Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT
Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI MEDAN SKRIPSI
ANALISIS PENERAPAN TAX PLANNING ATAS BIAYA KESEJAHTERAAN KARYAWAN PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) MEDAN
OLEH
NAMA : CHAIRUNNISA DAMAYANTI NIM : 050503180 DEPARTEMEN : AKUNTANSI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi 2009
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
2 PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Penerapan Tax Planning atas Biaya Kesejahteraan Karyawan pada PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan adalah benar hasil karya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi Program Reguler S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.
Medan, 6 November 2009 Yang membuat pernyataan,
Chairunnisa Damayanti NIM: 050503180
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
3 KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan, kesempatan, dan kekuatan kepada penulis sehingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Judul skripsi ini adalah Analisis Penerapan Tax Planning atas Biaya Kesejahteraan Karyawan pada PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan. Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan, dukungan, doa dan bimbingan dari berbagai pihak. Secara khusus penulis persembahkan ucapan terima kasih yang terdalam kepada orang-orang yang paling berjasa dalam hidup penulis yaitu Ayahanda (alm.) Abdul Chair Hood dan Ibunda Wardiah N. Terima kasih untuk semua kasih sayang, doa yang tak pernah putus, didikan serta dukungan yang selalu diberikan untuk Ananda. Penulis dengan hati yang tulus juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu: 1. Bapak Drs. J hon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Ibu Dra. Mutia
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
4 Ismail, M.M, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Drs. Arifin Hamzah, M.M, Ak selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Drs. Arifin Lubis, M.M, Ak dan Bapak Drs. Sucipto, M.M, Ak selaku Dosen Pembanding I dan Pembanding II yang telah banyak membantu penulis melalui saran dan kritik yang diberikan demi kesempurnaan skripsi ini. 5. Seluruh karyawan Kantor Pusat PT Perkebunan Nusantara IV (persero) Medan atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyusunan skripsi ini. 6. Kepada saudara-saudaraku yang sangat kusayangi yang selalu memberikan doa, kasih sayang dan dukungannya Rizka Chairiah, M. Rizki Chaiwar, Chairidani Purnamawati, M. Nawawi, M. Fajar Azwandi juga untuk Kak Pinta, Bang Fian, Kak Sari serta ponakanku Tama dan Azka. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini yang disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga dapat dijadikan acuan dalam penulisan skripsi-skripsi selanjutnya. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan, 6 November 2009 Penulis,
Chairunnisa Damayanti NIM: 050503180
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
5 ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tax planning atas biaya kesejahteraan karyawan yang dapat meminimalkan beban pajak perusahaan. Jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data yang diperoleh bersumber dari bagian keuangan dan bagian lainnya. Penelitian ini dilakukan di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan telah berupaya menerapkan perencanaan pajak dengan baik, yaitu dengan memaksimalkan biaya-biaya kesejahteraan karyawan yang dapat mengurangi penghasilan bruto perusahaan untuk meminimalkan beban pajaknya tanpa melanggar undang-undang yang berlaku.
Kata kunci: Beban pajak, Kesejahteraan karyawan, Perencanaan pajak
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
6 ABSTRACT
This research is a descriptive research. It aims to find out the tax planning implementation of fringe benefits which can minimize the company tax burden. Data types used are primary and secondary data. The datas are got from finance department and other departments. This research had been held in PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan. The data collection was done by interviewing, documenting and doing library research. Based on the research result, it can make conclusion that PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan has implemented tax planning well, that is by maximizing deductible expenses of employee fringe benefits to deduct the company gross income so that it can minimize company tax burden without violating any prevailing laws.
Key words : Tax burden, Employee fringe benefits, Tax planning
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
7 DAFTAR ISI
PERNYATAAN ............................................................................................ i KATA PENGANTAR ................................................................................... ii ABSTRAK ..................................................................................................... iv ABSTRACT ................................................................................................. v DAFTAR ISI ................................................................................................. vi DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1 B. Perumusan Masalah ................................................................. 5 C. Batasan Penelitian .................................................................... 6 D. Tujuan Penelitian ..................................................................... 6 E. Manfaat Penelitian ................................................................... 6 F. Kerangka Konseptual ............................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis...................................................................... 9 1. Pajak .................................................................................. 9 2. Pengaruh Pajak terhadap Perusahaan .................................. 10 3. Manajemen Pajak ............................................................... 11 4. Perencanaan Pajak (Tax Planning) ..................................... 12
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
8 5. Pemberian dalam Bentuk Kesejahteraan Karyawan atau Natura dan Kenikmatan (Fringe Benefits) .......................... 23 6. Laporan Keuangan Komersial Vs Laporan Keuangan Fiskal ................................................................................. 37 B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ................................................. 40
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ........................................................................ 43 B. Jenis Data dan Sumber Data ..................................................... 43 C. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 44 D. Metode Analisis Data ............................................................... 44 E. Lokasi dan Jadwal Penelitian ................................................... 44
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian......................................................................... 46 1. Gambaran Umum PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan ................................................................. 46 2. Struktur Organisasi Perusahaan .......................................... 48 3. Unsur-unsur Pendapatan dan Biaya pada PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan................... 54 4. Laporan Keuangan Perusahaan........................................... 55 5. Kebijakan Perusahaan dalam Pemberian Kesejahteraan Karyawan .................................................... 61
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
9 B. ........................................................................................... Ana lisis Hasil Penelitian................................................................. 63 1. Memberikan Tunjangan PPh Pasal 21 ................................ 63 2. Memberikan Tunjangan Kesehatan .................................... 69 3. Pembayaran Premi Asuransi untuk Karyawan .................... 72 4. Membayar Biaya Iuran Pensiun/Santunan Hari Tua ........... 74 5. Rumah Dinas Karyawan ..................................................... 76 6. Transportasi untuk Karyawan ............................................. 79 7. Pakaian Kerja Karyawan .................................................... 81 8. Makanan dan Natura Lainnya ............................................. 83 9. Bonus dan J asa Produksi .................................................... 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. ........................................................................................... Kes impulan.................................................................................... 90 B. ........................................................................................... Sar an............................................................................................. 92
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 95
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
10 DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman Tabel 2.1 Contoh Tunjangan Bentuk Natura Diganti Tunjangan Bentuk Uang ......................................................................... 36 Tabel 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu .............................................. 40 Tabel 3.1 Jadwal Penyelesaian Skripsi .................................................. 45 Tabel 4.1 Neraca PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan................................................................................... 55 Tabel 4.2 Laporan Laba Rugi PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan................................................................................... 56 Tabel 4.3 Perhitungan Lumpsum PPh Badan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan .............................................. 59 Tabel 4.4 Alternatif Kebijakan Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan .... 68 Tabel 4.5 Ikhtisar dari Take Home Pay, Biaya Fiskal dan Biaya Komersial ................................................................... 68 Tabel 4.6 Fasilitas Dokter dan Obat ...................................................... 70 Tabel 4.7 Tunjangan Kesehatan ............................................................ 71 Tabel 4.8 Tidak Membayar Biaya Premi Asuransi (J amsostek)............. 72 Tabel 4.9 Membayar Biaya Premi Asuransi (J amsostek)....................... 73 Tabel 4.10 Tidak Membayar Biaya Iuran Pensiun/SHT .......................... 75 Tabel 4.11 Membayar Biaya Iuran Pensiun/SHT .................................... 75 Tabel 4.12 Fasilitas Rumah Dinas .......................................................... 77
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
11 Tabel 4.13 Tunjangan Perumahan........................................................... 78 Tabel 4.14 Fasilitas Kendaraan Dinas ..................................................... 79 Tabel 4.15 Tunjangan Transportasi ......................................................... 80 Tabel 4.16 Tidak Memberi Pakaian Kerja............................................... 81 Tabel 4.17 Memberi Pakaian Kerja ........................................................ 82 Tabel 4.18 Tunjangan Bentuk Natura ..................................................... 83 Tabel 4.19 Tunjangan Bentuk Uang ....................................................... 84
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
12 DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman Gambar 1.1 Kerangka Konseptual ............................................................ 7 Gambar 2.1 Tujuan Manajemen Pajak ...................................................... 12
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
13 DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman Lampiran 1 Struktur Organisasi PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan ................................................................... 97 Lampiran 2 Surat Izin Riset ...................................................................... 98 Lampiran 3 Berita Acara Bimbingan Skripsi ............................................ 99
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
14 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Penerimaan pajak dari tahun ke tahun terus meningkat dan memberi andil besar dalam penerimaan negara. Penerimaan dari sektor pajak selalu dikatakan merupakan primadona dalam membiayai pembangunan nasional. Sedangkan penerimaan dari migas, yang dahulu selalu menjadi andalan penerimaan negara, sekarang sudah tidak bisa diharapkan sebagai sumber penerimaan keuangan negara yang terus menerus karena sifatnya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources). Penerimaan migas pada suatu waktu akan habis sedangkan dari pajak selalu dapat diperbaharui sesuai dengan perkembangan ekonomi di masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu pajak harus dikelola dengan baik dan benar. Salah satu sumber utama yang kontribusinya sangat besar dalam penerimaan pajak adalah dari Pajak Penghasilan (PPh). Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Sebaliknya bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih. Keputusan bisnis sebagian besar dipengaruhi oleh pajak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keputusan bisnis yang baik jika berhubungan dengan pajak bisa menjadi keputusan bisnis yang kurang baik, begitu juga sebaliknya. Dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan kepentingan antara Wajib Pajak dengan pemerintah. Wajib Pajak berusaha untuk membayar pajak sekecil
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
15 mungkin karena dengan membayar pajak berarti mengurangi kemampuan ekonomis Wajib Pajak. Di lain pihak pemerintah memerlukan dana untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, yang sebagian besar berasal dari penerimaan pajak. Adanya perbedaan kepentingan ini menyebabkan Wajib Pajak cenderung untuk mengurangi jumlah pembayaran pajak, baik secara legal maupun ilegal. Hal ini dimungkinkan jika ada peluang yang dapat dimanfaatkan, baik karena kelemahan peraturan pajak maupun sumber daya manusia (fiskus). Dalam praktik bisnis, umumnya pengusaha mengidentikkan pembayaran pajak sebagai beban sehingga akan berusaha untuk meminimalkan beban tersebut guna mengoptimalkan laba. Bagi perusahaan, pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dapat dianggap sebagai biaya/beban (expense) dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan maupun distribusi laba kepada pemerintah. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing maka perusahaan wajib menekan biaya seoptimal mungkin. Demikian pula dengan kewajiban membayar pajak, karena biaya pajak akan menurunkan laba setelah pajak (after tax profit), tingkat pengembalian (rate of return), dan arus kas (cash flow). Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah (loopholes) yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan agar jumlah pajak yang dibayar oleh perusahaan optimal dan minimum (secara keseluruhan). Arti dari optimal di sini yaitu perusahaan tidak membayar sesuatu (pajak) yang semestinya tidak harus dibayar, membayar pajak dengan jumlah yang paling sedikit namun tetap dilakukan dengan cara legal yang tidak menyalahi ketentuan yang berlaku.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
16 Minimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang masih berada dalam bingkai peraturan perpajakan sampai dengan yang melanggar peraturan perpajakan. Upaya minimalisasi pajak secara eufimisme sering disebut dengan perencanaan pajak (tax planning) atau tax sheltering. Umumnya perencanaan pajak merujuk pada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak supaya utang pajak berada dalam jumlah yang minimal tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun perencanaan pajak juga dapat berkonotasi positif sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat menghindari pemborosan sumber daya. Perencanaan pajak (tax planning) menekankan pada pengendalian setiap transaksi yang memiliki konsekuensi pajak. Kondisi tersebut bertujuan untuk mengendalikan jumlah pajak sehingga mencapai angka minimum, yang dapat berupa penghematan pajak (tax saving), penghindaran pajak (tax avoidance) ataupun penyelundupan pajak (tax evasion). Tax avoidance menunjuk kepada rekayasa tax affairs yang masih tetap dalam bingkai ketentuan perpajakan (lawful), sedangkan tax evasion berada di luar bingkai peraturan perpajakan (unlawful). Karyawan merupakan unsur yang sangat penting yang berperan aktif di dalam kegiatan organisasi atau perusahaan. Karyawan memberikan prestasi kerja yang baik bagi kemajuan perusahaan, sedangkan perusahaan memberikan program kesejahteraan sebagai penghargaan atas prestasi kerja yang baik yang sudah diberikan karyawan kepada perusahaan. Salah satu peluang melakukan efisiensi
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
17 pajak bagi perusahaan adalah dengan pengelolaan transaksi yang berhubungan dengan pemberian kesejahteraan karyawan tersebut dalam bentuk natura dan kenikmatan. Imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan perusahaan dapat dibedakan dalam bentuk: 1. Uang secara langsung (tunjangan). 2. Bukan uang (natura dan kenikmatan), yaitu: a. Beras, gula, dan sejenisnya. b. Penggunaan mobil, rumah dinas, fasilitas pengobatan, dan sejenisnya. Tujuan sebuah perusahaan didirikan adalah untuk tujuan ekonomi. Salah satu tolok ukur keberhasilan sebuah perusahaan secara ekonomi adalah pencapaian laba setelah pajak (after tax profit) yang tinggi. Laba bersih yang tinggi tentu diawali dengan pencapaian target penjualan yang tinggi, kemudian diikuti dengan pengeluaran biaya-biaya yang efisien, dan pembayaran pajak yang optimal, sehingga akan dicapai laba bersih setelah pajak yang maksimal. Ketika penjualan mencapai target, namun biaya yang dikeluarkan jauh lebih tinggi, maka secara ekonomi hal tersebut hanya akan menjadi sebuah pencapaian yang sia-sia. Demikian pula ketika laba bersih (secara komersial) sudah mencapai angka yang optimal, karena didukung dengan pencapaian target penjualan yang maksimal dan pengeluaran yang minimal, bisa jadi akan menjadi sia-sia ketika ternyata laba habis tergerus beban pajak yang tidak seharusnya. Misalnya karena banyaknya biaya yang merupakan kriteria non deductable expenses. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan atau PTPN IV (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada bidang usaha
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
18 agroindustri. Sampai dengan akhir tahun 2007, PTPN IV (Persero) mempekerjakan karyawan tetap dan honorer sebanyak 32.325 orang. Dengan dukungan ribuan karyawan tersebut, PTPN IV (Persero) telah menunjukkan pertumbuhan kinerja yang konsisten. Sebagai sebuah perusahaan yang berorientasi keuntungan (profit motive), PTPN IV (Persero) bertujuan mendapat keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya sekecil-kecilnya, tetapi juga tanpa mengorbankan kepentingan para karyawannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu perencanaan pajak (tax planning) atas biaya kesejahteraan karyawan yang baik dan benar agar perusahaan tidak hanya dapat mencapai laba setelah pajak (after tax profit) yang tinggi, tetapi kesejahteraan karyawan juga tercapai. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tax planning dapat menekan beban perusahaan secara legal. Tax planning juga mendukung kinerja perusahaan secara umum di mana sasarannya sejalan dengan tujuan perusahaan yang menitikberatkan pada peningkatan laba. Oleh karena itu penulis tertarik membahasnya pada suatu skripsi yang berjudul Analisis Penerapan Tax Planning atas Biaya Kesejahteraan Karyawan pada PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan.
B. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah, secara sederhana dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu apakah penerapan tax planning atas biaya kesejahteraan karyawan dapat meminimalkan beban pajak terhutang wajib pajak badan pada PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan?
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
19 C. Batasan Penelitian Agar ruang lingkup permasalahan pada penelitian ini tidak menjadi luas, maka batasan dalam penelitian ini adalah: 1. Data yang digunakan adalah data tahun 2007. 2. Data utama diperoleh berdasarkan data sekunder yaitu laporan keuangan, serta data pendukung berupa dokumentasi dan wawancara terstruktur. 3. Undang-undang pajak yang digunakan adalah UU PPh Nomor 17 Tahun 2000.
D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan tax planning atas biaya kesejahteraan karyawan pada PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan.
E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis mengenai penerapan tax planning atas biaya kesejahteraan karyawan pada PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan. 2. Bagi pihak yang diteliti (PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan), sebagai masukan dalam menerapkan penerapan tax planning atas biaya kesejahteraan karyawannya. 3. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi, bacaan yang bermanfaat, dan sumber informasi dalam melakukan penelitian selanjutnya.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
20 F. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari kejadian teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis dan merupakan tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel ataupun masalah yang ada dalam penelitian. Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan melalui bagan alur berikut yang disertai penjelasan kualitatif.
