Anda di halaman 1dari 13

1

RELATIONSHIP BETWEEN SOCIAL SUPPORT FROM


PEERS WITH PROBLEM SOLVING FOR ADOLESCENTS.

ANASTASIA RETNO AYU, Anita Zulkaida, Spsi, Msi

Undergraduate Program, 2006

Gunadarma University
http://www.gunadarma.ac.id

Key Words: SOCIAL SUPPORT, PROBLEM SOLVING

ABSTRACT :
This study aims to determine the relationship between social supports from peers
with problem solving in adolescents. This research is expected to provide useful
input for adolescents in order to solve the problem with the help of their peers so
they can be more independent and also be ready to face many problems that will
arise in the future. The hypothesis proposed is the relationship between social
supports from peers with Problem Solving in Adolescents. This research was
conducted using quantitative methods questionnaire namely the scale of social
support and problem solving scale. The theory used is social support and problem
solving. The subjects were male and female teenagers aged 15-18 years old
adolescents attending SMAN 3 BOGOR located in J alan Bogor Pakuan No.4.Data
were analyzed using product moment analysis technique of Spearman rho. The
results reveal that there is no a significant relationship between social support
from peers in problem solving in adolescents (r =-0.035; p =0.398, p>0.05). The
hypothesis is rejected.





















2
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DARI TEMAN
SEBAYA DENGAN PROBLEM SOLVING PADA REMAJA
Anasatasia Retno Ayu
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dari
teman sebaya dengan problem solving pada remaja. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan yang bermanfaat bagi remaja agar dapat menyelesaikan
masalahnya dengan bantuan dari teman sebayanya sehingga mereka dapat lebih
mandiri dan juga selalu siap untuk menghadapi berbagai masalah yang akan timbul pada
masa yang akan datang. Hipotesis yang diajukan adalah hubungan antara Dukungan
Sosial dari teman sebaya dengan Problem Solving pada Remaja.
Penelitian ini dilakukan metode kuantitatif yakni dengan memakai kuesioner
yakni skala dukungan sosial dan skala problem solving. Teori yang dipakai adalah
dukungan sosial dan problem solving. Subjek penelitian ini adalah adalah remaja pria
dan wanita yang berusia 15-18 tahun remaja bersekolah di SMU Negeri 3 Bogor yang
terletak di Jalan Pakuan No. 4, Kota Madya - Bogor, dan SMU YMIK yang terletak di
Jalan Tebet Selatan No.7 Manggarai, Jakarta, dan SMK 2 Bogor yang terletak di Jalan
Raya Pajajaran Bogor. Teknik analisis data menggunakan teknik analisa product moment
dari Spearman rho.
Hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
dukungan sosial dari teman sebaya dengan problem solving pada remaja (r = -0,035 ; p =
0,398; p>0,05). Hipotesisnya ditolak.

Kata kunci : Dukungan Sosial, Problem Solving.

PENDAHULUAN
Setiap manusia mengalami
perkembangan ke arah yang lebih
sempurna. Salah satu tahap
perkembangan dalam kehidupan
manusia adalah masa remaja, yaitu
masa dimana seorang individu
mengalami peralihan dari masa kanak-
kanak ke masa dewasa. Para remaja
biasanya menghadapi berbagai
masalah dengan orang tua, guru,
bahkan dengan sesama teman. Namun
saat menghadapi masalah, mereka
biasanya membicarakan masalahnya
dengan teman sebayanya, karena
merasa bahwa teman sebaya lebih
dapat memahami masalah-masalah
yang dihadapi, lebih peduli dan
menghargainya.
Pada masa remaja orang pasti ingin
agar tugas tugas perkembangannya
dapat dilakukannya dengan baik. Salah
satunya adalah mencapai kemandirian
dan perilaku sosial yang bertanggung
jawab.
Masa remaja ini biasanya juga
menimbulkan konflik dengan orang
sekitar karena remaja merasa dirinya
sudah mulai dapat mengatasi
masalahnya sendiri dan ingin dianggap
dewasa. Tetapi pertanyaan yang sering
diajukan remaja mengenai hubungan
remaja dan orang tuanya adalah
mengapa orang tua tidak dapat
memahami remaja, mengapa orang tua


3
selalu curiga pada remaja dan mengapa
orang tua mengganggap dirinya selalu
benar? Komunikasi orang tua dengan
remaja memang tidak selalu lancar.
Kemacetan komunikasi sering terjadi
karena sikap kedua belah pihak yang
kurang akomodatif (menerima) antara
yang satu terhadap yang lain (Achir,
1996). Mereka saling mencari teman
sebaya karena memahami bahwa
mereka dalam nasib yang sama (Monks
dkk, 1996).
Menurut Rogacion (1982), remaja
umumnya lebih senang membicarakan
masalah-masalah atau membicarakan
sesuatu bersama teman-teman sebaya
mereka, bukan bersama seseorang
yang menempatkan diri pada posisi
untuk menasihati atau mengatur
kehidupan mereka.
Banyak remaja yang berpendapat
orang tua biasanya menganggap bahwa
masalah yang dihadapi oleh remaja
adalah masalah kecil atau kurang
penting, hal itu mengakibatkan orang
tua menjadi tidak serius menanggapi
pembicaraan dari para remaja itu.
Akhirnya dalam menyelesaikan
masalahnya tersebut remaja lebih
memilih teman sebaya untuk saling
membantu dan memberikan dukungan
(Mappiare, 1996).
Dengan adanya keinginan untuk
berkumpul dengan orang-orang yang
berposisi sama dan dapat
memahaminya maka pada masa remaja
kecenderungan untuk menjadi anggota
kelompok sebaya sangat kuat. Remaja
menginginkan teman, menginginkan
untuk dapat diterima sebagai anggota
kelompok remaja yang kuat ikatan antar
anggotanya (Munandar, 1996).
Teman-teman di sekolah maupun di
luar sekolah (tetangga atau teman
seperkumpulan) dapat menjadi sumber
yang justru menenangkan. Teman
remaja dapat menjadi objek atau
sasaran eksperimen dan kritik mereka
sendiri secara fisik misalnya
berkompetisi dalam olah raga, dan
sebagainya atau secara mental,
misalnya digoda, dikritik, diejek atau
dibantu dalam pelajarannya, dalam
menyelesaikan masalah pribadinya dan
sebagainya (Munandar, 1996).
Menurut beberapa ahli (dalam
Shinta, 1995) dukungan sosial adalah
adanya pemberian informasi baik
secara verbal maupun non verbal,
pemberian bantuan tingkah laku atau
materi yang didapat dari hubungan
sosial yang akrab atau hanya
disimpulkan dari keberadaan mereka
yang membuat individu merasa
diperhatikan, bernilai dan dicintai
sehingga lebih lanjut bertujuan atau
menguntungkan bagi individu yang
menerima.
Dukungan sosial dapat diartikan
sebagai kenyamanan, perhatian, atau
bantuan yang diterima individu dari
orang lain, dimana orang lain disini bisa
berarti individu secara perorangan
ataupun kelompok.


4
Menurut Mappiare(1982), remaja
berusaha menghadapi masalahnya
dengan lebih matang.Langkah-langkah
pemecahan masalah itu mengarahkan
remaja pada tingkah laku yang lebih
dapat menyesuaikan diri dalam banyak
situasi lingkungan dan situasi perasaan
diri sendiri. Menurut Chaplin (1999),
proses yang tercakup dalam usaha
menemukan urutan yang benar dari
alternatif jawaban, mengarah pada satu
sasaran atau ke arah pemecahan yang
ideal adalah problem solving.
Menurut Bedel & Lennox (1994),
Problem solving adalah proses yang
dapat membantu seseorang untuk
menemukan apa yang mereka inginkan
dan bagaimana mencapainya dengan
cara yang paling efektif.
Menurut peneliti para remaja pada
saat berkumpul bersama-sama mereka
melakukan banyak kegiatan, seperti
melakukan pertandingan, menonton
film, belajar bersama, dan terkadang
membicarakan masalahnya maupun
pengalamannya pada teman-temannya.
Pada saat berkompetisi mereka
memberikan dukungan kepada
temannya agar menang dalam
pertandingan, pada saat berkumpul
mereka juga mau saling mendengarkan
dan bercerita satu sama lain, biasanya
pada saat bercerita tentang masalahnya
teman diminta untuk membantunya
menyelesaikan masalahnya atau hanya
sekedar mendengarkan ceritanya, para
remaja mendapatkan dukungan sosial
dari teman sebayanya dengan banyak
cara seperti beberapa yang sudah
peneliti sebutkan sebelumnya. Oleh
karena itu peneliti ingin mengetahui
apakah ada hubungan antara dukungan
sosial dari teman sebaya dengan
problem solving pada remaja?.
Penelitian bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara dukungan
sosial dari teman sebaya dengan
problem solving pada remaja.

