Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
Infeksi adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman yang
masuk ke dalam tubuh manusia. Bila kuman berkembang biak dan menyebabkan
kerusakan jaringan disebut penyakit infeksi. Pada oenyakit infeksi terjadi jejas dan
reaksi tubuh. Inflamasi akut dapat terbatas pada tempat jejas atau dapat meluas
serta menyebabkan tanda dan gejala sistemik.
Inflamasi ialah reaksi jaringan vaskuler terhadap semua bentuk jejas. Pada
dasarnya inflamasi adalah suatu reaksi pembuluh darah, syaraf, cairan dan sel
tubuh di tempat jejas. Inflamasi akut merupakan reskon kaut yang dini terhadap
agen penyebab jejas dan kejadian yang berhubungan dengan inflamasi akut yang
sebagian besar dimungkinkan oleh produksi dan berbagai pelepasan berbagai
macam mediator kimia. Meskipun jenis jaringan yang mengalami inflamasi
berbeda, mediator yang dilepaskan adalah sama.
Manifestasi klinis yang berupa inflamasi sistemik disebut Systemic
Inflammation Respons Syndrome (SIS!. Sesuai dengan pendapat yang
menyatakan bah"a sepsis adalah SIS dengan dugaan infeksi.
Sepsis dapat mengenai berbagai kelompok umur, pada de"asa, sepsis
umumnya terdapat pada orang yang mengalami immunocompromised yang
disebabkan karena adanya penyakit kronik maupun infeksi lainnya. Mortalitas
sepsis di negara yang sudah berkembang menurun hingga #$ namun, tingkat
mortalitas pada negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masih tinggi
yaitu %&'(&$ dan apabila terdapat syok septik dan disfungsi organ multiple, angka
mortalitasnya bisa mencapai )&$.
*
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sepsis adalah proses dekomposisi bahan organik oleh bakteri dan jamur.
+efinisi yang dihubungkan dengan sepsis yaitu sindrom sepsis, sepsis berat,
septikemia dan syok sepsis. Pada tahun *##* organisasi The American College
of Chest Physicians / Society of Critical Care Medicine ( ,--P.S--M!
mengembangkan definisi klinis sepsis dengan lebih akurat. +efinisi dibuat
dengan mempertimbangkan sepsis dapat disebabkan oleh berbagai agen infeksi
dan produk mikroba yang mungkin saja tidak berhubungan dengan terdapatnya
mikroba dalam aliran darah.
%
Systemic Inflammation Respons Syndrome (SIS! adalah pasien yang
memiliki dua atau lebih kriteria sebagai berikut /
*
*. Suhu 0 1)
o
- atau 2 13
o
-
4. +enyut jantung 0 #& kali. menit
1. espirasi 0 4& kali. menit atau Pa -5
4
2 14 mm6g
7. 6itung leukosit 0 *4.&&&. mm
1
atau 2 7.&&&. mm
1
atau 0 *&$ sel imatur
(band!
Sepsis adalah SIS ditambah dengan tempat infeksi yang diketahui
(ditentukan dengan biakan positif terhadap organisme dari tempat tersebut!.
Biakan darah tidak harus positif.
*
Sepsis berat adalah sepsis disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau
hipotensi yang tidak terbatas hanya pada laktat asidosis, oliguria maupun
perubahan akut pada status mental.
*
Syok sepsis adalah sepsis dengan hipotensi yang ditandai dengan penurunan
8+S 2 #& mm6g atau penurunan 0 7& mm6g dari tekanan darah normal yang
4
bersangkutan selama setidaknya * jam "alaupun telah dilakukan resusitasi
cairan yang adekuat atau membutuhkan vasopressor untuk menjaga 8+S 9 #&
mm6g atau tekanan arterial rata'rata 9 (& mm6g.
*,1,%
2.2 Etiologi
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram negatif dengan
presentase 3&'(&$ kasus yang menghasilkan berbagai produk yang dapat
menstimulasi sel imun yang terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi.
Mikroorganisme penyebab tersering sepsis berat
/
Mikroorganisme Pada infeksi hematogen
($, n : 713!
Pada infeksi lokal
($, n : 71&!
8otal
($, n : )33!
;ram'negatif 1% 77 7&
;ram'positif 7& 47 1*
<amur ( % 3
Polimikroba ** 4* *3
Patogen klasik 2% 2% 2 %
Sistem pendekatan sepsis dikembangkan dengan menjabarkan menjadi
dasar predisposisi, penyakit penyebab, respons tubuh dan disfungsi organ atau
disingkat menjadi PI5 (Predisposition, Insult Infection, Response and Organ
Dysfunction untuk menentukan pengobatan secara maksimum berdasarkan
karakteristik pasien dengan stratifikasi gejala dan resiko yang individual.
1
2.3 Fakto !esiko
,lasan semakin meningkatnya insidensi sepsis disebabkan semakin
bertambahnya populasi berusia lanjut, semakin majunya teknik diagnostik,
meningkatnya jumlah prosedur'prosedur invasif dan transplantasi organ,
menigkatnya penggunaan obat imunosupresan dan kemoterapi, meningkatnya
penggunaan alat'alat yang dipasang di tubuh, dan meningkatnya jumlah
penyakit'penyakit kronis, seperti gagal ginjal kronik dan 6I=.
>ebanyakan pasien sepsis dan syok sepsis memiliki keadaan mendasar
yang berhubungan erat dengan mekanisme pertahanan imun local maupun
sistemik. Sepsis terlihat paling sering pada pasien berusia lanjut dan pasien
yang memiliki penyakit penyerta (komorbid! yang memudahkan terjadinya
infeksi, seperti diabetes atau penyakit imunokompromis.
Penyakit yang paling sering mencetuskan sepsis adalah/ keganasan,
diabetes mellitus, penyakit hati kronik, gagal ginjal kronis, dan penggunaan
obat'obat imunosupresif. ?ebih lanjut, sepsis juga merupakan komplikasi yang
sering terjadi setelah terjadinya pembedahan, trauma, dan luka bakar luas.
Pasien dengan kateter atau perangkat medis terpasang juga memiliki risiko
tinggi untuk megalami sepsis.
7
2." Patogenesis
Sepsis dikatakan sebagai suatu proses peradangan intravaskular yang berat.
6al ini dikatakan berat karena sifatnya yang tidak terkontrol dan berlangsung
terus menerus dengan sendirinya, dikatakan intravaskular karena proses ini
menggambarkan penyebaran infeksi melalui pembuluh darah dan dikatakan
peradangan karena semua tanda respon sepsis adalah perluasan dari peradangan
biasa.
