Anda di halaman 1dari 6

DEMINERALISASI

Tujuan: untuk membandingkan air PDAM Pondok Candra Waru-Sidoarjo, air softener,
dan air proses demineralisasi dengan parameter pH, P-Alkalinitas, M-Alkalinitas,
Turbidity, Total Dissolved Solid (TDS), Ca-Hardness, dan Total Hardness serta
dibandingkan dengan standard air pengisi ketel.
Pengolahan ini menggunakan resin penukar ion dengan maksud agar ion - ion garam yang
terlarut dalam air dapat diganti hingga diperoleh air yang sesuai untuk boiler. Penukar ion
dapat dibagi menjadi :
Pelunakan air, yang dibagi atas :
1. Pelunakan sederhana
2. Pelunakan dengan dealkilasi
Demineralisasi dengan ion exchanger (resin) ini bertujuan menghilangkan zat padat terlarut
di dalam air (dan zat cair lainnya) sehingga banyak diterapkan untuk memurnikan air
(purification), tidak sekadar penjernihan (clarification).
Tahap Demineralisasi
Dalam paparan ringkas di bawah ini disampaikan empat tahap proses demineralisasi.
1. Tahap operasi (service, layanan)
Umumnya air baku mengalir dari atas ke bawah (downflow). Pada artikel ini disisipkan
juga sebuah unit tipikal demineralisasi dengan dua media (two bed demineralizer).
2. Tahap cuci (backwash)
Kalau kemampuan resin berkurang banyak atau habis maka tahap pencucian perlu
dilaksanakan. Air bersih dialirkan dari bawah ke atas (upflow) agar memecah sumbatan
pada resin, melepaskan padatan halus yang terperangkap di dalamnya lalu melepaskan
jebakan gas di dalam resin dan pelapisan ulang resin.
3. Tahap regenerasi
Tujuan tahap ini adalah mengganti ion yang terjerat resin dengan ion yang semula ada di
dalam media resin dan mengembalikan kapasitas tukar resin ke tingkat awal atau ke
tingkat yang diinginkan. Operasi regenerasi dilaksanakan dengan mengalirkan larutan
regeneran dari atas resin. Ada empat tahap dalam regenerasi, yaitu backwahing untuk
membersihkan media resin (tahap dua di atas), memasukkan regeneran, slow rinse untuk
mendorong regeneran ke media resin, fast rinse untuk menghilangkan sisa regeneran dari
resin dan ion yang tak diinginkan ke saluran pembuangan (disposal point).
4. Tahap bilas (fast rinse)
Air berkecepatan tinggi membilas partikulat di dalam media resin, juga ion kalsium dan
magnesium ke pembuangan dan untuk menghilangkan sisa-sisa larutan regenerasi yang
terperangkap di dalam resin. Pembilasan dilakukan dengan air bersih aliran ke bawah.
Setelah tahap ini, proses kembali ke awal (tahap service).
- Berdasarkan ketujuh analisa yang dilakukan dari ketiga sampel air yaitu air PDAM, air
softener, dan air demineralisasi hasil paling baik untuk semua parameter adalah air
demineralisasi. Sedangkan air softener lebih baik dari pada air PDAM.
- Air softener tidak layak digunakan untuk air pengisi ketel, karena untuk parameter total
hardness standard air softener tidak terpenuhi. Sedangkan untuk parameter pH, TDS,
turbidity, M-alkalinitas, P-alkalinitas, dan Ca-hardness, standard air softener terpenuhi.
- Air demineralisasi tidak layak digunakan untuk air pengisi ketel karena untuk parameter
total hardness standard air demineralisasi tidak terpenuhi. Sedangkan untuk parameter pH,
TDS, turbidity, M-alkalinitas, P-alkalinitas dan Ca-hardness, standard air demineralisasi
terpenuhi.
MenghitungCa-Hardness
Hardness =

B
f 1000,9 A

Dimana:
A = volume titran EDTA yang digunakan
B = volume sampel (yang belum diencerkan
f = faktor perbedaan antara kadar larutan EDTA 0,01M menurutstandarisasi
dengan CaCO
3
(f<1)
1000.9 = ekuivalensi antara 1 ml EDTA 0,01 M dan 1 mg kesadahan sebagai CaCO
3
Menghitung Nilai M-Alkalinitas
Alkalinitas =
C
B x A
x 1000 x 50,4
Dimana:
A = ml asam H
2
SO
4

B = normality asam (biasanya = 0,05 N)
C = ml sampel
50,4 = (berat molekul)/2 atau berat ekivalen CaCO
3
JARTEST
Tujuan percobaan Jar test ini adalah :
1. Untuk menganalisa dan menentukan besarnya nilai parameter pH, TDS, TSS, TS, Ca
Hardness, Total Hardness, P-alkalinity, dan M-alkalinity dari sampel air Sungai Darmokali
sebelum dan sesudah proses pengolahan air
2. untuk mengetahui pengaruh penambahan dosis koagulan dan mengetahui dosis optimum
penambahan koagulan
3. Untuk membandingkan hasil pengolahan air dengan metode jar test dan metode sand filter
Jar test adalah suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis optimal koagulan
yang digunakan pada proses pengolahan air bersih. Jar Test merupakan rangkaian sederhana
untuk proses koagulasi, flokuIasi dan sedimentasi. Prinsip kerja jar test adalah membuat air
limbah bergerak berputar searah, sehingga padatan yang tercampur dalam cairan limbah
akan bergerak searah. Perputaran tersebut dilakukan dengan 2 kecepatan yaitu kecepatan
tinggi yang digunakan untuk memisahkan partikel dengan cairan dan kecepatan lambat
digunakan untuk membentuk flok-flok.
Prinsip Jar Test
Suatu larutan koloidal yang mengandung partikel partikel kecil dan koloid dapat
dianggap stabil, bila :
1. Partikel partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu yang pendek
(beberapa jam).
2. Partikel partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi partikel yang
lebih besar dan berat, karena muatan elektris pada permukaan partikel-partikel adalah
setanda (biasanya negative), sehingga ada repuisi elektrostatis antara partikel satu
dengan lainnya
Dengan pembubuhan flokulan seperti disebutkan diatas, maka stabilitas tersebut akan
terganggu karena :
Sebagian kecil tawas tinggal terlarut dalam air, molekul molekul ini dapat menempel
pada permukaan koloid dan mengubah muatan elektrisnya karena sebagian molekul Al
bermuatan positif sedangkan koloid biasanya bermuatan negative ( pada pH 5-8 ).
Sebagian besar tawas tidak terlarut dan akan mengendap sebagai flok Al(OH)
3
yang
dapat mengurung koloid dan membawanya ke bawah. Proses ini umumnya paling
efisien.
Kegunaan Jar test :
Bagi operator instalasi; membantu dalam mengoptimalisasi proses-proses koagulasi, flokulasi,
dan penjernihan.
Bagi ahli teknik ( engineer ); membantu dalam merancang bangunan IPA yang baru
atau memperbaiki instalasi yang ada.
Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid padatan tersuspensi termasuk
bakteri dan virus, dengan suatu koagulan.
Faktorfaktor yang mempengaruhi koagulasi :
1. Pemilihan bahan kimia
Pemilihan koagulan dan koagulan pembantu, merupakan suatu program lanjutan dari
percobaan dan evaluasi yang biasanya menggunakan Jar test. Seorang operator dalam pengetesan
untuk memilih bahan kimia, biasanya dilakukan di laboratorium. Untuk melaksanakan pemilihan
bahan kimia, perlu pemeriksaan terhadap karakteristik air baku yang akan diolah yaitu : suhu, pH,
alkalinitas, kekeruhan, warna
2. Penentuan dosis optimum koagulan
Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan harus ditentukan. Dosis
optimum mungkin bervariasi sesuai dengan karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di dalam air
baku, tetapi biasanya dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat tertentu dimana
terjadi perubahan kekeruhan yang drastis (waktu musim hujan/banjir) perlu penentuan dosis
optimum berulang-ulang.
3. Penentuan pH optimum
Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air, disebabkan oleh
reaksi hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah diterangkan di atas. Koagulasi optimum
bagaimanapun juga akan berlangsung pada nilai pH tertentu (pH optimum), dimana pH optimum
harus ditetapkan dengan jar-test.
Koagulan merupakan bahan kimia yang dibutuhkan untuk membantu proses pengendapan
partikel partikel kecil yang tidak dapat mengendap dengan sendirinya ( secara grafitasi ).
Jenis-jenis koagulan ; Alumunium sulfat (Al
2
(SO
4
)
3
.14H
2
O), Sodium aluminate ( NaAlO
2
),
Ferrous sulfate ( FeSO
4
.7H
2
O ), Chlorinated copperas, Ferrie sulfate ( Fe
2
(SO
4
)
3
), Ferrie
chloride ( FeCl
3
.6H
2
O). Jenis koagulan aid diantaranya PAC ( poly alumunium chloride ),
Karbon aktif, Activated silica, Bentonic clay
Flokulasi merupakan proses pembentukan flok, yang pada dasarnya merupakan
pengelompokan/ aglomerasi antara partikel dengan koagulan (menggunakan proses
pengadukan lambat atau slow mixing), Proses pengikatan partikel koloid oleh flokulan.
Flokulan merupakan senyawa yang digunakan untuk membentuk senyawa dari polutan yang
mudah mengendap dan atau senyawa yang mempunyai ukuran yang lebih besar dengan
suatu reaksi kimia. Flokulan yang biasanya digunakan dalam proses flokulasi adalah tawas
(Al2(SO4)3, kapur (CaO), dan polyaluminium chloride (PAC).
Variabel Yang Digunakan
Air Sungai Darmokali
Koagulasi Waktu pengadukan = 10 menit
Kecepatan putar = 160 rpm
Flokulasi Waktu pengadukan = 20 menit
Kecepatan putar = 10 rpm
Dosis penambahan Poly Ethylene = 5 ppm, 10 ppm dan 120 ppm.
Dosis penambahan PAC (Polyaluminium Chloride) = 3 ml untuk konsentrasi (1:10)
KESIMPULAN :
1. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan untuk parameter pH didapatkan dosis optimum
koagulan poly ethylene yaitu 20 ppm. Dan untuk nilai persen removel pH cenderung
mengalami kenaikan serta nilai pH cenderung mengalami penurunan dan kenaikan, Hal
ini tidak sesuai dengan literatur.
2. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan untuk parameter P-alkalinity didapatkan dosis
optimum koagulan poly ethylene yaitu 5 ppm. Dan untuk nilai persen removel P-alkalinity
cenderung mengalami penurunan serta nilai P-alkalinity cenderung mengalami
penurunan, Hal ini sesuai dengan literatur.
3. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan untuk parameter M-alkalinity didapatkan dosis
optimum koagulan poly ethylene yaitu 20 ppm. Dan untuk nilai persen removel M-
alkalinity cenderung mengalami penurunan serta nilai M-alkalinity cenderung
mengalami kenaikan, Hal ini sesuai dengan literatur.
4. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan untuk parameter Ca hardness didapatkan dosis
optimum koagulan poly ethylene yaitu 20 ppm. Dan untuk nilai persen removel Ca
hardness cenderung mengalami kenaikan dan penurunan serta nilai Ca hardness
cenderung mengalami penurunan dan kenaikan, Hal ini tidak sesuai dengan literatur.
5. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan untuk parameter total hardness didapatkan
dosis optimum koagulan poly ethylene yaitu 5 ppm. Dan untuk nilai persen removel total
hardness cenderung mengalami kenaikan serta nilai total hardness cenderung mengalami
penurunan, Hal ini sesuai dengan literatur.
6. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan untuk parameter Turbidity didapatkan dosis
optimum koagulan poly ethylene yaitu 10 ppm. Dan untuk nilai persen removel Turbidity
cenderung mengalami penurunan serta nilai Turbidity cenderung mengalami kenaikan,
Hal ini sesuai dengan literatur.
7. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan untuk parameter TDS didapatkan dosis
optimum koagulan poly ethylene yaitu 20 ppm. Dan untuk nilai persen removel TDS
cenderung mengalami penurunan serta nilai TDS cenderung mengalami kenaikan, Hal ini
sesuai dengan literatur.
8. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan untuk parameter TSS didapatkan dosis optimum
koagulan poly ethylene yaitu 5 ppm. Dan untuk nilai TSS cenderung mengalami kenaikan,
Hal ini sesuai dengan literatur.
9. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan untuk parameter waktu sedimentasi didapatkan
dosis optimum koagulan poly ethylene yaitu 18 ppm. Dan untuk nilai waktu sendimentasi
cenderung mengalami penurunan. Menurut literatur bentuk partikel sampel adalah pasir
halus.
Menghitung TSS
TSS penambahan PAC dengan konsentrasi 1:10 sebanyak 3 ml + Poli Etilen 5 ppm
TSS =
vol.sampel
sisax1000 mg