TINJAUAN PUSTAKA
Remaja
Remaja adalah individu yang sedang
mengalami masa peralihan dari masa
kanak-kanak kemasa dewasa dan
ditandai dengan kematangan biologis,
seksual dan perkembangan kejiwaan,
dan sosial ekonomisnya yang menjadi
relatif lebih bebas, dan dengan batasan
usia antara 12-21 tahun.
Havinghurst (dalam Mukhtar dkk,
2001) menyatakan terdapat 10 tugas
perkembangan yang harus dilalui
remaja, yaitu :
Mencapai hubungan yang lebih dewasa
dengan teman sebaya ; laki-laki dan
perempuan, Mencapai peran jenis
kelamin sebagai laki-laki atau
perempuan, Menerima keadaan
jasmaninya dan menggunakan
jasmaninya secara efektif. Mencapai
kemandirian secara emosional dari
ketergantungan pada orang tua maupun
orang dewasa lainnya, Mencapai
keyakinan akan kemandirian secara


5
ekonomi pada masa mendatang,
Memilih dan mempersiapkan diri untuk
menjalankan suatu pekerjaan tertentu,
Menyiapkan diri untuk perkawinan dan
berkeluarga, Mengembangkan
keterampilan dan konsep intelektual
sebagai warga masyarakat,
Menginginkan dan melakukan tindakan-
tindakan yang secara sosial
bertanggung jawab, Memilih
seperangkat system tata nilai dan tata
krama yang menuntun perilakunya
Menurut Gunarsa & Gunarsa
(1995), remaja mempunyai ciri umum
sebagai berikut: kegelisahan,
pertentangan, Ada keinginan besar
untuk mencoba segala hal, dan untuk
mencoba sering kali diarahkan pada diri
sendiri maupun orang lain, keinginan
menjelajah alam sekitar lebih luas pada
remaja, menghayal dan berfantasi,
aktivitas kelompok.
Pendapat yang lain dikemukakan
oleh Hurlock (dalam Achir, 1996)
mengatakan bahwa remaja mempunyai
ciri-ciri, senang berkumpul dengan
teman sebaya dan remaja juga
mempunyai keinginan untuk cepat
mandiri.
Menurut Soesilowidradini (1982)
anak remaja merasa dia menghadapi
masalah yang banyak sekali dan sukar
untuk diselesaikan. Sebabnya ialah,
karena dahulu dimasa kanak-kanak, dia
selalu dibantu oleh orang tua dan guru-
guru dalam menyelesaikan persoalan-
persoalannya sekarang dia
mengganggap orang tua dan gurunya
terlalu tua akan mengerti pikiran dan
perasaan-perasaannya untuk dapat
membantu mereka. Beberapa masalah
yang dihadapi oleh remaja adalah:
a. Masalah yang berhubungan dengan
keadaan jasmaninya.
b. Masalah yang berhubungan dengan
kebebasannya.
c. Masalah berhubungan dengan nilai-
nilai.
d. Masalah berhubungan dengan
peranan wanita dan pria.
e. Masalah berhubungan dengan
anggota dari lawan jenis.
f. Masalah berhubungan dengan
hubungan dengan masyarakat.
g. Masalah berhubungan dengan
jabatan.
h. Masalah berhubungan dengan
kemampuan.
Dukungan Sosial dari Teman Sebaya
Dukungan sosial adalah adanya
pemberian informasi baik secara verbal
maupun non verbal, pemberian bantuan
tingkah laku atau materi yang didapat
dari teman sebaya yang akrab atau
keberadaan mereka yang membuat
individu merasa diperhatikan, bernilai,
dicintai, dimintai bantuan, dorongan dan
penerimaan apabila individu mengalami
kesulitan. Dukungan tersebut dapat
datang dari jaringan sosial (teman,
tetangga atau keluarga besar) yang
selanjutnya disebut sebagai jaringan
dukungan sosial, dimana salah satu
bentuk dukungan sosial itu sendiri