>etika jaringan terinfeksi, terjadi stimulasi perlepasan mediator'mediator
inflamasi termasuk diantaranya sitokin. Sitokin terbagi dalam proinflamasi dan
antiinflamasi. Sitokin yang termasuk proinflamasi seperti 8@A, I?'*,interferon
B yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang
menyebabkan infeksi. Sedangkan sitokin antiinflamasi yaitu I?'*'reseptor
antagonis (I?'*ra!, I?'7, I?'*& yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi
atau represi terhadap respon yang berlebihan. >eseimbangan dari kedua respon
ini bertujuan untuk melindungi dan memperbaiki jaringan yang rusak dan
terjadi proses penyembuhan. @amun ketika keseimbangan ini hilang maka
respon proinflamasi akan meluas menjadi respon sistemik. espon sistemik ini
meliputi kerusakan endothelial, disfungsi mikrovaskuler dan kerusakan
jaringan akibat gangguan oksigenasi dan kerusakan organ akibat gangguan
sirkulasi. Sedangkan konskuensi dari kelebihan respon antiinfalmasi adalah
alergi dan immunosupressan. >edua proses ini dapat mengganggu satu sama
lain sehingga menciptakan kondisi ketidak harmonisan imunologi yang
merusak.
Penyebab tersering sepsis adalah bakteri terutama gram negatif. >etika
bakteri gram negatif menginfeksi suatu jaringan, dia akan mengeluarkan
endotoksin dengan lipopolisakarida (?PS! yang secara langsung dapat
mengikat antibodi dalam serum darah penderita sehingga membentuk lipo'
polisakarida antibody (?PSab!. ?PSab yang beredar didalam darah akan
bereaksi dengan perantara reseptor -+ *7C dan akan bereaksi dengan
makrofag dan mengekspresikan imunomodulator.
%
<ika penyebabnya adalah bakteri gram positif, virus atau parasit yang
mengeluarkan eksotoksin. Dksotoksin, virus dan parasit dapat berperan sebagai
superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan
sebagai antigen processing cell yang kemudian ditampilkan sebagai ,P-
(Antigen Presenting Cell!. ,ntigen ini memba"a muatan polipeptida spesifik
yang berasal dari M6- !Ma"or #istocompati$ility Comple%& ,ntigen yang
bermuatan M6- akan berikatan dengan -+ 7C (?imfosit 8h* dan ?imfosit
8h4! dengan perantara T'cell Reseptor.
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit 8 akan
mengeluarkan substansi dari 8h* dan 8h4. 8h* yang berfungsi sebagai
immodulator akan mengeluarkan IA@'B, I?4 dan M'-SA !Macrophage Colony
Stimulating (actor!, sedangkan 8h4 akan mengekspresikan I?'7, I?'%, I?'3,
I?'*&, IA@'g, IA@ *E dan 8@A F yang merupakan sitokin proinflamantori. I?'
*E yang merupakan sebagai imuno regulator utama juga memiliki efek pada sel
endothelial termasuk didalamnya terjadi pembentukkan prostaglandin D4 (P;'
D
4
! dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule') (I-,M'*! yang
menyebabkan neutrofil tersensitisasi oleh ;M'-SA mudah mengadakan adhesi.
@eutrofil yang beradhesi akan mengeluarkan lisosim yang menyebabkan
dinding endotel lisis sehingga endotel akan terbuka dan menyebabkan
kebocoran kapiler. @eutrofil juga memba"a superoksidan yang termasuk
kedalam radikal bebas (nitrat oksida! sehingga mempengaruhi oksigenisasi
pada mitokondria sehingga endotel menjadi nekrosis dan terjadilah kerusakan
endotel pembuluh darah. ,danya kerusakan endotel pembuluh darah
menyebabkan gangguan vaskuler dan hipoperfusi jaringan sehingga terjadi
kerusakan organ multipel.
6ipoksia sendiri merangsang sel epitel untuk melepaskan 8@A'F, I?'),
I?'3 menimbulkan respon fase akut dan permeabilitas epitel. Setelah terjadi
reperfusi pada jaringan iskemik, terbentuklah 5S !Spesifi* O*sigen Rea*tif
sebagai hasil metabolisme Gantin dan hipoGantin oleh Gantin oksidase, dan hasil
metabolisme asam amino yang turut menyebabkan kerusakan jaringan. 5S
penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi
3
peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh
darah. @amun bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan
seluler, maka dia akan menyerang isi sel itu sendiri sehingga menambah
kerusakan jaringan dan bisa menjadi disfungsi organ multipel yang meliputi
disfungsi neurologi, kardiovaskuler, respirasi, hati, ginjal dan hematologi.
H#$#ngan Infla%asi &engan Koag#lasi
Sepsis akan mengaktifkan Tissue (actor yang memproduksi trombin yang
merupakan suatu substansi proinflamasi. 8rombin akhirnya menghasilkan suatu
gumpalan fibrin di dalam mikrovaskular. Sepsis selain mengaktifkan tissue
factor, dia juga menggangu proses fibrinolisis melalui pengaktifan I?'* dan
8@AF dan memproduksi suatu plasminogen acti+ator inhi$itor') yang kuat
mengahambat fibrinolisis. Sitokin proinflamasi juga mengaktifkan activated
protein - (,P-! dan antitrombin. Protein - sebenarnya bersirkulasi sebagai
Himogen yang inaktif tetapi karena adanya thrombin dan trombomodulin, dia
berubah menjadi en,yme'acti+ated protein C. Sedangkan ,P- dan kofaktor
protein S mematikan produksi trombin dengan menghancurkan kaskade faktor
=a dan =IIIa sehingga tidak terjadi suatu koagulasi. ,P- juga menghambat
kerja plasminogen acti+ator inhi$itor') yang menghambat pembentukkan
plasminogen menjadi plasmin yang sangat penting dalam mengubah fibrinogen
menjadi fibrin. Semua proses ini menyebabkan kelainan faktor koagulasi yang
bermanisfestasi perdarahan yang dikenal dengan koagulasi intravaskular
diseminata (+I-! yang merupakan salah satu kega"atan dari sepsis yang
mengancam ji"a.
2.' (e)ala Klinis
;ejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda'
tanda sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif
seperti lelah, malaise, gelisah dan kebingungan. ;ejala tersebut tidak khusus
untuk infeksi dan dapat dijumpai pada banyak macam kondisi inflamasi non'
(
infeksius. 8empat infeksi paling sering adalah paru, traktus digestivus, traktus
urinarius, kulit, jaringan lunak dan syaraf pusat. Sumber infeksi merupakan
determinan penting untuk terjadinya berat dan tidaknya gejala sepsis. ;ejala
sepsis tersebut akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita
diabetes, kanker, gagagl organ utama dan pasien dengan granulositopenia.
Iang paling sering diikuti dengan gejala M5+S sampai dengan terjadinya syok
sepsis.
8anda'tanda M5+S dengan terjadinya komplikasi /
*. Sindrom distres pernapasan pada de"asa
4. >oagulasi intravaskular
1. ;agal ginjal akut
7. Perdarahan usus
%. ;agal hati
3. +isfungsi sistem saraf pusat
(. ;agal jantung
). >ematian
2.* Diagnosis
+iagnosis sepsis memerlukan indeks dugaan tinggi, pengambilan ri"ayat
medis yang cermat, pemeriksaan fisik, uji laboratorium yang sesuai dan tindak
lanjut status hemodinamik.
Bila ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil, tampak
toksik, takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai
terjadinya sepsis (tersangka sepsis!.
Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran klinis keadaan
tersangka sepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis atau
)
lekopenia, trombositopenis, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri,
-P (C!, ?D+ meningkat dan hasil biakan kuman penyebab dapat (C! atau ('!.
>eadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda'
tanda syok (nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan
produksi urin, dan penurunan tekanan darah!.
;ejala syok sepsis yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan
syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin 2 &,%
cc.kgBB.jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi!.
Pasien'pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal,
mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan
tekanan nadi yang melebar.
Kiteia Diagnostik #nt#k Se+sis ,
3
Kiteia Diagnostik (e)ala
=ariabel Jmum
+emam 0 1).1
o
-,
6ipotermia,
Arekuensi denyut jantung 0 #&G.menit,
8akipneu,
Penurunan fungsi kesadaran,
Ddema bermakna atau balans cairan positif (0
4&ml.kg dalam 47 jam!,
6iperglikemia (glukosa plasma 0 *7& mg.dl
attau (.( mmol.?! tanpa ri"ayat diabetes.
=ariabel Inflamasi
?eukositosis ( 0*4.&&&.K?!
?eukopenia ( 2 7&&&. K?!
6itung ?eukosit normal dengan jenis imatur
0*&$
-'reaktif protein plasma 04 S+ diatas nilai
normal
Procalcitonin plasma 04 S+ diatas nilai
normal
=ariabel 6emodinamik 6ipotensi arterial
8ekanan darah sistol 2#& mm6g,
8ekanan arteri rata'rata 2(& mm6g atau
Penurunan tekanan darah sistol 07& mm6g pada
de"asa
=ariabel +isfungsi 5rgan 6iposemia arteri (Pa54.AI54 21&&!
#
5ligouria akut (produksi urin 2 &,% cc.kg.jam
selama lebih dari 3 jam "alaupun resusitasi
cairan sudah adekuat!
Peningkatan kreatinin 0 &,% mg.d? atau 77,4
Kmol.?
>oagulasi abnormal (I@ 0*,% atau aP88 0 3&
detik!
Ileus
8rombositopenia (2*&&.&&&.K?!
6iperbilirubinemia (bilirubin plasma total 0
7mg.d? or (& Kmol.?!
=ariabel Perfusi <aringan
6iperlaktatemia
Penurunan "aktu pengisian kapiler
2.- Pe%eiksaan Pen#n)ang
2.-.1 Pe%eiksaan La$oatoi#%

2.-.1.1 Pe%eiksaan K#%an
a. K#lt# Daa.
Sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam
menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil
biakan baru akan diketahui dalam "aktu minimal 1'% hari. 6asil kultur perlu
dipertimbangkan secara hati'hati apalagi bila ditemukan kuman yang berlainan dari
jenis kuman yang biasa ditemukan di masing'masing klinik. >ultur darah dapat
dilakukan baik pada kasus sepsis dan sepsis berat.
$. Pe/anaan (a%
Selain biakan kuman, pe"arnaan ;ram merupakan teknik tertua dan sampai
saat ini masih sering dipakai di laboratorium dalam melakukan identifikasi kuman.
Pemeriksaan dengan pe"arnaan ;ram ini dilakukan untuk membedakan apakah
bakteri penyebab termasuk golongan bakteri ;ram positif atau ;ram negatif.
Lalaupun dilaporkan terdapat kesalahan pembacaan pada &,($ kasus, pemeriksaan
untuk identifikasi a"al kuman ini dapat dilaksanakan pada rumah sakit dengan
fasilitas laboratorium terbatas dan bermanfaat dalam menentukan penggunaan
*&
antibiotik pada a"al pengobatan sebelum didapatkan hasil pemeriksaan kultur
bakteri.
Pada rumah sakit dengan fasilitas laboratorium yang lebih memadai, seperti
inkubator, pemeriksaan kultur darah harus dilakukan karena merupakan
pemeriksaan baku emas untuk diagnosis bakteremia. Automated $lood culture
system yaitu kultur darah dengan medium cair dari sistem deteksi cepat dan
automated seperti BactecM dan Bac8 ,lertM dapat digunakan apabila tersedia
anggaran yang memadai. +ari penjelasan diatas terlihat bah"a masih banyak
ditemukan kekurangan pada pemeriksaan identifikasi kuman. 5leh karena itu,
berbagai upaya penegakan diagnosis dengan mempergunakan petanda sepsis
banyak dilakukan oleh para peneliti. Berbagai petanda sepsis banyak dilaporkan di
kepustakaan dengan spesifisitas dan sensitivitas yang berbeda'beda.
2.*.1.2 Po0al0itonin 1P2T3
P-8 merupakan protein yang disusun oleh **3 asam amino, memiliki berat
*1 k+a dan merupakan prohormon dari kalsitonin yang diproduksi oleh sel
parafolikuler kelenjar tiroid, yang dalam keadaan normal tidak akan terdeteksi
dalam darah. Secara fisiologis kadarnya meningkat pada neonatus. Pada hari
pertama bervariasi antara &,*'4* ng.m? dengan median 4 ng.m?. >emudian
kadarnya menurun dan setelah 7) jam nilainya normal yakni 24 ng.m?. P-8
bereaksi lebih cepat terhadap rangsangan inflamasi dari -P, mempunyai
sensitivitas #4,3$ dan spesifisitas #(,%$ untuk sepsis a"itan dini, serta sensitivitas
dan spesifisitas *&&$ untuk sepsis a"itan lambat. Selain itu, dapat membedakan
infeksi bakterial dari viral. Pada infeksi bakterial, mean P-8 4#,( ng.m?
sedangkan pada infeksi viral, mean P-8 &,4) (&N*,%! ng.m?. Pengukuran kadarnya
dapat dikerjakan secara imunologis dengan alat =idas.
2.*.1.3 Pe%eiksaaan Ke%okin4 Sitokin &an 5olek#l A&.esi
Modalitas pemeriksaan terkini dalam mengevaluasi sepsis adalah dengan
menggunakan petanda infeksi (infection mar*ers! seperti -+**b, -+37,
Interleukin'3 (I?'3! yang dapat membantu sebagai petanda tambahan. Pemeriksaan
**
petanda'petanda infeksi tersebut secara serial dikombinasikan dengan beberapa tes
sehingga dapat memberikan hasil yang baik. Sayangnya, pemeriksaan petanda
infeksi tersebut tidak dianjurkan untuk dijadikan pemeriksaan tunggal. Pada
beberapa kasus, pemeriksaan ini dapat menunjukkan kapan pemberian antibiotik
dapat dihentikan. I?'3 adalah sitokin pleiotropik yang terlibat dalam berbagai
aspek sistem imunitas. I?'3 disintesis oleh berbagai macam sel seperti monosit, sel
endotel dan fibroblas, setelah ada rangsangan 8@A dan I?'*. Petanda ini
menginduksi sintesis protein fase akut termasuk -P dan fibrinogen. Pada
sebagian besar kasus sepsis, I?'3 meningkat cepat yang terjadi dalam "aktu
beberapa jam sebelum peningkatan konsentrasi -P dan akan menurun sampai ke
kadar yang tidak terdeteksi dalam "aktu 47 jam. I?'3 ini memiliki "aktu paruh
yang singkat serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik sebagai petanda
infeksi. +ari penelitian didapatkan kesimpulan bah"a pemeriksaan I?'3 atau I?')
dikombinasikan dengan pemeriksaan -P dapat dijadikan pegangan untuk
menyingkirkan kemungkinan sepsis sehingga secara keseluruhan menurunkan
biaya dan risiko pemberian antibiotik.
