Anda di halaman 1dari 23

Tujuan Pembelajaran

1. Mahasiswa mengetahui ayat


penyebab kerusakan di bumi
2. Mahasiswa mengetahui
keanekaragaman hayati
3. Mahasiswa mengetahui klasifikasi, dan criteria ancaman
keanekaragaman hayati menurut IUCN dan penting criteria tersebut.

3.1. PENDAHULUAN
Allah SWT berfirman dalam Al

Artinya:
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mengetahui ayat
penyebab kerusakan di bumi
Mahasiswa mengetahui
keanekaragaman hayati
Mahasiswa mengetahui klasifikasi, dan criteria ancaman
keanekaragaman hayati menurut IUCN dan penting criteria tersebut.
PENDAHULUAN
Allah SWT berfirman dalam Al
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
ANCAMAN TERHADAP
KEANEKARAGAMAN HAYATI
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mengetahui ayat
penyebab kerusakan di bumi
Mahasiswa mengetahui
keanekaragaman hayati
Mahasiswa mengetahui klasifikasi, dan criteria ancaman
keanekaragaman hayati menurut IUCN dan penting criteria tersebut.
PENDAHULUAN
Allah SWT berfirman dalam Al
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
BAB III
ANCAMAN TERHADAP
KEANEKARAGAMAN HAYATI
48

Mahasiswa mengetahui ayat-ayat alquran yang terkait dengan
penyebab kerusakan di bumi
Mahasiswa mengetahui faktor-faktor yang mengancam
Mahasiswa mengetahui klasifikasi, dan criteria ancaman
keanekaragaman hayati menurut IUCN dan penting criteria tersebut.
Allah SWT berfirman dalam Al-quran sebagai berikut:
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
BAB III
ANCAMAN TERHADAP
KEANEKARAGAMAN HAYATI

ayat alquran yang terkait dengan
faktor yang mengancam
Mahasiswa mengetahui klasifikasi, dan criteria ancaman
keanekaragaman hayati menurut IUCN dan penting criteria tersebut.
quran sebagai berikut:
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
ANCAMAN TERHADAP
KEANEKARAGAMAN HAYATI
ayat alquran yang terkait dengan
faktor yang mengancam
Mahasiswa mengetahui klasifikasi, dan criteria ancaman
keanekaragaman hayati menurut IUCN dan penting criteria tersebut.
quran sebagai berikut:
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
KEANEKARAGAMAN HAYATI
ayat alquran yang terkait dengan
faktor yang mengancam
Mahasiswa mengetahui klasifikasi, dan criteria ancaman
keanekaragaman hayati menurut IUCN dan penting criteria tersebut.


Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)

perbuatan mereka, agar mereka kembali (k
Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana
kesudahan orang
orang-orang yang mempersekutukan (Allah).

Artinya:
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjala
mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam
binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan/kerusakan
(lingkungan)