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual
PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan Penghasilan Wajib Pajak Badan Penerapan Tax Planning atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pajak Terhutang Wajib Pajak Badan
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
21 Keterangan gambar: Penghasilan Wajib Pajak Badan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan dikenakan pajak sesuai dengan tarif yang berlaku. Untuk meminimalkan beban pajaknya, maka PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan menerapkan tax planning, yaitu atas biaya kesejahteraan karyawan. Setelah itu, maka diperoleh pajak terhutang Wajib Pajak Badan yang harus dibayar perusahaan kepada negara.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis 1. Pajak a. Pengertian Pajak Dalam bukunya Pengantar Singkat Hukum Pajak (1992) menurut Soemitro, Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan Undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan (tegenprestatie) yang secara langsung dapat ditunjukkan, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang digunakan sebagai alat pendorong, penghambat atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan negara. Sedangkan dalam Prabowo (2004: 2) menurut Adriani, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara harus menyelenggarakan pemerintahan. Ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak menurut Waluyo dan Ilyas (2002: 6) adalah: a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
23 b. Fungsi Pajak Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, maka terlihat adanya dua fungsi pajak, yaitu: a. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh: Dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. b. Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan. Demikian juga terhadap barang mewah.
2. Pengaruh Pajak terhadap Perusahaan Asumsi pajak sebagai biaya akan mempengaruhi laba (profit margin), sedangkan asumsi pajak sebagai distribusi laba akan mempengaruhi rate of return on investment. Status perusahaan yang go public atau belum akan mempengaruhi kebijakan pembagian dividen. Perusahaan yang sudah go public umumnya cenderung high profile daripada perusahaan yang belum go public. Agar harga pasar sahamnya meningkat, manajer perusahaan go public akan berusaha tampil sebaik mungkin, sukses dan membagi dividen yang besar. Demikian juga dengan pembayaran pajaknya akan diusahakan sebaik mungkin. Namun apapun asumsinya, secara ekonomis pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia untuk dibagi atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
24 3. Manajemen Pajak Pemerintah saat ini melakukan upaya habis-habisan dalam bidang perpajakan. Karena itu, pengusaha harus menanggapinya dengan cara habis-habisan juga, yaitu dengan menempuh manajemen pajak. Bagaimanapun pajak bagi perusahaan tetap sebagai biaya. Artinya sekecil apapun pajak yang harus dibayar oleh perusahaan, tetap saja akan mengurangi laba yang diterima oleh perusahaan. J ika pengelolaan pajak tidak dilakukan dengan baik, kemungkinan di kemudian hari perusahaan terpaksa gulung tikar. Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui manajemen pajak. Namun perlu diingat bahwa legalitas manajemen pajak tergantung dari instrumen yang dipakai. Legalitas baru dapat diketahui secara pasti setelah ada putusan pengadilan. Lumbantoruan dalam buku Akuntansi Pajak (1996: 483), Tujuan manajemen pajak pada dasarnya serupa dengan manajemen keuangan yaitu sama-sama bertujuan untuk memperoleh likuiditas dan laba yang cukup. Manajemen pajak sebagai memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Dengan demikian, di kemudian hari tidak terjadi restitusi pajak atau kurang bayar yang mengakibatkan denda dan sebagainya.
Manajemen pajak merupakan bagian dari manajemen keuangan. Manajemen keuangan yang efisien membutuhkan suatu tujuan dan sasaran yang akan digunakan sebagai patokan dalam memberikan penilaian atas efisiensi keputusan keuangan. Dengan demikian tujuan manajemen pajak harus sejalan dengan tujuan manajemen keuangan, yaitu memperoleh likuiditas dan laba yang memadai.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
25 Gambar 2.1 Tujuan Manajemen Pajak
Cara mencapai
Dicapai dengan
4. Perencanaan Pajak (Tax Planning) Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Strategi penghematan pajak disusun pada saat perencanaan. Karena itu, pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Tujuan pokok yang seharusnya dicapai oleh para eksekutif perusahaan adalah memberikan keuntungan yang maksimum untuk jangka panjang (long-term return) kepada para pemodal atau pemegang saham yang telah menginvestasikan kekayaan dan mempercayakan pengelolaannya kepada perusahaan. Keuntungan tersebut harus diperoleh dengan mematuhi peraturan atau ketentuan perpajakan, baik pajak daerah maupun pajak pusat, bahkan ketentuan pajak internasional. Sebagai Wajib Pajak, setiap perusahaan harus mematuhi dan melaksanakan
Cara Mencapai
Dicapai dengan Tujuan Manajemen Keuangan: a. Mencapai laba b. Likuiditas
Tujuan Manajemen Pajak: a. Melakukan kewajiban perpajakan. b. Usaha efisiensi untuk mencapai laba. Fungsi Manajemen Pajak: a. Perencanaan b. Pelaksanaan c. Pembayaran
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
26 kewajiban-kewajiban pajaknya sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku. Pada umumnya, ukuran kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan biasanya diukur dan dibandingkan dengan besar kecilnya penghematan pajak (tax saving), penghindaran pajak (tax avoidance) dan penyelundupan pajak (tax evasion) yang kesemuanya itu bertujuan untuk meminimalkan beban pajak, melalui beberapa cara antara lain melalui pengecualian-pengecualian, pengurangan-pengurangan, insentif pajak, penghasilan yang bukan objek pajak, penangguhan pengenaan pajak, pajak ditanggung negara sampai kepada kerja sama dengan aparat perpajakan, suap-menyuap dan pemalsuan-pemalsuan. a. Pengertian Tax Planning Pengetahuan tentang akuntansi sangat diperlukan oleh Wajib Pajak untuk dapat mematuhi peraturan dan/atau ketentuan perpajakan. Pemahaman tentang Undang-undang dan peraturan perpajakan mutlak diperlukan untuk bisa membuat kewajiban membayar pajak yang sekecil mungkin tanpa harus melanggar atau tidak mematuhi Undang-undang dan peraturan perpajakan, sehingga dapat memberikan keuntungan yang tinggi kepada para pemodal. Para eksekutif perusahaan atau manajemen harus mampu mengidentifikasi dan memanfaatkan peraturan atau ketentuan-ketentuan pajak, yang memungkinkan terlaksananya transaksi-transaksi yang hemat pajak atau bahkan bebas pajak. Proses demikian itu dikenal sebagai perencanaan pajak (tax avoidance atau legitimate tax planning), berbagai upaya untuk menghemat atau menghindari pajak yang dilakukan secara legal dan tidak melanggar etika (Harnanto, 2003: 105).
Dalam kaitannya dengan pajak penghasilan, memaksimumkan keuntungan atau kekayaan para pemilik secara implisit bermakna minimalisasi (pajak
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
27 penghasilan) yang menuntut adanya perencanaan pajak yang efektif atau effective tax planning. Untuk bisa membuat perencanaan pajak yang baik, perusahaan harus mempekerjakan atau mempunyai orang yang memiliki pengetahuan dan memahami peraturan perpajakan. Secara garis besar, menurut Zain dalam buku Manajemen Perpajakan (2003: 43), Perencanaan pajak (tax planning) adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan peundang-undangan perpajakan maupun secara komersial.
J ika tujuan dari tax planning adalah merekayasa agar beban pajak (tax burden) serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuat Undang-undang maka tax planning di sini sama dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis kedua-duanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return) karena pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun untuk diinvestasikan kembali. Perencanaan pajak adalah merupakan tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisiensikan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) yang merupakan tindak pidana fiskal yang tidak akan ditoleransi. Walaupun kedua cara tersebut kedengarannya mempunyai konotasi yang sama sebagai tindakan kriminal, namun suatu hal yang jelas berbeda di sini, bahwa penghindaran pajak adalah perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sedang penyelundupan pajak jelas-jelas merupakan perbuatan ilegal yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Zain, 2003: 67).
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
28 Dari pengertian tersebut terlihat bahwa perencanaan pajak melalui penghindaran pajak merupakan satu-satunya cara legal yang dapat ditempuh oleh Wajib Pajak dalam rangka mengefisiensikan pembayaran pajaknya. Ide dasarnya adalah usaha pengaturan terlebih dahulu semua aktivitas perusahaan guna menghindarkan impak perpajakan sebanyak mungkin atau dengan perkataan lain peluang untuk perencanaan pajak yang efektif, terdapat lebih besar kemungkinannya apabila hal tersebut dipertimbangkan sebelum transaksi tersebut dilaksanakan, dibandingkan apabila pertimbangannya dilakukan setelah terjadi transaksi. Dalam hal ini tentunya sangat tergantung kepada para manajer, sampai sejauh mana para manajer tersebut mewaspadai secara konstan alternatif-alternatif penghematan pajak pada setiap tindakan yang akan diambilnya. Dapat disimpulkan bahwa suatu perencanaan pajak yang efektif tidak tergantung kepada seseorang ahli pajak yang profesional, akan tetapi sangat tergantung kepada kesadaran dan keterlibatan para pengambil keputusan akan adanya impak pajak yang melekat pada setiap aktivitas perusahaannya.
b. Penghindaran Sanksi Pajak Menurut Suandy (2001: 10), setidak-tidaknya terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak (tax planning), yaitu: 1. Tidak melanggar ketentuan perpajakan. Bila suatu perencanaan pajak (tax planning) ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan, buat Wajib Pajak merupakan risiko (tax risk) yang sangat berbahaya dan mengancam keberhasilan perencanaan pajak (tax planning) tersebut. 2. Secara bisnis masuk akal, karena perencanaan pajak (tax planning) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh (global strategy) perusahaan baik jangka panjang maupun jangka pendek, maka perencanaan pajak (tax planning) yang tidak masuk akal akan memperlemah perencanaan itu sendiri.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
29 3. Bukti-bukti pendukungnya memadai, misalnya dukungan perjanjian (agreement), faktur (invoice) dan juga perlakuan akuntansinya (accounting treatment).
c. Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan (Tax Implementation) Untuk mencapai tujuan manajemen pajak, ada dua hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan, yaitu: 1. Memahami ketentuan peraturan perpajakan. Dengan mempelajari peraturan perpajakan seperti Undang-undang, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Dirjen Pajak, dan Surat Edaran Dirjen Pajak dapat diketahui peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menghemat beban pajak. 2. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat. Pembukuan merupakan sarana yang sangat penting dalam penyajian informasi keuangan perusahaan yang disajikan dalam bentuk laporan keuangan dan menjadi dasar dalam menghitung besarnya jumlah pajak terutang.
d. Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak (Tax Planning) Banyak motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak (tax planning), namun semua itu bersumber dari adanya 3 unsur perpajakan yaitu: a. Kebijaksanaan perpajakan (tax policy) b. Undang-undang perpajakan (tax law) c. Administrasi perpajakan (tax administration) Ketiga unsur tersebut terjadi menurut proses sesuai dengan urutan waktu penyusunan sistem perpajakan.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
30 e. Tahapan dalam Perencanaan Pajak (Tax Planning) Dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang semakin tajam seorang manajer dalam membuat suatu perencanaan pajak sebagaimana strategi perencanaan perusahaan secara keseluruhan (global companys strategy) juga harus memperhitungkan adanya kegiatan yang bersifat lokal maupun internasional, maka agar tax planning dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka rencana itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap-tahap berikut: 1. Menganalisis informasi yang ada (Analysis of the existing data base) Tahap pertama dari proses pembuatan tax planning adalah menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak (tax burden) yang harus ditanggung. Ini hanya bisa dilakukan dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak baik secara sendiri-sendiri maupun secara total pajak yang harus dapat dirumuskan sebagai tax planning yang paling efisien. Penting juga untuk memperhitungkan kemungkinan besarnya penghasilan dari suatu proyek dan pengeluaran-pengeluaran lain di luar pajak yang mungkin terjadi. Untuk itu seorang manajer perpajakan harus memperhatikan faktor-faktor baik internal maupun eksternal yaitu: a. Fakta yang relevan. b. Faktor pajak. c. Faktor non-pajak lainnya.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
31 2. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak (Design of one or more possible tax plan) Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih atas tindakan- tindakan berikut: a. Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional. b. Pemilihan negara asing tempat melakukan investasi atau menjadi residen dari negara tersebut. c. Penggunaan satu atau lebih negara tambahan. 3. Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak (Evaluating a tax plan) Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan yang merupakan bagian kecil dari seluruh perencanaan strategik perusahaan, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak (tax burden), perbedaan laba kotor dan pengeluaran selain pajak atas berbagai alternatif perencanaan. Variabel-variabel tersebut akan dihitung seakurat mungkin dengan hipotesis sebagai berikut: a. Bagaimana jika rencana tersebut tidak dilaksanakan b. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan baik c. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tetapi gagal Dari ketiga hipotesis tersebut akan memberikan hasil yang berbeda. Dari hasil tersebut barulah dapat ditentukan apakah perencanaan pajak tersebut layak untuk dilaksanakan atau tidak.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
32 4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak (Debugging the tax plan) Untuk mengatakan bahwa hasil suatu perencanaan pajak baik atau tidak, tentu harus dievaluasi melalui berbagai rencana yang dibuat. Dengan demikian keputusan yang terbaik atas suatu perencanaan pajak harus sesuai dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi. Perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai bentuk perencanaan pajak yang diinginkan. Kadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya perubahan peraturan/perundang- undangan. Tindakan perubahan (up to date planning) harus tetap dijalankan walaupun diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilannya sangat kecil. Sepanjang penghematan pajak (tax saving) masih besar, rencana tersebut harus tetap dijalankan, karena bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal. Jadi akan sangat membantu jika pembuatan suatu rencana disertai dengan gambaran/perkiraan berapa peluang kesuksesan dan berapa laba (benefit) potensial yang akan diperoleh jika berhasil maupun kerugian (loss) potensial jika terjadi kegagalan. 5. Memutakhirkan rencana pajak (Updating the tax plan) Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan, tetap perlu diperhitungkan setiap perubahan yang terjadi baik dari undang-undang maupun pelaksanaannya (negara di mana aktivitas tersebut dilakukan) yang dapat berdampak terhadap komponen suatu perjanjian.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
33 Pemuktahiran dari suatu rencana adalah konsekuensi yang perlu dilakukan sebagaimana dilakukan oleh masyarakat yang dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini, seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang merugikan dari adanya perubahan, dan pada saat yang bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat yang potensial.
f. Perencanaan Pajak untuk Mengefisienkan Beban Pajak Menurut Suandy (2003: 119), Strategi mengefisienkan beban pajak (penghematan pajak) yang dilakukan perusahaan haruslah bersifat legal, supaya dapat menghindari sanksi-sanksi pajak di kemudian hari. Secara umum penghematan pajak menganut prinsip the least and the latest, yaitu membayar dalam jumlah seminimal mungkin dan pada waktu terakhir yang masih diizinkan oleh undang-undang dan peraturan perpajakan. Strategi mengefisienkan beban pajak dari berbagai literatur dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk badan hukum (legal entity) yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan jenis usaha. Bila dilihat dari perspektif perpajakan kadang pemilihan bentuk badan hukum (legal entities) bentuk perseorangan, firma dan kongsi (partnership) adalah bentuk yang lebih menguntungkan dibanding perseroan terbatas yang pemegang sahamnya perorangan atau badan tetapi kurang 25%, akan mengakibatkan pajak atas penghasilan perseroan dikenakan dua kali yakni pada saat penghasilan diperoleh oleh pihak perseroan dan pada saat penghasilan dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham perseorangan atau badan yang kurang dari 25%. 2. Memilih lokasi perusahaan yang akan didirikan. Umumnya Pemerintah memberikan semacam insentif pajak/fasilitas perpajakan khususnya untuk daerah tertentu (misalnya di Indonesia Bagian Timur), banyak pengurangan pajak penghasilan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000. Di samping itu, juga diberikan fasilitas seperti peyusutan dan amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian yang lebih lama dari seharusnya. 3. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai pengecualian, potongan atau pengurangan atas Penghasilan Kena Pajak yang diperbolehkan oleh undang-undang. Sebagai contoh jika diketahui bahwa Penghasilan Kena Pajak (laba) perusahaan besar dan akan
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
34 dikenakan tarif pajak tinggi/tertinggi, maka sebaiknya perusahaan membelanjakan sebagian laba perusahaan untuk hal-hal yang bermanfaat secara langsung untuk perusahaan, dengan catatan tentunya biaya yang dikeluarkan adalah biaya yang dapat dikurangkan (deductible) dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. Sebagai contoh, biaya untuk riset dan pengembangan, biaya pendidikan dan latihan pegawai, biaya perbaikan kantor, biaya pemasaran dan masih banyak biaya lainnya yang dapat dimanfaatkan. Hal ini tergantung kepada jenis usaha dan peraturan pajak yang berlaku. 4. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha (corporate company) sehingga diatur mengenai penggunaan tarif pajak yang paling menguntungkan antara masing-masing badan usaha (business entity). Hal ini bisa dilakukan mengingat bahwa banyak negara termasuk Indonesia mengatur bahwa pembagian dividen antar-corporate (inter-corporate dividend) tidak dikenakan pajak. 5. Mendirikan perusahaan ada yang sebagai profit center dan ada yang hanya berfungsi sebagai cost center. Dari hal tersebut dapat diperoleh manfaat dengan cara menyebarkan penghasilan menjadi pendapatan dari beberapa wajib pajak didalam satu grup begitu juga terhadap biaya sehingga dapat diperoleh keuntungan atas pergeseran pajak (tax shifting) yakni menghindari tarif paling tinggi/maksimum. Tentunya proses ini dapat dijalankan apabila sistem tarif pajak yang berlaku progresif dan penghasilan kena pajak sudah melewati tarif yang paling rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membagi perusahaan dalam beberapa divisi, dimana ada divisi yang menghasilkan laba yang besar dan ada divisi yang hanya berfungsi sebagai pusat biaya. 6. Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang atau natura dan kenikmatan (fringe benefits) dapat sebagai salah satu pilihan untuk menghindari lapisan tarif maksimum (shift to lower bracket). Karena pada dasarnya pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan (fringe benefits) dapat dikurangkan sebagai biaya oleh pemberi kerja sepanjang pemberian tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak bagi pegawai yang menerimanya. 7. Pemilihan metode penilaian persediaan. Ada dua metode penilaian yang diizinkan oleh peraturan perpajakan, yaitu metode rata-rata (average) dan metode masuk pertama keluar pertama (first in first out). Dalam kondisi perekonomian yang cenderung mengalami inflasi, metode rata-rata (average) akan menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi dibanding dengan metode masuk pertama keluar pertama (first in first out). Harga pokok penjualan (HPP) yang lebih tinggi akan mengakibatkan laba kotor menjadi lebih kecil. 8. Untuk pendanaan aktiva tetap dapat mempertimbangkan sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) di samping pembelian langsung karena jangka waktu leasing umumnya lebih pendek dari umur aktiva dan pembayaran leasing dapat dibiayakan seluruhnya. Dengan demikian,
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
35 aktiva tersebut dapat dibiayakan lebih cepat dibandingkan melalui penyusutan jika pembelian dilakukan secara langsung. 9. Melalui pemilihan metode penyusutan yang diperbolehkan peraturan perpajakan yang berlaku. J ika perusahaan mempunyai prediksi laba yang cukup besar maka dapat dipakai metode penyusutan yang dipercepat (saldo menurun) sehingga atas biaya penyusutan tersebut dapat mengurangi laba kena pajak dan sebaliknya jika diperkirakan pada awal- awal tahun investasi belum bisa memberikan keuntungan atau timbul kerugian maka pilihannya adalah menggunakan metode penyusutan yang memberikan biaya yang lebih kecil (garis lurus) supaya biaya penyusutan dapat ditunda untuk tahun berikutnya. 10. Menghindari dari pengenaan pajak dengan cara mengarahkan pada transaksi yang bukan objek pajak. Sebagai contoh: untuk jenis usaha yang PPh Badannya dikenakan pajak secara final, maka efesiensi PPh pasal 21 karyawan dapat dilakukan dengan cara memberikan semaksimal mungkin tunjangan karyawan dalam bentuk natura, mengingat pemberian natura bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 21. 11. Mengoptimalkan kredit pajak yang di perkenankan, untuk ini wajib pajak harus jeli untuk memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan. Sebagai contoh PPh Pasal 22 atas pembelian solar dari pertamina bersifat final jika pembeliannya dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang penyaluran Migas, tetapi bila pembeliannya dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang pabrikan maka PPh pasal 22 tersebut dapat dikreditkan dengan PPh Badan. Perkreditan ini lebih menguntungkan ketimbang dibebankan sebagai biaya. Keuntungan yang dapat diperoleh sebesar 70% dari nilai pajak yang dikreditkan (dengan asumsi penghasilan kena pajak telah mencapai jumlah yang dikenakan tarif 30%) 12. Penundaan pembayaran kewajiban pajak dapat dilakukan dengan cara melakukan pembayaran pada saat mendekati tanggal jatuh tempo. Khusus untuk menunda pembayaran PPN dapat dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak sampai batas waktu yang diperkenankan khususnya atas penjualan kredit. Perusahaan dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan penyerahan barang (kep. Dirjen pajak No: 53/PJ/1994) 13. Menghindari pemeriksaan pajak, periksaan pajak oleh Direktorat jenderal pajak dilakukan terhadap wajib pajak yang: a. SPT lebih bayar b. SPT rugi c. Tidak memasukkan SPT atau terlambat memasukkan SPT d. Terdapat informasi pelanggaran e. Memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen pajak 14. Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan yang berlaku. Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan dengan cara menguasai peraturan perpajakan yang berlaku.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
36 5. Pemberian dalam Bentuk Kesejahteraan Karyawan atau Natura dan Kenikmatan (Fringe Benefits) Handoko dalam Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia (1985: 135) menyebutkan kesejahteraan karyawan sebagai kompensasi pelengkap, yang sering disebut fringe benefits adalah untuk mempertahankan karyawan organisasi dalam jangka panjang. Kompensasi pelengkap ini berbentuk penyediaan paket benefits dan penyelenggaraan program-program pelayanan karyawan. Kesejahteraan karyawan yang juga dikenal sebagai benefit mencakup semua jenis penghargaan berupa uang yang tidak dibayarkan secara langsung kepada karyawan. Penghargaan ini diberikan kepada semua anggota organisasi atas keanggotaannya dan bukan berdasarkan hasil kerjanya. Oleh karena itu tidak dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi kerja, namun dapat digunakan untuk menarik karyawan yang berkualitas dan mempertahankannya jika paket tunjangan dan fasilitas tersebut menarik (Panggabean, 2002: 96). Natura adalah imbalan yang diberikan oleh pemberi kerja kepada karyawannya, yang pemberiannya bukan dalam bentuk uang, melainkan dalam bentuk barang atau berbagai fasilitas perusahaan, seperti beras, gula, penggunaan mobil, rumah, fasilitas pengobatan dan lain sebagainya (Judisseno, 2002: 305). Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan tidak boleh dikurangkan dalam menentukan Penghasilan Kena Pajak, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan dianggap bukan merupakan Objek Pajak. Selaras dengan hal tersebut maka dalam ketentuan ini, penggantian atau imbalan dimaksud dianggap bukan merupakan pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya bagi pemberi kerja. Namun, dalam rangka
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
37 menunjang kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah terpencil, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tersebut boleh dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja. Dalam hal pemberian kepada pegawai berupa penyediaan makanan/minuman di tempat kerja untuk seluruh pegawai, secara bersama-sama, atau yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya, seperti pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam), antar jemput karyawan serta penginapan untuk awak kapal dan yang sejenisnya, walaupun pemberian tersebut bukan merupakan imbalan (kena pajak) karyawan tetapi boleh dibebankan sebagai biaya pemberi kerja. Hal ini dimaksudkan untuk dapat meningkatkan kinerja karyawan, efisiensi dan daya saing perusahaan serta tentunya kesejahteraan karyawan. Peluang melakukan efisiensi Pajak Penghasilan Badan sangat banyak yang dapat dilakukan pada biaya-biaya yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan. Strategi efisiensi PPh Badan yang berkaitan dengan biaya kesejahteraan karyawan ini, sangat tergantung dari kondisi perusahaan, sebagai berikut: a. Pada perusahaan yang memperoleh penghasilan kena pajak (tax income) yang telah dikenakan tarif tertinggi (di atas Rp 100 juta) dan pengenaan PPh Badannya tidak final, diupayakan seminimal mungkin memberikan
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
38 kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan kenikmatan (fringe benefit) karena pengeluaran ini tidak dapat dibebankan sebagai biaya. b. Untuk perusahaan yang PPh Badannya dikenakan pajak secara final, sebaiknya memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan kenikmatan (fringe benefit), karena pemberian natura dan kenikmatan kepada karyawan tidak termasuk objek PPh Pasal 21, sedangkan pengeluaran untuk pemberian natura dan kenikmatan (fringe benefit) tersebut tidak mempengaruhi besarnya PPh Badan, karena PPh Badan Final dihitung dari persentase atas penghasilan bruto sebelum dikurangi dengan biaya-biaya. c. Bagi perusahaan yang masih rugi, pemberian natura dan kenikmatan (fringe benefit) akan menurunkan PPh Pasal 21 sementara PPh Badan tetap nihil. Akuntansi mendefinisikan biaya sebagai suatu yang dikorbankan untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan. Jadi, semua usaha, tenaga, dan sumber yang digunakan untuk memperoleh hasil adalah biaya. Oleh karena itu, semua pembayaran dalam bentuk natura atau kenikmatan kepada karyawannya adalah biaya. Kesejahteraan karyawan yang dapat direkayasa terdiri dari: 1. PPh Pasal 21 Karyawan PPh Pasal 21 karyawan adalah pajak yang dibebankan pada karyawan atas penghasilan yang diperoleh dari pemberi kerja. PPh Pasal 21 itu dipungut oleh pemberi kerja kemudian disetorkan pada pemerintah. PPh Pasal 21 tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu:
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
39 a. PPh ditanggung karyawan yang bersangkutan Dalam hal ini jumlah PPh pasal 21 yang terhutang akan ditanggung oleh karyawan itu sendiri sehingga benar-benar mengurangi penghasilan. b. Tunjangan PPh J ika PPh pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan, maka jumlah tunjangan tersebut akan menambah penghasilan karyawan dan kemudian baru dikenakan PPh pasal 21. Dalam hal ini penghitungan PPh dilakukan dengan cara gross up dimana besarnya tunjangan pajak sama dengan jumlah PPh pasal 21 terhutang untuk masing-masing karyawan. Sepintas lalu kebijakan PPh pasal 21 jenis ini akan terlihat memberatkan perusahaan karena jumlah penghasilan karyawan akan bertambah besar sebagai akibat dari penambahan tunjangan pajak. Namun demikian beban perusahaan tersebut akan tereliminasi karena PPh pasal 21 dapat dibiayakan. c. PPh ditanggung oleh perusahaan Dalam hal ini, jumlah Pasal PPh pasal 21 yang terhutang akan ditanggung oleh perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, gaji yang diterima oleh karyawan tersebut tidak dikurangi dengan PPh pasal 21 karena perusahaanlah yang menanggung biaya PPh pasal 21. PPh pasal 21 yang ditanggung perusahaan tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan. 2. Pengobatan/kesehatan karyawan Perusahaan biasanya memberikan fasilitas pengobatan atau kesehatan pada karyawannya, yang dapat dilakukan sebagai berikut:
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
40 a. Perusahaan mendirikan klinik sendiri atau bekerja sama dengan pihak rumah sakit tertentu Pada kondisi ini, perusahaan menyediakan klinik di daerah lingkungan perusahaan. Hal ini banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerah dengan satu site operasi atau pabrik yang besar. Misalnya perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam sector pertambangan minyak, gas bumi, atau pertambangan lainnya yang mempunyai pusat operasi di daerah. Tetapi hal ini juga banyak dilakukan oleh perusahaan industri besar, seperti industri pupuk dan hamper semua perusahaan industri semen. Kemudahaan, kecepatan serta jarak tempuh menjadi alasan yang paling dominan dilakukan perusahaan dalam melakukan kebijakan ini. Biasanya akan ada dokter jaga dan perawat yang standby di dalam klinik setiap saat jikalau terjadi kecelakaan kerja karyawan. Dengan bekerja sama dengan pihak rumah sakit tertentu maka karyawan yang sakit akan dilayani langsung oleh rumah sakit tanpa mengeluarkan sepersen pun uang baik jasa kesehatan, cek darah, rontgen maupun biaya obat-obatan. Rumah sakit akan menagih langsung kepada perusahaan setiap bulannya atas biaya kesehatan karyawan. Meskipun dalam prakteknya perusahaan tetap memberlakukan plafon biaya kesehatan masing-masing karyawan dan keluarganya. J ika karyawan perusahaan memperoleh fasilitas pengobatan yang tidak diterima dalam bentuk uang tunai maka menurut keputusan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang objek PPh Pasal 21 yang dikecualikan, bagi yang bersangkutan penerimaan kenikmatan ini bukan
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
41 penghasilan. Dengan sendirinya menurut UU PPh Pasal 9 Ayat 1 Huruf e pembayaran kenikmatan tersebut oleh perusahaan tidak dapat dikurangkan sebagai biaya. J ika biaya pengobatan karyawan dibayarkan langsung kepada klinik, rumah sakit, dan dokter lain di luar perusahaan, menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang objek PPh Pasal 21 yang dikecualikan bagi karyawan merupakan kenikmatan yang tidak dikenakan PPh. Dengan demikian, menurut UU PPh Pasal 6 Ayat 1 Huruf a pembayaran uang tunai ini dapat dikurangkan sebagai biaya bagi perusahaan. b. Karyawan diberi tunjangan kesehatan secara rutin baik sakit maupun tidak Pada kondisi ini, perusahaan memberikan tunjangan dalam bentuk uang yang menjadi komponen penghasilan bulanan karyawan. Perusahaan tidak memperhatikan apakah karyawan akan sakit atau tidak dalam jangka waktu sebulan, atau juga tidak memperhitungkan rata-rata jumlah sakit dalam tahun lalu yang kemudian menjadi dasar perhitungan berapa nilai tunjangan yang didapat. Besaran nilainya bervariasi tergantung kebijakan perusahaan dalam menghitung berapa jumlah tunjangan yang didapat, biasanya tergantung posisi dan lama bekerja. J ika hanya pengobatan tersebut diberikan kepada karyawan dalam bentuk penggantian uang tunai, menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang objek PPh Pasal 21, bagi karyawan penggantian ini merupakan penghasilan yang dikenakan PPh. Dengan demikian menurut UU PPh Pasal 6 Ayat 1 Huruf a, pembayaran uang tunai ini dapat dikurangkan sebagai biaya bagi perusahaan. Pertambahan penghasilan sebagai akibat
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
42 pemberian penggantian ini akan menambah beban PPh karyawan yang bersangkutan. c. Karyawan diikutkan asuransi kesehatan, sehingga klaim jika sakit dilakukan ke perusahaan asuransi Saat ini cukup banyak perusahaan asuransi yang menawarkan program asuransi kesehatan kepada perusahaan. Cukup banyak alasan yang ditawarkan dari kemudahan pelayanan, kemudahan klaim, penghematan biaya pengurusan dan sebagainya. Salah satu yang menjadi alasan sebagian perusahaan menggunakan program asuransi kesehatan adalah masalah kepastian berapa nilai yang harus dikeluarkan setiap bulannya, sehingga dapat diukur dengan kemampuan perusahaan dalam me-manage cash flow. Program asuransi yang ditawarkan cukup beragam dari rawat jalan, rawat inap, klaim kacamata, perawatan gigi, biaya bersalin, operasi dan lain-lain. Biaya asuransi yang dikeluarkan oleh perusahaan menurut UU PPh Pasal 6 Ayat 1 Huruf a dapat dikurangkan sebagai biaya, dan bagi karyawan menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang objek PPh Pasal 21 pengeluaran ini diperhitungkan sebagai penghasilan. Apabila ternyata kemudian ada pembayaran santunan asuransi, menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang objek PPh Pasal 21 yang dikecualikan, penerimaan ini bukan penghasilan yang dikenakan pajak. Dengan demikian perusahaan yang membayar santunan asuransi tidak memotong PPh tertanggung atas karyawan.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
43 3. Pembayaran premi asuransi untuk karyawan Karyawan di perusahaan mendapatkan asuransi berupa asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa. Asuransi karyawan dapat dilakukan sebagai berikut: a. Premi ditanggung perusahaan Apabila premi dibayar atau ditanggung oleh pemberi kerja menurut UU PPh tentang objek PPh Pasal 21 merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. Ketentuan ini dibuat untuk menyelaraskan dengan ketentuan yang ada pada Pasal 4 Ayat 3 Huruf e yang menyatakan bahwa pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa tidak termasuk sebagai objek PPh. b. Premi ditanggung oleh karyawan yang bersangkutan Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang PPh Pasal 21, dapat dikurangkan sebagai biaya dalam SPT PPh Pasal 21. Pada waktu yang bersangkutan menerima penggantian atau santunan asuransi, menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang objek PPh Pasal 21 yang dikecualikan, penerimaan tersebut bukan merupakan objek pajak.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
44 c. Premi sebagian ditanggung perusahaan sebagian ditanggung oleh karyawan Untuk premi yang ditanggung perusahaan, menurut UU PPh Pasal 6 Ayat 1 Huruf a, pembayaran tersebut boleh dibebankan dalam penghasilan kena pajak perusahaan dan bagi karyawan yang bersangkutan, menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang objek PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang merupakan objek pajak. Premi yang dibayar oleh wajip pajak orang pribadi menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang pengurangan yang diperbolehkan dalam menghitung penghasilan kena pajak PPh 21 dihitung sebagai pengurang bagi wajib pajak yang bersangkutan. 4. Iuran pensiun dan Iuran Jaminan Hari Tua Karyawan di perusahaan juga mendapatkan iuran pensiun dan iuran Jaminan Hari Tua (JHT). Iuran pensiun dan iuran JHT dapat dilaksanakan sebagai berikut: a. Iuran ditanggung perusahaan J ika iuran pensiun dan iuran JHT ditanggung oleh perusahaan, maka menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang objek PPh Pasal 21 yang dikecualikan, bukan merupakan penghasilan bagi karyawan dan menurut UU PPh Pasal 6 Ayat 1 Huruf c dapat dikurangkan dalam penghasilan kena pajak bagi perusahaan. b. Iuran ditanggung oleh karyawan yang bersangkutan J ika iuran pensiun dan iuran JHT ditanggung oleh karyawan yang bersangkutan, Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang pengurangan yang diperbolehkan dalam menghitung penghasilan kena pajak
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
45 PPh Pasal 21, iuran tersebut dapat dikurangkan sebagai biaya dalam SPT PPh Pasal 21 bagi karyawan yang bersangkutan. c. Iuran sebagian ditanggung perusahaan sebagian ditanggung oleh karyawan J ika iuran pensiun dan iuran JHT sebagian ditanggung oleh perusahaan dan sebagian ditanggung karyawan, maka iuran yang ditanggung sebagian oleh perusahaan menurut UU PPh Pasal 6 Ayat 1 Huruf e dapat dikurangkan dalam penghasilan kena pajak perusahaan dan iuran yang ditanggung sebagian oleh karyawan menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang pengurang yang diperbolehkan dalam menghitung PPh Pasal 21 dapat dikurang sebagai biaya dalam SPT PPh Pasal 21. 5. Rumah dinas karyawan Pemberian fasilitas perumahan untuk karyawan dapat dilakukan sebagai berikut: a. Perusahaan menyediakan rumah dinas Kenikmatan menggunakan fasilitas rumah dinas milik perusahaan tidak diperlakukan sebagai penghasilan karyawan sehingga perusahaan tidak dapat mengurangkan biaya tersebut dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. b. Perusahaan memberikan tunjangan perumahan Pemberian tunjangan perumahan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak bagi karyawan dan menurut UU PPh Pasal 6 Ayat 1 Huruf a dapat dikurangkan dalam Penghasilan Kena Pajak bagi perusahaan.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
46 6. Transportasi untuk karyawan Transportasi untuk karyawan diberikan oleh perusahaan untuk membantu karyawan untuk mengatasi masalah transportasi. Pemberian transportasi untuk karyawan dapat dilakukan sebagai berikut: a. Perusahaan menyediakan mobil dinas J ika kenikmatan menggunakan sarana transportasi milik perusahaan tidak diperlakukan sebagai penghasilan karyawan menurut UU PPh Pasal 9 ayat (1) Huruf e perusahaan tidak dapat mengurangkan biaya yang berkaitan dengan transportasi biaya penyusutan, eksploitasi, atau pemeliharaan sebagai biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. b. Perusahaan memberikan tunjangan transport Pemberian tunjangan transportasi menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang objek PPh Pasal 21 merupakan penghasilan yang dikenakan pajak bagi karyawan dan menurut UU PPh Pasal 6 Ayat 1 Huruf a dapat dikurangkan dalam Penghasilan Kena Pajak bagi perusahaan. 7. Pakaian kerja karyawan Di perusahaan ada karyawan yang menggunakan pakaian kerja yang sehubungan dengan lingkungan kerja dan ada yang menggunakan seragam karyawan pada umumnya. Untuk itu kebijakan mengenai pakaian kerja karyawan dapat dilakukan sebagai berikut:
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
47 a. Pakaian kerja sehubungan dengan lingkungan kerja, misalnya satpam, seragam pegawai hotel, pilot, dan lain-lain Untuk pakaian yang berhubungan dengan lingkungan kerja menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 213/PJ/2001 Pasal 3 Ayat 1 dapat dikurangkan dalam penghasilan kena pajak perusahaan. Bila perusahaan menyeragamkan pakaian karyawannya yang tidak ada hubungannya dengan lingkungan pekerjaan menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 213/PJ/2001 Pasal 3 Ayat 2 tidak dapat dikurangkan dalam penghasilan kena pajak perusahaan. b. Seragam karyawan pada umumnya Seragam karyawan pada umumnya yang dimaksud di sini yaitu karyawan perusahaan memakai pakaian miliknya sendiri seperti karyawan pada umumnya. 8. Makanan dan natura lainnya Pemberian makanan dan natura lainnya kepada karyawan dapat dilakukan sebagai berikut: a. Perusahaan memberikan beras atau menyediakan katering untuk karyawan Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 213/PJ/2001 Pasal 2, penyediaan makanan dan minuman bagi karyawan tidak dianggap sebagai penghasilan bagi karyawan namun dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
48 b. Tunjangan beras atau uang makan Pemberian tunjangan beras atau uang makan menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 281/PJ/1998 tentang objek PPh Pasal 21 merupakan penghasilan yang kena pajak bagi karyawan dan menurut UU PPh Pasal 6 Ayat 1 Huruf a dapat dikurangkan sebagai biaya bagi perusahaan. 9. Bonus dan jasa produksi Perusahaan biasanya memberikan bonus dan jasa produksi kepada karyawan. Pemberian bonus dan jasa produksi dapat dilaksanakan menurut waktu pembebanan dan bentuknya. Menurut waktu pembebanannya dapat dibedakan menjadi: a. Dibebankan dalam tahun berjalan Bila dibebankan dalam tahun berjalan maka bonus dan jasa produksi diberikan pada akhir tahun. Bonus akhir tahun akan diberikan pada bulan Desember. b. Dibebankan pada laba yang ditahan Bila dibebankan pada laba ditahan maka bonus dan jasa produksi akan diberikan pada tahun berikutnya.
Contoh penerapan tax planning pemberian natura dan kenikmatan berupa beras diganti dengan tunjangan beras berupa uang: Perusahaan mengeluarkan biaya pemberian beras untuk karyawan sebesar Rp 300.000.000 setahun, merupakan biaya fiskal yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan perusahaan. Oleh karena itu, agar perusahaan dapat membebankannya sebagai biaya dari penghasilan bruto maka perusahaan melakukan tax planning dengan mengganti bentuknya menjadi tunjangan beras
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
49 yang dimasukkan ke dalam slip gaji karyawan, seperti terlihat pada perhitungan berikut ini.
Tabel 2.1 Contoh Tunjangan Bentuk Natura Diganti Tunjangan Bentuk Uang Natura Tunjangan Beras Pendapatan 1.000.000.000 1.000.000.000 Biaya 500.000.000 500.000.000 Natura dan Kenikmatan (300.000.000) - Tunjangan Beras - 300.000.000 Jumlah Biaya 500.000.000 800.000.000
Penghasilan sebelum Pajak 500.000.000 200.000.000 Pajak Penghasilan Badan 132.500.000 42.500.000 Penghasilan setelah Pajak 367.500.000 157.500.000 Sumber: Mohammad Zain, 2007
Dari hasil perhitungan di atas, ternyata untuk memaksimumkan laba usahanya, sebaiknya perusahaan membayarkan gaji dan upah karyawannya dengan cara memberikannya dalam bentuk uang dan bukan natura. Dengan menerapkan tax planning, perusahaan melakukan penghematan pajak sebesar Rp 132.500.000 Rp 42.500.000 =Rp 90.000.000 atau sama dengan 30% x Rp 300.000.000. Bagi pihak swasta yang memberikan natura sebagai bagian dari imbalan yang diberikan kepada karyawannya maka natura tersebut tidak boleh dijadikan sebagai faktor pengurang Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak yag bersangkutan. Berdasarkan perhitungan di atas ternyata lebih menguntungkan bagi pihak swasta untuk memberikan uang tunai ketimbang dalam bentuk natura. Sehingga kesimpulannya, pemberian imbalan untuk daerah-daerah yang tidak diterapkan oleh Menteri Keuangan, sehingga baiknya tidak diberikan dalam bentuk natura.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
50 6. Laporan Keuangan Komersial Vs Laporan Keuangan Fiskal Agar hasil suatu usaha dapat diketahui, setiap kurun waktu (periode akuntansi) tertentu perusahaan perlu menyusun laporan keuangan. Penyusunan laporan keuangan adalah tahap akhir dalam akuntansi. Laporan keuangan harus memenuhi beberapa syarat yaitu relevan, dapat dimengerti, dapat diuji, dapat dibandingkan, dapat dipercaya, lengkap, penyampaian tepat waktu, akurat, dan objektif. Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang meliputi Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Sedangkan laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan perpajakan dan digunakan untuk keperluan penghitungan pajak. Undang-undang pajak tidak mengatur secara khusus bentuk dari laporan keuangan, hanya memberikan pembatasan untuk hal-hal tertentu baik dalam penghasilan maupun biaya. Akibat dari perbedaan pengakuan ini menyebabkan laba akuntansi dan laba fiskal dapat berbeda. Secara umum laporan keuangan disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan, kecuali diatur secara khusus dalam undang-undang. Perusahaan dapat menyusun laporan keuangan akuntansi (komersial) dan laporan keuangan fiskal secara terpisah, atau melakukan koreksi fiskal terhadap laporan keuangan akuntansi (komersial). Laporan keuangan komersial yang direkonsiliasi dengan koreksi fiskal akan menghasilkan laporan keuangan fiskal.
a. Penghasilan dan Biaya Penghasilan diatur dalam Pasal 4 Ayat 1 Undang-undang Pajak Penghasilan, penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
51 diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun (Suandy, 2003: 87), termasuk: 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini; 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; 3. Laba usaha; 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta; 5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya; 6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; 7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; 8. Royalti; 9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; 11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
52 12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; 13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; 14. Premi asuransi; 15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; 16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. Biaya adalah semua pengurang terhadap penghasilan (Suandy, 2003: 88). Biaya yang boleh dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak adalah: 1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, premi asuransi, biaya administras, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan; 2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atau pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun; 3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; 4. Kerugian karena penjualan atau penagihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
53 5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing; 6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; 7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; 8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat tertentu.
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti dan Tahun Penelitian Judul Penelitian Desain Penelitian
Hasil Penelitian Jabar Partomuan Pasaribu (2004) Implementasi Tax Planning untuk Meningkatkan Kinerja Perusahaan pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Deskriptif 1. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I telah berupaya mengimplementasikan tax planning untuk meminimalkan beban pajak yang harus dibayar perusahaan. 2. Implementasi tax planning pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I telah didukung oleh sistem administrasi yang tertib, rapi, dan teratur sehingga dapat berjalan lancar sesuai dengan rencana untuk menghasilkan penghematan pajak guna mendukung strategi perusahaan secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kinerja. 3. Implementasi tax planning pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I bertujuan untuk mengelola kewajiban perpajakan
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
54 secara lengkap, benar, dan tepat waktu. Eva Lumbantoruan (2008) Penerapan Tax Planning untuk Pajak Penghasilan sebagai Upaya Penghematan Pembayaran Pajak Badan pada PT Barata UUM Medan Deskriptif 1. Tax planning bagi PPh Badan, setidak-tidaknya harus memenuhi berbagai ketentuan dan persyaratan yang berkaitan dengan perhitungan penghasilan kena pajak. 2. Metode penyusutan yang digunakan PT Barata UUM Medan yaitu straight line method ternyata memperbesar jumlah pajak terhutang, lebih efisien jika digunakan declining balance method.
1. Pasaribu (2004) Judul penelitiannya adalah Implementasi Tax Planning untuk Meningkatkan Kinerja Perusahaan pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I untuk menjelaskan bahwa tax planning yang baik dapat dijadikan suatu upaya dalam melaksanakan kewajiban perpajakn pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I secara efektif dan efisien berlandaskan peraturan perpajakan yang berlaku. Hasilnya adalah PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I telah berupaya mengimplementasikan tax planning untuk meminimalkan beban pajak yang harus dibayar perusahaan. Implementasi tax planning pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I telah didukung oleh sistem administrasi yang tertib, rapi, dan teratur sehingga dapat berjalan lancar sesuai dengan rencana untuk menghasilkan penghematan pajak guna mendukung strategi perusahaan secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kinerja. Implementasi tax planning
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
55 pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I bertujuan untuk mengelola kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu. 2. Lumbantoruan (2008) Judul penelitiannya adalah Penerapan Tax Planning untuk Pajak Penghasilan sebagai Upaya Penghematan Pembayaran Pajak Badan pada PT Barata UUM Medan untuk mengetahui penerapan tax planning terhadap beban pajak yang ditanggung oleh PT Barata UUM Medan. Hasilnya adalah tax planning bagi PPh Badan, setidak-tidaknya harus memenuhi berbagai ketentuan dan persyaratan yang berkaitan dengan perhitungan penghasilan kena pajak. Metode penyusutan yang digunakan PT Barata UUM Medan yaitu straight line method ternyata memperbesar jumlah pajak terhutang, lebih efisien jika digunakan declining balance method.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
56 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Menurut Erlina (2007: 64), Penelitian deskriptif adalah penelitian terhadap fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh oleh peneliti dari subyek berupa individu, organisasional, industri atau perspektif lain. Menurut Sugiyono (2007: 11), Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain.
B. Jenis Data dan Sumber Data 1. Data Primer Yaitu data yang diambil langsung dari objek penelitian (PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan) yang belum diolah dan perlu dikembangkan dengan pemahaman sendiri oleh penulis, misalnya hasil wawancara dengan bagian keuangan dan akuntansi serta karyawan lainnya yang dianggap dapat memberikan informasi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. 2. Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh dari perusahaan sebagai objek penelitian yang sudah diolah dan terdokumentasi di perusahaan (PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan) yang berupa data laporan keuangan. Biaya-biaya karyawan
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
57 yang diambil dari perusahaan dalam penelitian ini adalah data pada tahun 2007.
C. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1. Wawancara, yaitu melakukan tanya jawab dan diskusi secara langsung dengan pihak yang berkaitan dengan penelitian di perusahaan. 2. Dokumentasi, yaitu dengan meneliti bahan-bahan tulisan perusahaan yang berhubungan dengan penelitian ini, misalnya struktur organisasi, laporan keuangan dan data biaya-biaya karyawan. 3. Studi kepustakaan, yaitu penelitian ini didasarkan pada bahan-bahan dari perpustakaan dengan mengumpulkan data berupa teori yang bersumber dari literatur, artikel, majalah, buku-buku dan bahan-bahan tulisan dan dokumentasi perusahaan yang berhubungan dengan penelitian.
D. Metode Analisis Data Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu dengan mengumpulkan, mengolah, dan menginterpretasikan data yang diperoleh sehingga memberi keterangan yang benar dan lengkap untuk pemecahan masalah yang dihadapi.