6
adalah dukungan sosial dari teman
sebaya, yaitu dukungan yang diterima
dari teman sebaya yang berupa bantuan
baik secara verbal maupun non verbal.
Banyak ahli telah menguraikan
beberapa bentuk dukungan sosial,
diantaranya Gottlieb dan Weis. Menurut
Gottlieb (1983) Dukungan sosial
terbagai atas lima bentuk, yaitu :
a. Dukungan Emosional (Emotional
Support)
b. Dukungan Penghargaan (Esteem
Support)
c. Dukungan Keterpaduan Sosial
(Social Integration Support)
d. Dukungan Instrumental
(Instrumental Support)
e. Dukungan Informasi (Informational
Support)
Cutrona & Orford, 1990 (dalan
Shinta, 1995) merangkumnya menjadi
lima dimensi fungsi dasar dari dukungan
sosial, yaitu : dukungan materi,
dukungan emosi, dukungan
penghargaan, dukungan informasi,
Integritas sosial.
Sedangkan menurut Cohen dkk.,
(1985), ada empat dukungan sosial
yang akan diukur, yaitu tangible
support, appraisal support, self esteem
support dan belonging support. Tangible
support (misal : jika saya berada sejauh
10 mil dari rumah, ada seorang yang
dapat saya hubungi untuk menjemput
saya), appraisal support (misal: Paling
tidak ada satu orang yang nasehatnya
sangat saya percayai), self-esteem
support (misal: kebanyakan orang yang
saya tahu sangat memahami saya) dan
belonging support (misal: ketika saya
merasa kesepian, ada sejumlah orang
yang dapat saya hubungi dan ajak
bicara).
Peer Group.
Peer group dalam masa remaja
adalah sekelompok individu yang terdiri
dari beberapa anggota remaja yang
kira-kira berumur sama, dan mulai
menyadari akan hubungan sosial dan
tekanan sosial dari teman-teman
sebayanya. Pada masa remaja ini
mereka juga mulai melepaska diri dari
ketergantungan pada orang tuanya dan
mulai melakukan proses sosialisasi
dengan dunia yang lebih luas.
Menurut Mappiare (1982) ada
beberapa hal pribadi yang dapat
membuat seseorang atau individu
diterima dalam kelompok teman sebaya,
yaitu : Penampilan (performance),
Kemampuan pikir, Sikap, sifat,
perasaan, Pribadi,
Menurut Hurlock (dalam Mappiare,
1982) bahwa terdapat kelompok-
kelompok yang terbentuk pada masa
remaja :Chums (sahabat karib),
Cliques (komplotan sahabat),
Crowds, Kelompok yang diorganisir,
Gangs .
Problem Solving
Problem solving adalah
kemampuan dalam pemecahan
masalah yang diantaranya adalah


7
usaha menemukan urutan yang benar
dari alternatif jawaban, sehingga
menggerakan kita agar lebih dekat
dengan tujuan kita juga proses yang
dapat membantu seseorang untuk
menemukan apa yang mereka inginkan
dan bagaimana mencapainya dengan
cara yang paling efektif dengan cara
merumuskan masalah, menyusun
rencana tindakan, dan melaksanakan
tindakan yang mengarah pada
penyelesaian masalah.
Menurut Haris (1998) terdapat
beberapa komponen yang dapat
membantu pemecahan masalah, yaitu:
Eksplorasi masalah, Membuat tujuan,
Membuat Ide, Pemilihan Ide,
pelaksanaan, Evaluasi.
Menurut Anderson, dkk (dalam Bedell
& Lennox, 1999) berdasarkan pada
konsep dan prosedur dari literature
terapi keluarga, mereka
mengembangkan 7 prinsip yang dipakai
sebagai pedoman dalam problem
solving yaitu : Masalah adalah alami,
berfikir sebelum mengambil keputusan,
Setiap masalah pasti dapat
diselesaikan, Bertanggung jawab
terhadap masalah, Memutuskan apa
yang dapat dilakukan dan apa yang
tidak dapat dilakukan, Tingkah laku
yang akan kita lakukan tidak melanggar
hukum dan dapat diterima oleh semua
orang, Solusi harus sesuai dengan
kemampuan dan kekuatan kita.
Menurut Davidoff (1988) terdapat dua
faktor yang mempengaruhi keterampilan
seseorang dalam memecahkan
masalah, yaitu hasil belajar sebelumnya
dan derajat kewaspadaan.
Beberapa hal yang menyebabkan
kesulitan dalam menyelesaikan masalah
menurut Dixon & Glover (1984) adalah:
a. Beberapa orang mungkin tidak
pernah belajar bagaimana
menghadapi suatu masalah dengan
dengan baik.
b. Penyebab kedua adalah, orang tidak
menyadari bahwa sebenarnya
mereka sudah memiliki kemampuan
untuk mengatasi masalah yang
sedang dihadapi.
c. Yang ketiga adalah dimana mereka
kehilangan semangat untuk
mengatasi masalahnya, dan
berharap hanya dengan sedikit usaha
saja ia dapat menemukan jalan
keluarnya dibandingkan dengan
menghadapi masalahnya secara
effektif ia sudah biasa
menghadapinya dengan ketidak
berdayaan.
d. Penyebab yang ke empat adalah
karena adanya kecemasan yang
berlebihan atau masalah emosi yang
lain.
Masa remaja menurut Sarwono
(2001) adalah masa yang rentan
terhadap berbagai masalah, karena
pada masa remaja adalah masa
peralihan seseorang dari masa anak-
anak menuju masa dewasa, dan remaja