3.2. DEFORESTRASI
Deforestrasi merupakan gambaran nyata dari perubahan lingkungan
global. Laju deforestrasi yang sangat tinggi di hutan
berdampak
hayati, banjir, dan degradasi tanah. Lebih lanjut, de
kehidupan serta integritas budaya dari masyarakat yang bergantung pada
hutan dan persediaan hasil hutan kayu dan non
mendatang.
Penggunaan istilah deforestrasi sangat beragam,
penting untuk memiliki
Bangsa (PBB) untuk pangan dan pertanian (Food and Agricultural
Organization
mendefinisikan deforestrasi.
perbuatan mereka, agar mereka kembali (k
Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah
orang yang mempersekutukan (Allah).
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjala
mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam
binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan/kerusakan
(lingkungan). (QS. Al-Baqorah
DEFORESTRASI
Deforestrasi merupakan gambaran nyata dari perubahan lingkungan
global. Laju deforestrasi yang sangat tinggi di hutan
berdampak besar terhadap perubahan iklim, punahnya keanekaragaman
hayati, banjir, dan degradasi tanah. Lebih lanjut, de
kehidupan serta integritas budaya dari masyarakat yang bergantung pada
hutan dan persediaan hasil hutan kayu dan non
mendatang.
Penggunaan istilah deforestrasi sangat beragam,
penting untuk memiliki
Bangsa (PBB) untuk pangan dan pertanian (Food and Agricultural
Organization - FAO) menggunakan dua parameter yang berbeda dalam
mendefinisikan deforestrasi.
perbuatan mereka, agar mereka kembali (k
Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana
orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah
orang yang mempersekutukan (Allah).
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjala
mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam
binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan/kerusakan
Baqorah :205
DEFORESTRASI DAN DEGRADASI
Deforestrasi merupakan gambaran nyata dari perubahan lingkungan
global. Laju deforestrasi yang sangat tinggi di hutan
besar terhadap perubahan iklim, punahnya keanekaragaman
hayati, banjir, dan degradasi tanah. Lebih lanjut, de
kehidupan serta integritas budaya dari masyarakat yang bergantung pada
hutan dan persediaan hasil hutan kayu dan non
Penggunaan istilah deforestrasi sangat beragam,
penting untuk memiliki definisi yang tepat. Badan
Bangsa (PBB) untuk pangan dan pertanian (Food and Agricultural
FAO) menggunakan dua parameter yang berbeda dalam
mendefinisikan deforestrasi. Pertam
49
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah
Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana
orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah
orang yang mempersekutukan (Allah). (QS Ar Rum : 41
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjala
mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam
binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan/kerusakan
:205)
DEGRADASI HUTAN
Deforestrasi merupakan gambaran nyata dari perubahan lingkungan
global. Laju deforestrasi yang sangat tinggi di hutan
besar terhadap perubahan iklim, punahnya keanekaragaman
hayati, banjir, dan degradasi tanah. Lebih lanjut, de
kehidupan serta integritas budaya dari masyarakat yang bergantung pada
hutan dan persediaan hasil hutan kayu dan non
Penggunaan istilah deforestrasi sangat beragam,
definisi yang tepat. Badan
Bangsa (PBB) untuk pangan dan pertanian (Food and Agricultural
FAO) menggunakan dua parameter yang berbeda dalam
Pertama, berdasarkan penggunaan lahan
e jalan yang benar). Katakanlah
Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana
orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah
(QS Ar Rum : 41
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk
mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-
binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan/kerusakan
HUTAN
Deforestrasi merupakan gambaran nyata dari perubahan lingkungan
global. Laju deforestrasi yang sangat tinggi di hutan-hutan tropis telah
besar terhadap perubahan iklim, punahnya keanekaragaman
hayati, banjir, dan degradasi tanah. Lebih lanjut, deforestrasi mengancam
kehidupan serta integritas budaya dari masyarakat yang bergantung pada
hutan dan persediaan hasil hutan kayu dan non-kayu untuk generasi
Penggunaan istilah deforestrasi sangat beragam,
definisi yang tepat. Badan Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) untuk pangan dan pertanian (Food and Agricultural
FAO) menggunakan dua parameter yang berbeda dalam
, berdasarkan penggunaan lahan
e jalan yang benar). Katakanlah
Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana
orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah
(QS Ar Rum : 41-42)
n di bumi untuk
-tanaman dan
binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan/kerusakan
Deforestrasi merupakan gambaran nyata dari perubahan lingkungan
hutan tropis telah
besar terhadap perubahan iklim, punahnya keanekaragaman
forestrasi mengancam
kehidupan serta integritas budaya dari masyarakat yang bergantung pada
kayu untuk generasi
oleh sebab itu
erserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) untuk pangan dan pertanian (Food and Agricultural
FAO) menggunakan dua parameter yang berbeda dalam
, berdasarkan penggunaan lahan
e jalan yang benar). Katakanlah:
Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana
orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah

n di bumi untuk
tanaman dan
binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan/kerusakan
Deforestrasi merupakan gambaran nyata dari perubahan lingkungan
hutan tropis telah
besar terhadap perubahan iklim, punahnya keanekaragaman
forestrasi mengancam
kehidupan serta integritas budaya dari masyarakat yang bergantung pada
kayu untuk generasi
oleh sebab itu
erserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) untuk pangan dan pertanian (Food and Agricultural
FAO) menggunakan dua parameter yang berbeda dalam
, berdasarkan penggunaan lahan,

30
deforestrasi didefinisikan sebagai konversi lahan hutan untuk kepentingan
lain. Kedua, berdasarkan tutupan tajuk, deforestrasi didefinisikan sebagai
penurunan jangka panjang tutupan tajuk di bawah ambang 10 persen.
Hasilnya, degradasi hutan yang besar dapat terjadi sebelum melewati
ambang deforestrasi tersebut.kegiatan pembalakan hutan yang selektif
biasanya tidak langsung mengurangi penutupan kanopi sampai batas
tersebut, yang akhirnya menyebabkan degradasi hutan, bukan deforestrasi.
Umumnya, deforestrasi merupakan perubahan penggunaan lahan yang lebih
drastic, biasanya ditandai dengan penggudulan hutan dan konversi hutan
menjadi lahan alternative, kebanykan menjadi lahan pertanian. Namun
demikian, degradasi hutan seringkali dapat menjadi deforestrasi melalui
berbagai cara misalnya, kegiatan pembalakan hutan member akses lebih
mudah bagi para petani. Deforestrasi dapat juga terjadi karena pembukaan
lahan untuk pertambangan terbuka, pemakaran kota dan lainnya.

3.2.1. Penyebab langsung deforestrasi dan degradasi hutan
1. Ekspansi pertanian
Aktivitas pertanian yang menyebabkan terjadinya pembukaan dan
konversi hutan, termasuk pembangunan lahan pertanian permanen,
perladangan berpindah, dan pengembalaan ternak. Ekspansi lahan
pertanian umumnya menjadi contributor dominan dari
deforestrasi.perladangan berpindah tidak terlalu merusak
dibandingkan kegiatan pertanian lainnya, karena pertumbuhan
kembali vegetasi dan suksesi hutan sekunder setelahnya, namun hal
ini dapat terjadi hanya pada kawasan dengan kepadatan penduduk
pedesaan yang sangat rendah sehingga dapat terjadi pembiaran lahan

