Anda di halaman 1dari 6

Tuntunan As-Sunnah Tentang

Tata Cara Mandi Janabah


:
Permasalahan thoharoh (bersuci) adalah permasalahan yang sangat penting. Oleh karena itu
pengetahuan tentangnya merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Sebab, pada sah dan tidaknya
thoharoh seseorang, bergantung sah dan tidaknya sholat orang tersebut. Rosululloh
Shollallohualaihi wa sallam- telah bersabda:


Sholat itu tidaklah akan diterima tanpa bersuci. (HR. Muslim)
Keadaan suci yang dituntut dari seorang hamba sebelum mengerjakan sholat mencakup suci dari
najis dan suci dari hadats baik besar maupun kecil.
Pada tulisan ini akan kami paparkan secara ringkas insya Alloh- tuntunan syariat Islam yang
sempurna dalam permasalahan bersuci dari hadats besar, mengingat banyaknya orang yang lalai
seputar permasalahan ini.
SEBAB-SEBAB DIWAJIBKANNYA MANDI
1. Keluarnya mani baik dari laki-laki ataupun perempuan, baik dalam keadaan terjaga
maupun tidur. Sebagaimana sabda Rosululloh -Shollallohualaihi wa sallam-:


Sesungguhnya mandi itu (diwajibkan) karena (keluarnya) air (mani). (HR. Muslim)
Hadits ini dengan jelas menyatakan bahwa keluarnya mani merupakan sebab wajibnya mandi
tanpa membedakan apakah keluarnya itu dalam keadaan terjaga atau tertidur.
Sebagian ulama mempersyaratkan adanya syahwat jika mani tersebut keluar dalam keadaan
terjaga. Akan tetapi yang rojih (kuat) tidak adanya syarat tersebut. Kapan saja didapati mani
keluar darinya maka wajib baginya mandi berdasarkan konteks hadits di atas.[1]
Adapun jika keluarnya mani ketika tidur maka telah diriwayatkan dari Ummi Salamah
radhiyallohu anha- berkata; bahwa ummu sulaim bertanya kepada Nabi Shollallohualaihi wa
sallam- :


Sesungguhnya Alloh itu tidak malu dari kebenaran, apakah wajib bagi wanita untuk mandi jika
dia ihtilam (mimpi basah)?
Beliau menjawab:


Ya, (wajib baginya mandi) jika melihat adanya air mani. (Muttafaqun alaih)
Dalam hadits ini Rosululloh Shollallohualaihi wa sallam- menjelaskan bahwa kewajiban mandi
jatuh pada seseorang yang ihtilam (mimpi basah) dan mendapatkan adanya air mani setelah
terjaga. Tidak dipersyaratkan bahwa dia teringat mimpi tersebut atau tidak. Cukup dengan
didapati mani yang seseorang itu yakin bahwa mani tersebut berasal darinya, diwajibkan baginya
mandi janabah.
Jadi keadaan seseorang yang bermimpi atau mendapatkan cairan selepas tidur ada tiga
macam:
Bermimpi dan mendapati mani pada pakaiannya, maka diwajibkan mandi padanya.
Bermimpi dan ketika bangun tidak mendapati cairan apa-apa, maka tidak wajib mandi
baginya.
Tidak ingat apakah mimpi atau tidak tapi mendapati mani pada pakaiannya, maka wajib
baginya mandi.
Kondisi ketiga inilah yang sering dipertanyakan orang, apakah wajib mandi atau tidak? Kondisi
ini sering terjadi pada seseorang yang tidur kelelahan habis kerja berat atau pada musim dingin.
Untuk bisa menghukumi apakah wajib mandi atau tidak seseorang harus mengetahui ciri-ciri
mani itu sendiri.
Imam Nawawi telah menjelaskan tentang ciri-ciri mani dalam perkataan beliau: Mani seorang
laki-laki dalam keadaan sehat berwarna putih, kental, keluar dengan memancar, keluar dengan
syahwat, dia merasakan kenikmatan ketika keluarnya. Kemudian jika telah keluar disusul rasa
lemas. Baunya seperti runjung korma yang mirip dengan bau adonan tepung. Apabila telah
kering baunya seperti telur. Inilah sifat-sifat mani. Terkadang sebagian sifat-sifat tersebut
tidak didapati padahal yang keluar itu adalah mani yang mewajibkan mandi. [Al-Majmu:
2/ 141]
Adapun mani wanita warnanya kekuningan dan tidak pekat. Keluarnya juga diiringi dengan
syahwat dan disusul denga rasa lemas.
Perlu ditegaskan bahwa tidak dipersyaratkan terkumpulnya semua ciri-ciri di atas sehingga
seseorang bisa menghukumi bahwa yang keluar itu mani, sebagaimana dijelaskan imam Nawawi
pada akhir perkataan beliau.
Sebagai contoh: seorang yang habis kerja berat dan mendapati setelah tidur cairan pada
celananya biasanya tidak didapati kekentalan ataupun warna putih pada cairan tersebut. Akan
tetapi dia mendapati bau yang khas dan yakin bukan bau kencing, maka dengan ini dia
menghukumi bahwa yang keluar itu mani.
Adapun jika yang keluar bukan mani, dengan melihat ciri-ciri yang ada, baik sifat maupun
baunya, maka tidak diwajibkan padanya mandi.
1. Jima (bersetubuh), walaupun tidak keluar mani ketika terjadi jima tersebut. Rosululloh
Shollallohualaihi wa sallam- bersabda:


Jika seorang laki-laki duduk di antara dua tangan dan kaki wanita (maksudnya: jima) dan
bertemu antara kelamin laki-laki dan perempuan maka telah wajib baginya untuk mandi. (HR.
Muslim dari Aisyah, datang juga dari Abu Huroiroh muttafaqun alaih dengan lafadz yang hampir
sama)
Pertemuan dua alat kelamin yang dimaksud dalam hadits adalah masuknya kepala dzakar ke
dalam kelamin perempuan.[ Lihat Majmu Syarhul Muhadzdzab (2/ 133)]
Masuk di dalam permasalahan ini jika si laki-laki memakai kondom. Tetap diwajibkan padanya
mandi karena tercakup dalam keumuman hadits Abu Huroiroh sebagaimana dirajihkan oleh
Syaikhuna Muhammad Hizam dan merupakan pendapat imam Nawawi.
1. Berhentinya haidh maupun nifas.
Berdasarkan hadits Aisyah radhiyallohu anha-: bahwa Rosululloh Shollallohualaihi wa
sallam- berkata kepada Fatimah bintu Abi Hubaisy:


Jika haidh mendatangimu maka tinggalkanlah sholat, dan apabila telah selesai (haidh
tersebut) maka mandilah kemudian sholatlah( HR Bukhory-Muslim)[2]
TATA CARA MANDI JANABAH
Pada mandi janabah ada dua rukun yang wajib untuk dilakukan, kapan saja kedua rukun ini tidak
terpenuhi maka mandinya tidak sah. Kedua rukun tersebut adalah:
1. Niat mandi janabah.
Berdasarkan hadits:


Seluruh amalan itu berdasar pada niatnya. (HR Bukhory-Muslim)
Oleh karena itu apabila seseorang junub kemudian mandi tanpa berniat mandi janabah maka
tidak sah mandinya dan hadats besar yang ada padanya belum terangkat.
1. Membasahi seluruh anggota tubuh dengan air. Apabila ada anggota tubuh yang tidak
terkena air maka mandinya tidak sah. Berdasarkan sabda Rosululloh Shollallohualaihi
wa sallam- kepada seseorang yang tidak ikut sholat bersama Rosululloh
Shollallohualaihi wa sallam- karena junub, maka beliau memberikan air kepadanya dan
berkata:


Pergilah dan siramkan air ini ke tubuhmu.(Muttafaq alaih dan lafadh ini di Bukhory)
Dari rukun ini kita pahami bahwa dengan cara apa saja seseorang mandi, maka mandinya sah
jika air mencapai seluruh anggota tubuhnya, baik itu dengan mengguyurkan air ataupun
dengan menceburkan diri ke sungai atau laut.
Jika kedua rukun telah terpenuhi maka mandi seseorang telah sah. Namun sebagai seorang sunny
tentunya menginginkan tata cara yang lebih sempurna daripada yang telah tersebut di atas. Hal
ini tidak lain dengan mencontoh tata cara mandi Rosululloh Shollallohualaihi wa sallam-.
Telah datang dalam permasalahan ini dua hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhory dan
Muslim:
Pertama: hadits Aisyah, dia berkata:
-