8
juga mulai mengalami perubahan fisik
dan psikis. Beberapa penelitian juga
telah menunjukan bahwa pada masa
remaja juga kecenderungan untuk
menjadi anggota kelompok teman
sebaya sangat kuat. Remaja
menginginkan teman, menginginkan
sekali dapat diterima sebagai anggota
kelompok kelompok remaja yang kuat
ikatan antar anggotanya.
Hurlock (dalam Mappiare,1983)
berpendapat bahwa remaja dapat
menghilangkan masalah atau keluh
kesahnya, serta kekuatan yang
ditimbulkan oleh emosi yang ada
dengan cara mengungkapkan hal-hal
tersebut kepada seseorang yang dapat
dipercayanya.
Menurut Hall & Lindzey (1985)
bersama dengan teman sebaya, remaja
merasakan kehadiran seseorang yang
dapat mengerti serta memahami dirinya,
sehingga remaja dapat menaruh
kepercayaan yang besar terhadap
seorang teman.
Sedangkan menurut Santrock
(1998) remaja memandang seorang
sahabat sebagai seorang yang dapat
diajak untuk berbagi masalah, untuk
dapat mengerti serta memahami pikiran
serta perasaan mereka, persahabatan
dapat menimbulkan perasaan nyaman
persahabatan dapat terbentuk karena
adanya kesamaan antara individu yang
telibat ataupun karena perbedaan.
Menurut Lemme (1994) bahwa
salah satu bentuk dukungan emosional
yang diberikan oleh sahabat atau teman
sebaya adalah penerimaan, selalu ada
saat dibutuhkan, mendengarkan dengan
penuh perhatian, mengerti perasaan
teman dan membuat situasi nyaman
dimana ia dapat mengatakan apa yang
ingin dikatakannya.
Berdasarkan dari pendapat
beberapa ahli maka dapat terlihat
bahwa remaja lebih memilih teman
sebayanya untuk memecahkan
masalahnya karena mereka merasa
bahwa teman sebayanya dapat
memahaminya dan remaja juga merasa
bahwa teman sebaya mereka juga
memiliki nasib yang sama dengan
mereka,dan salah satu bentuk
dukungan emosional yang diberikan
oleh sahabat teman sebaya adalah
penerimaan, selalu ada saat
dibutuhkan, mendengarkan dengan
penuh perhatian, mengerti perasaan
teman dan membuat situasi nyaman
dimana ia dapat mengatakan apa yang
ingin dikatakannya.
Oleh karenanya dapat kita
simpulkan bahwa dengan bantuan
teman sebayanya atau dengan
dukungan dari teman sebayanya remaja
juga dapat menyelesaikan masalahnya,
juga terdapat hubungan yang cukup
jelas mengapa remaja lebih memilih
dukungan dari teman sebaya mereka
untuk menyelesaikan masalahnya.
Berdasarkan dari tinjauan
pustaka diatas maka dapat ditarik
hipotesis : Adanya hubungan yang


9
positif antara dukungan sosial dari
teman sebaya dengan problem solving
pada Remaja. Semakin tinggi
dukungan sosial yang diterima dari
teman sebayanya semakin tinggi pula
kemanpuan problem solvingnya, dan
sebaliknya semakin rendah dukungan
sosial yang diterima dari teman
sebayanya maka semakin rendah
kemampuan problem solvingnya.