2.*.1." Pe%eiksaan Bio%olek#le6Polymerase Chain Reaction 1P2!3
,khir'akhir ini di beberapa negara maju, pemeriksaan biomolekular berupa
Polymerase Chain Reaction (P-! dikerjakan guna menentukan diagnosis dini
pasien sepsis. +ibandingkan dengan biakan darah, pemeriksaan ini dilaporkan
mampu lebih cepat memberikan informasi jenis kuman. +i beberapa kota besar
Inggris, pemeriksaan cara ini telah dilakukan pada semua fasilitas laboratorium
guna mendeteksi dini kuman tertentu antara lain -&meningitidis dan S&pneumoniae.
Selain bermanfaat untuk deteksi dini, P- juga dapat digunakan untuk menentukan
prognosis pasien sepsis. Pemeriksaan ini merupakan metode pemeriksaan yang
sensitivitas dan spesifisitasnya hampir mencapai *&&$ dalam mendiagnosis sepsis
yang disebabkan oleh bakteri dalam "aktu singkat. Metode ini merupakan
diagnosis molekular yang menggunakan amplifikasi P- dari *3S r@, pada bayi
baru lahir dengan faktor risiko sepsis ataupun memiliki gejala klinis sepsis.
4*
Lalaupun diagnostik molekular pada bakteri menggunakan P- dengan daerah
target *3S r@, telah terbukti cepat dan akurat (sensitivitas #3$, spesifisitas
*4
##,7$ nilai prediksi positif )),#$ dan nilai prediksi negatif ##,)$!, masih
dibutuhkan penelitian klinis dengan lingkup yang besar untuk menentukan apakah
teknik P- dapat menjadi ad"uncti+e test untuk diagnostik cepat bakteremia pada
neonatus risiko tinggi dengan gejala sepsis. +iagnostik molekular menggunakan
*)S r@, juga dapat digunakan untuk mendeteksi jamur invasif di dalam darah
neonatus dengan risiko tinggi infeksi jamur. +ibandingkan dengan kultur, P-
mempunyai sensitivitas *&&$ dan spesifisitas #)$ dalam menentukan infeksi
jamur invasif. @amun pemeriksaan ini masih sangat terbatas di Indonesia, dan
hanya bisa dilakukan di Pusat Pendidikan atau umah Sakit ujukan Propinsi.
2.*.1.' A(DA4 Elektolit &an (l#kosa
Pada pemeriksaan ,;+ pada kasus sepsis, nilai serum laktat dapat menjadi
indikator hipoperfusi jaringan. Peningkatan serum laktat menunjukkan adanya
hipoperfusi jaringan yang signifikan akibat perubahan metabolisme tubuh dari
aerob menjadi anaerob.
2.*.1.* Tes F#ngsi Hati &an (in)al
Aungsi hati dinilai dengan mengukur kadar bilirubin, alkali fosfatase, S;58
dan juga S;P8 dalam darah. Aungsi ginjal dinilai dengan mengukur kadar kretinin
dan BJ@ dalam serum. >edua'dua pemeriksaan in bertujuan untuk deteksi dini
kemungkinan kegagalan organ akibat dari sepsis yang dapat menyebabkan
komplikasi yang serius seperti M+5S.
2.*.1.- Stat#s Koag#lasi
8es P8 dan P88 dilakukan pada kasus sepsis untuk mengukur ada tidaknya
+I-. +I- adalah salah satu komplikasi yang terjadi akibat dari sepsis yang
menggangu sistem koagulasi tubuh.
2.*.2 Pen0itaan
a Pemeriksaan radiografi toraks dapat menunjukkan beberapa gambaran,
misalnya/
*1
Menunjukkan infiltrat segmental atau lobular, yang biasanya difus, pola
retikulogranular, hampir serupa dengan gambaran pada +S
(Respiratory Distress Syndrome!.
Dfusi pleura juga dapat ditemukan dengan pemeriksaan ini.
Pneumonia. Penting dilakukan pemeriksaan radiologi toraks karena
ditemukan pada sebagian besar kasus, meninggal akibat sepsis yang
telah terbukti dengan kultur.
b Pemeriksaan -8 Scan diperlukan pada kasus meningitis untuk melihat
hidrosefalus obstruktif, lokasi obstruksi dan melihat infark ataupun abses.
c JS; kepala pada kasus dengan meningitis dapat menunjukkan ventrikulitis,
kelainan ekogenesitas parenkim, cairan ekstraselular dan perubahan kronis.
Secara serial, JS; kepala dapat menunjukkan progresivitas komplikasi.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien sepsis berat di I-J pada saat ini menggunakan
Sur+i+ing Sepsis Campaign. International /uidelines for Management of
Se+ere Sepsis and Septic Shoc*. 01)0 sebagai berikut.
3
A. !es#sitasi A/al
*. Protokol resusitasi kuantitatif pasien dengan sepsis yang menginduksi
hipoperfusi jaringan (didefinisikan dalam dokumen ini sebagai hipotensi
yang bertahan setelah pemberian cairan a"al atau konsentrasi laktat
darah 9 7 mmol . ?!. Protokol ini harus dimulai sesegera mungkin saat
didapati hipoperfusi dan tidak boleh ditunda untuk dimasukkan ke I-J.
Selama 3 jam pertama resusitasi, tujuan resusitasi a"al pada sepsis yang
menginduksi hipoperfusi harus mencakup semua hal berikut sebagai
bagian dari protokol pengobatan (kelas *-!/
-=P )'*4 mm 6g
M,P 9 3% mm 6g
Jrin output 9 &,% m?.kg.jam!.
*7
Saturasi oksigenas vena cava superior (Scvo4! atau saturasi oksigen
vena campuran (Svo4! masing'masing (&$ atau 3%$.
4. Pada pasien dengan kadar laktat tinggi untuk menargetkan resusitasi
untuk menormalkan laktat sebagai penanda hipoperfusi jaringan (kelas
4-!.
B. Skining #nt#k Se+sis &an Peningkatan Kine)a
*. skrining rutin pada pasien dengan penyakitinfeksi serius yang
berpotensi terinfeksi sepsis berat untuk meningkatkan identifikasi a"al
sepsis dan memungkinkan pelaksanaan terapi sepsis dini (kelas *-!.
4. Jpaya peningkatan kinerja pada sepsis berat harus digunakan untuk
meningkatkan outcome pasien (J;!.
2. Diagnosis
*. >ultur yang sesuai sebelum terapi antimikroba dimulai jika kultur
tersebut tidak menyebabkan penundaan yang signifikan (0 7% menit!
pada pemakaian a"al antimikroba (kelas *-!. Jntuk mengoptimalkan
identifikasi organisme penyebab, kami sarankan mendapatkan
setidaknya dua set kultur darah (baik aerobik dan anaerobik! sebelum
terapi antimikroba, dengan setidaknya satu diambil secara perkutan dan
satu diambil melalui setiap perangkat akses vaskular, kecuali perangkat
yang baru dimasukkan (2 7) jam!. >ultur darah ini dapat diambil pada
saat yang sama jika mereka diperoleh dari lokasi yang berbeda.