: -


Rosululloh biasanya jika mandi janabah, beliau memulai dengan mencuci kedua tangannya
pada riwayat yang lain: kedua telapak tangan tiga kali-, kemudian menyiramkan air dengan
tangan kanannya ke tangan kiri dan mencuci kemaluan dengannya, kemudian beliau wudhu
sebagaimana wudhunya ketika mau sholat, kemudian menciduk air dan menyisipkan jari-jari
tangannya ke poros rambut, sehingga ketika telah merasa bahwa air sudah mencapai (kulit
kepala), beliau mengguyurkan air ke kepala tiga kali, kemudian mengguyur seluruh badannya,
kemudian beliau mencuci kedua kakinya. (HR Bukhory-Muslim)
Kedua: hadits Maimunah. Hadits kedua ini pada asalnya hampir sama dengan hadits yang
pertama, kecuali pada beberapa kalimat yang berbeda, yaitu: disebutkannya bahwa Rosululloh
Shollallohualaihi wa sallam- setelah mencuci kemaluan dengan tangan kirinya, beliau
mengusapkan tangan kirinya itu ke tanah dan menggosokkannya. Juga disebutkan pada hadits ini
bahwa Rosululloh Shollallohualaihi wa sallam- menolak handuk yang diberikan Maimunah.
Dari kedua hadits di atas dapat kita perinci tentang tata cara mandi yang sesuai sunnah sebagai
berikut:
1. Mencuci tangan tiga kali.
2. Mencuci kemaluan dengan dengan tangan kiri dan tangan kanan yang mengguyurkan air.
3. Berwudhu seperti wudhu untuk sholat.
4. Mengambil air dan menyela-nyelai rambut dengannya sampai terasa bahwa air mencapai
kulit kepala dan merata.
Apabila dia memiliki jenggot, maka diwajibkan pula untuk menyela-nyelainya sehingga air
sampai pada kulit.
1. Mengguyur kepala tiga kali.
2. Mengguyur seluruh badan.
Para ulama juga menyebutkan bahwa menggosok badan juga termasuk yang disunnahkan karena
hal tersebut menambah bersih dan sempurnanya mandi seseorang.
1. Mencuci kedua kaki. Hal ini bisa dilakukan ketika wudhu sebagaimana hadits Aisyah,
atau setelah selesai semua baru mencuci kaki sebagaimana hadits Maimunah. [Lihat:
Fathul bari, hadits no. 249]
Adapun menyeka air dengan handuk, maka ini adalah perkara yang boleh. Sebab penolakan
Rosululloh Shollallohualaihi wa sallam- terhadap kain yang diberikan Maimunah tidaklah
berarti bahwa menyeka air selepas mandi terlarang. Bahkan Rosululloh sendiri telah
melakukannya, walaupun tidak dengan handuk, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits
Maimunah.
Inilah secara ringkas tata cara mandi yang dicontohkan oleh Rosululloh Shollallohualaihi wa
sallam- yang sepantasnya bagi setiap muslim untuk mengamalkannya.
Mungkin seseorang akan bertanya: Apakah tata cara ini berlaku juga bagi wanita?
Kita jawab: Bahwa syariat ini pada dasarnya berlaku bagi laki-laki dan perempuan kecuali bila
ada dalil yang menunjukkan adanya kekhususan pada salah satu dari keduanya.
Pada permasalahan kita ini, telah datang hadits dari Ummi Salamah bahwa dia bertanya kepada
Rosululloh: Wahai Rosululloh, saya seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku, apakah
aku urai (kepangan itu) untuk mandi janabah?
Rosululloh menjawab:


Tidak, akan tetapi cukup bagimu untuk menyiramkan air di kepalamu tiga kali siraman
kemudian mengguyurkan air ke badanmu, maka (dengan ini) engkau telah suci . [HR. Muslim:
330]
Hadits di atas menunjukkan bahwa apabila seseorang memiliki rambut yang dikepang maka
tidak wajib baginya untuk melepasnya ketika mandi janabah. Dengan syarat bahwa kepangan
tersebut tidak mencegah sampainya air ke kulit kepala. Apabila kepangan itu menghalangi maka
wajib untuk diurai sehingga air bisa mencapai kulit kepala. Inilah yang dipilih oleh jumhur
(mayoritas) ulama dan dirajihkan oleh: Syaikh bin Baz dan Muhamad bin Ibrohim. [Fatawa
lajnah: 5/ 320, Fathul Allam: 1/ 324]
Dari hadits di atas juga dipetik hukum bahwa rambut wanita yang panjang tidaklah wajib untuk
dibasahi ketika mandi. Sebab Rosululloh tidaklah memerintahkan dalam hadits tersebut untuk
mengurai kepangan, padahal jika keadaannya seperti ini kebanyakannya air tidak bisa mencapai
bagian dalam kepangan tersebut. Seandainya membasahi seluruh rambut itu wajib bagi wanita
maka tentu Rosululloh akan memerintahkan Ummu Salamah untuk mengurai rambutnya yang
dikepang. [Al-Mugniy: 1/ 301-302, Fathul Bari-Ibnu Rojab: 256]
Wallohu Alam, inilah yang bisa kami sajikan pada kesempatan ini, semoga bisa bermanfaat dan
diamalkan.

.
Ditulis Oleh: Abu Zakaria Irham Al-Jawiy
Darul Hadits, Sabtu 6 Rojab 1433
Semoga Alloh Menjaganya

[1] Ini adalah pendapat ibnu Hazm (Al-Muhalla: 173) dan dirajihkan oleh Syikhuna Muhammad
Hizam.
[2] Para ulama juga menyebutkan sebab- sebab lain yang dengannya seseorang diwajibkan
mandi, yaitu: ketika seseorang masuk islam dan ketika seseorang ingin menghadiri sholat jumat.
Sengaja Penulis tidak cantumkan karena diluar pokok pembahasan.

Anda mungkin juga menyukai