan
faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme
melindungi permukaan mata dari substansi luar: pada film air mata, komponen
akueosa mengencerkan materi infeksi, mucus menangkap debris, dan aktivitas
pompa palpebra membilas air mata ke duktus air mata secara konstan; air mata
mengandung substansi antimikroba, termasuk lisozim dan antibody (IgG dan IgA).
Patogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus,
Neisseria meningitides, sebagian besar strain adenovirus manusia, virus herpes
Universitas Sumatera Utara
simpleks tipe1 dan 2, dan dua picornavirus. Dua agen yang ditularkan secara
seksual dapat menimbulkan konjungtivitis adalah Chlamydia trachomatis dan
Neisseria gonorrhoeae (Vaughan, 2008).
2.3.2. Epidemiologi
Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat
diderita oleh seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Walaupun tidak ada
dokumen yang secara rinci menjelaskan tentang prevalensi konjungtivitis, tetapi
keadaan ini sudah ditetapkan sebagai penyakit yang sering terjadi pada
masyarakat (Chiang YP, dkk, 1995 dalam Rapuano et al, 2005).
Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering
dihubungkan dengan kondisi lingkungan yang tidak Hygiene.
2.3.3. Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti:
a. Konjungtivitis bakteri.
b. Konjungtivitis klamidia.
c. Konjungtivitis viral.
d. Konjungtivitis ricketsia.
e. Konjungtivitis jamur.
f. Konjungtivitis parasit.
g. Konjungtivitis alergi.
h. Konjungtivitis kimia atau iritatif (Vaughan, 2008).
2.3.4. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda konjungtivitis, yakni:
a. Kemerahan di forniks dan makin berkurang ke arah limbus karena
dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior (Hiperemia).
b. Produksi air mata berlebihan (epifora).
c. Eksudat yang berlapis-lapis dan amorf pada konjungtivitis bakteri
dan berserabut pada konkungtivitis alergika (eksudasi).
Universitas Sumatera Utara
d. Terkulainya palpebra superior karena infiltrasi di otot Muller
(pseudoptosis)
e. Penumpukan Limfosit di pembuluh darah (fliktenula).
f. Pengentalan (koagulum) di atas permukaan epitel
(pseudomembran).
g. Edema dari konjungtiva mata (Chemosis) (Kanski, 2000).

2.3.5. Gejala
Gejala-gejala pada konjungtivitis, yakni:
- Sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau terbakar.
- Sensasi penuh di sekeliling mata, gatal, dan fotofobia (Vaughan,
2008).

2.3.6. Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa
menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan
komplikasi. Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani
diantaranya:
i. Ulserasi kornea.
ii. Membaliknya bulu mata ke dalam (trikiasis).
iii. Membaliknya seluruh tepian palpebra (enteropion).
iv. Obstruksi ductus nasolacrimalis.
v. Turunnya kelopak mata atas karena kelumpuhan (ptosis)
(Vaughan, 2008).
2.3.7. Diagnosa
a. Gejala Subjektif
Konjungtivitis biasanya hanya menyebabkan iritasi dengan rasa sakit
dengan mata merah dan lakrimasi. Khasnya pada konjungtivitis flikten apabila
Universitas Sumatera Utara
kornea ikut terlibat akan terdapat fotofobia dan gangguan penglihatan. Keluhan
lain dapat berupa rasa berpasir. Konjungtivitis flikten biasanya dicetuskan oleh
blefaritis akut dan konjungtivitis bekterial akut.
b. Gejala Objektif
Dengan Slit Lamp tampak sebagai tonjolan bulat ukuran 1-3 mm,
berwarna kuning atau kelabu, jumlahnya satu atau lebih yang di sekelilingnya
terdapat pelebaran pembuluh darah konjungtiva (hyperemia). Bisa unilateral atau
mengenai kedua mata.
c. Laboratorium
Dapat dilakukan pemeriksaan kultur konjungtiva. Pemeriksaan dengan
pewarnaan gram pada sekret untuk mengidentifikasi organisme penyebab maupun
adanya infeksi sekunder (Vaughan, 2008).
2.3.8. Penatalaksanaan
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memulai
terapi antimikroba spectrum luas (mis., polymyxin-trimethoprim). Pada setiap
konjungtivitis purulen yang pulasan gramnya menunjukkan diplokokus gram
negative, dugaan neisseria, harus segera dimulai terapi topical dan sistemik. J ika
kornea tidak terlibat, ceftriaxone 1g diberikan dosis tunggal per intramuscular
biasanya merupakan terapi sistemik yang adekuat. J ika kornea terkena,
dibutuhkan ceftriaxone parental, 1-2g perhari selama 5 hari.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, saccus conjunctivalis harus
dibilas dengan larutan saline agar dapat dihilangkan sekret konjungtiva. Untuk
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan
hygiene perorangan secara khusus.
Universitas Sumatera Utara
Perbaikan klinis pada konjungtivitis klamidia umunya dapat dicapai
dengan tetracycline, 1-1,5g/hari peroral dalam empat dosis selama 3-4 minggu,
dozycycline, 100 mg peroral dua kali sehari selama 3 minggu, atau erythromycin,
1g/hari peroral dibagi dalam empat dosis selama 3-4 minggu.
Infeksi pada konjungtivitis jamur berespons terhadap amphotericin B (3-8
mg/ml) dalam larutan air (bukan garam) atau terhadap krim kulit nystatin
(100.000 U/g) empat sampai enam kali sehari. Obat ini harus diberikan secara
hati-hati agar benar-benar masuk dalam saccus conjunctivalis.
Karena konjungtivitis alergi merupakan penyakit yang dapat sembuh
snediri maka perlu diingat bahwa medikasi yang dipakai untuk meredakan gejala
dapat member perbaikan dalam waktu singkat, tetapi dapat memberikan kerugian
jangka panjang. Steroid topikal atau sistemik dapat dipakai untuk mengurangi rasa
gatal dan mempunyai efek samping (glaukoma, katarak, dan komplikasi lain)
yang sangat merugikan (Vaughan, 2008).
2.3.9. Prognosis
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun
jika bila penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan
kerusakan pada mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi seperti Keratitis,
Glaukoma, katarak maupun ablasi retina (Barbara C.Long, 1996).








Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai