ABSTRACT : This study aims to determine the relationship between social supports from peers with problem solving in adolescents. This research is expected to provide useful input for adolescents in order to solve the problem with the help of their peers so they can be more independent and also be ready to face many problems that will arise in the future. The hypothesis proposed is the relationship between social supports from peers with Problem Solving in Adolescents. This research was conducted using quantitative methods questionnaire namely the scale of social support and problem solving scale. The theory used is social support and problem solving. The subjects were male and female teenagers aged 15-18 years old adolescents attending SMAN 3 BOGOR located in J alan Bogor Pakuan No.4.Data were analyzed using product moment analysis technique of Spearman rho. The results reveal that there is no a significant relationship between social support from peers in problem solving in adolescents (r =-0.035; p =0.398, p>0.05). The hypothesis is rejected.
2 HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DARI TEMAN SEBAYA DENGAN PROBLEM SOLVING PADA REMAJA Anasatasia Retno Ayu Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dari teman sebaya dengan problem solving pada remaja. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi remaja agar dapat menyelesaikan masalahnya dengan bantuan dari teman sebayanya sehingga mereka dapat lebih mandiri dan juga selalu siap untuk menghadapi berbagai masalah yang akan timbul pada masa yang akan datang. Hipotesis yang diajukan adalah hubungan antara Dukungan Sosial dari teman sebaya dengan Problem Solving pada Remaja. Penelitian ini dilakukan metode kuantitatif yakni dengan memakai kuesioner yakni skala dukungan sosial dan skala problem solving. Teori yang dipakai adalah dukungan sosial dan problem solving. Subjek penelitian ini adalah adalah remaja pria dan wanita yang berusia 15-18 tahun remaja bersekolah di SMU Negeri 3 Bogor yang terletak di Jalan Pakuan No. 4, Kota Madya - Bogor, dan SMU YMIK yang terletak di Jalan Tebet Selatan No.7 Manggarai, Jakarta, dan SMK 2 Bogor yang terletak di Jalan Raya Pajajaran Bogor. Teknik analisis data menggunakan teknik analisa product moment dari Spearman rho. Hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dari teman sebaya dengan problem solving pada remaja (r = -0,035 ; p = 0,398; p>0,05). Hipotesisnya ditolak.
Kata kunci : Dukungan Sosial, Problem Solving.
PENDAHULUAN Setiap manusia mengalami perkembangan ke arah yang lebih sempurna. Salah satu tahap perkembangan dalam kehidupan manusia adalah masa remaja, yaitu masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari masa kanak- kanak ke masa dewasa. Para remaja biasanya menghadapi berbagai masalah dengan orang tua, guru, bahkan dengan sesama teman. Namun saat menghadapi masalah, mereka biasanya membicarakan masalahnya dengan teman sebayanya, karena merasa bahwa teman sebaya lebih dapat memahami masalah-masalah yang dihadapi, lebih peduli dan menghargainya. Pada masa remaja orang pasti ingin agar tugas tugas perkembangannya dapat dilakukannya dengan baik. Salah satunya adalah mencapai kemandirian dan perilaku sosial yang bertanggung jawab. Masa remaja ini biasanya juga menimbulkan konflik dengan orang sekitar karena remaja merasa dirinya sudah mulai dapat mengatasi masalahnya sendiri dan ingin dianggap dewasa. Tetapi pertanyaan yang sering diajukan remaja mengenai hubungan remaja dan orang tuanya adalah mengapa orang tua tidak dapat memahami remaja, mengapa orang tua
3 selalu curiga pada remaja dan mengapa orang tua mengganggap dirinya selalu benar? Komunikasi orang tua dengan remaja memang tidak selalu lancar. Kemacetan komunikasi sering terjadi karena sikap kedua belah pihak yang kurang akomodatif (menerima) antara yang satu terhadap yang lain (Achir, 1996). Mereka saling mencari teman sebaya karena memahami bahwa mereka dalam nasib yang sama (Monks dkk, 1996). Menurut Rogacion (1982), remaja umumnya lebih senang membicarakan masalah-masalah atau membicarakan sesuatu bersama teman-teman sebaya mereka, bukan bersama seseorang yang menempatkan diri pada posisi untuk menasihati atau mengatur kehidupan mereka. Banyak remaja yang berpendapat orang tua biasanya menganggap bahwa masalah yang dihadapi oleh remaja adalah masalah kecil atau kurang penting, hal itu mengakibatkan orang tua menjadi tidak serius menanggapi pembicaraan dari para remaja itu. Akhirnya dalam menyelesaikan masalahnya tersebut remaja lebih memilih teman sebaya untuk saling membantu dan memberikan dukungan (Mappiare, 1996). Dengan adanya keinginan untuk berkumpul dengan orang-orang yang berposisi sama dan dapat memahaminya maka pada masa remaja kecenderungan untuk menjadi anggota kelompok sebaya sangat kuat. Remaja menginginkan teman, menginginkan untuk dapat diterima sebagai anggota kelompok remaja yang kuat ikatan antar anggotanya (Munandar, 1996). Teman-teman di sekolah maupun di luar sekolah (tetangga atau teman seperkumpulan) dapat menjadi sumber yang justru menenangkan. Teman remaja dapat menjadi objek atau sasaran eksperimen dan kritik mereka sendiri secara fisik misalnya berkompetisi dalam olah raga, dan sebagainya atau secara mental, misalnya digoda, dikritik, diejek atau dibantu dalam pelajarannya, dalam menyelesaikan masalah pribadinya dan sebagainya (Munandar, 1996). Menurut beberapa ahli (dalam Shinta, 1995) dukungan sosial adalah adanya pemberian informasi baik secara verbal maupun non verbal, pemberian bantuan tingkah laku atau materi yang didapat dari hubungan sosial yang akrab atau hanya disimpulkan dari keberadaan mereka yang membuat individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai sehingga lebih lanjut bertujuan atau menguntungkan bagi individu yang menerima. Dukungan sosial dapat diartikan sebagai kenyamanan, perhatian, atau bantuan yang diterima individu dari orang lain, dimana orang lain disini bisa berarti individu secara perorangan ataupun kelompok.
4 Menurut Mappiare(1982), remaja berusaha menghadapi masalahnya dengan lebih matang.Langkah-langkah pemecahan masalah itu mengarahkan remaja pada tingkah laku yang lebih dapat menyesuaikan diri dalam banyak situasi lingkungan dan situasi perasaan diri sendiri. Menurut Chaplin (1999), proses yang tercakup dalam usaha menemukan urutan yang benar dari alternatif jawaban, mengarah pada satu sasaran atau ke arah pemecahan yang ideal adalah problem solving. Menurut Bedel & Lennox (1994), Problem solving adalah proses yang dapat membantu seseorang untuk menemukan apa yang mereka inginkan dan bagaimana mencapainya dengan cara yang paling efektif. Menurut peneliti para remaja pada saat berkumpul bersama-sama mereka melakukan banyak kegiatan, seperti melakukan pertandingan, menonton film, belajar bersama, dan terkadang membicarakan masalahnya maupun pengalamannya pada teman-temannya. Pada saat berkompetisi mereka memberikan dukungan kepada temannya agar menang dalam pertandingan, pada saat berkumpul mereka juga mau saling mendengarkan dan bercerita satu sama lain, biasanya pada saat bercerita tentang masalahnya teman diminta untuk membantunya menyelesaikan masalahnya atau hanya sekedar mendengarkan ceritanya, para remaja mendapatkan dukungan sosial dari teman sebayanya dengan banyak cara seperti beberapa yang sudah peneliti sebutkan sebelumnya. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara dukungan sosial dari teman sebaya dengan problem solving pada remaja?. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dari teman sebaya dengan problem solving pada remaja.
TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja adalah individu yang sedang mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa dan ditandai dengan kematangan biologis, seksual dan perkembangan kejiwaan, dan sosial ekonomisnya yang menjadi relatif lebih bebas, dan dengan batasan usia antara 12-21 tahun. Havinghurst (dalam Mukhtar dkk, 2001) menyatakan terdapat 10 tugas perkembangan yang harus dilalui remaja, yaitu : Mencapai hubungan yang lebih dewasa dengan teman sebaya ; laki-laki dan perempuan, Mencapai peran jenis kelamin sebagai laki-laki atau perempuan, Menerima keadaan jasmaninya dan menggunakan jasmaninya secara efektif. Mencapai kemandirian secara emosional dari ketergantungan pada orang tua maupun orang dewasa lainnya, Mencapai keyakinan akan kemandirian secara
5 ekonomi pada masa mendatang, Memilih dan mempersiapkan diri untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, Menyiapkan diri untuk perkawinan dan berkeluarga, Mengembangkan keterampilan dan konsep intelektual sebagai warga masyarakat, Menginginkan dan melakukan tindakan- tindakan yang secara sosial bertanggung jawab, Memilih seperangkat system tata nilai dan tata krama yang menuntun perilakunya Menurut Gunarsa & Gunarsa (1995), remaja mempunyai ciri umum sebagai berikut: kegelisahan, pertentangan, Ada keinginan besar untuk mencoba segala hal, dan untuk mencoba sering kali diarahkan pada diri sendiri maupun orang lain, keinginan menjelajah alam sekitar lebih luas pada remaja, menghayal dan berfantasi, aktivitas kelompok. Pendapat yang lain dikemukakan oleh Hurlock (dalam Achir, 1996) mengatakan bahwa remaja mempunyai ciri-ciri, senang berkumpul dengan teman sebaya dan remaja juga mempunyai keinginan untuk cepat mandiri. Menurut Soesilowidradini (1982) anak remaja merasa dia menghadapi masalah yang banyak sekali dan sukar untuk diselesaikan. Sebabnya ialah, karena dahulu dimasa kanak-kanak, dia selalu dibantu oleh orang tua dan guru- guru dalam menyelesaikan persoalan- persoalannya sekarang dia mengganggap orang tua dan gurunya terlalu tua akan mengerti pikiran dan perasaan-perasaannya untuk dapat membantu mereka. Beberapa masalah yang dihadapi oleh remaja adalah: a. Masalah yang berhubungan dengan keadaan jasmaninya. b. Masalah yang berhubungan dengan kebebasannya. c. Masalah berhubungan dengan nilai- nilai. d. Masalah berhubungan dengan peranan wanita dan pria. e. Masalah berhubungan dengan anggota dari lawan jenis. f. Masalah berhubungan dengan hubungan dengan masyarakat. g. Masalah berhubungan dengan jabatan. h. Masalah berhubungan dengan kemampuan. Dukungan Sosial dari Teman Sebaya Dukungan sosial adalah adanya pemberian informasi baik secara verbal maupun non verbal, pemberian bantuan tingkah laku atau materi yang didapat dari teman sebaya yang akrab atau keberadaan mereka yang membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dicintai, dimintai bantuan, dorongan dan penerimaan apabila individu mengalami kesulitan. Dukungan tersebut dapat datang dari jaringan sosial (teman, tetangga atau keluarga besar) yang selanjutnya disebut sebagai jaringan dukungan sosial, dimana salah satu bentuk dukungan sosial itu sendiri
6 adalah dukungan sosial dari teman sebaya, yaitu dukungan yang diterima dari teman sebaya yang berupa bantuan baik secara verbal maupun non verbal. Banyak ahli telah menguraikan beberapa bentuk dukungan sosial, diantaranya Gottlieb dan Weis. Menurut Gottlieb (1983) Dukungan sosial terbagai atas lima bentuk, yaitu : a. Dukungan Emosional (Emotional Support) b. Dukungan Penghargaan (Esteem Support) c. Dukungan Keterpaduan Sosial (Social Integration Support) d. Dukungan Instrumental (Instrumental Support) e. Dukungan Informasi (Informational Support) Cutrona & Orford, 1990 (dalan Shinta, 1995) merangkumnya menjadi lima dimensi fungsi dasar dari dukungan sosial, yaitu : dukungan materi, dukungan emosi, dukungan penghargaan, dukungan informasi, Integritas sosial. Sedangkan menurut Cohen dkk., (1985), ada empat dukungan sosial yang akan diukur, yaitu tangible support, appraisal support, self esteem support dan belonging support. Tangible support (misal : jika saya berada sejauh 10 mil dari rumah, ada seorang yang dapat saya hubungi untuk menjemput saya), appraisal support (misal: Paling tidak ada satu orang yang nasehatnya sangat saya percayai), self-esteem support (misal: kebanyakan orang yang saya tahu sangat memahami saya) dan belonging support (misal: ketika saya merasa kesepian, ada sejumlah orang yang dapat saya hubungi dan ajak bicara). Peer Group. Peer group dalam masa remaja adalah sekelompok individu yang terdiri dari beberapa anggota remaja yang kira-kira berumur sama, dan mulai menyadari akan hubungan sosial dan tekanan sosial dari teman-teman sebayanya. Pada masa remaja ini mereka juga mulai melepaska diri dari ketergantungan pada orang tuanya dan mulai melakukan proses sosialisasi dengan dunia yang lebih luas. Menurut Mappiare (1982) ada beberapa hal pribadi yang dapat membuat seseorang atau individu diterima dalam kelompok teman sebaya, yaitu : Penampilan (performance), Kemampuan pikir, Sikap, sifat, perasaan, Pribadi, Menurut Hurlock (dalam Mappiare, 1982) bahwa terdapat kelompok- kelompok yang terbentuk pada masa remaja :Chums (sahabat karib), Cliques (komplotan sahabat), Crowds, Kelompok yang diorganisir, Gangs . Problem Solving Problem solving adalah kemampuan dalam pemecahan masalah yang diantaranya adalah
7 usaha menemukan urutan yang benar dari alternatif jawaban, sehingga menggerakan kita agar lebih dekat dengan tujuan kita juga proses yang dapat membantu seseorang untuk menemukan apa yang mereka inginkan dan bagaimana mencapainya dengan cara yang paling efektif dengan cara merumuskan masalah, menyusun rencana tindakan, dan melaksanakan tindakan yang mengarah pada penyelesaian masalah. Menurut Haris (1998) terdapat beberapa komponen yang dapat membantu pemecahan masalah, yaitu: Eksplorasi masalah, Membuat tujuan, Membuat Ide, Pemilihan Ide, pelaksanaan, Evaluasi. Menurut Anderson, dkk (dalam Bedell & Lennox, 1999) berdasarkan pada konsep dan prosedur dari literature terapi keluarga, mereka mengembangkan 7 prinsip yang dipakai sebagai pedoman dalam problem solving yaitu : Masalah adalah alami, berfikir sebelum mengambil keputusan, Setiap masalah pasti dapat diselesaikan, Bertanggung jawab terhadap masalah, Memutuskan apa yang dapat dilakukan dan apa yang tidak dapat dilakukan, Tingkah laku yang akan kita lakukan tidak melanggar hukum dan dapat diterima oleh semua orang, Solusi harus sesuai dengan kemampuan dan kekuatan kita. Menurut Davidoff (1988) terdapat dua faktor yang mempengaruhi keterampilan seseorang dalam memecahkan masalah, yaitu hasil belajar sebelumnya dan derajat kewaspadaan. Beberapa hal yang menyebabkan kesulitan dalam menyelesaikan masalah menurut Dixon & Glover (1984) adalah: a. Beberapa orang mungkin tidak pernah belajar bagaimana menghadapi suatu masalah dengan