>ultur dari tempat lain (sebaiknya kuantitatif jika perlu!, seperti
urine, cairan serebrospinal, luka, sekret pernapasan, atau cairan tubuh
lain yang mungkin menjadi sumber infeksi, juga harus diperoleh
sebelum terapi antimikroba jika hal itu tidak menyebabkan penundaan
yang signifikan dalam pemasukan antibiotik (kelas *-!.
*%
4. Penggunaan assay ),2 3'd'glucan (kelas 4B!, mannan dan tes antibodi
anti'mannan (kelas 4-! ketika kandidiasis invasif adalah dalam
diagnosis diferensial infeksi.
1. Studi pencitraan dilakukan segera dalam upaya untuk mengkonfirmasi
potensi sumber infeksi.
Potensi sumber infeksi harus berasal dari sampel seperti yang
diidentifikasi dan dengan mempertimbangkan risiko pasien untuk
prosedur transportasi dan invasif (misalnya, koordinasi hati'hati dan
monitoring agresif jika keputusan dibuat untuk transportasi untuk
aspirasi jarum -8'dipandu!. Studi seperti penggunaan JS;, dapat
menghindari transportasi pasien (J;!.
D. Tea+i Anti%iko$ial
*. Pemberian antimikroba intravena yang efektif dalam satu jam pertama
dari a"itan syok septik (kelas *B! dan sepsis berat tanpa syok septik
(kelas *-! harus menjadi tujuan terapi.
4a. 8erapi a"al infeksi empiris mencakup satu atau lebih obat yang memiliki
aktivitas terhadap semua patogen yang mungkin (bakteri dan atau jamur
atau virus! dan yang menembus dalam konsentrasi yang memadai ke
dalam jaringan dianggap menjadi sumber sepsis (kelas *B! .
4b. egimen antimikroba harus dinilai ulang setiap hari untuk potensi de'
eskalasi untuk mencegah perkembangan resistensi sehingga dapat
mengurangi toksisitas, dan untuk mengurangi biaya (kelas *B!.
1. Penggunaan procalcitonin tingkat rendah atau biomarker yang sama
untuk membantu dokter dalam penghentian antibiotik empiris pada
pasien yang muncul septik, tetapi tidak memiliki bukti infeksi
berikutnya (kelas 4-!.
7a. 8erapi empirik harus berusaha untuk memberikan aktivitas antimikroba
terhadap kemungkinan besar patogen berdasarkan penyakit setiap
pasien dan pola lokal infeksi. >ami menyarankan kombinasi terapi
empirik untuk pasien neutropenia dengan sepsis berat (kelas 4B! dan
untuk pasien yang sulit diobati, resisten bakteri patogen seperti
*3
Acineto$acter dan Pseudomonas spp. (kelas 4B!. Jntuk pasien yang
dipilih dengan infeksi berat terkait dengan kegagalan pernapasan dan
syok septik, terapi kombinasi dengan spektrum panjang beta'laktam dan
baik aminoglikosida atau fluorokuinolon yang disarankan untuk P.
aeruginosa bakteremia (kelas 4B!. +emikian pula, kombinasi beta'
laktam yang lebih kompleks dan makrolida yang disarankan untuk
pasien dengan syok septik dari bacteremic pneumoniae infeksi
Streptococcus (kelas 4B!.
7b. 8erapi kombinasi, bila digunakan secara empiris pada pasien dengan
sepsis berat, tidak boleh diberikan selama lebih dari 1 sampai % hari.
+e'eskalasi untuk terapi tunggal'agent yang paling tepat harus
dilakukan secepat profil yg rentan dikenal (kelas 4B!. Pengecualian
akan mencakup monoterapi aminoglikosida, yang harus dihindari pada
umumnya, khususnya untuk sepsis P. aeruginosa, dan bentuk'bentuk
tertentu dari endokarditis, di mana pemakaian terapi kombinasi
antibiotik yang berkepanjangan dijamin.
%. +urasi terapi biasanya menjadi ( sampai *& hari jika secara klinis
diindikasikanO pemakaian lebih lama mungkin tepat pada pasien yang
memiliki respon klinis lambat, fokus infeksi undraina$le , bakteremia
dengan S& aureus, beberapa infeksi jamur dan virus, atau defisiensi
imun, termasuk neutropenia (kelas 4-!.
3. 8erapi antivirus akan dimulai sedini mungkin pada pasien dengan sepsis
berat atau syok septik yang disebabkan oleh virus (kelas 4-!.
(. ,gen antimikroba tidak dapat digunakan pada pasien dengan keadaan
inflamasi parah yang ditetapkan sebagai penyebab non infeksius (J;!.
E. Kontol S#%$e
*. +iagnosis anatomi infeksi yang spesifik memerlukan pertimbangan
untuk kontrol sumber yang muncul (misalnya, necrotiHing infeksi
jaringan lunak, peritonitis, cholangitis, infark usus! dicari dan
didiagnosis atau dikecualikan secepat mungkin, dan intervensi dilakukan
*(
untuk kontrol sumber dalam *4 jam pertama setelah diagnosis dibuat,
jika mungkin (kelas *-!.
4. >etika nekrosis peripankreatic terinfeksi diidentifikasi sebagai sumber
potensial infeksi, intervensi definitif ditunda sampai batas yang memadai
dari jaringan layak dan nonviable telah terjadi (kelas 4B!.
1. >etika kontrol sumber pada pasien septis parah diperlukan, intervensi
yang efektif terkait dengan insult fisiologis paling harus digunakan
(misalnya, perkutan lebih baik daripada drainase bedah pada abses!
(J;!.
7. <ika perangkat akses intravaskular adalah sumber kemungkinan sepsis
berat atau syok septik, mereka harus dihilangkan segera setelah akses
vaskular lainnya telah ditetapkan (J;!.
F. Pen0ega.an Infeksi
*a. +ekontaminasi oral selektif (S5+! dan dekontaminasi pencernaan
selektif (S++! harus diperkenalkan dan diteliti sebagai metode untuk
mengurangi kejadian ventilator'associated pneumonia (=,P!, ini
langkah pengendalian infeksi yang kemudian dapat dilembagakan
dalam pengaturan kesehatan dan daerah di mana metodologi ini
ditemukan efektif (kelas 4B!.
*b. -hlorheGidine glukonat oral (-6;! digunakan sebagai bentuk
dekontaminasi orofaringeal untuk mengurangi risiko =,P pada pasien
I-J dengan sepsis berat (kelas 4B!.
(. Tea+i 2aian +a&a Se+sis Beat
*. >ristaloid digunakan sebagai pilihan cairan a"al dalam resusitasi pada
sepsis berat dan syok septik (kelas *B!.
*)
4. Menentang penggunaan pati hidroksietil (6DS! untuk resusitasi cairan
sepsis berat dan syok septik (kelas *B!.
1. Penggunaan albumin dalam resusitasi cairan dari sepsis berat dan syok
septik ketika pasien memerlukan sejumlah besar kristaloid (kelas 4-!.