31
dalam waktu yang lama. Penyebab langsung yang dapat memicu
keputusan untuk mengkonversi lahan hutan adalah:
Kondisi lingkungan yang mendukung (misalnya hutan di
daerah yang memiiliki drainase dan kesuburan tanah yang
baik, akan cenderung dikonversi menjadi lahan pertanian)
Harga produk pertanian yang tinggi (produksi semakin
menguntungkan, maka semakin banyak pembukaan lahan);
Biaya yang rendah (biaya rendah untuk pembukaan hutan,
sehingga semakin banyak deforestrasi)
Perubahan demografi ( misalnya, pertumbuhan populasi dan
populasi penduduk pedesaan yang lebih tinggi dapat
meningkatkan deforestrasi).
Kaimowitz dan Angelsen (1998) menyimpulkan bahwa ekspansi
pertanian merupakan sumber utama deforestrasi. Di Indonesia,
konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit adalah contributor
yang paling signifikan. Harga minyak sawit mentah (crude palm oil
CPO) yang cukup tinggi memicu ekspansi kawasan untuk ditanami
kelapa sawit. Deforestrasi lebih banyak dipicu oleh industry
pertanian skala besar daripada pertanian skala kecil. Dalam decade
terkahir saja, lahan yang dijadikan perkebunan kelapa sawit telah
meningkat tiga kali lipat, dan di tahun 2005-2006 total lahan
untukperkebunan kelapa sawit adalah 5.6 juta hektar
2. Ekstraksi Kayu
Ekstraksi kayu merupakan penyabab intra sektoral utama dari
degradasi hutan, yang dapat merambat ke terjadinya
deforestrasi,baik secara langsung maupun tidak langsung. Kayu
diambil dari hutan untuk keperluan kayu gelondongan, bubur kertas,

32
kayu arang dan kayu bakar. Ekstraksi kayu yang tidak terkontrol dan
tidak mematuhi aturan, baik legal maupun ilegal, seringkali memicu
degradasi hutan dan secara tidaklangsung menyebabkan deforestrasi.
Pembangunan jalan untuk logging,juga seringkali memicu
deforestrasi karena memberikan akses bagiimigrasi dan konversi
hutan menjadi areal pertanian- di daerah-daerah yang aturan
kepemilikannya tidak jelas atau kurang ditegakkan. Kegiatan
penebangan hutan yang tidak dilaksanakan dengan baik akan
menyisakan limbah dalamjumlah yang sangat besar dan mudah
terbakar, sehingga menjadikan hutan rentan terhadap api yang
berasal pembukaan lahan untuk kegiatan komersial ataupun
pertanian.
3. Pembangunan infrastruktur
Hutan dapat dibuka untuk pembangunan jalan raya, pemukiman,
fasilitas public, saluran pipa,pertmabngan terbuka,bnedungan
hidroelektrik dan berbagai infrastruktur lain. Tidak satu pun dari
aktivitas ini menjadi penyebab utama degradasi dalam skalabesar
dalam kaitannya dengan besarnya arealhutan yang dibuka. Namun
secara tidak langsung, pembanguna jalan raya dan infrastruktur
berkontribusi paling besar terhadap deforestrasi. Halini terjadi bukan
karena luas jalan yang dibangun, namun karena turunnya ongkos
transportasi, yang pada gilirannya memungkinkan terjadinya
aktivitas produktif di daerah yang terpencil.

3.2.2. Penyebab tak langsung dari deforestrasi dan degradasi hutan
1. Faktor-faktor ekonomi mikro

33
Para bisnismen yang menanggapi kekuatan pasar pada umumnya
akan membuka lahan untuk mengakomodasi permintaan yang
meningkat terhadap produk-produk yang dapat dibudidayakan di
lahan hutan yang dikonversi. Pertumbuhan ekonomi dapat
meningkatkan deforestrasi pada tahap awal pembangunan ekonomi,
dimana hutan ditebang untukproduksi komoditas pertanian. Dalam
tahapan akhir pembangunan ekonomi, tekanan terhadap hutan dapat
berkurang karena produksi pertanian menjadilebih intensif, sector
jasa meningkat pangsanya dalam perekonomian dan permintaan
akan produk dan jasa hutan meningkat, membuat tanah hutan lebih
berharga. Faktor-faktor ekonomimikro lainnya yang berpotensi
untuk mempengaruhi deforestrasi adalah utang luar negeri,kebijakan
nilaikurs mata uang asing dan kebijakan perdagangan yang
mengatur sector-sektor terkait dengan deforestrasi dan degradasi
hutan. Namun, pengaruh dari kebijakan-kebijakn ini terhadaphutan
sangat bervariasi. Sebagai contoh,devaluasi dan depresiasi mata
uang akan merangsang ekspor dan dampak deforestrsai tergantung
pada apakah tanaman uang diekspor cocok untuk dibudidayakan
pada lahan hutan yng ditebang tersebut.
2. Faktor tata kelola
Tata kelola memainkan peran penting dalam menentukan nasib
hutan. Deforestrai dan degradasi hutan bisa diakibatkan dari efek
kombinasi kepemilikan lahan hutan dan lembaga, yang pada
gilirannya, menentukan insentif yang mengarah pada eksploitasi
yang berlebihan.
Sehubungan dengan kepemilikan lahan lahan, deforestrasi dan
degradasi hutan dapat terjadi sebagai akibat dari minimnya definisi