METODE PENELITIAN
Subyek dalam penelitian ini
adalah remaja pria dan wanita yang
berusia 15-18 tahun remaja bersekolah
di SMU Negeri 3 Bogor yang terletak di
J alan Pakuan No. 4 Kota Madya Bogor,
dan SMU YMIK yang terletak di J alan
Tebet Selatan No.7 Manggarai, J akarta.
Serta SMK 2 Bogor yang terletak di
J alan Raya Pajajaran Bogor.
Untuk memperoleh data yang
diperlukan dalam penelitian ini
digunakan Skala Dukungan Sosial yang
disusun oleh penulis dan Skala Problem
Solving dalam jurnal penelitian
Lyubomirsky, Tucker, Caldwell, Berg
(1999) yang dikembangkan oleh Mughni
(2002)
Variabel-variabel dalam penelitian
ini adalah :
1. Problem Solving
Problem solving adalah proses yang
tercakup didalam usaha menemukan
urutan yang benar dari alternatif
jawaban, sehingga menggerakan kita
agar lebih dekat dengan pemecahan
masalah dan proses yang dapat
membantu seseorang untuk
menemukan apa yang mereka inginkan
dan bagaimana mencapainya dengan
cara yang paling efektif dengan cara,
merumuskan masalah, menyusun
rencana tindakan, dan melaksanakan
tindakan yang mengarah pada tujuan
yang kita inginkan. Pengukuran problem
solving menggunakan Skala problem
solving, yang digunakan adalah skala
yang disususn oleh Mughni (2002)
dengan mengadaptasi jurnal hasil
penelitian Lyubomirsky, Tucker,
Caldwell & Berg (1999) dan komponen
problem solving dari Haris (1998). yaitu
eksplorasi masalah, membuat tujuan,
pembuatan ide, pemilihan ide,
pelaksanaan dan evaluasi.
2. Dukungan Sosial dari Teman
Sebaya
Dukungan Sosial dari Teman Sebaya
adalah adanya pemberian informasi
baik secara verbal maupun non verbal,
pemberian bantuan tingkah laku atau
materi yang didapat dari teman sebaya
yang akrab atau keberadaan mereka
yang membuat individu merasa
diperhatikan, bernilai, dicintai, dimintai
bantuan, dorongan dan penerimaan
apabila individu mengalami kesulitan.
Dukungan tersebut dapat datang dari
jaringan sosial (teman, tetangga atau
keluarga besar) yang selanjutnya
disebut sebagai jaringan dukungan


10
sosial, dimana salah satu bentuk
dukungan sosial itu sendiri adalah
dukungan sosial dari teman sebaya,
yaitu dukungan yang diterima dari
teman sebaya yang berupa bantuan
baik secara verbal maupun non verbal.
Variabel
diukur dengan menggunakan skala
dukungan sosial teman sebaya yang
disusun berdasarkan dimensi fungsi
dukungan sosial dari Gottlieb (1999)
yaitu, dukungan emosi, dukungan
penghargaan, dukungan instrumental,
dukungan informasi dan keterpaduan
sosial.
HASIL DAN ANALISIS
Hasil yang didapatkan r sebesar
0.035 dengan p sebesar 0.398 (p >
0.01). hasil tersebut menunjukan ada
hubungan negatif yang signifikan antara
dukungan sosial dari teman sebaya
dengan problem solving. Dengan
demikian maka hipotesis penelitian yang
berbunyi ada hubungan positif antara
dukungan sosial dari teman sebaya
dengan problem solving ditolak, r
sebesar 0.035 dengan p sebesar 0.398
(p > 0.01). hasil tersebut menunjukan
ada hubungan negatif yang signifikan
antara dukungan sosial dari teman
sebaya dengan problem solving.
Dengan demikian maka hipotesis
penelitian yang berbunyi ada hubungan
positif antara dukungan sosial dari
teman sebaya dengan problem solving
ditolak.
Tabel Korelasi skor Dukungan Sosial dari
Teman sebaya dengan skor Problem Solving

Berdasarkan hasil yang diperoleh
dari penelitian ini menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan
antara dukungan sosial dari teman
sebaya dengan problem solving pada
remaja.
Ada beberapa hal yang membuat
remaja memilih untuk menyelesaikan
msalahnya sendiri seperti yang
diungkapkan oleh para tokoh berikut ini.
Havinghurts (dalam Mukhtar dkk, 2001)
yang mengatakan bahwa salah satu
tugas perkembangan remaja adalah
mencapai kemandirian secara
emosional dari ketergantungan pada
orang tua maupun orang lain. Hal ini
juga didukung oleh pendapat dari
Garrison (dalam Soesilowindradini,
1982) bahwa salah satu tugas
perkembangan remaja adalah
mendapatkan kemampuan untuk berdiri
sendiri dalam hal-hal yang berhubungan
dengan ekonomi dan sosial.
Berdasarkan jawaban-jawaban
yang diberikan oleh subjek dalam
angket penelitian menunjukan bahwa
remaja memiliki kemampuan dalam

Dukungan
Sosial dari
Teman sebaya
Problem
Solving
Dukungan
Sosial
Spearmans rho 1.000 -0.035
Teman
Sebaya
Sig. (1-tailed) . .398
N 56 56
Problem
solving
Spearmans rho -0.035 1
Sig. (1-tailed) 0.398 .
N 56 56