7. (luid challenge sebagai terapi cairan a"al pada pasien dengan sepsis'
induced hipoperfusi jaringan dengan kecurigaan hipovolemia mencapai
minimal 1& m?.kg kristaloid (sebagian dari ini mungkin setara
albumin!. Pemasukan yang lebih cepat dan jumlah yang lebih besar dari
cairan mungkin diperlukan pada beberapa pasien (lihat rekomendasi
esusitasi ,"al! (kelas *-!.
%. 8eknik fluid challenges diterapkan dimana pemberian cairan
dilanjutkan asalkan ada perbaikan hemodinamik baik berdasarkan
dinamis (misalnya, perubahan tekanan nadi, variasi stroke volume! atau
statis (misalnya, tekanan, denyut jantung arteri! variabel ( J;!.
H. 8aso+essos
*. 8arget a"al terapi vasopressor dengan M,P 3% mm 6g (kelas *-!.
4. @orepinefrin sebagai vasopressor pilihan pertama (kelas *B!.
1. Dpinefrin (ditambahkan dan berpotensi menggantikan norepinefrin! saat
agen tambahan diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah yang
memadai (kelas 4B!.
7. =asopresin (hingga &,&1 J.min! dapat ditambahkan ke norepinefrin
dengan maksud meningkatkan M,P untuk target atau penurunan dosis
norepinefrin (J;!.
%. +osis rendah vasopresin tidak dianjurkan sebagai vasopressor a"al
tunggal untuk pengobatan sepsis'diinduksi hipotensi, dan vasopresin
dosis lebih tinggi dari &,&1'&,&7 J.min harus disediakan untuk terapi
penyelamatan (kegagalan untuk mencapai M,P memadai dengan agen
vasopressor lainnya! ( J;!.
*#
3. +opamin sebagai agen vasopressor alternatif untuk norepinefrin hanya
pada pasien yang sangat dipilih (misalnya, pasien dengan risiko rendah
tachyarrhythmias dan bradikardi absolut atau relatif! (kelas 4-!.
(. Aenilefrin tidak dianjurkan dalam pengobatan syok septik kecuali dalam
keadaan berikut/
a @orepinefrin berhubungan dengan aritmia yang serius,
b -urah jantung dikenal sebagai tekanan tinggi dan darah masih
rendah, atau
c Sebagai terapi penyelamatan saat dikombinasikan inotrope.
vasopressor obat dan dosis rendah vasopressin telah gagal untuk
mencapai target M,P (kelas *-!.
). +opamin dosis rendah tidak digunakan untuk perlindungan ginjal (kelas
*,!.
#. Semua pasien yang memerlukan vasopressors memiliki kateter arteri
ditempatkan secepat praktis jika sumber daya memadai (J;!.
I. Inoto+ik Tea+i
*. Jji coba infus dobutamin sampai dengan 4& mg.kg.menit diberikan atau
ditambahkan ke vasopressor (jika digunakan! pada keadaan /
a +isfungsi miokard, seperti yang disarankan pada peningkatan cardiac
filling pressure dan cardiac output yang rendah, atau
b Berlangsung tanda'tanda hipoperfusi, meskipun mencapai volume
intravaskuler yang memadai dan M,P yang memadai (kelas *-!.
4. 8idak menggunakan strategi untuk meningkatkan cardiac indeks ke
tingkat supranormal yang telah ditentukan (kelas *B!.
J. Kotikosteoi&
*. 8idak menggunakan hidrokortison intravena sebagai pengobatan pasien
syok septik de"asa jika cairan resusitasi memadai dan terapi vasopressor
mampu mengembalikan stabilitas hemodinamik (lihat esusitasi ,"al!.
4&
<ika ini tidak dapat dicapai, kami sarankan hidrokortison intravena saja
dengan dosis 4&& mg per hari (kelas 4-!.
4. 8idak menggunakan tes stimulasi ,-86 untuk mengidentifikasi subset
dari orang de"asa dengan syok septik yang harus menerima hidrokortison
(kelas 4B!.
1. >linisi membatasi terapi steroid pada pasien saat vasopressors tidak lagi
dibutuhkan (4+ grade!.
7. >ortikosteroid tidak diberikan untuk pengobatan sepsis tanpa adanya
shock (kelas *+!
%. >etika dosis rendah hidrokortison diberikan, gunakan infus kontinu
daripada suntikan bolus yang berulang (kelas 4+!.
K. Tansf#si Daa.
*. Setelah hipoperfusi jaringan telah diselesaikan dan tidak adanya keadaan
khusus, seperti iskemia miokard, hipoksemia berat, perdarahan akut, atau
penyakit arteri koroner, kami merekomendasikan bah"a transfusi sel
darah merah dilakukan ketika konsentrasi hemoglobin menurun hingga
2(,& g . d? untuk menargetkan konsentrasi hemoglobin sebesar (,& to #.&
g . d? pada orang de"asa (kelas *B!.
4. 8idak menggunakan erythropoietin sebagai pengobatan tertentu anemia
yang berhubungan dengan sepsis berat (kelas *B!.
1. (resh fro,en plasma tidak dapat digunakan untuk mengoreksi kelainan
pembekuan darah yang ditemukan dari hasi laboratorium tanpa adanya
perdarahan atau prosedur invasif yang direncanakan (kelas 4+!.
7. 8idak menggunakan antithrombin untuk pengobatan sepsis berat dan syok
septik (*B grade!.
4*
%. Pada pasien dengan sepsis berat, trombosit diberikan secara profilaksis
bila jumlahnya P *&.&&&.mm1 (*&Q*&
#
.?! tanpa adanya perdarahan yang
jelas, juga ketika jumlahnya P 4&.&&&.mm1 (4&Q*&
#
.?! jika pasien
memiliki risiko pendarahan yang signifikan. <umlah trombosit yang tinggi
(9 %&.&&&.mm1 %&Q*&
#
.?! yang disarankan untuk perdarahan aktif,
operasi, atau prosedur invasif (grade 4+!.
L. I%#noglo$#lin
*. 8idak menggunakan imunoglobulin intravena pada pasien de"asa dengan
sepsis berat atau syok septik (grade 4B!.
5. Seleni#%
*. 8idak menggunakan selenium intravena untuk mengobati sepsis berat
(grade 4-!.
N. !i/a9at !eko%en&asi 5engenai Pengg#naan Recombinant Activated
Protein C
Re*om$inan human acti+ated protein C (rh,P-! telah disetujui
untuk digunakan pada pasien de"asa di sejumlah negara pada 4&&*, diikuti
percobaan P5LDSS (Recom$inant #uman Acti+ated Protein C
4orld5ide 6+aluation in Se+ere Sepsis!, yang terdaftar *.3#& pasien sepsis
berat dan menunjukkan penurunan yang signifikan angka kematian (47,($!
dengan rh,P- dibandingkan dengan plasebo (1&,)$, p : &,&&%! (44)!.
:. 8entilasi 5ekanik Sepsis-induced Acute Respiratory Distress Syndrome
1A!DS3
*. +okter menargetkan volume tidal sebesar 3 m?.kg berat badan yang
diperkirakan pada pasien dengan sepsis'induced Acute Respiratory Distress
Syndrome (,+S! (kelas *, vs *4 m?.kg!.
44
4. 8ekanan darah tinggi diukur pada pasien dengan ,+S dan tujuan batas
atas untuk tekanan dataran tinggi di paru'paru secara pasif meningkat
menjadi P 1& cm 6
4
5 (*B grade!.
1. Positi+e end'e%piratory pressure (PDDP! diterapkan untuk menghindari
collapse al+eolar pada akhir ekspirasi (atelectotrauma! (*B grade!.
7. Strategi didasarkan pada tingkat yang lebih tinggi daripada yang lebih
rendah dari PDDP untuk pasien dengan sepsis'induced sedang sampai
,+S berat (kelas 4-!.
%. Manuver pengerahan pada pasien sepsis dengan hipoksemia refraktori berat
akibat ,+S (kelas 4-!.
3. Posisi pronasi pada pasien sepsis'induced ,+S dengan rasio Pao 4.Aio 4
P *&& mm 6g dengan fasilitas yang berpengalaman (4B grade!.
(. Pasien sepsis dengan ventilasi mekanik dipertahankan dengan kepala
ditinggikan antara 1& dan 7% derajat untuk menghindari resiko aspirasi dan
untuk mencegah berkembangnya +entilator'associated pneumonia (=,P!
(*B grade!.
). -onin+asi+e mas* +entilation (@I=! dapat digunakan pada pasien minoritas
sepsis'induced ,+S dimana manfaatnya telah diperhitungkan dengan
cermat dan diperkirakan lebih besar daripada risiko (4B grade!.
#. Protokol penyapihan di tempat dan bah"a pasien ventilasi mekanik dengan
sepsis berat menjalani uji pernapasan spontan teratur untuk mengevaluasi
kemampuan menghentikan ventilasi mekanik ketika mereka memenuhi
kriteria berikut/
8idak dapat dibangunkan
6emodinamik stabil (tanpa agen vasopressor!
8idak ada kondisi baru yang berpotensi serius
=entilasi rendah dan kebutuhan end'e%piratory pressure
>ebutuhan Ai54 yang rendah dapat dengan aman melalui face mas*
atau nasal kanul. <ika uji pernapasan spontan berhasil, ekstubasi harus
dipertimbangkan (*, grade!.
41
*&. 8idak menggunakan kateter arteri pulmonal untuk pasien dengan sepsis'
induced ,+S (kelas *,!.
**. Strategi cairan konservatif untuk pasien dengan sepsis'induced ,+S yang
tidak memiliki bukti hipoperfusi jaringan (*- grade!.
*4. 8anpa adanya indikasi spesifik seperti bronkospasme, kami menganjurkan
penggunaan 30'agonis untuk pengobatan pasien dengan sepsis'induced
,+S (*B grade!.
P. Se&asi4 Analgesia4 &an Bloka&e Ne#o%#sk#la +a&a Se+sis
*. Sedasi yang berkelanjutan atau intermiten diminimalkan pada pasien sepsis
dengan ventilasi mekanik, target spesifik titik akhir titrasi tertentu (*B
grade!.
4. -euromuscular 7loc*ing Agents (@MB,s! dihindari jika mungkin pada
pasien septik tanpa ,+S akibat risiko penghentian blokade neuromuskuler
yang berkepanjangan. <ika @MB,s harus dipertahankan, baik bolus
intermiten sebagai infus diperlukan atau kontinue dengan train'of'four
monitoring kedalaman blokade harus digunakan (*- grade!.
1. @MB, (P 7) jam! untuk pasien a"al, sepsis'induced ,+S dan Pao4.Aio4
2*%& mm 6g (grace 4-!.
;. Kontol (l#kosa
*. Pendekatan mengikuti protokol untuk manajemen glukosa darah pada
pasien I-J dengan sepsis berat, dimulai dosis insulin ketika dua kadar
glukosa darah berturut'turut 0 *)& mg . d?. Pendekatan ini harus
menargetkan batas atas glukosa darah P *)& mg . d? daripada batas atas
glukosa darah P **& mg . d? (kelas *,!.
4. @ilai glukosa darah dipantau setiap * sampai 4 jam sampai nilai glukosa
dan tingkat infus insulin yang stabil, setiap 7 jam sesudahnya (*- grade!.
1. >adar glukosa yang diperoleh dengan point'ofcare testing pembuluh darah
kapiler yang ditafsirkan dengan hati'hati, karena pengukuran tersebut tidak
dapat secara akurat memperkirakan darah arteri atau nilai glukosa plasma.
47
!. Tea+i Pengganti (in)al
*. 8erapi pengganti ginjal terus menerus dan hemodialisis intermiten yang
setara pada pasien sepsis berat dan gagal ginjal akut karena mereka
mencapai tingkat ketahanan hidup jangka pendek (4B grade!.
4. Penggunaan terapi terus menerus untuk memfasilitasi pengelolaan
keseimbangan cairan pada pasien sepsis dengan hemodinamik tidak stabil
(kelas 4+!
S. Tea+i Bika$onat
*. 8idak menggunakan terapi natrium bikarbonat untuk tujuan memperbaiki
hemodinamik atau mengurangi kebutuhan vasopressor pada pasien dengan
hypoperfusion' induced lactic acidemia dengan p6 9 (.*% (4B grade!.
T. Pofilaksis Deep Vein Thrombosis
*. Pasien dengan sepsis berat mendapat farmakoprofilaksis harian melalui
+enous throm$oem$olism (=8D! (*B grade!. >ami menganjurkan
su$cutaneous lo5'molecular 5eight heparin (?ML6! (kelas *B
dibandingkan unfractionated heparin (JA6! dua kali sehari dan kelas 4- vs
JA6 diberikan tiga kali sehari!. <ika creatinine clearance 21& m? . menit,
kami merekomendasikan penggunaan dalteparin (kelas *,! atau bentuk lain
dari ?ML6 yang memiliki tingkat metabolisme ginjal yang rendah (kelas
4-! atau JA6 (kelas *,!.
4. Pasien dengan sepsis berat diobati dengan kombinasi terapi farmakologis
dan perangkat kompresi intermiten pneumatik bila memungkinkan (4-
grade!.
1. Pasien sepsis yang memiliki kontraindikasi untuk penggunaan heparin
(misalnya, trombositopenia, koagulopati yang parah, perdarahan aktif,
perdarahan intraserebral! tidak menerima farmakoprofilaksis (*B grade!.
Sebaliknya kami sarankan mereka menerima pengobatan profilaksis
mekanik, seperti compression stoc*ings atau perangkat kompresi intermiten
(kelas 4-!, kecuali kontraindikasi. >etika risiko berkurang, kami sarankan
mulai menggunakan farmakoprofilaksis (kelas 4-!.
4%
U. Pofilaksis Stress Ulcer
*. Profilaksis stress ulcer menggunakan #
0
$loc*er atau proton pump
inhi$itor diberikan kepada pasien dengan sepsis berat.syok septik yang
memiliki resiko perdarahan (*B grade!.
4. >etika profilaksis stress ulcer digunakan, kami menyarankan penggunaan
proton pump inhi$itor daripada antagonis reseptor 6
4
(kelas 4-!.