34
hak kepemilikan, termasuk di dalamnya sistem yang member ijin
deforestrasi dengan adanya kepemilikan.ketika hak-hak kepemilikan
lahan itu ambigu, tumpang tindih atau lemah, insentif
untukkeuntungan berinvestasi dalamjangka panjang dari sumberdaya
alamjuga lemah.
Pengambilan keputusan yang tidak transparan mengenai alokasi atau
konversi sumberdaya hutan Negara, dan terkait perilaku mencari
sewa, adalah faktor penting kedua yang mendorong deforestrasi dan
degradasi hutan. Hukum, peraturan dan yuridiksi antar sektoral yang
ambigu atau tumpang tindih, serta kebingunan yang disebabkan oleh
sistem desentralisasi yang tidaklengkap, semua ini member
kesempatan bagi pengusaha untuk mengeksploitasi daerah abu-abu
untukmenghindari kebijkan-kebijakan perlindungan hutan.
Demikian pula, elit ekonomi dan politik nasional sering
menggunakan posisi kekuasan mereka untuk meningkatkan control
ekonomi terhadap sumberdaya hutan dan menyebabkan eksploitasi
yang tidak lestari. Perusahaan kayu dan pabrik pengelolaannya yang
memiliki hubungan dekat dengan pejabat pemerintah dan militer
seringkali dapat memperoleh akses yang diinginkan terhadap
konsesi pembalakan yang bernilai ekonomi tinggi dan hutan
tanaman/perkebunan, dan untuk mendapatkan porsi sewa ekonomi
yang signifikan yang terkait dengan halini. Meluasnya korupsi pada
semua level di banyak negar penghasil hutan umumnya
memungkinkan actor politik dan perusahaan yang kuat untuk
berperilaku dengan tingkat akuntabilitas public yang sangat rendah.
Hal lain yang mempengaruhi nasib hutan adalah faktor tata kelola
hutan, yaitu hukum kehutanan yang tidak tepat dan kapasista

33
penegakan hukum yang lebih. Hukum kehutanan sering
menganggap kegiatan hutan yang lestari sebagai hal yang illegal,
sementara pada saat yang sama memperlakukan kegaitan yang tidak
lestari sebagai hal yang lestari. Colchester dkk. (2006) menemukan
bahwa undang-undang kehutanan cenderung menilai sumber
pendapatan bagi masyarakat miskin yang berbasis hutan sebagai
praktek illegal, sementara undang-undang di luar sector kehutanan
yang melindungi hak-hak komunitas hutan seringkali lemah, ambigu
dan diabaikan. Pada saat yang sama, hukum kehutanan telah
terbukti lemah dalam menangani kejahatan hutan dalam skala besar.
Di Indonesia, upaya mengejar dan menuntur individu dan perusahan
yang tersangkut kasus-kasu pembalakan liar dan pemabakaran telah
gagal.


3.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI
KEANEKARAGAMAN HAYATI
Kekayaan sumberdaya hayati Indonesia saat ini diperkiraan sedang
mengalami penurunan dan kerusakan. Krisis keanekaragaman hayati ini bisa
disebabkan oleh berbagai faktor, yang satu dengan yang lainnya saling
berkaitan. Faktor-faktor ini dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu
faktor teknis dan faktor struktural. Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut:
1. Faktor Teknis
Ada 3 (tiga) aspek yang masuk kedalam kategori faktor teknis yaitu
kegiatan manusia, teknologi yang digunakan, dan kondisi alam itu

36
sendiri. Ketiga aspek ini diperkirakan mampu menimbulkan kerusakan
dan kepunahan keanekaragaman hayati seperti yang diuraikan berikut ini:
a. Faktor kegiatan Manusia
1. Kesadaran, pemahaman dan kepedulian yang rendah.
Sebagian lapisan masyarakat kurang memiliki kesadaran dan
pemahaman tentang makna penting keanekaragaman hayati
bagi kehidupan sehari-hari maupun sebagai aset
pembangunan. Ketidaktahuan ini menimbulkan sikap tidak
peduli yang mengarah pada perusakan keanekaragaman
hayati.
2. Pemanfaatan berlebih
Pemanfaatan sumber daya sering dilakukan tanpa
mempertimbangkan daya dukung lingkungan.
Banyak sumberdaya hutan, perikanan dan satwa liar
dieksploitasi secara berlebihan. Banyak kelangkaan
disebabkan oleh perburuan, untuk mendapatkan gading
gajah, cula badak, burung nuri, cenderawasih, dll.
Pengambilan gaharu yang berlebihan mengurangi populasi
alami, hingga para pemburu gaharu harus mencari lebih jauh
ke dalam hutan.
3. Pemungutan dan perdagangan ilegal: Contoh jelas tentang
hal ini adalah penebangan liar, serta perdagangan flora dan
fauna, yang dilindungi maupun yang tidak, juga marak di
Indonesia.
4. Konversi habitat alami
Diperkirakan sekitar 20-70% habitat alami Indonesia sudah
rusak (Bappenas, 1993). Hal ini terjadi terutama karena