E. Lokasi dan Jadwal Penelitian Penelitian ini dilakukan pada PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan yang beralamat di J l. Letjend. Suprapto No. 2, Medan.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
58 Tabel 3.1 Jadwal Penyelesaian Skripsi
Tahapan Penelitian Bulan (2009) April Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nov Pengajuan Judul
Penyelesaian Proposal
Pengumpulan Data
Seminar Proposal
Penulisan Skripsi
Penyelesaian Skripsi
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
59 BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian 1. Gambaran Umum PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan a. Sejarah Singkat Perusahaan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan atau PTPN IV (Persero) dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1996 tentang penggabungan kebun-kebun yang berada di wilayah Sumatera Utara dan Akte Notaris Harun Kamil, SH No. 37 tanggal 11 Maret 1996 dan perubahan Anggaran Dasar berdasarkan Akte No. 18 dari Notaris Sri Rahayu H. Prasetio, SH tanggal 26 September 2002 kemudian diubah terakhir kali berdasarkan Akte Notaris Sri Ismiyati, SH No. 11 tanggal 4 Agustus 2008. PTPN IV (Persero) merupakan penggabungan (merger) dari 3 (tiga) kebun- kebun yang berada di wilayah Sumatera Utara, yaitu PTPN VI yang mengusahakan kelapa sawit dan kakao, PTPN VII yang mengusahakan kelapa sawit, dan PTPN VIII yang mengusahakan teh. PTPN IV (Persero) berkantor pusat di J l. Letjend Suprapto No. 2 Medan. PTPN IV (Persero) memiliki 32 Unit Usaha dan 2 Proyek Pengembangan yang terletak di 10 Kabupaten, yaitu Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal. PTPN IV (Persero) melakukan restrukturisasi organisasi melalui pengelompokan Unit Usaha ke dalam 6 (enam) Grup Unit Usaha (GUU) sebagai embrio Unit Usaha Strategis (SBU). Sampai
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
60 dengan akhir tahun 2007, PTPN IV (Persero) mempekerjakan karyawan tetap dan honorer sebanyak 32.325 orang. Dengan dukungan ribuan karyawan tersebut, PTPN IV (Persero) telah menunjukkan pertumbuhan kinerja yang konsisten. Konsistensi pertumbuhan kinerja manajemen PTPN IV (Persero) bagi seluruh karyawan merupakan bekal dalam menyambut masa depan PTPN IV (Persero). Masa depan tersebut dapat diungkapkan dalam dua kata: Sehat dan Kelas Dunia.
b. Kegiatan Perusahaan PTPN IV (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada bidang usaha agroindustri. Komoditas utama yang dikelola PTPN IV (Persero) yaitu kelapa sawit dan teh. Arah pengembangan kelapa sawit dan teh dilakukan melalui usaha horisontal dan vertikal. Pengembangan horisontal melalui perluasan areal. Sedang pengembangan yang bersifat vertikal merupakan strategi membangun downstream industry di mana di dalamnya terdapat industri pengolahan CPO, Biodiesel dan pengolahan serbuk batang sawit. Luas areal yang diusahakan pada saat ini seluas 147.271,11 Ha berupa tanaman kelapa sawit seluas 141.875,00 Ha (96,34%) terdiri dari Tanaman Menghasilkan seluas 93.552 Ha, Tanaman Belum Menghasilkan seluas 26.506,00 Ha, Tanaman Ulangan/Baru/Konversi seluas 12.310 Ha, TTAD seluas 7.054 Ha dan Tanaman Menghasilkan Rehabilitasi 2.453 Ha. Luas areal tanaman teh seluas 5.396,11 Ha (3,66%) yang seluruhnya merupakan Tanaman Menghasilkan. Di samping mengusahakan perkebunan juga mengusahakan industri hilir berupa Pabrik Fraksionasi dan Refinasi yang berlokasi di Belawan dengan
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
61 kapasitas 300 ton CPO peraturan hari dan produk yang dihasilkan berupa RBD Olein, Crude Stearine dan Fatty Acids dan industri ini pada tahun 2005 sudah di spin off dengan PT Pamina salah satu anak perusahaan PTPN IV yang mengusahakan produk sejenis. Selain itu, PTPN IV juga mengelola industri hilir Pabrik Pengolahan Inti Sawit (PPIS) yang berlokasi di Kebun Pabatu dengan kapasitas 400 ton inti sawit per hari dan produk yang dihasilkan berupa Palm Kernel Oil (PKO) dan Palm Kernel Meal (PKM). Dalam rangka memanfaatkan limbah padat perusahaan telah mendirikan dan mengoperasikan 2 unit pabrik kompos berbahan baku tandan kosong dan limbah cair untuk menghasilkan pupuk kompos yang akan dipakai di kebun sendiri sebagai pupuk suplemen pada areal TBM dan TM serta sebagian akan dijual kepada masyarakat petani.
2. Struktur Organisasi Perusahaan Organisasi adalah struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi karena adanya hubungan secara keseluruhan. Secara umum, unsur-unsur dasar organisasi adalah dua orang atau lebih, adanya maksud kerjasama, adanya pengaturan hubungan dan adanya tujuan yang hendak dicapai. Dengan melihat struktur organisasi suatu perusahaan akan dapat diketahui jenjang, hubungan tugas, wewenang dan tanggung jawab antara masing-masing bagian terlibat dalam pelaksanaan operasi perusahaan. Perusahaan yang terdiri dari berbagai bagian aktivitas yang berbeda-beda harus dikoordinasikan sedemikian rupa sehingga dapat mencapai target dan sasaran perusahaan dengan kondisi efisien yang tinggi. Pada prinsipnya bentuk
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
62 struktur organisasi yang digunakan oleh suatu organisasi tergantung pada ukuran, sifat dan kerumitan masalah yang timbul dalam organisasi tersebut. Maka untuk menjalankan organisasinya, PTPN IV (Persero) perlu adanya pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing jabatan, yaitu sebagai berikut: a. Direktur Utama Tugas dan tanggung jawab Direktur Utama adalah sebagai berikut: 1. Melaksanakan proses manajemen transformasi dalam rangka terwujudnya Sustainable Value dan Sustainable Growth. 2. Membangun perusahaan yang berbasis pengetahuan (Knowledge Company). 3. Mensukseskan pembangunan sarana dan prasarana Teknologi Informasi secara efektif. 4. Mensukseskan pelaksanaan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2000 dan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001: 1996 serta Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3). 5. Melaksanakan seluruh peraturan yang berlaku terhadap operasional perusahaan dalam rangka memenuhi kepatutan etika (etika bisnis dan kerja). 6. Mempertanggungjawabkan kinerja perusahaan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). b. Direktur Produksi Tugas dan tanggung jawab Direktur Produksi adalah sebagai berikut: 1. Menetapkan upaya strategik dan kebijakan Bidang Produksi serta mengevaluasi pelaksanaanya.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
63 2. Mengevaluasi dan menyempurnakan proses bisnis (work system) Bidang Produksi untuk mewujudkan Best Practices. 3. Mengendalikan biaya produksi serta investasi sarana/ prasarana produksi pada tingkat yang efektif dan efisien. 4. Mengimplementasikan dan mereview pelaksanaan inovasi di Bidang Produksi. 5. Menterjemahkan kebutuhan pasar menjadi pelaksanaan operasional Bidang Produksi. 6. Mengimplementasikan dan mereview pelaksanaan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2000 dan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001: 1996. 7. Mengimplementasikan dan mereview pelaksanaan Sistem Penilaian Karya (SPK) bagi SDM bidang produksi. 8. Melaksanakan seluruh program Strategic Initiative Total Quality Management (TQM), Quest for Innovation (QFI). c. Direktur Keuangan Tugas dan tanggung jawab Direktur Keuangan adalah sebagai berikut: 1. Menetapkan upaya strategik dan kebijakan Bidang Keuangan/ Akuntansi/ Pemasaran serta mengevaluasi pelaksanaannya. 2. Mengevaluasi dan menyempurnakan proses bisnis (work system) Bidang Keuangan/ Akuntansi/ Pemasaran untuk mewujudkan The Best Total Cost. 3. Memelihara keseimbangan antara pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan. 4. Mengimplementasikan dan mereview pelaksanaan Assets Management secara berkesinambungan untuk menghindari erosi kapital.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
64 5. Mengendalikan dan mengevaluasi biaya produksi melalui pemanfaatan Activity Based Costing (ABC) dengan sasaran harga pokok FOB 78% dari nilai penjualan. 6. Memelihara Cash Reserve Requirement sebesar 2 (dua) bulan kebutuhan dana operasional. 7. Menyediakan sumber dana bagi pengembangan perusahaan dan kebun masyarakat di sekitar Unit Kerja. 8. Mengimplementasikan dan mereview pelaksanaan Sistem Penilaian Karya (SPK) bagi SDM keuangan/ akuntansi/ pemasaran. 9. Melaksanakan seluruh program Strategic Initiative Digital Business Design (DBD) dan Operational Excellence (OPEX). 10. Melaksanakan seluruh program Strategic Initiative: Strategic Alliance Comprehensive Program (SACP) dan Customer Relationship Management (CRM). d. Direktur Perencanaan dan Pengembangan Usaha Tugas dan tanggung jawab Direktur Perencanaan dan Pengembangan Usaha adalah sebagai berikut: 1. Menetapkan upaya strategik dan kebijakan Bidang Perencanaan dan Pengembangan Usaha, serta mengevaluasi pelaksanaannya. 2. Mengevaluasi dan menyempurnakan proses bisnis (work system) Bidang Perencanaan dan Pengembangan Usaha untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan pemasok.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
65 3. Mengembangkan dan membina hubungan dengan mitra bisnis serta mitra aliansi. 4. Mengimplementasikan dan mereview pelaksanaan sistem Perencanaan dan Pengembangan Usaha. 5. Menghimpun dan mensiasati perkembangan pasar dan perilaku pesaing (market inteligence). 6. Mengimplementasikan dan mereview pelaksanaan pembangunan dan pembinaan masyarakat lingkungan sekitar Unit Kerja melalui program KKPA, PUKK dan CD. 7. Menginformasikan kebutuhan pasar secara berkesinambungan kepada Direktur Produksi. 8. Membangun sistem aliansi dalam pengembangan portofolio bisnis dan diversifikasi usaha. 9. Mengendalikan biaya Bidang Perencanaan dan Pengembangan Usaha pada tingkat yang efektif dan efisien. 10. Mengimplementasikan dan mereview pelaksanaan Sistem Penilaian Karya (SPK) bagi SDM Bidang Perencanaan dan Pengembangan Usaha. 11. Melaksanakan seluruh program Strategic Initiative: Strategic Alliance Comprehensive Program (SACP) dan Customer Relationship Management (CRM). e. Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) dan Umum Tugas dan tanggung jawab Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) dan Umum adalah sebagai berikut:
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
66 1. Menetapkan upaya strategik dan kewajiban Bidang SDM dan Umum serta mengevaluasi pelaksanaannya. 2. Mengevaluasi dan menyempurnakan proses bisnis Bidang SDM (HR System) untuk meningkatkan kompetensi, kepuasan dan kinerja karyawan. 3. Mengevaluasi dan menyempurnakan proses bisnis (work system) Bidang Umum untuk mewujudkan keamanan lingkungan kerja dan pemenuhan aspek legalitas. 4. Mengimplementasikan dan mereview pelaksanaan Perencanaan Kebutuhan SDM yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan (HR Strategic Planning). 5. Mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan yang didasarkan atas hasil mapping personil dan kompetensi profil jabatan serta mengevaluasi pelaksanaannya. 6. Mengembangkan dan mengevaluasi pelaksanaan program peningkatan kualitas hidup (Quality of Life) karyawan. 7. Mengimplementasikan dan mereview pelaksanaan kesehatan serta Sistem Manajemen Keselamatan dan Keselamatan Kerja (SMK3). 8. Mengendalikan biaya pembinaan SDM dan Umum secara efektif dan efisien. 9. Mengimplementasikan dan mereview pelaksanaan Sistem Penilaian Karya (SPK) bagi SDM/ Umum. 10. Melaksanakan seluruh program Strategic Initiative Competence Based Human Resorce Management (CBHRM).
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
67 3. Unsur-unsur Pendapatan dan Biaya pada PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan Pendapatan atas penjualan diakui pada saat risiko dan penyerahan barang beralih kepada pembeli. Beban atau biaya diakui pada saat terjadinya (accrual basis). PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan mempunyai beberapa sumber pendapatan dan beban-beban yang ditanggung oleh perusahaan. Pendapatan perusahaan terdiri dari: 1. Penjualan: a. Penjualan ekspor b. Pungutan ekspor c. Penjualan lokal 2. Pendapatan lain-lain: a. Pendapatan lain-lain b. Penerimaan dividen c. Penerimaan bunga/jasa giro penerimaan bunga/jasa giro Sedangkan biaya perusahaan terbagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. Biaya usaha: a. Biaya penjualan b. Biaya administrasi/umum 2. Biaya lain-lain a. Rugi selisih kurs b. Beban bunga c. Biaya lain-lain
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
68 d. Rugi anak perusahaan
4. Laporan Keuangan Perusahaan Laporan keuangan perusahaan disajikan berikut ini adalah laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan yang terdiri dari Laporan Laba Rugi dan Laporan Neraca yang berhubungan dengan hutang pajak perusahaan tahun buku 2007.
Tabel 4.1 Neraca PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan
PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) MEDAN NERACA Per 31 Desember 2007 (disajikan dalam Rupiah)
AKTIVA Aktiva Lancar Kas dan Setara Kas 886.046.568.290 Kas 578.037.676 Bank 240.012.709.531 Deposito Berjangka 645.455.821.083 Piutang Usaha 105.948.371.414 Piutang Lain-lain 22.273.545.777 Persediaan 239.687.060.497 Uang Muka dan Biaya Dibayar di Muka 11.989.309.579 Pinjaman Karyawan 1.228.430.363 Tagihan dan Pajak Dibayar di Muka 11.336.348.374 Jumlah Aktiva Lancar 1.278.509.634.294
Aktiva Tidak Lancar Aktiva Pajak Tangguhan 0 Penyertaan Saham 49.634.235.435 Goodwill 0 Aktiva Tetap 2.642.630.476.046 Aktiva Tidak Lancar Lainnya 188.077.240.582 Jumlah Aktiva Tidak Lancar 2.880.341.952.063
TOTAL AKTIVA 4.158.851.586.357
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
69
KEWAJIBAN Kewajiban Lancar 988.015.727.938 Kewajiban Tidak Lancar 1.300.634.214.834 Hak Minoritas 0
Jumlah Kewajiban 2.288.649.942.772
EKUITAS Modal Saham 975.000.000.000 Tambahan Modal Disetor 0 Penyertaan Modal Negara 0
Bantuan Pemerintah yang Belum Ditentukan Statusnya 0 Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas Anak Perusahaan/Perusahaan Asosiasi 321.944.297 Selisih Nilai Transaksi Antar Ekuitas Sepengendali 0 Keuntungan (Kerugian) yang Belum Direalisasi dari Tersedia Untuk Dijual 0 Selisih Penilaian Kembali Aktiva Tetap 0 Akumulasi Rugi sampai Tahun Lalu 0 Cadangan Umum 342.504.344.420 Cadangan Tujuan 0 Laba yang Belum Ditentukan Peruntukannya 552.375.354.868 Modal Saham yang Diperoleh Kembali 0 Jumlah Ekuitas 1.870.201.643.585
TOTAL PASIVA 4.158.851.586.357
Sumber: www.ptpn4.co.id
Tabel 4.2 Laporan Laba Rugi PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan
PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) MEDAN LAPORAN LABA RUGI Untuk Tahun yang Berakhir pada 31 Desember 2007 (disajikan dalam Rupiah)
PENDAPATAN: Penjualan Ekspor 865.839.415.412 Pungutan Ekspor ( 39.759.095.380) Penjualan Lokal 2.491.155.148.202 Jumlah Pendapatan 3.317.235.468.234
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
70
HARGA POKOK PENJUALAN: Persediaan Awal 66.603.481.720 Biaya Tak Langsung 215.903.853.419 Biaya Langsung 1.439.530.435.133 Biaya Penyusutan 102.038.892.227 Biaya Pengiriman Ke Industri Hilir 7.668.052.805 Biaya Pengolahan Industri Hilir 21.387.724.550 Persediaan Akhir ( 124.715.167.924) Jumlah Harga Pokok Penjualan 1.728.417.271.930
LABA KOTOR/LABA OPERASIONAL 1.588.818.196.304 BIAYA USAHA: Biaya Penjualan 74.019.833.854 Biaya Administrasi/Umum 628.003.387.683 Jumlah Biaya Usaha 702.023.221.537 LABA USAHA 886.794.974.767 PENDAPATAN (BIAYA) LAIN-LAIN: Selisih Kurs (11.272.019.341) Beban Bunga (80.370.849.861) Biaya Lain-lain (36.159.718.568) Pendapatan Lain-lain 20.862.388.996 Penerimaan Dividen 18.000.000.000 Penerimaan bunga/jasa giro penerimaan bunga/jasa giro 10.218.441.700 Laba (Rugi) Anak Perusahaan ( 4.154.022.902) Jumlah Pendapatan (Biaya) Lain-lain (82.875.779.976) LABA SEBELUM PAJAK 803.919.194.791 PAJAK PENGHASILAN: Pajak Kini 225.170.500.400 Pajak Tangguhan Sumber: 26.373.339.523 Jumlah Pajak Penghasilan 251.543.839.923
LABA (RUGI) BERSIH 552.375.354.868
LABA (RUGI) BERSIH PER LEMBAR SAHAM 566.539
www.ptpn4.co.id
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
71 Dari laporan laba rugi perusahaan terlihat bahwa beban/penghasilan pajak perusahaan terdiri dari : Pajak kini Rp 225.170.500.400 Pajak tangguhan Rp 26.373.339.523 Jumlah Rp 251.543.839.923
Rekonsiliasi antara laba sebelum beban pajak penghasilan badan, seperti yang disajikan dalam laporan laba rugi dengan taksiran pajak penghasilan kena pajak untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2007 adalah sebagai berikut: Laba akuntansi sebelum pajak penghasilan badan Rp 803.919.194.791 Ditambah (dikurangi) Beda waktu: Penyusutan dan amortisasi Rp (75.102.084.124) Penyisihan beban manfaat karyawan Rp (13.693.888.510) Penyisihan piutang ragu-ragu Rp 884.840.889 Jumlah beda waktu Rp (87.911.131.745)
Ditambah (dikurangi) Beda tetap: Beban pensiun Rp 10.611.344.291 Sumbangan Rp 5.515.310.924 Beban pengobatan Rp 5.804.471.474 Beban sosial lainnya Rp 4.867.060.471 Pemeliharaan rumah dan bangunan sosial Rp 2.351.568.553 Beban dan denda pajak Rp 6.055.660.528 Surat kabar dan majalah Rp 1.231.629.799 Beban lain-lain Rp 4.590.267.366 Penghasilan bunga yang sudah dikenakan pajak final Rp (10.218.441.700) Jumlah beda tetap Rp 30.808.871.706 Taksiran penghasilan kena pajak Rp 746.816.934.752
Taksiran beban pajak penghasilan perusahaan Rp 225.170.500.400
Pajak dibayar di muka oleh perusahaan Pajak penghasilan: Pasal 22 Rp 2.700.000.000 Pasal 25 Rp 195.730.898.170 Jumlah Rp 198.430.898.170 Taksiran hutang pajak penghasilan
Taksiran hutang (tagihan) pajak penghasilan
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
72 Pasal 29 Rp 26.739.602.230
Perhitungan beban pajak tangguhan perusahaan adalah sebagai berikut: Dengan tarif pajak maksimum 30% Penyusutan dan amortisasi Rp (22.530.625.237) Penyisihan piutang ragu-ragu Rp 265.452.266 Beban manfaat karyawan Rp (4.108.166.552)
PERHITUNGAN LUMPSUM PPH BADAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) MEDAN TAHUN 2007
Laba menurut RKAP 2007 Rp 505.275.000.000
Jumlah beban pajak tangguhan Rp (26.373.339.523) PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan pada awal tahun menetapkan besarnya Pajak Penghasilan terutang atas Penghasilan Kena Pajak berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan, dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 dan pasal 23. Kemudian pada akhir tahun pajak melakukan perhitungan pajak yang terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan, kecuali atas penghasilan yang telah dipotong pajak bersifat tunai. Berikut adalah perhitungan Lumpsum PPh Badan yang dibuat oleh PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan pada tahun 2007 yang disusun berdasarkan RKAP tahun bersangkutan.