11
memahami masalah, mengumpulkan
informasi, mencari akar permasalahan
dan membuat beberapa solusi pilihan,
memilih solusi terbaik serta mewujudkan
solusi masalah dengan cara yang
efektif, dan menurut Kneeland (1999)
hal ini juga merupakan faktor-faktor
yang membuat remaja dapat
menyelesaikan masalahnya sendiri.
Berdasarkan penghitungan nilai
perbandingan mean empirik dan mean
hipotetik, menunjukan skor mean
empirik dukungan sosial dan problem
solving lebih tinggi dari skor mean
hipotetik. Lebih lanjut dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel Mean Empirik dan Mean Hipotetik
Variabel
Mean
Empirik
Mean
Hipotetik
Std.Deviasi
Dukungan
Sosial dari
Teman Sebaya
148.32 125 16.810
Problem solving 143.52 108 23.196

Dari tabel diatas diketahui bahwa
dukungan sosial yang diperoleh subjek
penelitian termasuk dalam kategori
tinggi. Hal ini dapat dilihat dari skor
mean empirik skala dukungan sosial
sebesar 148.32 lebih besar dari pada
mean hipotetik ditambah dengan satu
standar deviasi (125+16.810). Tingginya
dukungan sosial yang dimiliki subjek
dalam penelitian ini mungkin
disebabkan karena remaja ingin
mencapai hubungan yang lebih dewasa
dengan teman sebaya, mencapai
kemandirian secara emosional dari
ketergantungan pada orang tua,
menginginkan untuk melakukan
tindakan-tindakan yang secara sosial
bertanggung jawab, (Havinghurts dalam
Mukhtar dkk, 2001) dan juga
mendapatkan hubungan yang baru dan
lebih matang dengan teman sebaya
(Garrison dalam Soesilowindradini,
1982)
Tabel 8 juga menunjukan bahwa
subjek memiliki kemampuan Problem
solving yang tinggi. Hal ini dapat dilihat
dari mean empirik skor problem solving
(143,52) yang lebih tinggi dari mean
hipotetik ditambah satu standar deviasi
(108+23,196). Tingginya skor Problem
solving subjek menandakan bahwa
subjek penelitian memiliki kemampuan
untuk dapat menyelesaikan masalahnya
sendiri. Menurut Davidof (1988) faktor-
faktor yang mempengaruhi seseorang
dalam menyelesaikan masalahnya
adalah hasil belajar sebelumnya dan
derajat kewaspadaan yang baik. Pada
penelitian ini bentuk engket yang
digunakan adalah subjek diminta untuk
menuliskan masalah dan menuliskan
solusinya dan menggunakan
pengalaman sebelumnya sehingga
terjadi transfer positif.
Dalam hal ini subjek penelitian
merupakan remaja diasumsikan
memiliki transfer positif yaitu
menggunakan pengalaman sebelumnya
dan derajat kewaspadaan dimana pada
saat akan terjadi masalah remaja sudah


12
mulai dapat mengidentifikasikannya dan
memungkinkan remaja untuk
mengindarai masalah yang akan terjadi.
Hal ini membuat para remaja dapat
menyelesaikan masalahnya sendiri
tanpa memerlukan dukungan sosial dari
teman sebaya.
Berdasarkan dari beberapa solusi
yang diberikan oleh subjek juga ada
yang mengatakan pada saat
menghadapi masalah remaja berdoa
dan memohon petunjuk kepada Tuhan.
Lissner (1980) mengemukakan
adanya perbedaan pokok antara
manusia dan hewan, yaitu bahwa
manusia tidak puas hanya sekedar
untuk tidur, makan dan menghangatkan
tubuh saja. Manusia memiliki hasrat
bawaan yang menarik perhatian yang
dapat dinamakan kerohanian. Menurut
Lissner pangkal semua peradaban dari
jaman ke jaman adalah usaha untuk
mencari Tuhan, karena itu jika manusia
mau memikirkan pertanyaan apakah
Tuhan itu ada berarti manusia tidak
mengabaikan salah satu cirri dari
kemanusiaan yakni kerohanian, sebuah
kamus memberi batasan atau definisi
dari Tuhan sebagai yang membuat dan
menggendalikan jagad raya.
Menurut Bibbley (dalam Argyle,
2000) seseorang menjadi percaya
kepada Tuhan karena adanya dua
macam pembelajaran dari lingkungan
sosialnya yaitu, modelling dari kedua
orang tuanya dan tingkah laku dari
lingkungan yang memberikan dorongan
untuk membuatnya lebih percaya.
Seperti halnya yang dialami oleh para
remaja pada saat mendapatkan
masalah ada beberapa remaja yang
berserah diri kepada Tuhan dengan
cara banyak berdoa kepada Tuhan.

SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
yang sidnifikan antara dukungan sosial
dari teman sebaya dengan problem
solving pada remaja. Secara khusus
berdasarkan perbandingan mean
empirik dan mean hipotetik, dapat
disimpulkan bahwa dukungan sosial
dari teman sebaya pada subjek
termasuk kategori tinggi dan
kemampuan problem solving subjek
juga tinggi
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, maka saran yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut :
1. Untuk Subjek penelitian disarankan
untuk mempertahankan kemampuan
problem solvingnya.
2. Untuk peneliti selanjutnya :
Peneliti menyarankan agar peneliti
selanjutnya mencari variabel lain
missalnya lingkungan tempat tinggal
dan apakah ada perbedaan dukungan
antara teman pria dan wanita subjek
yang dapat membantu remaja dalam
menyelesaikan masalahnya dengan
dukungan dari teman-teman sebaya
dan orang di sekitarnya.


13
DAFTAR PUSTAKA

Achir, Y. A. 1996. Mengenal &
Memahami Masalah Remaja.
J akarta : PT. Pustaka Antara.
Bedel, J .R & Lennox, S.S. 1994. Hand
Book For Communication & Problem
Solving Skills Training/ A Cognitive-
Behavioral Approach. Brisebane.
J ohn Wiley & Sons. Inc.
Chaplin, J .P. 1999. Kamus Lengkap
Psikologi. Edisi Ke-5. Terjemahan :
Kartini Kartono. J akarta : PT Raja
Grafindo Persada.
Davidoff, L. L. 1998. Psikologi Suatu
Pengantar. Edisi ke-2. Alih bahasa :
Soenardji. J akarta : Erlangga.
Dixon, D. N. & Glover, J . A. 1984.
Counseling : A problem-Solving
Approach. USA : J ohn Wiley &
Sons. Inc.
Gottlieb, B.H. 1983. Social Support
Strategies. Beverly Hills, CA : Sage
Publication, Inc.
Gunarsa, S.D., & Gunarsa, Y.D. 1995.
Psikologi Perkembangan Anak &
Remaja. J akarta : BPK Gunung
Mulia.
Hall, C.S., & Lindzey, G. 1985.
Introduction to Theories of
Personality. Alih bahasa : A. M.
Mangunharja. J akarta : Kanisius.
Haris, R. 1998. Introduction To Problem
Solving. www.Virtual Salt. Com.
Hurlock, E. B. 1949. Adolescent
Development. New York : Mac Graw
Hill Book. Co
Hurlock, E.B. 1993. Perkembangan
Anak Jilid I : Edisi Keenam. Alih
Bahasa : Tjandra .M & Zarkasih .M.
J akarta : Erlangga.
Kneeland, S. 1999. Essential : Solving
Problem. J akarta : Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia.
Lemme, B. H. 1994. Development in
Adulthood. Boston : Allyn & Bacon.

Lissner, Ivar Dr. 1980. Kebahagiaan :
Cara memperolehnya. New York :
Wath Tower bible and tract societi
Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja.
Surabaya : Usaha Nasional.
Monks, F.J ., Knoers, A.M.P., &
Haditono, S. R. 1999. Psikologi
Perkembangan. Yogyakarta : Gajah
Mada.
Mughni. 2002, Perbedaan Persepsi
Kemampuan Problem Solving
individu ruminatif. Skripsi (Tidak
diterbitkan). J akarta : Fakultas
PsikologiUniversitas Indonesia.
Mukhtar., Ardiyanti, N., &
Sulistiyaningsih, E. 2001. Konsep
Diri Remaja, J akarta : PT Rakasta
Semesta.
Munandar, A. S. 1996. Mengenal &
Memahami Masalah Remaja :
Remaja & Permasalahannya.
J akarta : Pustaka Antara.
Rogacion, M. R. 1996. Konseling
Sebaya Sebuah Gaya Hidup :
Tumbuh Bersama Sahabat 1.
Yogyakarta : Kanisius.
Santrock, J .W. 1998. Adolescent. Fourth
Edition. Dallas : Brown Publisher.
Sarwono, S.W. 1990. Psikologi Sosial :
Individu & Teori-teori Psikologi
Sosial. J akarta : Balai Pustaka.
Soesilowindradini, M. A. 1982. Psikologi
Perkembangan Masa Remaja.
Surabaya : Usaha Nasional.

Anda mungkin juga menyukai