1. Pasien tanpa risiko seharusnya tidak menerima profilaksis (kelas 4B!.
8. N#tisi
*. Pemberian melalui oral atau enteral (jika perlu!, ditoleransi, lebih baik
puasa lengkap atau hanya glukosa intravena dalam 7) jam pertama setelah
didiagnosis sepsis berat . syok septik (kelas 4-!.
4. 6indari makanan kalori penuh dalam minggu pertama, melainkan
menyarankan makanan dosis rendah (misalnya, sampai dengan %&& kkal per
hari!, hanya sebagai toleransi (4B grade!.
1. Jntuk menggunakan glukosa intravena dan nutrisi enteral daripada total
parenteral nutrition (8P@! atau nutrisi parenteral dalam hubungannya
dengan makanan enteral dalam ( hari pertama setelah diagnosis sepsis
berat. syok septik (4B grade!.
7. Menggunakan nutrisi tanpa suplemen imunomodulasi yang spesifik pada
pasien dengan sepsis berat (grade 4-!.
<. 5eneta+kan Goals of Care
*. /oals of Care dan prognosis akan dibahas dengan pasien dan keluarga (*B
grade!.
4. /oals of Care dimasukkan ke dalam pengobatan dan perencanaan
pera"atan akhir kehidupan, memanfaatkan prinsip'prinsip pera"atan
paliatif yang sesuai (*B grade!.
1. 8ujuan pera"atan ditangani sedini mungkin, selambat'lambatnya dalam
"aktu (4 jam setelah masuk I-J (kelas 4-!.
43
2.= Ko%+likasi
5:DS 1&isf#ngsi ogan %#lti+el3
Penyebab kerusakan multipel organ disebabkan karena adanya gangguan
perfusi jaringan yang mengalami hipoksia sehingga terjadi nekrosis dan
gangguan fungsi ginjal dimana pembuluh darah memiliki andil yang cukup
besar dalam pathogenesis ini.
KID 1Koag#lasi Inta>ask#la Dise%inata3
Patogenesis sepsis menyebabkan koagulasi intravaskuler diseminata
disebabkan oleh faktor komplemen yang berperan penting seperti yang sudah
dijelaskan pada patogenesis sepsis diatas.

A!DS Acute Respiratory Distress Syndrome!
>erusakan endotel pada sirkulasi paru menyebabkan gangguan pada aliran
darah kapiler dan perubahan permebilitas kapiler, yang dapat mengakibatkan
edema interstitial dan alveolar. @eutrofil yang terperangkap dalam
mirosirkulasi paru menyebabkan kerusakan pada membran kapiler alveoli.
Ddema pulmonal akan mengakibatkan suatu hipoGia arteri sehingga akhirnya
akan menyebabkan ,cute espiratory +istress Syndrome.
(astointestinal
Pada pasien sepsis di mana pasien dalam keadaan tidak sadar dan terpasang
intubasi dan tidak dapat makan, maka bakteri akan berkembang dalam saluran
pencernaan dan mungkin juga dapat menyebabkan suatu pneumonia
nosokomial akibat aspirasi. ,bnormalitas sirkulasi pada sepsis dapat
menyebabkan penekanan pada barier normal dari usus, yang akan
menyebabkan bakteri dalam usus translokasi ke dalam sirukulasi.
(agal gin)al ak#t
4(
Pada hipoksia . iskemi di ginjal terjadi kerusakan epitel tubulus ginjal.
vaskular dan sel endotel ginjal sehingga memicu terjadinya proses inflamasi
yang menyebabkan gangguan fungsi organ ginjal.
S9ok se+tik
Sepsis dengan hipotensi dan gangguan perfusi menetap "alaupun telah
dilakukan terapi cairan yang adekuat karena maldistribusi aliran darah karena
adanya vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang bersirkulasi secara
efektif tidak memadai untuk perfusi jaringan sehingga terjadi hipovelemia
relatif.
6ipotensi disebabkan karena Dndotoksin dan sitokin (khususnya I?'*,
IA@'B, dan 8@A'F! menyebabkan aktivasi reseptor endotel yang menginduksi
influG kalsium ke dalam sitoplasma sel endotel, kemudian berinteraksi dengan
kalmodulin membentuk @5 dan melepaskan Dndothelium +erived
6yperpolariHing Aactor (D+6A! yang meyebabkan hiperpolarisasi, relaksasi
dan vasodilatasi otot polos yang diduga menyebabkan hipotensi.
!en0ana Tea+i Se+sis.
"
4)
4#
BAB III
KESI5PULAN
Berdasarkan latar belakang dan pembahasan yang telah dijelaskan, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut.
*. Sepsis adalah infeksi yang disertai dengan SIS ditandai oleh 4 atau 1 dari
manifestasi klinis yaitu suhu tubuh 0 1)R- atau 2 13R-, denyut jantung 0
#&kali.menit, laju napas 0 4&kali.menit, perubahan pada hitung lekosit
berupa lekositosis (0*4,&&& sel.mm1! atau lekopenia (2 7,&&& sel.mm1! dan
netrofil batang (imatur! lebih dari *&$ pada apusan darah tepi.
4. Sepsis berat adalah sepsis yang disertai dengan setidaknya disfungsi salah
satu organ atau terdapat hipoperfusi jaringan atau hipotensi.
1. Penyebab sepsis paling tersering adalah infeksi saluran napas dan infeksi
saluran kemih, diikuti dengan infeksi saluran cerna dan infeksi jaringan
lunak.
7. ;ejala klinis yang dapat ditemukan pada sepsis berat adalah
hipotensi, peningkatan laktat plasma, produksi urin 2&.%ml.kg.jam
selama lebih *4 jam
1&
DAFTA! PUSTAKA
*. ,.;untur.6. Sepsis. +alam / Buku ,jar Ilmu Penyakit +alam <ilid III.
Ddisi I=. <akarta / Pusat Penerbit IP+ A> JI. 4&&(O*)7&'71.
4. 6amonongan , @asution ,. >ega"atdaruratan Penyakit +alam.
Dmergency in Internal Medicine. Buku I DIMD+ +asar. Perhimpunan
+okter Spesialis Penyakit +alam Indonesia. +epartemen Ilmu Penyakit
+alam A>JI. <akarta. 4&*4. 6al 113'17#
1. +erek -. ,ngus, M.+., M.P.6., and 8om van der Poll, M.+., Ph.+. Severe
Sepsis and Septic Shock. n engl j med 13#O# nejm.org august 4#, 4&*1.
+o"nloaded from nejm.org on @ovember *3, 4&*1
7. <ames ,. ussell, M.+. Management of Sepsis. n engl j med
1%%O*3""".nejm.org october *#, 4&&3. +o"nloaded from nejm.org on
@ovember *3, 4&*1.
%. ,merican -ollege of -hest Physicians.Society of -ritical -are Medicine
-onsensus -onference. +efinitions for sepsis and organ failure and
guidelines for the use of innovative therapies in sepsis. -rit -are Med.
*###O4&/)37'(7
3. +ellinger Phillip, et all. 4&*4. Surviving Sepsis -ampaign/ International
;uidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock/ 4&*4&
CCM 8ournal 7*/%)&'31(
1*

Anda mungkin juga menyukai