Tabel 4.3 Perhitungan Lumpsum PPh Badan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan - Biaya Pemeliharaan Rumah Rp 3.449.121.500 Beda Tetap:
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
73 - Sumbangan Rp 1.301.156.000 - Denda & Sanksi Admie Pajak Rp 3.769.528.000 - Biaya Akomodasi Tamu Rp 1.812.388.400 - Biaya Pensiun Rp 5.672.871.000 - Pelatihan dan Pendidikan Rp 1.303.814.800 - Biaya Ekolem (PKBL) Rp 95.450.000 - Biaya Lain-lain Rp 5.969.704.200 - Bunga Jasa Giro (Rp 2.115.950.000)
- (Laba) Rugi Anaki Perusahaan (Rp 3.037.448.000)
Rp 18.220.635.900 - Selisih Penyusutan Fiskal Beda Waktu: Komersial (Rp 61.591.282.995) - Amortisasi Biaya Ditangguhkan (Rp 4.172.426.847)
Penghasilan Kena Pajak Rp 457.731.926.058 Penghasilan Kena Pajak Pembulatan Rp 457.731.926.000
(Rp 65.763.709.842) - 10% x Rp 50.000.000 =Rp 5.000.000 PPh Terhutang: - 15% x Rp 50.000.000 =Rp 7.500.000 - 30% x Rp 457.631.926.000 = Rp 137.302.077.800
Rp 137.289.577.800 - PT Padasa Enam Utama Kredit Pajak: PPh Pasal 23: (Rp 5.625.000.000) Rp 131.677.077.800
Sumber: PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan, 2007
Angsuran PPh Pasal 25 tahun 2007 setiap bulannya sebesar 1/12 x Rp 131.677.077.800 =Rp 10.973.089.816. Berdasarkan peraturan perpajakan bahwa penyetoran pajak dilakukan selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulannya dan pelaporan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 20 setiap bulannya.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
74 5. Kebijakan Perusahaan dalam Pemberian Kesejahteraan Karyawan Pelaksanaan tax planning PPh Pasal 21 yang dilakukan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan adalah sebagai berikut: a. PPh Pasal 21 Karyawan Perusahaan menanggung PPh Pasal 21 karyawan dan tidak memberikan tunjangan pajak kepada karyawan sehingga karyawan tidak perlu membayar PPh Pasal 21. b. Pengobatan/Kesehatan Karyawan Perusahaan mendirikan klinik di wilayah perusahaan. Klinik tersebut hanya menyediakan obat-obatan untuk penyakit ringan. Di samping itu, perusahaan juga mempekerjakan seorang dokter umum untuk mendukung klinik tersebut. Perusahaan juga bekerja sama dengan pihak rumah sakit tertentu. c. Pembayaran Premi Asuransi untuk Pegawai Perusahaan mengikutsertakan seluruh karyawan dalam asuransi tenaga kerja program J amsostek atau Jaminan Sosial Tenaga Kerja untuk memberikan perlindungan dasar bagi tenaga kerja dalam menghadapi risiko-risiko yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan. Pembayaran premi asuransi untuk pegawai sebagian ditanggung perusahaan yaitu sebesar 4,24% dan sebesar 2% ditanggung oleh karyawan. d. Iuran Pensiun dan Iuran Jaminan Hari Tua Perusahaan memberikan imbalan jasa masa kerja pensiun kepada karyawan yang telah mencapai usia pensiun normal pada umur 55-56 dengan
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
75 menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti untuk seluruh karyawan tetap yang dihitung berdasarkan gaji terakhir dan masa kerja karyawan. Perusahaan menanggung sebagian iuran pensiun dan iuran J aminan Hari Tua karyawan yaitu sebesar 7,6% dan sebesar 6% ditanggung oleh karyawan. e. Rumah Dinas Karyawan Khusus untuk karyawan yang bekerja di Kantor Pusat Medan perusahaan memberi tunjangan perumahan, sedangkan untuk karyawan di masing-masing unit kebun diberi rumah dinas. f. Transportasi untuk Karyawan Tunjangan transportasi diberikan kepada karyawan untuk keperluan pergi dan pulang kantor dan tugas-tugas yang berkaitan dengan pekerjaan. Perusahaan menyediakan fasilitas kendaraan dinas bagi Direksi dan jabatan-jabatan tertentu serta tunjangan transportasi bagi karyawan lainnya. g. Pakaian Kerja Karyawan Perusahaan memberikan pakaian kerja sehubungan dengan lingkungan kerja karyawan, misalnya seragam satpam dan juga memberikan seragam karyawan pada umumnya. h. Makanan dan Natura Lainnya Perusahaan memberikan tunjangan beras atau uang makan. Selain itu, karyawan juga diberikan dalam bentuk natura yaitu beras.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
76 i. Bonus dan Jasa Produksi Perusahaan memberikan bonus dan jasa produksi yang dibebankan pada waktu tahun berjalan. Bonus ditetapkan berdasarkan estimasi manajemen perusahaan dan disahkan oleh RUPS.
B. Analisis Hasil Penelitian Pada hakikatnya pengambilan keputusan merupakan proses mengevaluasi beberapa alternatif yang tersedia. Ditinjau dari segi perpajakan alternatif tersebut, pada umumnya menyangkut masalah keuntungan dan biaya, dan oleh karena itu pemilihan alternatif jatuh kepada alternatif yang menjanjikan keuntungan terbesar, yaitu alternatif yang dapat memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax profit). Analisis yang dilakukan yang ditinjau dari penerapan tax planning pada PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan yang terdiri dari: 1. Memberikan Tunjangan PPh Pasal 21 Tunjangan dalam bentuk uang yang dimasukkan ke dalam daftar gaji yang diberikan oleh pemberi kerja pada karyawan untuk membantu karyawan dalam membayar pajak penghasilan. Sebagai contoh, Ir Budiman adalah wajib pajak dengan status kawin dengan tiga anak, bekerja sebagai karyawan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan. Penghasilan Ir Budiman yang diperoleh setiap bulan adalah sebagai berikut. Gaji Rp 9.500.000 Tunjangan istri Rp 230.000 Tunjangan anak (setiap anak) Rp 100.000 Tunjangan jabatan Rp 2.375.000 Tunjangan Perumahan Rp 950.000 Biaya pemeliharaan mobil dinas Rp 500.000 Iuran dibayar oleh pemberi kerja
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
77 Premi J amsostek Rp 100.000 Iuran JHT Rp 200.000 Iuran pensiun Rp 180.000 Iuran dibayar oleh Ir Budiman Iuran JHT Rp 180.000 Iuran pensiun Rp 180.000
PPh Pasal 21 karyawan adalah pajak yang dibebankan pada karyawan atas penghasilan yang diterimanya dari pemberi kerja (perusahaan). PPh Pasal 21 itu dipungut oleh pemberi kerja kemudian disetorkan pada pemerintah. Ada 3 metode yang bisa digunakan dalam perhitungan PPh 21, yaitu : a. Net Method Merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan menanggung pajak karyawannya. b. Gross Method Merupakan metode pemotongan pajak dimana karyawan menanggung sendiri jumlah pajak penghasilannya. c. Gross-Up Method Merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang akan dipotong dari penghasilan karyawan.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
78 Perhitungan PPh Pasal 21 menurut ketiga metode tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 4.4 Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan
PPh Pasal 21 Ditanggung Karyawan/Pemberi Kerja Diberikan dalam Bentuk Tunjangan Pajak Di Gross Up Penghasilan Bruto Gaji 9.500.000 9.500.000 9.500.000 Tunjangan Istri 230.000 230.000 230.000 Tunjangan Anak 300.000 300.000 300.000 Tunjangan Jabatan 2.375.000 2.375.000 2.375.000 Tunjangan Perumahan 950.000 950.000 950.000 Tunjangan Pajak - 1.770.917 2.361.222 Iuran yang Dibayar oleh Karyawan: Premi J amsostek 100.000 100.000 100.000 Jumlah Penghasilan Bruto 13.455.000 15.225.917 15.816.222
Pengurangan: Biaya Jabatan 108.000 108.000 108.000 Iuran yang Dibayar oleh Karyawan: Iuran Pensiun 180.000 180.000 180.000 Jumlah Pengurangan 288.000 288.000 288.000
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
PPh Pasal 21 yang harus disetor/dipotong dari penghasilan karyawan 1.770.917 442.729 0
Sumber: Data yang diolah penulis, 2009
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
80 Oleh karena Penghasilan Kena Pajak (PKP) sebelum Tunjangan Pajak berjumlah Rp 140.004.000 berada di kelompok penghasilan Rp 100.000.000 dan Rp 200.000.000, maka perhitungan tunjangan pajaknya akan menggunakan rumus sebagai berikut:
PKP di atas Rp 100.000.000 s.d Rp 200.000.000 Pajak = 1/36 (PKP sebelum Tunjangan Pajak Rp 55.000.000)
Pajak =1/36 (Rp 140.004.000 Rp 55.000.000) =1/36 x Rp 85.004.000 =Rp 2.361.222
Ada 4 alternatif kebijakan yang bisa diambil oleh perusahaan yang berkaitan dengan PPh Pasal 21 karyawan, yaitu: 1. PPh Pasal 21 ditanggung karyawan 2. PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan 3. PPh Pasal 21 diberikan dalm bentuk tunjangan pajak 4. PPh Pasal 21 di gross up Perbandingan antara gaji yang dibawa pulang karyawan (take home pay), biaya komersial dan biaya fiskal atas pembayaran gaji karyawan, merupakan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam rangka pemilihan alternatif tersebut, seperti terlihat pada perhitungan di bawah ini.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
81 Tabel 4.5 Alternatif Kebijakan Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4 Take Home Pay Gaji & Tunjangan 13.355.000 13.355.000 15.125.917 15.716.222 Dikurangi: Iuran Pensiun 180.000 180.000 180.000 180.000 PPh Pasal 21 1.770.917 - 2.213.646 2.361.222 Jumlah 11.404.083 13.175.000 12.732.271 13.175.000
Biaya Fiskal Penghasilan Bruto 13.455.000 13.455.000 15.225.917 15.816.222 Ditambah: Iuran Pensiun 180.000 180.000 180.000 180.000 Biaya Mobil Dinas 250.000 250.000 250.000 250.000 Jumlah 13.885.000 13.885.000 15.655.917 16.246.222
Biaya Komersial Biaya Fiskal 13.885.000 13.885.000 15.655.917 16.246.222 Ditambah: Biaya Mobil Dinas 250.000 250.000 250.000 250.000 PPh Pasal 21 - 1.770.917 - - Jumlah 14.135.000 15.905.917 15.905.917 16.496.222
Selisih Biaya Fiskal dan Biaya Komersial 250.000 2.020.917 250.000 250.000
Sumber: Data yang diolah penulis, 2009
Ikhtisar dari Take Home Pay, Biaya Fiskal dan Biaya Komersial serta selisihnya yang merupakan faktor-faktor penentu pemilihan alternatif dapat terlihat seperti berikut ini.
Tabel 4.6 Ikhtisar dari Take Home Pay, Biaya Fiskal dan Biaya Komersial
Take Home Pay Biaya Fiskal Biaya Komersial Selisih
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
82 Ditanggung Pemberi Kerja 13.175.000 13.885.000 15.905.917 2.020.917 Diberikan dalam Bentuk Tunjangan Pajak 12.732.271 15.655.917 15.905.917 250.000 Di Gross Up 13.175.000 16.246.222 16.496.222 250.000 Sumber: Data yang diolah penulis, 2009
Berdasarkan ikhtisar alternatif-alternatif di atas, maka alternatif yang paling baik dipilih oleh perusahaan adalah Alternatif 4 yaitu PPh Pasal 21 karyawan di gross up. Sebab dari sudut pandang karyawan gaji yang dibawa pulang (take home pay) merupakan yang terbesar yaitu Rp 13.175.000, dan di pihak lain perusahaan akan menanggung selisih antara biaya komersial dengan biaya fiskal yang tidak berbeda dengan alternatif lainnya yaitu Rp 250.000. Dengan menggunakan metode gross up maka perusahaan dapat membebankan biaya tunjangan pajak sebagai deductible expense sehingga dapat mengurangi PPh Badan perusahaan. Tetapi hal ini harus didukung dengan adanya penjurnalan biaya tunjangan pajak di dalam pembukuan Wajib Pajak serta tunjangan tersebut harus tercantum dalam slip gaji karyawan.
2. Memberikan Tunjangan Kesehatan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan mendirikan klinik sendiri yang didirikan di dalam lokasi perusahaan dan bekerja sama dengan pihak rumah sakit tertentu.. Klinik ini menyediakan dokter umum dan memberikan obat-obatan secara cuma-cuma kepada karyawan. Fasilitas yang diterima oleh karyawan tidak dalam bentuk uang tunai seperti penyediaan dokter dan pemberian obat-obatan tersebut bagi karyawan yang bersangkutan bukan merupakan penghasilan. Dengan sendirinya, pembayaran kenikmatan tersebut oleh perusahaan tidak dapat dikurangkan sebagai biaya, seperti terlihat pada perhitungan di bawah ini.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
83 Tabel 4.7 Fasilitas Dokter dan Obat
Fasilitas Dokter dan Obat Pendapatan 3.317.235.468.234 Harga Pokok Penjualan 1.728.417.271.930 Laba Kotor 1.588.818.196.304
Biaya Usaha: Biaya Penjualan 74.019.833.854 Biaya Administrasi/Umum 557.207.106.328 Dokter dan Obat (70.796.281.355) Jumlah Biaya Usaha 631.226.940.182
Laba Usaha 957.591.256.122
Pendapatan (Biaya) Lain-lain 82.875.779.976 Laba sebelum Pajak 874.715.476.146
PPh Terutang 262.397.142.844 Laba setelah Pajak 612.318.333.302 Jumlah Hutang Pajak 262.397.142.844 Sumber: Data yang diolah penulis, 2009
Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat bahwa biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk fasilitas dokter dan obat sebesar Rp 70.796.281.355 tidak dapat dikurangkan ke dalam pendapatan perusahaan, sehingga dilakukan koreksi fiskal sebesar Rp 70.796.281.355 yang menyebabkan adanya tambahan pajak sebesar 30% x Rp 70.796.281.355 = Rp 21.238.884.407. Tetapi apabila penyediaan dokter dan pemberian obat-obatan tersebut diubah menjadi tunjangan kesehatan, maka berdasarkan UU PPh pasal 4 ayat (1) huruf a tunjangan kesehatan yang diberikan dalam bentuk uang tersebut merupakan penghasilan yang akan dipajaki (taxable), dan di lain pihak berdasarkan UU PPh pasal 6 ayat (1) huruf a biaya tunjangan kesehatan tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan (deductible), seperti terlihat pada perhitungan di bawah ini.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
84 Tabel 4.8 Tunjangan Kesehatan
Tunjangan Kesehatan Pendapatan 3.317.235.468.234 Harga Pokok Penjualan 1.728.417.271.930 Laba Kotor 1.588.818.196.304
Biaya Usaha: Biaya Penjualan 74.019.833.854 Biaya Administrasi/Umum 557.207.106.328 Tunjangan Kesehatan 70.796.281.355 Jumlah Biaya Usaha 702.023.221.537
Laba Usaha 886.794.974.767
Pendapatan (Biaya) Lain-lain 82.875.779.976 Laba sebelum Pajak 803.919.194.791
PPh Terutang 241.158.258.437 Laba setelah Pajak 562.760.936.354 Jumlah Hutang Pajak 241.158.258.437 Sumber: Data yang diolah penulis, 2009
Tunjangan pengobatan diberikan sebesar jumlah biaya yang dipakai untuk keperluan pengobatan tersebut. Untuk mengetahui jumlah ini, klinik atau rumah sakit harus membuat catatan besarnya biaya pengobatan masing-masing karyawan tiap bulan. Perusahaan kemudian memotong kembali tunjangan pengobatan dari penghasilan karyawan yang telah dikenakan pajak pada tiap akhir bulan. Dengan melakukan tax planning maka PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan dapat melakukan penghematan pajak sebesar Rp 21.238.884.407 (Rp 262.397.142.844 Rp 241.158.258.437) atau sama dengan 30% x Rp 70.796.281.355. Sedangkan di sisi karyawan, pemberian tunjangan kesehatan akan menambah penghasilan kena pajak mereka. Pertambahan penghasilan kena pajak ini akan menyebabkan PPh Pasal 21 karyawan menjadi lebih besar.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
85 3. Pembayaran Premi Asuransi untuk Karyawan Program Jamsostek atau Jaminan Sosial Tenaga Kerja merupakan program pemerintah yang bertujuan memberikan perlindungan dasar bagi tenaga kerja guna menjaga harkat dan martabatnya sebagai manusia dalam menghadapi risiko- risiko yang timbul. Program Jamsostek memberikan kepastian jaminan dan perlindungan terhadap risiko sosial ekonomi yang ditimbulkan kecelakaan kerja, cacat, sakit, hari tua, dan meninggal dunia. Sesuai dengan peraturan pemerintah tentang ketenagakerjaan di mana setiap perusahaan diwajibkan untuk mengikutsertakan karyawannya dalam program Jamsostek. Pembayaran premi asuransi untuk karyawan di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan sebagian ditanggung perusahaan yaitu sebesar 4,24% dan sebesar 2% ditanggung oleh karyawan. J ika perusahaan tidak menanggung biaya premi asuransi untuk karyawan, maka biaya premi tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan perusahaan, seperti terlihat pada perhitungan berikut ini. Tabel 4.9 Tidak Membayar Biaya Premi Asuransi (Jamsostek)
Tidak Membayar Biaya Premi Asuransi (Jamsostek) Pendapatan 3.317.235.468.234 Harga Pokok Penjualan 1.728.417.271.930 Laba Kotor 1.588.818.196.304
Biaya Usaha: Biaya Penjualan 74.019.833.854 Biaya Administrasi/Umum 613.152.610.406 Jumlah Biaya Usaha 687.172.444.260
Laba Usaha 901.645.752.044
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
86 Pendapatan (Biaya) Lain-lain 82.875.779.976 Laba sebelum Pajak 818.769.972.068
PPh Terutang 245.613.491.620 Laba setelah Pajak 573.156.480.448 Jumlah Hutang Pajak 245.613.491.620 Sumber: Data yang diolah penulis, 2009
Apabila premi asuransi tersebut dibayar atau ditanggung oleh pemberi kerja, bagi pemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya (deductible) dan bagi karyawan yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan objek pajak (taxable), seperti terlihat pada perhitungan berikut ini. Tabel 4.10 Membayar Biaya Premi Asuransi (Jamsostek)
Membayar Biaya Premi Asuransi (Jamsostek) Pendapatan 3.317.235.468.234 Harga Pokok Penjualan 1.728.417.271.930 Laba Kotor 1.588.818.196.304
Biaya Usaha: Biaya Penjualan 74.019.833.854 Biaya Administrasi/Umum 613.152.610.406 Biaya Premi Asuransi (Jamsostek) 14.850.777.277 Jumlah Biaya Usaha 702.023.221.537
Laba Usaha 886.794.974.767
Pendapatan (Biaya) Lain-lain 82.875.779.976 Laba sebelum Pajak 803.919.194.791
PPh Terutang 241.158.258.437 Laba setelah Pajak 562.760.936.354 Jumlah Hutang Pajak 241.158.258.437 Sumber: Data yang diolah penulis, 2009
Dengan melakukan tax planning maka PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan dapat melakukan penghematan pajak sebesar Rp 4.455.233.183 (Rp
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
87 245.613.491.620 Rp 241.158.258.437) atau sama dengan 30% x Rp 14.850.777.277. Sedangkan di sisi karyawan, premi asuransi yang ditanggung oleh perusahaan akan menambah penghasilan kena pajak karyawan karena merupakan objek PPh. Menanggung premi asuransi karyawan merupakan aturan dari pemerintah mengenai premi asuransi Jamsostek yang mewajibkan pemberi kerja menanggung premi asuransi karyawan.
4. Membayar Biaya Iuran Pensiun/Santunan Hari Tua (SHT) PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan melakukan program pensiun manfaat pasti untuk seluruh karyawan tetap yang dihitung berdasarkan gaji terakhir dan masa kerja karyawan. Dana Pensiun ini dikelola oleh Dana Pensiun Perkebunan (Dapenbun) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. KEP-344/KMK/17/1999. Pendanaan Dapenbun berasal dari kontribusi karyawan dan perusahaan, masing-masing sebesar 6% dan 7,6% dari gaji dasar tahunan karyawan yang ditentukan berdasarkan hasil perhitungan aktuaria. Metode penilaian aktuaria yang digunakan adalah Metode Projected Unit Credit. Selain itu, perusahaan juga memberikan imbalan lainnya berupa Santunan Hari Tua (SHT), tunjangan masa persiapan pensiun, cuti panjang, dan penghargaan masa kerja dengan syarat yang telah diputuskan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara karyawan dan perusahaan. J ika perusahaan tidak menanggung biaya iuran pensiun untuk karyawan, maka biaya tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan perusahaan, seperti terlihat pada perhitungan berikut ini.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
88 Tabel 4.11 Tidak Membayar Biaya Iuran Pensiun/SHT
Tidak Membayar Biaya Iuran Pensiun/SHT Pendapatan 3.317.235.468.234 Harga Pokok Penjualan 1.728.417.271.930 Laba Kotor 1.588.818.196.304
Biaya Usaha: Biaya Penjualan 74.019.833.854 Biaya Administrasi/Umum 578.870.036.105 Jumlah Biaya Usaha 652.889.869.959
Laba Usaha 935.928.326.345
Pendapatan (Biaya) Lain-lain 82.875.779.976 Laba sebelum Pajak 853.052.546.369
PPh Terutang 255.898.263.911 Laba setelah Pajak 597.154.282.458 Jumlah Hutang Pajak 255.898.263.911 Sumber: Data yang diolah penulis, 2009
J ika iuran pensiun/Santunan Hari Tua (SHT) ditanggung pemberi kerja maka berdasarkan UU PPh pasal 6 ayat (1) huruf c biaya tersebut boleh dibebankan sebagai biaya (deductible) dan berdasarkan UU PPh pasal 4 ayat (3) huruf g bukan merupakan penghasilan karyawan (non taxable), seperti terlihat pada perhitungan berikut ini. Tabel 4.12 Membayar Biaya Iuran Pensiun/SHT Membayar Biaya Iuran Pensiun/SHT Pendapatan 3.317.235.468.234 Harga Pokok Penjualan 1.728.417.271.930 Laba Kotor 1.588.818.196.304
Biaya Usaha: Biaya Penjualan 74.019.833.854
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
89 Biaya Administrasi/Umum 578.870.036.105 Biaya Iuran Pensiun/SHT 49.133.351.578 Jumlah Biaya Usaha 702.023.221.537
Laba Usaha 886.794.974.767
Pendapatan (Biaya) Lain-lain 82.875.779.976 Laba sebelum Pajak 803.919.194.791
PPh Terutang 241.158.258.437 Laba setelah Pajak 562.760.936.354 Jumlah Hutang Pajak 241.158.258.437 Sumber: Data yang diolah penulis, 2009
Namun demikian terdapat ketentuan bahwa hanya iuran kepada dana pensiun yang mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan yang boleh dibebankan sebagai biaya, dalam hal ini dana pensiun tersebut adalah Dapenbun. Dengan melakukan tax planning maka PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan dapat melakukan penghematan pajak sebesar Rp 14.740.005.474 (Rp 255.898.263.911 Rp 241.158.258.437) atau sama dengan 30% x Rp 49.133.351.578. Membayar iuran pensiun/SHT karyawan merupakan aturan dari pemerintah yang mewajibkan pemberi kerja membayar sebagian iuran pensiun/SHT karyawan.
5. Rumah Dinas Karyawan Khusus untuk karyawan yang bekerja di Kantor Pusat Medan, perusahaan memberikan tunjangan perumahan. Pengeluaran dalam bentuk natura atau kenikmatan, misalnya fasilitas menempati rumah dinas secara cuma-cuma, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan pihak yang menerima atau menikmati yaitu karyawan bukan merupakan penghasilan, seperti terlihat pada perhitungan berikut ini.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
90 Tabel 4.13 Fasilitas Rumah Dinas
Fasilitas Rumah Dinas Pendapatan 3.317.235.468.234 Harga Pokok Penjualan 1.728.417.271.930 Laba Kotor 1.588.818.196.304
Biaya Usaha: Biaya Penjualan 74.019.833.854 Biaya Administrasi/Umum 627.788.137.683 Rumah Dinas (215.250.000) Jumlah Biaya Usaha 701.807.971.537
Laba Usaha 887.010.224.767
Pendapatan (Biaya) Lain-lain 82.875.779.976 Laba sebelum Pajak 804.134.444.791
PPh Terutang 241.222.833.437 Laba setelah Pajak 562.911.611.354 Jumlah Hutang Pajak 241.222.833.437 Sumber: Data yang diolah penulis, 2009
Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat bahwa biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk fasilitas rumah dinas sebesar Rp 215.250.000 tidak dapat dikurangkan ke dalam pendapatan perusahaan, sehingga dilakukan koreksi fiskal sebesar Rp 215.250.000 yang menyebabkan adanya tambahan pajak sebesar 30% x Rp 215.250.000 =Rp 64.575.000. J ika kenikmatan mendiami rumah tidak diperlukan sebagai penghasilan bagi karyawan maka perusahaan tidak dapat mengurangkan biaya yang berkaitan dengan rumah (biaya penyusutan, renovasi, atau pemeliharaan) sebagai biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. Agar perusahaan dapat mengurangkan pengeluaran tersebut sebagai biaya maka kepada karyawan harus diberikan tunjangan perumahan minimal sebesar jumlah penyusutan atau renovasi (pemeliharaan) rumah yang bersangkutan. Bagi pemberi
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
91 kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya (deductible) dan bagi karyawan yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan objek pajak (taxable), seperti terlihat pada perhitungan berikut ini. Tabel 4.14 Tunjangan Perumahan
Tunjangan Perumahan Pendapatan 3.317.235.468.234 Harga Pokok Penjualan 1.728.417.271.930 Laba Kotor 1.588.818.196.304
Biaya Usaha: Biaya Penjualan 74.019.833.854 Biaya Administrasi/Umum 627.788.137.683 Tunjangan Perumahan 215.250.000 Jumlah Biaya Usaha 702.023.221.537
Laba Usaha 886.794.974.767
Pendapatan (Biaya) Lain-lain 82.875.779.976 Laba sebelum Pajak 803.919.194.791
PPh Terutang 241.158.258.437 Laba setelah Pajak 562.760.936.354 Jumlah Hutang Pajak 241.158.258.437 Sumber: Data yang diolah penulis, 2009
Dengan melakukan tax planning maka PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan dapat melakukan penghematan pajak sebesar Rp 64.575.000 (Rp 241.222.833.437 Rp 241.158.258.437) atau sama dengan 30% x Rp 215.250.000. Pertambahan penghasilan sebagai akibat pemberian tunjangan perumahan ini akan menambah beban Pajak Penghasilan karyawan yang bersangkutan.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
92 6. Transportasi untuk Karyawan Perusahaan memberikan fasilitas kendaraan dinas untuk karyawan pada jabatan atau posisi tertentu seperti direktur, manager, komisaris dan jabatan tertentu lainnya. Sedangkan untuk karyawan lainnya perusahaan memberikan tunjangan transportasi. Pengeluaran dalam bentuk natura atau kenikmatan termasuk kenikmatan pemakaian kendaraan bermotor perusahaan, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan pihak yang menerima atau menikmati yaitu karyawan bukan merupakan penghasilan. Namun berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-220/PJ/2002 biaya yang berkaitan dengan kendaraan dinas yang digunakan untuk karyawan tertentu karena pekerjaan atau jabatannya hanya boleh diakui sebesar 50%, seperti terlihat pada perhitungan berikut ini. Tabel 4.15 Fasilitas Kendaraan Dinas
Fasilitas Kendaraan Dinas Pendapatan 3.317.235.468.234 Harga Pokok Penjualan 1.728.417.271.930 Laba Kotor 1.588.818.196.304
Biaya Usaha: Biaya Penjualan 74.019.833.854 Biaya Administrasi/Umum 623.961.099.781 Kendaraan Dinas (50%) (4.042.287.903) Jumlah Biaya Usaha 697.980.933.635
Laba Usaha 890.837.262.670
Pendapatan (Biaya) Lain-lain 82.875.779.976 Laba sebelum Pajak 807.961.482.694
PPh Terutang 242.370.944.808 Laba setelah Pajak 565.590.537.885 Jumlah Hutang Pajak 242.370.944.808 Sumber: Data yang diolah penulis, 2009
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
93 Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat bahwa biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk fasilitas kendaraan dinas sebesar Rp 8.084.575.805, tetapi yang dapat dikurangkan ke dalam pendapatan perusahaan hanya 50% sehingga dilakukan koreksi fiskal sebesar Rp 4.042.287.903 yang menyebabkan adanya tambahan pajak sebesar 30% x Rp 4.042.287.903 =Rp 1.212.686.371. Agar perusahaan dapat mengurangkan seluruh biaya tersebut sebagai biaya pengurang penghasilan perusahaan maka kepada karyawan harus diberikan tunjangan transportasi. Bagi pemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya (deductible) dan bagi karyawan yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan objek pajak (taxable), seperti terlihat pada perhitungan berikut ini. Tabel 4.16 Tunjangan Transportasi
Tunjangan Transportasi Pendapatan 3.317.235.468.234 Harga Pokok Penjualan 1.728.417.271.930 Laba Kotor 1.588.818.196.304
Biaya Usaha: Biaya Penjualan 74.019.833.854 Biaya Administrasi/Umum 619.918.811.878 Tunjangan Transportasi 8.084.575.805 Jumlah Biaya Usaha 702.023.221.537
Laba Usaha 886.794.974.767
Pendapatan (Biaya) Lain-lain 82.875.779.976 Laba sebelum Pajak 803.919.194.791
PPh Terutang 241.158.258.437 Laba setelah Pajak 562.760.936.354 Jumlah Hutang Pajak 241.158.258.437 Sumber: Data yang diolah penulis, 2009
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
94 Dengan melakukan tax planning maka PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan dapat melakukan penghematan pajak sebesar Rp 1.212.686.371 (Rp 242.370.944.808 Rp 241.158.258.437) atau sama dengan 30% x Rp 4.042.287.903. Pertambahan penghasilan sebagai akibat pemberian tunjangan transportasi ini akan menambah beban Pajak Penghasilan karyawan yang bersangkutan.