37
konversi habitat alami untuk berbagai kepentingan
pembangunan. Misalnya, degradasi hutan mangrove untuk
dikonversi menjadi tambak, lahan pertanian, pemukiman,
pelabuhan dan industri, seperti yang umum terjadi di pesisir
timur Sumatera, pantai utara Jawa, dan Sulawesi Selatan.
5. Monokulturisme dalam budidaya dan pemanfaatan
Pola monokultur ini mengarah pada ketidakseimbangan dan
akhirnya menimbulkan keterancaman spesies serta erosi
keanekaragaman genetik. Spesies yang diketahui nilai
ekonomi pasarnya dieksploitasi secara berlebih, dan upaya
budidayanya dilakukan. Sementara spesies yang dianggap
tidak punya nilai ekonomi dibiarkan terancam punah tanpa
ada upaya budidaya.
Pertanian dan kehutanan modern cenderung monokultur,
menggunakan pupuk dan pestisida untuk mendapat hasil
sebesar-besarnya. Hutan tanaman industri (HTI)
memprioritaskan tanaman-tanaman eksotik (dari luar) yang
dapat dipanen dengan cepat, seperti acaccia mangium,
eucalyptus sp, sehingga menggususr jenis lokal dan
mengubah ekosistem hutan secara drastis.
6. Tekanan penduduk
Indonesia merupakan negara terpadat keempat di dunia
dengan populasi mencapai 240 juta orang pada tahun 2013,
untuk penghidupannya, jumlah penduduk yang tinggi ini
memerlukan dukungan sandang, pangan, papan serta ruang
untuk beraktivitas. Hampir semua daya dukung ini berasal
dari alam yang berkaitan sangat erat dengan Kehati. Pola

38
pemanfaatan yang tidak bijaksana akan ancaman bagi
kelestarian keanekaragaman hayati.
7. Kemiskinan dan keserakahan
Kualitas sumber daya manusia (SDM) yang masih rendah,
merupakan ancaman bagi kelestarian keanekaragaman
hayati (KLH, 2002). Kualitas SDM yang rendah ini
merupakan salah satu penyebab tingginya tingkat
kemiskinan di Negara ini. Tekanan jumlah dan kualitas
penduduk ini akan semakin mengancan keanekaragaman
hayati laut dan pesisir. Demikian pula, karena tingkat
kemiskinan tertinggi biasanya terdapat di pedesaan, maka
tekanan pada sumber daya alam pasti akan meningkat,
Namun, sebenarnya perusakan keanekaragaman hayati yang
disebabkan oleh kemiskinan lebih kecil dibandingkan
dengan perusakan yang terjadi akibat keserakahan beberapa
pihak yang mengeksploitasi sumber daya alam demi
keuntungan semata. Sikap serakah inilah yang menjurus
pada gejala tangkap lebih di beberapa perairan laut,
penebangan berlebih yang resmi maupun ilegal,
penyelundupan flora dan fauna yang dilindungi serta
konversi habitat alami untuk proyek-proyek pembangunan
ekonomi.
8. Penanaman jenis invasif (invasive species)
Jenis invasif merupakan salah satu bahaya yang mengancam
keanekaragaman hayati. Flora dan fauna yang bersifat
invasif umumnya masuk ke Indonesia dengan sengaja atau
tidak dari luar negeri atau dari area yang bakan habitatnya.

39
Sebagai contoh adalah keberadaan enceg gondok, awal
mulanya digunakan sebagai tumbuhan hias, namun pada
kenyataannya tumbuhan perairain ini telah menggangu
ekosistem perairan air tawar Indonesia, beberapa flora dan
fauna asli tidak dapat bersaing hidupberdampingan dengan
dominasi enceng gondok. Kondisi yang sama terjadi
terhadap keberadaan tumbuhan akasia (akasia nilotica) yang
berda di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur yang pada
awalnya digunakan untuk mencegah kebakaran secara
perlahan telah mendominasi sehingga kebaradaan banteng
(Bos sondaicus) di taman nasional tersebut populasinya
menurun karena kesulitan dalammencari pakan. Contoh lain
adalah tumbuhan Merremia peltata (mantangan) yang
menyerang kawasan Taman Nasional Bukit BArisan
Selatan, Sumatra tumbuah invasive ini telah menguabh jalur
gajah menyebabkan gjah terjebak oleh tumbuhan invasif. Di
Indonesia diketahui ada 2.809 jenis invasive, yaitu mulai
dari jamur, bakteri, virus, ikan arachina, burung, mamalia,
insekta dan muluska serta tumbuahn, seperti ditunujukkan
pada gambar berikut:


60


b. Pemilihan Teknologi
Beberapa jenis teknologi, teknik dan alat untuk pemanfaatan
keanekaragaman hayati dapat menimbulkan kerusakan pada ekosisem.
Sebagai contoh:
Jenis alat yang diketahui merusak habitat sumber daya hayati
pesisir adalah penggunaan alat pengumpul ikan, bahan peledak,
bahan beracun dan pukat harimau. Sebagai ilustrasi, pukat udang
dengan lebar 20 meter mampu menggerus dasar laut seluas 1
km2 dalam waktu 1 jam. Tingkat kerusakan ini melebihi tingkat
kerusakan yang ditimbulkan oleh gelombang.
Di bidang pertanian, teknologi pertanian yang intensif, misalnya
revolusi hijau (untuk padi) dan revolusi biru (untuk
pertambakan udang) telah mengubah cara budidaya polikultur
yang kaya spesies dan kultivar dengan budidaya monokultur.
Seperti disebutkan diatas, pola monokultur ini mengarah pada