dengan baik. b. Penyebab kedua adalah, orang tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka sudah memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi. c. Yang ketiga adalah dimana mereka kehilangan semangat untuk mengatasi masalahnya, dan berharap hanya dengan sedikit usaha saja ia dapat menemukan jalan keluarnya dibandingkan dengan menghadapi masalahnya secara effektif ia sudah biasa menghadapinya dengan ketidak berdayaan. d. Penyebab yang ke empat adalah karena adanya kecemasan yang berlebihan atau masalah emosi yang lain. Masa remaja menurut Sarwono (2001) adalah masa yang rentan terhadap berbagai masalah, karena pada masa remaja adalah masa peralihan seseorang dari masa anak- anak menuju masa dewasa, dan remaja
8 juga mulai mengalami perubahan fisik dan psikis. Beberapa penelitian juga telah menunjukan bahwa pada masa remaja juga kecenderungan untuk menjadi anggota kelompok teman sebaya sangat kuat. Remaja menginginkan teman, menginginkan sekali dapat diterima sebagai anggota kelompok kelompok remaja yang kuat ikatan antar anggotanya. Hurlock (dalam Mappiare,1983) berpendapat bahwa remaja dapat menghilangkan masalah atau keluh kesahnya, serta kekuatan yang ditimbulkan oleh emosi yang ada dengan cara mengungkapkan hal-hal tersebut kepada seseorang yang dapat dipercayanya. Menurut Hall & Lindzey (1985) bersama dengan teman sebaya, remaja merasakan kehadiran seseorang yang dapat mengerti serta memahami dirinya, sehingga remaja dapat menaruh kepercayaan yang besar terhadap seorang teman. Sedangkan menurut Santrock (1998) remaja memandang seorang sahabat sebagai seorang yang dapat diajak untuk berbagi masalah, untuk dapat mengerti serta memahami pikiran serta perasaan mereka, persahabatan dapat menimbulkan perasaan nyaman persahabatan dapat terbentuk karena adanya kesamaan antara individu yang telibat ataupun karena perbedaan. Menurut Lemme (1994) bahwa salah satu bentuk dukungan emosional yang diberikan oleh sahabat atau teman sebaya adalah penerimaan, selalu ada saat dibutuhkan, mendengarkan dengan penuh perhatian, mengerti perasaan teman dan membuat situasi nyaman dimana ia dapat mengatakan apa yang ingin dikatakannya. Berdasarkan dari pendapat beberapa ahli maka dapat terlihat bahwa remaja lebih memilih teman sebayanya untuk memecahkan masalahnya karena mereka merasa bahwa teman sebayanya dapat memahaminya dan remaja juga merasa bahwa teman sebaya mereka juga memiliki nasib yang sama dengan mereka,dan salah satu bentuk dukungan emosional yang diberikan oleh sahabat teman sebaya adalah penerimaan, selalu ada saat dibutuhkan, mendengarkan dengan penuh perhatian, mengerti perasaan teman dan membuat situasi nyaman dimana ia dapat mengatakan apa yang ingin dikatakannya. Oleh karenanya dapat kita simpulkan bahwa dengan bantuan teman sebayanya atau dengan dukungan dari teman sebayanya remaja juga dapat menyelesaikan masalahnya, juga terdapat hubungan yang cukup jelas mengapa remaja lebih memilih dukungan dari teman sebaya mereka untuk menyelesaikan masalahnya. Berdasarkan dari tinjauan pustaka diatas maka dapat ditarik hipotesis : Adanya hubungan yang
9 positif antara dukungan sosial dari teman sebaya dengan problem solving pada Remaja. Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima dari teman sebayanya semakin tinggi pula kemanpuan problem solvingnya, dan sebaliknya semakin rendah dukungan sosial yang diterima dari teman sebayanya maka semakin rendah kemampuan problem solvingnya.
