Anda di halaman 1dari 2

Menguak Makna Keislaman Melalui Ketupat

Islam, Idul Fitri dan Idul Adha, adalah jenis masakan khas bangsa Indonesia. Makanan ini terbuat
dari beras yang dibungkus anyaman daun kelapa muda ini pertama kali muncul di tanah Jawa.
Kemunculannya tidak lepas dari masuknya agama Islam di tanah Jawa. Ketupat, dalam bahasa Jawa
disebut Kupat yang merupakan akronim dari Ngaku Lepat yang berarti mengakui
kesalahan/dosa/kekilafan. Karena itulah masakan ini menjadi masakan khas saat idul Fitri.
Adalah Sunan Kalijaga yang memperkenalkan ketupat untuk pertama kali. Ketika itu, tanah Jawa
merupakan daerah yang sulit di-Islamkan, karena pada saat itu masyarakat Jawa mempunyai
sistem kepercayaan sendiri yaitu dinamisme dan animisme, atau yang biasa disebut Kejawen.
Karena itulah para Wali menggunakan strategi khusus dengan cara dawah melalui budaya.
Sunan Kalijaga melalui ketupat mengajarkan Rukun Islam ketelu/ketiga karo papat/keempat
(kupat). Ini merujuk tentang Puasa Ramadhan dan Zakat fitrah setelahnya sebagai penyempurna.
Kini, ketupat dihidangkan di hari Lebaran ditemani opor ayam dan makanan lainnya. Selain itu,
ketupat juga dihidangkan ketika saat Idul Adha. Di beberapa daerah Jawa yang masih ingat ajakan
Sunan Kalijaga, ketupat baru dihidangkan tujuh hari setelah hari H. Kenapa? karena Sunan Kalijaga
membagi lebaran menjadi dua. Hari Lebaran (1 Syawal) adalah Bada Syawal yang merupakan
perayaan setelah Puasa Ramadhan , sedangkan Bada Kupat adalah perayaan setelah puasa Syawal.
Ketupat memiliki makna yang sangat dalam. Penggunaan daun muda kelapa bermakna penolak
bala. Daun kelapa muda yang dalam bahasa Jawa disebut Janur merupakan akronim dari Jannah
Nur ( Cahaya Surga ). Janur juga akronim dari Jasad dan Nur (ruh-nya jasad) satu kesatuan dari
manusia itu sendiri. Warna kuning juga bermakna segala sesuatu yang ditekuni akan menghasilkan
hasil yang optimal.
Bentuk segi empat sama sisi menggambarkan prinsip kiblat papat, lima pancer (4 arah, 1 pusat),
yang bermakna kemanapun manusia menuju pasti akan selalu kembali kepada Allah SWT. Bentuk
ini juga melambangkan empat macam nafsu dasar manusia yaitu amarah (emosional), lawamah
(nafsu untuk memuaskan rasa lapar), sufiah (nafsu untuk memiliki yang indah-indah) dan
muthmainah (nafsu untuk memaksa diri). Keempat nafsu tersebut, dikendalikan selama puasa. Jadi,
dengan memakan ketupat seseorang dianggap sudah mampu mengendalikan keempat nafsu
tersebut.
Bentuk anyaman ketupat juga memiliki makna. Anyaman dua daun yang rumit dan membentuk
geometri sama sisi yang tidak membetuk sudut 900 namun juga membentuk topologi tiga dimensi.
Kerumitan ini menggambarkan berbagai macam kesalahan manusia. Sedangkan warna putih
beras/nasi didalamnya mempunyai makna kesucian setelah sebulan berpuasa dan memohon
ampun atas kesalahan yang telah diperbuat. Beras sebagai isi dari ketupat mempunyai makna
kemakmuran setelah hari raya.
Selain akronim dari Ngaku Lepat, Kupat dalam bahasa Jawa juga merupakan akronim dari Laku
Papat (empat tindakan). Penyajian hindangan ketupat pada tanggal satu syawal mengandung
pesan agar seseorang melakukan empat tindakan, yaitu: lebaran, luberan, leburan dan laburan.
Lebaran, dari kata lebar yang berarti selesai yang berarti satu syawal adalah tanda selesainya
menjalani puasa Ramadhan, juga bahwa pada hari perayaan ini diharamkan bagi manusia untuk
berpuasa.
Luberan, berarti melimpah, ibarat air dalam tempayan, isinya melimpah sehingga tumpah ke
bawah. Ini simbol yang memberikan pesan untuk memberikan sebagian hartanya kepada fakir
miskin, yaitu berzakat dan bersedekah dengan ikhlas seperti tumpahnya/lubernya air dari
tempayan tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam tradisi Islam, yaitu memberikan zakat fitrah maupun
sedekah pada satu syawal.
Leburan, berarti melebur kesalahan yaitu dengan cara saling bermaafan. Dalam budaya Jawa
pelaksanaan Leburan dalam satu syawal nampak pada ucapan dari seseorang yang lebih rendah
status sosialnya kepada seseorang yang lebih tinggi status sosialnya atau dari anak kepada orang
tua, yaitu ucapan Mugi segeda lebur ing dinten menika. Maksudnya bahwa semua kesalahan
dapat lepas dan dimaafkan pada hari tersebut.
Laburan. Berarti memutihkan. Dari kata Labur (kapur) yang merupakan bahan untuk memutihkan
dinding. Laburan mempunyai pesan untuk senantiasa menjaga kebersihan diri lahir dan batin. Jadi
setelah melaksanakan leburan (saling maaf memaafkan) diharapkan untuk tetap menjaga sikap dan
tindak yang baik, setelah Lebaran. [Rendy Adrikni Sadikin/Berbagai Sumber]

Anda mungkin juga menyukai