61
ketidakseimbangan dan akhirnya menimbulkan keterancaman
spesies serta erosi keanekaragaman genetik.
Di laut, sumber pencemaran adalah tumpahan minyak dari
kapal, dan kegiatan industri. Sedangkan diperairan tawar,
sumber pencemar kebanyakan dari limbah kegiatan industri dan
rumah tangga.
c. Faktor Alam
Salah satu faktor alam yang bisa mempengaruhi kerusakan dan
penyusutan keanekaragaman hayati ialah perubahan iklim global.
Perubahan iklim global, yang disebabkan antara lain oleh pemanasan
global, mempunyai pengaruh pada sistem hidrologi bumi, yang pada
gilirannya berdampak pada struktur dan fungsi ekosistem alami dan
penghidupan manusia. Beberapa tahun terakhir ini, perubahan iklim
telah berdampak pada pertanian, ketahanan pangan, kesehatan
manusia dan permukiman manusia, lingkungan, termasuk sumber
daya air dan keanekaragaman hayati. Dampak yang mudah terlihat
adalah frekuensi dan skala banjir dan musim kering yang panjang,
yang terjadi di banyak bagian dunia, termasuk Indonesia.


2. Faktor Struktural
Ada dua akar persoalan atau masalah struktural. Pertama, paradigm
pembangunan yang dianut oleh pemerintah selama era 1970-an hingga
1990-an dan kedua, belum terbentuk tata kelola (governance) yang baik.
Paradigma pembangunan dimasa lalu belum mempertimbangkan
kepentingan pengelolaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.
Pemerintah memandang keanekaragaman hayati sebagai sumber daya

62
yang berharga untuk dilikuidasi dalam rangka perolehan devisa,
percepatan pertumbuhan ekonomi serta diversifikasi basis perekonomian.
Dengan kata lain, pemanfaatan keanekaragaman hayati dilakukan dengan
prinsip keruk habis, jual murah dan jual mentah. Oleh sebab itu,
kerusakan dan kepunahan keanekaragaman hayati meningkat seiring
dengan melajunya pertumbuhan ekonomi. Pemanfaatan dan pengelolaan
Kehati yang lestari dan berkelanjutan memerlukan tata kelola (good
governance) yang baik. Tata kelola yang baik dicirikan oleh pemerintah
yang bersih, bertanggung gugat, representatif dan demokratis. (KLH,
2002). Kedua pangkal persoalan tersebut menimbulkan masalah
struktural di bawah ini:
a. Kebijakan Eksploitatif, Sentralistik, Sektoral dan Tidak
Partisipatif
Paradigma pertumbuhan ekonomi mendorong pemerintah untuk
melakukan sentralisasi pelaksanaan pembangunan dan
penguasaan sumber daya untuk pembangunan, termasuk sumber
daya alam (Barber, 1996).
b. Sistem Kelembagaan yang Lemah
Indonesia belum mempunyai sistem yang kuat dan efektif untuk
pengelolaan keanekaragaman hayati. Akibatnya, perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan pengelolaan lestari
keanekaragaman hayati belum terpadu. Pengelolaan
keanekaragaman hayati dilakukan oleh berbagai lembaga tanpa
mempunyai wewenang hukum yang jelas. Koordinasi dan
integrasi program di antara para pengelola amat lemah, salah
satunya karena tidak ada arahan nasional yang kuat dan diakui
yang mendasari perencanaan setiap sektor. Akibatnya keputusan

63
yang dibuat sering parsial, seperti yang telah diuraikan di atas,
dan bahkan keputusan satu sektor bisa bertentangan dengan
sektor lainnya (Wetlands Indonesia Programme, 2003).
Kelemahan di segi kelembagaan juga mempengaruhi koordinasi
pelaksanaan kewajiban terhadap berbagai konvensi internasional,
misalnya KKH, Konvensi Ramsar dan CITES. Koordinasi dan
integrasi program di antara para pengelola amat lemah, salah
satunya karena tidak ada arahan nasional yang kuat dan diakui
yang mendasari perencanaan setiap sektor. Akibatnya keputusan
yang dibuat sering parsial, seperti yang telah diuraikan di atas,
dan bahkan keputusan satu sektor bisa bertentangan dengan
sektor lainnya (Wetlands Indonesia Programme, 2003).
c. Sistem dan penegakan hukum yang lemah
Pengelolaan keanekaragaman hayati secara lestari sulit terjadi
karena sistem dan instrumen hukum yang ada masih lemah.
Lembaga penegakan hukum sering tidak memahami substansi
hukum yang terkaitan dengan keanekaragaman hayati. Sistem
judisial juga belum profesional dan otonom sehingga
menyulitkan penegakan hukum. Semuanya ini diperparah oleh
keterbatasan dana, sumber daya manusia serta infrastruktur yang
memadai untuk penegakan hukum (KLH, 2002). Karena
perumusan kebijakan sering tidak melibatkan partisipasi publik,
kalangan masyarakat tidak mengetahui adanya kebijakan
tersebut, sehingga tidak dapat membantu penegakannya. Lebih
jauh, kadang-kadang aparat di daerah tidak mengetahui atau tidak
peduli dengan kebijakan yang telah dibuat di pusat. Dan yang
terakhir, banyak kebijakan berbeda dari hukum adat yang berlaku