Menghitung TS
TS penambahan PAC 3 ml + Poli Etilen 5 ppm
TS = TDS + TSS
Menghitung % removel
Rumus :
sebelum
sesudah sebelum
x 100 %

COOLING WATER
Alkalinitas (mg CaCO
3
/l) = A x
C
B
x 1000 x 50,4
Alkalinitas (mek/l) =
C
A
x B x 1000
Hardness = 1,0009 x
B
A
x 1000 x f
Jurnal : Aplikasi Teknologi 3D-TRASAR Pada Sistem Pendingin Sekunder RSG-GAS
Oleh : Santosa Pujiarta, Sukmanto Dibyo (PTRKN) volume sistem pendingin
sekunder cukup besar yakni 2668.166 m
3
, sehingga respon 3D-TRASAR terhadap
treatment ini perlu waktu beberapa saat. Akan tetapi bagaimanapun juga sistem
otomatis secara on-line ini akan memberikan hasil yang lebih baik. Penggunaan
sistem 3D-TRASAR lebih menguntungkan daripada sistem konvensional yang
dilakukan saat ini. Hal ini untuk menjaga dan mempertahankan kehandalan sistem
pendingin sekunder, dengan adanya pengendalian secara otomatis dari 3D-TRASAR
diharapkan pemakaian bahan kimia menjadi lebih optimal dan efisien serta usia
komponen-komponennya menjadi lebih tahan lama. Pada prinsipnya otomatisasi
pengendalian sistem kimia air pendingin sekunder RSG-GAS dapat dilakukan. Namun
demikian, dalam hal ini operator masih perlu mengevaluasi dan mengontrol
peralatan yang terpasang di waktu tertentu, meskipun sistem telah bekerja secara
otomatis. Penggunaan sistem 3D-TRASAR lebih baik dibanding metoda konvensional
yang ada saat ini.
Dari percobaan analisa Cooling Water dan Make Up water yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan hasil analisa parameter yang telah dilakukan, Make Up Water pada sampel
PT.Smart, Tbk untuk parameter M-alkalinitas yaitu 50,4 mg CaCO
3
/l tidak sesuai dengan
standart baku mutu JRA GL02-1994 yang menyatakan bahwa M-alkalinitas untuk Make Up
Water adalah maksimal 50 mg CaCO
3
/l. Sedangkan parameter yang lainnya telah sesuai
dengan standart baku mutu untuk Make Up Water berdasarkan JRA GL02-1994 dan control
limit PT. Petrokimia.
2. Berdasarkan hasil analisa parameter yang telah dilakukan, Cooling Water pada sampel PT.
Smart, Tbk untuk parameter M-alkalinitas yaitu sebesar 176,4 mg CaCO
3
/l tidak sesuai
dengan standart baku mutu JRA GL02-1994 yang menyatakan bahwa M-Alkalinitas untuk
Cooling Water adalah 100 mg CaCO
3
/l. Sedangkan parameter yang lainnya telah sesuai
dengan standart baku mutu untuk Cooling Water berdasarkan JRA GL02-1994 dan control
limit PT. Petrokimia.
3. Berdasarkan hasil analisa parameter yang telah dilakukan, Make Up Water pada sampel
Hotel Inna Simpang untuk parameter M-alkalinitas yaitu 126 mg CaCO
3
/l tidak sesuai dengan
standart baku mutu JRA GL02-1994 yang menyatakan bahwa M-alkalinitas untuk Make Up
Water adalah maksimal 50 mg CaCO
3
/l. Sedangkan parameter yang lainnya telah sesuai
dengan standart baku mutu untuk Make Up Water berdasarkan JRA GL02-1994 dan control
limit PT. Petrokimia.
4. Berdasarkan hasil analisa parameter yang telah dilakukan, Cooling Water pada sampel Hotel
Inna Simpang yaitu untuk parameter pH, M-alkalinitas yaitu 8,4 ; 100,8 mg CaCO
3
/l tidak
sesuai dengan standart baku mutu JRA GL02-1994 yang menyatakan bahwa pH untuk
Cooling Water 6,5-8,2 dan untuk M-Alkalinitas untuk Cooling Water maksimal 100 mg CaCO
3
/l. Sedangkan parameter yang lainnya telah sesuai dengan standart baku mutu untuk Cooling
Water berdasarkan JRA GL02-1994 dan control limit PT. Petrokimia

Anda mungkin juga menyukai