METODE PENELITIAN Subyek dalam penelitian ini adalah remaja pria dan wanita yang berusia 15-18 tahun remaja bersekolah di SMU Negeri 3 Bogor yang terletak di J alan Pakuan No. 4 Kota Madya Bogor, dan SMU YMIK yang terletak di J alan Tebet Selatan No.7 Manggarai, J akarta. Serta SMK 2 Bogor yang terletak di J alan Raya Pajajaran Bogor. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan Skala Dukungan Sosial yang disusun oleh penulis dan Skala Problem Solving dalam jurnal penelitian Lyubomirsky, Tucker, Caldwell, Berg (1999) yang dikembangkan oleh Mughni (2002) Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Problem Solving Problem solving adalah proses yang tercakup didalam usaha menemukan urutan yang benar dari alternatif jawaban, sehingga menggerakan kita agar lebih dekat dengan pemecahan masalah dan proses yang dapat membantu seseorang untuk menemukan apa yang mereka inginkan dan bagaimana mencapainya dengan cara yang paling efektif dengan cara, merumuskan masalah, menyusun rencana tindakan, dan melaksanakan tindakan yang mengarah pada tujuan yang kita inginkan. Pengukuran problem solving menggunakan Skala problem solving, yang digunakan adalah skala yang disususn oleh Mughni (2002) dengan mengadaptasi jurnal hasil penelitian Lyubomirsky, Tucker, Caldwell & Berg (1999) dan komponen problem solving dari Haris (1998). yaitu eksplorasi masalah, membuat tujuan, pembuatan ide, pemilihan ide, pelaksanaan dan evaluasi. 2. Dukungan Sosial dari Teman Sebaya Dukungan Sosial dari Teman Sebaya adalah adanya pemberian informasi baik secara verbal maupun non verbal, pemberian bantuan tingkah laku atau materi yang didapat dari teman sebaya yang akrab atau keberadaan mereka yang membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dicintai, dimintai bantuan, dorongan dan penerimaan apabila individu mengalami kesulitan. Dukungan tersebut dapat datang dari jaringan sosial (teman, tetangga atau keluarga besar) yang selanjutnya disebut sebagai jaringan dukungan
10 sosial, dimana salah satu bentuk dukungan sosial itu sendiri adalah dukungan sosial dari teman sebaya, yaitu dukungan yang diterima dari teman sebaya yang berupa bantuan baik secara verbal maupun non verbal. Variabel diukur dengan menggunakan skala dukungan sosial teman sebaya yang disusun berdasarkan dimensi fungsi dukungan sosial dari Gottlieb (1999) yaitu, dukungan emosi, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi dan keterpaduan sosial. HASIL DAN ANALISIS Hasil yang didapatkan r sebesar 0.035 dengan p sebesar 0.398 (p > 0.01). hasil tersebut menunjukan ada hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial dari teman sebaya dengan problem solving. Dengan demikian maka hipotesis penelitian yang berbunyi ada hubungan positif antara dukungan sosial dari teman sebaya dengan problem solving ditolak, r sebesar 0.035 dengan p sebesar 0.398 (p > 0.01). hasil tersebut menunjukan ada hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial dari teman sebaya dengan problem solving. Dengan demikian maka hipotesis penelitian yang berbunyi ada hubungan positif antara dukungan sosial dari teman sebaya dengan problem solving ditolak. Tabel Korelasi skor Dukungan Sosial dari Teman sebaya dengan skor Problem Solving
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dari teman sebaya dengan problem solving pada remaja. Ada beberapa hal yang membuat remaja memilih untuk menyelesaikan msalahnya sendiri seperti yang diungkapkan oleh para tokoh berikut ini. Havinghurts (dalam Mukhtar dkk, 2001) yang mengatakan bahwa salah satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai kemandirian secara emosional dari ketergantungan pada orang tua maupun orang lain. Hal ini juga didukung oleh pendapat dari Garrison (dalam Soesilowindradini, 1982) bahwa salah satu tugas perkembangan remaja adalah mendapatkan kemampuan untuk berdiri sendiri dalam hal-hal yang berhubungan dengan ekonomi dan sosial. Berdasarkan jawaban-jawaban yang diberikan oleh subjek dalam angket penelitian menunjukan bahwa remaja memiliki kemampuan dalam