7. Pakaian Kerja Karyawan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan memberikan tunjangan sosial dalam bentuk natura seperti pakaian kerja dan alat keselamatan dan kesehatan kerja. Karyawan diberikan pakaian kerja sehubungan dengan lingkungan kerja, misalnya seragam pabrik dan seragam hansip/satpam. Ada juga yang diberikan seragam karyawan pada umumnya. J ika perusahaan tidak menanggung biaya pakaian kerja untuk karyawan, maka biaya tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan perusahaan, seperti terlihat pada perhitungan berikut ini. Tabel 4.17 Tidak Memberi Pakaian Kerja
Tidak Memberi Pakaian Kerja Pendapatan 3.317.235.468.234 Harga Pokok Penjualan 1.728.417.271.930 Laba Kotor 1.588.818.196.304
Biaya Usaha: Biaya Penjualan 74.019.833.854 Biaya Administrasi/Umum 618.851.535.619 Jumlah Biaya Usaha 692.871.369.473
Laba Usaha 895.946.826.831
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
95 Pendapatan (Biaya) Lain-lain 82.875.779.976 Laba sebelum Pajak 813.071.046.855
PPh Terutang 243.903.814.057 Laba setelah Pajak 569.167.232.799 Jumlah Hutang Pajak 243.903.814.057 Sumber: Data yang diolah penulis, 2009
Pemberian kepada karyawan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan, keamanan dan keselamatan kerja atau yang berkenaan dengan kondisi lingkungan kerja seperti pakaian seragam satpam, pakaian seragam karyawan serta perlengkapan kerja untuk keselamatan, seperti helm, sepatu, dsb dapat dikurangkan untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak (deductible), tetapi bukan merupakan penghasilan bagi karyawan (non taxable) walaupun diberikan bukan di daerah terpencil seperti yang tercantum dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP- 213/PJ/2001 pasal 3 ayat (1), seperti terlihat pada perhitungan berikut ini. Tabel 4.18 Memberi Pakaian Kerja
Memberi Pakaian Kerja Pendapatan 3.317.235.468.234 Harga Pokok Penjualan 1.728.417.271.930 Laba Kotor 1.588.818.196.304
Biaya Usaha: Biaya Penjualan 74.019.833.854 Biaya Administrasi/Umum 618.851.535.619 Biaya Pakaian Kerja 9.151.852.064 Jumlah Biaya Usaha 702.023.221.537
Laba Usaha 886.794.974.767
Pendapatan (Biaya) Lain-lain 82.875.779.976 Laba sebelum Pajak 803.919.194.791
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
96 PPh Terutang 241.158.258.437 Laba setelah Pajak 562.760.936.354 Jumlah Hutang Pajak 241.158.258.437 Sumber: Data yang diolah penulis, 2009
Dengan melakukan tax planning maka PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan dapat melakukan penghematan pajak sebesar Rp 2.745.555.620 (Rp 243.903.814.057 Rp 241.158.258.437) atau sama dengan 30% x Rp 9.151.852.064.
8. Makanan dan Natura Lainnya Menurut Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-213/PJ/2001 pasal 1 huruf a biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja adalah biaya penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh karyawan secara bersama-sama termasuk dewan direksi dan dewan komisaris yang diberikan di tempat kerja. Sedangkan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan memberikan tunjangan beras atau uang makan kepada karyawan. Selain itu, perusahaan juga memberikannya dalam bentuk natura yaitu beras. Maka pemberian natura/kenikmatan tersebut bukan merupakan penghasilan bagi karyawan dan tidak bisa dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan, seperti terlihat pada perhitungan berikut ini. Tabel 4.19 Tunjangan Bentuk Natura
Tunjangan Bentuk Natura Pendapatan 3.317.235.468.234 Harga Pokok Penjualan 1.728.417.271.930 Laba Kotor 1.588.818.196.304
Biaya Usaha: Biaya Penjualan 74.019.833.854
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
97 Biaya Administrasi/Umum 575.285.003.523 Beras (52.718.384.160) Jumlah Biaya Usaha 649.304.837.377
Laba Usaha 939.513.358.927
Pendapatan (Biaya) Lain-lain 82.875.779.976 Laba sebelum Pajak 856.637.578.951
PPh Terutang 256.973.773.685 Laba setelah Pajak 599.663.805.266 Jumlah Hutang Pajak 256.973.773.685 Sumber: Data yang diolah penulis, 2009
Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat bahwa biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk beras sebesar Rp 52.718.384.160 tidak dapat dikurangkan ke dalam pendapatan perusahaan, sehingga dilakukan koreksi fiskal sebesar Rp 52.718.384.160 yang menyebabkan adanya tambahan pajak sebesar 30% x Rp 52.718.384.160 = Rp 15.815.515.248. Agar perusahaan dapat mengurangkan pengeluaran tersebut sebagai biaya maka kepada karyawan harus diberikan tunjangan beras. Bagi pemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya (deductible) dan bagi karyawan yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan objek pajak (taxable), seperti terlihat pada perhitungan berikut ini. Tabel 4.20 Tunjangan Bentuk Uang
Tunjangan Bentuk Uang Pendapatan 3.317.235.468.234 Harga Pokok Penjualan 1.728.417.271.930 Laba Kotor 1.588.818.196.304
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
98 Tunjangan Beras (Uang) 52.718.384.160 Jumlah Biaya Usaha 702.023.221.537
Laba Usaha 886.794.974.767
Pendapatan (Biaya) Lain-lain 82.875.779.976 Laba sebelum Pajak 803.919.194.791
PPh Terutang 241.158.258.437 Laba setelah Pajak 562.760.936.354 Jumlah Hutang Pajak 241.158.258.437 Sumber: Data yang diolah penulis, 2009
Dari hasil perhitungan di atas, ternyata untuk memaksimumkan labanya perusahaan sebaiknya membayarkan gaji karyawannya dengan cara memberikannya dalam bentuk uang dan bukan natura. Dengan melakukan tax planning maka PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan dapat melakukan penghematan pajak sebesar Rp 15.815.515.248 (Rp 256.973.773.685 Rp 241.158.258.437) atau sama dengan 30% x Rp 52.718.384.160. Pertambahan penghasilan sebagai akibat pemberian tunjangan beras ini akan menambah beban Pajak Penghasilan karyawan yang bersangkutan.
9. Bonus dan Jasa Produksi Biasanya perusahaan yang baik akan memperhatikan karyawannya agar mereka dapat kerja lebih produktif lagi. Hal yang sering dilakukan dalam rangka memelihara hubungan yang baik ini biasanya dilakukan dengan cara memberikan bonus. Selain memberikan gaji teratur setiap bulan, PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan juga memberikan bonus dan jasa produksi kepada karyawan. Bonus ditetapkan berdasarkan estimasi manajemen perusahaan dan disahkan oleh RUPS.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
99 Pemberian bonus dan jasa produksi dapat dilaksanakan dengan dua metode, yaitu: a. Dibebankan dalam tahun berjalan Bagi pemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya (deductible) dan bagi karyawan yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan objek pajak (taxable). b. Dibebankan pada laba yang ditahan Biaya yang dikeluarkan perusahaan bukan merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, sehingga biaya tersebut tidak dapat diperlakukan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (non deductible expenses). Pemberian bonus harus dilakukan dengan cara yang tepat, sehingga baik yang menerima ataupun yang memberikan bonus sama-sama dapat merasakan manfaatnya. Untuk itu perlu diperhatikan cara-cara berikut ini dalam pemberian bonus: a. Pemberian bonus ditetapkan atas dasar laba kotor. b. Pemberian bonus ditetapkan atas dasar laba dikurangi bonus dan sebelum dipotong pajak. c. Pemberian bonus ditetapkan atas dasar laba dikurangi pemotongan pajak. d. Pemberian bonus ditetapkan atas dasar laba dikurangi bonus dan pemotongan pajak. Diasumsikan pemberian bonus sebesar 15% dari keuntungan.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
100 Mekanismenya: a. Untuk bonus yang diberikan atas dasar laba kotor, maka besarnya bonus adalah: Bonus =0,15 x Rp 803.919.194.791 =Rp 120.587.879.219 b. Untuk bonus yang diberikan atas dasar laba dikurangi bonus dan sebelum dipotong pajak, maka untuk mendapatkan besarnya bonus dapat digunakan cara matematis sebagai berikut: Misalnya, untuk bonus disingkat B, dan untuk pajak disingkat P. B =0,15 x (Rp 803.919.194.791 B) B =Rp 120.587.879.219 0,15 B 1,15 B =Rp 120.587.879.219 B =Rp 104.859.025.408 c. Untuk bonus yang diberikan atas dasar laba dikurangi pemotongan pajak, besarnya bonus adalah: B =0,15 (Rp 803.919.194.791 P) Untuk mendapatkan besarnya pajak, dalam hal ini ditetapkan atas dasar 10% dari besarnya keuntungan setelah dikurangi bonus, yang perhitungannya: P =0,10 (Rp 803.919.194.791 B) =Rp 80.391.919.479 0,10 B Sehingga, B =0,15 (Rp 803.919.194.791 - Rp 80.391.919.479 0,10 B) =Rp 120.587.879.219 Rp 12.058.787.922 - 0,015 B =Rp 108.529.091.297 - 0,015 B 0,985 B =Rp 108.529.091.297 B =Rp 110.181.818.575,77
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
101 d. Untuk bonus yang diberikan atas dasar laba dikurangi bonus dan pajak, maka perhitungannya adalah sebagai berikut: B =0,15 (Rp 803.919.194.791 B P) P =0,10 (Rp 803.919.194.791 B) =Rp 80.391.919.479 - 0,10 B Sehingga, B =0,15 (Rp 803.919.194.791 B Rp 80.391.919.479 - 0,10 B) =Rp 120.587.879.219 0,15 B Rp 12.058.787.922 0,015 B 1,135 B =Rp 108.529.091.297 B =Rp 95.620.344.755
Konsekuensi Pajak yang Timbul J ika pemberian bonus dilakukan atas dasar laba kotor, konsekuensi pajaknya akan mengakibatkan sisa laba sebagai berikut: Pendapatan Rp 1.588.818.196.304 Bonus untuk Karyawan Rp 120.587.879.219 Penghasilan Neto Rp 1.468.230.317.085
Pajak Penghasilan: 10% x Rp 50.000.000 Rp 5.000.000 15% x Rp 50.000.000 Rp 7.500.000 30% x Rp 1.468.130.317.085 Dengan memberikan bonus dengan cara ini akan diperoleh bonus dengan jumlah terbesar. Maka laba perusahaan akan berada dalam posisi paling minimal sehingga perusahaan juga membayar pajak yang paling minimal. Dengan catatan perusahaan harus membebankan bonus tersebut dalam laba tahun berjalan agar pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya (deductible) dan bagi Rp 440.439.095.126 PPh terutang Rp 440.451.595.126
Maka sisa laba perusahaan adalah: Rp 1.588.818.196.304 - Rp 440.451.595.126 =Rp 1.148.366.601.179
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
102 karyawan yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan objek pajak (taxable).
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
103 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu: 1. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan telah berupaya menerapkan tax planning atas biaya kesejahteraan karyawan tetapi upaya tersebut belum maksimal karena masih terdapat kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan biaya kesejahteraan karyawan merupakan kategori biaya yang tidak bisa dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan (non deductible) sehingga perusahaan tidak dapat mengurangi beban pajaknya. 2. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan menanggung PPh Pasal 21 karyawan sehingga menyebabkan biaya yang dikeluarkan tersebut tidak dapat dikurangkan (non deductible) dari penghasilan bruto perusahaan yang mengakibatkan perusahaan tidak dapat mengurangi beban pajaknya. 3. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan mendirikan klinik sendiri atau bekerja sama dengan pihak rumah sakit tertentu dimana biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk fasilitas penyediaan dokter dan pemberian obat-obatan untuk karyawan tidak dapat dikurangkan (non deductible) dari penghasilan bruto perusahaan yang mengakibatkan perusahaan tidak dapat mengurangi beban pajaknya. 4. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan menanggung sebagian premi asuransi untuk karyawan dimana biaya yang dikeluarkan tersebut dapat
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
104 dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan (deductible) yang mengakibatkan beban pajak perusahaan berkurang. 5. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan menanggung sebagian iuran pensiun dan Santunan Hari Tua (SHT) untuk karyawan dimana biaya yang dikeluarkan tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan (deductible) yang mengakibatkan beban pajak perusahaan berkurang. 6. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan memberikan tunjangan perumahan bagi karyawan yang bekerja di Kantor Pusat Medan dimana biaya ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan (deductible). Perusahaan juga menyediakan rumah dinas bagi karyawan di masing-masing unit dimana biaya ini tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan (non deductible). 7. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan memberikan fasilitas kendaraan dinas bagi karyawan dengan jabatan dan posisi tertentu dimana biaya yang berkaitan dengan kendaraan dinas tersebut hanya 50% yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan. Perusahaan juga memberikan tunjangan transportasi bagi karyawan lainnya dimana biaya ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan (deductible). 8. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan memberikan pakaian kerja untuk karyawan sehubungan dengan lingkungan kerja, misalnya seragam pabrik dan seragam hansip/satpam. Ada juga yang diberikan seragam karyawan pada umumnya. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan ini dapat
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
105 dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan yang mengakibatkan beban pajak perusahaan berkurang (deductible). 9. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan memberikan tunjangan beras atau uang makan kepada karyawan dimana biaya ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan (deductible). Selain itu, perusahaan juga memberikannya dalam bentuk natura yaitu beras dimana biaya ini tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan (non deductible). 10. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan membebankan bonus dan jasa produksi untuk karyawan dalam tahun berjalan dimana biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan (deductible) yang mengakibatkan beban pajak perusahaan berkurang.
B. Saran Berdasarkan beberapa kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis memberikan beberapa saran, yaitu: 1. Sesuai dengan prinsip taxable dan deductible yang merupakan prinsip yang lazim dipakai dalam tax planning, PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan sebaiknya mengubah kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan biaya kesejahteraan karyawan dari kategori biaya yang tidak bisa dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan (non deductible) menjadi kategori biaya yang dapat dibebankan sebagai perngurang penghasilan bruto perusahaan (deductible) atau sebaliknya mengubah penghasilan yang merupakan objek pajak (taxable) menjadi penghasilan yang tidak objek pajak (non taxable) dengan konsekuensi terjadinya perubahan pajak terutang akibat
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
106 pengubahan tersebut. Dalam hal ini tentunya harus dipertimbangkan mana yang lebih menguntungkan perusahaan, apakah perubahan jumlah pajak terutang akan menjadi lebih besar atau lebih kecil atau sama dengan jumlah pajak terutang akibat koreksi fiskal, apabila tidak dilakukan pengubahan tersebut. 2. Bagi perusahaan lebih baik memberikan tunjangan pajak kepada karyawan dengan metode gross up karena perusahaan akan menanggung selisih antara biaya komersial dengan biaya fiskal yang tidak berbeda dengan alternatif lainnya dan di sisi lain gaji yang dibawa pulang (take home pay) karyawan merupakan yang terbesar. Dengan menggunakan metode gross up maka perusahaan dapat membebankan biaya tunjangan pajak sebagai deductible expense sehingga dapat mengurangi PPh Badan perusahaan. 3. Dalam hal pengobatan/kesehatan karyawan, sebaiknya fasilitas penyediaan dokter dan pemberian obat-obatan diganti bentuknya menjadi tunjangan kesehatan yang dimasukkan ke dalam slip gaji karyawan sehingga semua biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan (deductible) sehingga dapat mengurangi PPh Badan perusahaan. Namun perusahaan tidak boleh mengabaikan keselamatan karyawan yang tetap membutuhkan klinik yang menyediakan dokter dan obat- obatan yang akan menangani jika terjadi kecelakaan di tempat kerja. 4. Dalam hal penyediaan rumah dinas bagi karyawan, sebaiknya fasilitas rumah dinas diganti bentuknya menjadi tunjangan perumahan yang dimasukkan ke dalam slip gaji karyawan sehingga semua biaya yang dikeluarkan oleh
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
107 perusahaan dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan (deductible) sehingga dapat mengurangi PPh Badan perusahaan. Namun sebaiknya bagi karyawan di setiap unit kebun perusahaan tetap menyediakan rumah dinas karena sulitnya memperoleh perumahan yang dekat dengan lokasi perusahaan. 5. Dalam hal penyediaan transportasi bagi karyawan, sebaiknya fasilitas kendaraan dinas diganti bentuknya menjadi tunjangan transportasi yang dimasukkan ke dalam slip gaji karyawan sehingga semua biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan (deductible) sehingga dapat mengurangi PPh Badan perusahaan. Namun bagi karyawan dengan jabatan-jabatan tertentu seperti direksi dan manajer sebaiknya perusahaan tetap menyediakan kendaraan dinas untuk memudahkan kegiatannya yang sering berada di luar kantor. 6. Dalam hal pemberian makanan dan natura lainnya, sebaiknya natura dalam bentuk beras diganti bentuknya menjadi tunjangan beras yang dimasukkan ke dalam slip gaji karyawan sehingga semua biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan (deductible) sehingga dapat mengurangi PPh Badan perusahaan. Selain menguntungkan perusahaan, hal ini juga menguntungkan karyawan karena karyawan dapat menggunakan uang tersebut untuk membeli jenis makanan yang disukainya.
Chairunnisa Damayanti : Analisis Penerapan Tax Planning Atas Biaya Kesejahteraan Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) Medan, 2010.
108 DAFTAR PUSTAKA
Erlina, Sri Mulyani, 2007. Metode Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Terbitan Pertama, USU Press, Medan.
Gunadi, 2002. Ketentuan Dasar Pajak Penghasilan, Salemba Empat, Jakarta.
Handoko, T. Hani, 1985. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Liberty, Yogyakarta.