64
di masyarakat sehingga kadang-kadang sulit diterima oleh
masyarakat.
Faktor-faktor diatas telah mengakibatkan kerusakan ekosistem
keanekaragaman hayati, penurunan ukuran populasi serta meningkatkan
kelangkaan species di alam bahwa menuju kepunahan. Spesies yang rentan
terhadap kepunahan adalah spesies yang:
- Sebaran geografi yang sempit
- Jumlah populasinya sedikit
- Ukuran populasinya menurun
- Kepadatan populasi rendah
- Memerlukan daerah jelajah yang luas
- Hewan dengan ukuran tubuh besar
- Kemampuan menyebar yang lemah
- Bermigrasi musiman (tergantung pada 2 atau lebih habitat yang
berlainan)
- Variasi genetik rendah
- Memerlukan habitat khusus
- Hanya dijumpai pada lingkungan utuh stabil
- Membentuk kelompok, permanen atau sementara
- Terisolasi atau belum pernah kontak dengan manusia
- Diburu atau dipanen manusia
- Berkerabat dekat dengan spesies yang telah punah
Konvensi internasional yang mengatur perdagangan antar Negara tentang
species-species satwa dan tumbuhan yang terancam punah, yaitu CITES
(Convention on International Trade in Endangered species of Wild Flora
dan Fauna) mengelompokkan status tumbuhan dan satwa liar yang
diperdagangkan menjadi beberapa kelompok, yaitu:

63
a. Appendix I, yaitu Memuat daftar dan melindungi seluruh spesies
tumbuhan dan satwa liar yang terancam dari segala bentuk
perdagangan internasional secara komersial.
b. Appendix II, yaitu Memuat daftar dari spesies yang tidak terancam
kepunahan, tetapi mungkin akan terancam punah apabila
perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.
c. Appendix III, yaitu memuat daftar spesies tumbuhan dan satwa liar
yang telah dilindungi di suatu negara tertentu dalam batas-batas
kawasan habitatnya, dan memberikan pilihan (option) bagi negara-
negara anggota CITES bila suatu saat akan dipertimbangkan untuk
dimasukkan ke Appendix II, bahkan mungkin ke Appendix I.

3.4. KATEGORI IUCN UNTUK SPESIES TERANCAM
KEPUNAHAN
Menurut Red Data Booksnya, IUCN telah memperkenalkan
pengkatagorian spesies yang terancam kepunahan berdasarkan status
ekologis dan besarnya ancaman yang diterima spesies tersebut. Hubungan
kategori keterancaman dan proses dalam penentuan kategori
keterancamannya dapat dilihat pada Gambar 3.1 Berikut ini adalah
pengkategorian species menurut IUCN:
1. PUNAH Extinc (EX) Suatu taxon dikatakan punah jika tidak ada
keraguan lagi bahwa individu terakhir telah mati.
2. PUNAH DI ALAM Extinct in the wild (EW) Suatu taxon dikatakan
punah di alam jika dengan pasti diketahui bahwa taxon tersebut
hanya hidup di penangkaran, atau hidup di alam sebagai hasil
pelepasan kembali di luar daerah sebaran aslinya. Suatu taxon
dianggap punah di alam jika telah dilakukan survai menyeluruh di

66
daerah sebarannya atau di daerah yang memiliki potensi sebagai
daerah sebarannya di alam, survai dilakukan pada waktu yang tepat,
dan survai tersebut gagal menemukan individu taxon tersebut.
Survai harus dilakukan sepanjang siklus hidup taxon tersebut.
3. KRITIS Critically Endangered (CR) Suatu taxon dikatakan kritis
jika taxon tersebut menghadapi resiko kepunahan sangat tinggi di
alam
4. GENTING Endangered (EN) Suatu taxon dikatakan genting jika
taxon tersebut tidak termasuk kategori kritis saat menghadapi resiko
kepunahan sangat tinggi di alam dalam waktu dekat
5. RENTAN Vulnerable (VU) Suatu taxon dikatakan rentan jika taxon
tersebut tidak termasuk kategori kritis atau genting tetapi
menghadapi resiko kepunahan tinggi di alam
6. KEBERADAANNYA TERGANTUNG PADA AKSI
KONSERVASI Conservation Dependent (CD). Untuk dianggap
sebagai CD suatu taxon harus merupakan focus dari program
konservasi jenis atau habitat yang secara langsung mempengaruhi
taxon yang dimaksud.
7. RESIKO RENDAH Low Risk (LR). Suatu takson dikatakan resiko
rendah jika setelah dievaluasi ternyata taxon tersebut tidak layak
dikategorikan dalam kritis, genting dan rentan, Conservation
Dependent dan Data Deficient. Kategori ini dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu: (i) taxon yang nyaris memenuhi syarat untuk dikatakan
terancam punah (Near-Threatened), (ii) taxon yang tidak begitu
menjadi perhatian, (iii) taxon yang saat ini jumlahnya besar tetapi
memiliki peluang yang sangat kecil untuk punah di masa depan