Dukungan Sosial dari Teman sebaya Problem Solving Dukungan Sosial Spearmans rho 1.000 -0.035 Teman Sebaya Sig. (1-tailed) . .398 N 56 56 Problem solving Spearmans rho -0.035 1 Sig. (1-tailed) 0.398 . N 56 56
11 memahami masalah, mengumpulkan informasi, mencari akar permasalahan dan membuat beberapa solusi pilihan, memilih solusi terbaik serta mewujudkan solusi masalah dengan cara yang efektif, dan menurut Kneeland (1999) hal ini juga merupakan faktor-faktor yang membuat remaja dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Berdasarkan penghitungan nilai perbandingan mean empirik dan mean hipotetik, menunjukan skor mean empirik dukungan sosial dan problem solving lebih tinggi dari skor mean hipotetik. Lebih lanjut dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel Mean Empirik dan Mean Hipotetik Variabel Mean Empirik Mean Hipotetik Std.Deviasi Dukungan Sosial dari Teman Sebaya 148.32 125 16.810 Problem solving 143.52 108 23.196
Dari tabel diatas diketahui bahwa dukungan sosial yang diperoleh subjek penelitian termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini dapat dilihat dari skor mean empirik skala dukungan sosial sebesar 148.32 lebih besar dari pada mean hipotetik ditambah dengan satu standar deviasi (125+16.810). Tingginya dukungan sosial yang dimiliki subjek dalam penelitian ini mungkin disebabkan karena remaja ingin mencapai hubungan yang lebih dewasa dengan teman sebaya, mencapai kemandirian secara emosional dari ketergantungan pada orang tua, menginginkan untuk melakukan tindakan-tindakan yang secara sosial bertanggung jawab, (Havinghurts dalam Mukhtar dkk, 2001) dan juga mendapatkan hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya (Garrison dalam Soesilowindradini, 1982) Tabel 8 juga menunjukan bahwa subjek memiliki kemampuan Problem solving yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari mean empirik skor problem solving (143,52) yang lebih tinggi dari mean hipotetik ditambah satu standar deviasi (108+23,196). Tingginya skor Problem solving subjek menandakan bahwa subjek penelitian memiliki kemampuan untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Menurut Davidof (1988) faktor- faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menyelesaikan masalahnya adalah hasil belajar sebelumnya dan derajat kewaspadaan yang baik. Pada penelitian ini bentuk engket yang digunakan adalah subjek diminta untuk menuliskan masalah dan menuliskan solusinya dan menggunakan pengalaman sebelumnya sehingga terjadi transfer positif. Dalam hal ini subjek penelitian merupakan remaja diasumsikan memiliki transfer positif yaitu menggunakan pengalaman sebelumnya dan derajat kewaspadaan dimana pada saat akan terjadi masalah remaja sudah
12 mulai dapat mengidentifikasikannya dan memungkinkan remaja untuk mengindarai masalah yang akan terjadi. Hal ini membuat para remaja dapat menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa memerlukan dukungan sosial dari teman sebaya. Berdasarkan dari beberapa solusi yang diberikan oleh subjek juga ada yang mengatakan pada saat menghadapi masalah remaja berdoa dan memohon petunjuk kepada Tuhan. Lissner (1980) mengemukakan adanya perbedaan pokok antara manusia dan hewan, yaitu bahwa manusia tidak puas hanya sekedar untuk tidur, makan dan menghangatkan tubuh saja. Manusia memiliki hasrat bawaan yang menarik perhatian yang dapat dinamakan kerohanian. Menurut Lissner pangkal semua peradaban dari jaman ke jaman adalah usaha untuk mencari Tuhan, karena itu jika manusia mau memikirkan pertanyaan apakah Tuhan itu ada berarti manusia tidak mengabaikan salah satu cirri dari kemanusiaan yakni kerohanian, sebuah kamus memberi batasan atau definisi dari Tuhan sebagai yang membuat dan menggendalikan jagad raya. Menurut Bibbley (dalam Argyle, 2000) seseorang menjadi percaya kepada Tuhan karena adanya dua macam pembelajaran dari lingkungan sosialnya yaitu, modelling dari kedua orang tuanya dan tingkah laku dari lingkungan yang memberikan dorongan untuk membuatnya lebih percaya. Seperti halnya yang dialami oleh para remaja pada saat mendapatkan masalah ada beberapa remaja yang berserah diri kepada Tuhan dengan cara banyak berdoa kepada Tuhan.
SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang sidnifikan antara dukungan sosial dari teman sebaya dengan problem solving pada remaja. Secara khusus berdasarkan perbandingan mean empirik dan mean hipotetik, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial dari teman sebaya pada subjek termasuk kategori tinggi dan kemampuan problem solving subjek juga tinggi Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1. Untuk Subjek penelitian disarankan untuk mempertahankan kemampuan problem solvingnya. 2. Untuk peneliti selanjutnya : Peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya mencari variabel lain missalnya lingkungan tempat tinggal dan apakah ada perbedaan dukungan antara teman pria dan wanita subjek yang dapat membantu remaja dalam menyelesaikan masalahnya dengan dukungan dari teman-teman sebaya dan orang di sekitarnya.
13 DAFTAR PUSTAKA
Achir, Y. A. 1996. Mengenal & Memahami Masalah Remaja. J akarta : PT. Pustaka Antara. Bedel, J .R & Lennox, S.S. 1994. Hand Book For Communication & Problem Solving Skills Training/ A Cognitive- Behavioral Approach. Brisebane. J ohn Wiley & Sons. Inc. Chaplin, J .P. 1999. Kamus Lengkap Psikologi. Edisi Ke-5. Terjemahan : Kartini Kartono. J akarta : PT Raja Grafindo Persada. Davidoff, L. L. 1998. Psikologi Suatu Pengantar. Edisi ke-2. Alih bahasa : Soenardji. J akarta : Erlangga. Dixon, D. N. & Glover, J . A. 1984. Counseling : A problem-Solving Approach. USA : J ohn Wiley & Sons. Inc. Gottlieb, B.H. 1983. Social Support Strategies. Beverly Hills, CA : Sage Publication, Inc. Gunarsa, S.D., & Gunarsa, Y.D. 1995. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. J akarta : BPK Gunung Mulia. Hall, C.S., & Lindzey, G. 1985. Introduction to Theories of Personality. Alih bahasa : A. M. Mangunharja. J akarta : Kanisius. Haris, R. 1998. Introduction To Problem Solving. www.Virtual Salt. Com. Hurlock, E. B. 1949. Adolescent Development. New York : Mac Graw Hill Book. Co Hurlock, E.B. 1993. Perkembangan Anak Jilid I : Edisi Keenam. Alih Bahasa : Tjandra .M & Zarkasih .M. J akarta : Erlangga. Kneeland, S. 1999. Essential : Solving Problem. J akarta : Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Lemme, B. H. 1994. Development in Adulthood. Boston : Allyn & Bacon.
Lissner, Ivar Dr. 1980. Kebahagiaan : Cara memperolehnya. New York : Wath Tower bible and tract societi Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional. Monks, F.J ., Knoers, A.M.P., & Haditono, S. R. 1999. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gajah Mada. Mughni. 2002, Perbedaan Persepsi Kemampuan Problem Solving individu ruminatif. Skripsi (Tidak diterbitkan). J akarta : Fakultas PsikologiUniversitas Indonesia. Mukhtar., Ardiyanti, N., & Sulistiyaningsih, E. 2001. Konsep Diri Remaja, J akarta : PT Rakasta Semesta. Munandar, A. S. 1996. Mengenal & Memahami Masalah Remaja : Remaja & Permasalahannya. J akarta : Pustaka Antara. Rogacion, M. R. 1996. Konseling Sebaya Sebuah Gaya Hidup : Tumbuh Bersama Sahabat 1. Yogyakarta : Kanisius. Santrock, J .W. 1998. Adolescent. Fourth Edition. Dallas : Brown Publisher. Sarwono, S.W. 1990. Psikologi Sosial : Individu & Teori-teori Psikologi Sosial. J akarta : Balai Pustaka. Soesilowindradini, M. A. 1982. Psikologi Perkembangan Masa Remaja. Surabaya : Usaha Nasional.