67
8. KURANG DATA Data Deficient (DD). Suatu taxon dikatakan
kekurangan data jika informasi yang diperlukan, baik sifatnya
langsung maupun tidak langsung, untuk menelaah resiko kepunahan
taxon dimaksud berdasarkan distribusi atau status tidak memadai.
Taxon dalam kategori ini mungkin telah banyak dipelajari aspek
biologinya, tetapi data kelimpahan dan atau distribusinya masih
kurang. Berdasarkan hal tersebut DD tidak dapat dimasukkan ke
dalam kategori terancam punah atau beresiko kecil. Dengan
memasukkan taxon ke dalam kategori ini menunjukkan bahwa
informasi tentang taxon tersebut sangat diperlukan
9. TIDAK DIEVALUASI Not Evaluated (NE). Suatu taxon dikatakan
tidak dievaluasi jika taxon tersebut tidak dinilai berdasarkan kriteria
di atas.
Persatuan Konservasi Dunia (The World Conservation Union,
IUCN) menerbitkan sebuah buku dengan nama Dartar Merah ini terancam
satu demi satu. Daftar Merah ini direvisi setiap 2 tahun sejak 1986 oleh
Pusat Monitor Konservasi Dunia (World Conservation Monitoring Centre),
bersama jaringan kelompok khusus dari Komisi Ketahanan Spesies (Spesies
Survival Commission Spesial Groups) IUCN, untuk lebih detail silahkan
kunjungi website nya di http:iucn.org.
Menurut Daftar Merah IUCN edisi 1990, terdapat 4.452 spesies
satwa yang terancam punah. Kelas satwa dengan jumlah spesies terbesar
yang terancam adalah serangga (1.083 spesies) dan burung (1.029). disusul
ikan (713), mamalia (507), kerang-kerangan (409), reptillia (169), karang
(154), cacing anelida (139), krustasea (126), dan amfibia (57). Sedangkan
Tumbuhan yang terancam di Asia mencapai 6.608 spesies, eropa tanpa
Jerman 2.677, Amerika Tengah dan utara 5.747, Amerika Selatan 2.061,

68
Oceania 2.673 dan Afrika 3.308. jumlah yang sebenarnya di lapangan
bahkan bisa lebih banyak dari itu.





















Gambar 3.1. Hubungan antar kategori keterancaman menurut IUCN. Diagram di
atas menunjukkan proses suatu jenis bagi penentuan kategori status
keterancaman.
Kategori kritis, genting, dan rentan, sebagai kategori yang perlu
mendapatkan perhatian utama berdasarkan penjelasan yang diuraikan dalam
SEMUA
Kurang Data Data Deficient
Tidak Dievaluasi Not
Punah di alam /Extinct in the
Kritis/ Critically Endangered
Genting Endangered
Rentan Vulnerable
Mendekati Terancam Punah
Near-Threatened
Jenis kurang yang
Diperhatikan Least Concern
Dievaluasi
Resiko Rendah Low Risk
(LR).
Data
Punah/Extinct

Kategori Terancam/
Threatened
Categories.


69
masing-masing kategori tersebut di atas, maka peluang keterancamannya
lebih lanjut digambarkan pada Gambar 3.2. Selanjutnya kriteria kritis,
genting dan rentan tersebut di atas masing-masing diidentifikasi berdasarkan
batasan penjabaran dalam tabel berikut :

Tabel 2. Batasan Kategori Terancam Punah Dari IUCN
Kriteria Kritis Genting Rentan
A. Penurunan
Tajam

> 80% selama 10
tahun atau 3
generasi
> 50% selama 10
tahun atau 3
generasi
>50% selama 20
tahun atau 5 generasi
B. Daerah
Sebaran yang
sempit

Luas daerah
sebaran <100 km
2
.
Luas daerah yang
ditempati <10 km
2
.
Luas daerah
sebaran <5.000 km
2

Luas daerah yang
ditempati <500 km
2

Luas daerah sebaran
<20.000 km
2
.
Luas daerah yang
ditempati <2.000 km
2

C. Populasi
Kecil
<250 individu
dewasa.
<2.500 individu
dewasa.
<10.000 individu
dewasa.
D1. Populasi
Sangat Kecil
<50 individu
dewasa.
<250 individu
dewasa.
<1.000 individu
dewasa.
D2. Daerah
Sebaran Sangat
Kecil
-

-

<100 km2 atau 5
lokasi

E.
Kemungkinan
Punah
Memiliki peluang
untuk punah <50%
dalam kurun waktu
5 tahun
Memiliki peluang
untuk punah >20%
dalam kurun waktu
20 tahun
Memiliki peluang
untuk punah 10%
dalam kurun waktu
100 tahun



70

Gambar 3.2. Besarnya peluang suatu jenis untuk punah berdasarkan kategori
ancaman menurut IUCN.

Kriteria menurut IUCN ini penting untuk:
1. Perencanaan konservasi informasi species penting untuk aksi
konservasi dan identifikasi secara global lokasi untuk konservasi yang
meliputi area tanaman penting, area burung penting burung, are
biodiversitas kunci dan alliance untuk lokasi zero kepunahan
2. Pembuatan keputusan pengaruh keputusan konservasi pada beberapa
skala, dari penilaian dampak laingkungan sampai perjanjian-perjanjian
lingkungan intrnasional.
3. Monitoring mengindikasikan ststus terbaru species dan menunjukkan
trend resiko kepunahan mereka sampai kemajuan perjlanan kedepan
biodiversitas.

Anda mungkin juga menyukai