Anda di halaman 1dari 19

H.

PERPINDAHAN BIJIH
Transportasi tembaga dalam jumlah besar terjadi pada fluida aquatik (fase
aquatik) dimana bijihnya dapat meliputi semua atau sebagian larutan. Fluida aquatik
pada temperatur dan tekanan tertentu mengandung logam dan sulfur dalam larutan
sebagai ion atau molekul dalam jumlah besar untuk pembentukan bijih tembaga porfiri.
Data inklusi fluida menunjukkan bahwa larutan bijih banyak mengandung alkali klorida
(ditambah CO2, NH3, dan CH4) dan kandungan garamnya kadang sampai 50%. Hal ini
menunjukkan bahwa larutan bijih juga bereaksi dengan klorida selama transportasi.
Pengendapan senyawa kompleks sulfida disebabkan oleh:
1. Pendinginan sebagai akibat dari pergerakan fluida di sepanjang daerah dengan
perbedaan temperatur yang besar,
2. Percampuran dengan air meteorik, dan
3. Reaksi dengan batuan samping.

I. STUDI PEMBENTUKAN DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI
Studi pembentukan deposit tembaga porfiri dilakukan dengan isotop oksigen dan
hidrogen yang sangat penting untuk:
1. Menentukan asal dan kejadian air dalam deposit bijih hidrotermal, dan
2. Perkiraan temperatur pembentukan tembaga porfiri.
Analisa isotop oksigen dan hidrogen yang dihubungkan dengan kerangka geologi
deposit tembaga porfiri menunjukkan adanya dua pola larutan yang berbeda tapi saling
terkait, yaitu:
1. Larutan magmatik hidrotermal internal (magmatic hydrotermal solution) dibawah
tekanan litostatik yang tinggi dan terbentuk selama kristalisasi tahap akhir, dan
2. Sirkulasi meteorik-hidrotermal eksternal (external meteoric-hydrothermal circulation)
dengan tekanan litostatik yang rendah dan terletak di bagian luar tubuh porfiri.

J. MODEL GENETIK DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI
Semua model menekankan hubungan antara intrusi batuan plutonik dan deposit
bijih yang terbentuk serta berdasarkan pada model magmatik-hidrotermal. Akibat adanya
perbedaan suhu yang nyata antara magma dengan batuan di sekitarnya menghasilkan
suatu urutan zona alterasi dan mineralisasi yang khas pada deposit tembaga porfiri.

K. MODEL LOWELL-GUILBERT
Lowell dan Guilbert (1970) dalam Guilbert dan Park (1986) yang menyelidiki zona
alterasi-mineralisasi deposit tembaga porfiri di San Manuel-Kalamazoo mencatat bahwa
pada sebagian besar deposit porfiri, terdapat hubungan yang sangat dekat antara batuan
beku induk, tubuh bijih, dan batuan samping. Batuan samping umumnya terbentuk antara
Prakambrium-Kapur Akhir, berupa batuan sedimen dan metasedimen. Kedalaman intrusi
berkisar antara 10001500m. Umumnya deposit porfiri berasosiasi dengan tipe intrusi
monzonit kuarsa hingga granodiorit dan kadang pula dijumpai berasosiasi dengan diorit
kuarsa, riolit, dan dasit. Model genetik Lowell-Guilbert meliputi deposit porfiri yang
berumur Trias-Tersier Tengah (200-30 jt tahun yang lalu).
Nielsen (1968) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) menyusun urutan
pembentukan deposit porfiri yang diawali dengan suatu intrusi, kemudian disusul oleh
kristalisasi awal yang membentuk lapisan solid shell. Kristalisasi tersebut yang kemudian
menghasilkan tekstur porfiritik hingga afanitik. Pada umumnya, proses metalisasi terjadi
bersamaan atau setelah pembentukan tubuh porfiri itu.

L. ZONA ALTERASI TEMBAGA PORFIRI
Zona Potasik (Potassic Zone)
Zona potasik merupakan zona alterasi yang paling dekat dengan tubuh intrusi dan
dicirikan oleh kumpulan mineral ortoklas-biotit dan ortoklas-klorit, dan pada beberapa
tempat keduanya ditemukan. Zona alterasi ini hampir selalu dijumpai dalam deposit bijih
porfiri.
Zona Serisitisasi (Phyllic Zone)
Zona serisitisasi terletak disekitar zona potassik dan selalu hadir dalam urutan
zona alterasi deposit tembaga porfiri. Kadang pula zona ini saling overlap dengan zona
potasik. Zona ini dicirikan oleh mineral kuarsa, serisit, pirit dengan minor klorit, hidromika,
dan rutil.
Hubungan antara zona alterasi potasik dan zona serisitisasi berdasarkan data
isotop oksigen dan hidrogen menunjukkan bahwa airtanah (groundwater) juga berperan
aktif selama mineralisasi pada zona ini.
Zona Argilik (Argillic Zone)
Zona argilik jarang ditemukan dalam urutan zona alterasi deposit tembaga porfiri
dan dicirikan oleh perubahan plagioklas menjadi kaolin pada bagian dalam atau
montmorilonit pada bagian luar. Pirit juga hadir, tapi tidak sebanyak dengan zona
serisitisasi dan lebih berbentuk veinlet daripada hamburan.

















BAB VI
GENESA ENDAPAN MINERAL SEKUNDER

A. ENDAPAN MINERAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN PROSES EKSTERNAL
1. KONSENTRASI RESIDUAL
Endapan yang berbentuk dari konsentrasi residual adalah endapan yang
terakumulasi atau teronsetrasi di dekat atau di atas batuan sumbernya melalui proses
pelapukan. Endapan residual hanya dapat terbentuk pada permukaan yang relatif
datar, bila permukaan berubah menjadi miring, maka endapan tersebut akan
mengalami transportasi dan membentuk endapan placer eluvial.
Endapan yang berbentuk dari konsentrasi residual adalah endapan yang
terakumulasi atau teronsetrasi di dekat atau di atas batuan sumbernya melalui proses
pelapukan.
Pelapukan sebagai proses yang memegang peranan penting dalam
konsentrasi residual merupakan suatu kejadian komplek dan meliputi berbagai proses
yang bisa bekerja sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan proses yang lain.
Pelapukan (weathering) dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti air,
angin, perubahan temperatur, tumbuhan dan bakteri.
Secara umum, pelapukan dapat dibagi menjadi:
a. Pelapukan mekanik yang menyebabkan terjadinya desintegrasi/penghancuran
batuan terutama disebabkan oleh ekspansi air dalam pori atau kekar batuan akibat
perubahan temperatur. Ekspansi air ini dikenal dengan istilah Frost Action.
b. Pelapukan kimiawi yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi oleh aksi
unsur-unsur yang terbawa dalam air hujan.
c. Pelapukan biologis yang terjadi karena adanya aktifitas bakteri dan organisme
mikroskopik lainnya yang menghasilkan perubahan komposisi air dan udara di
dalam tanah dan mengakibatkan perubahan kompleks mineral tanah.

Syarat utama pembentukan deposit mineral dari konsentrasi residual adalah:
1. kehadiran batuan atau lode yang mengandung mineral berharga yang resisten
2. kondisi iklim yang memungkinkan berlangsungnya pelapukan kimiawi
3. kemiringan lereng relatif landai, dan
4. stabilitas lahan yang cukup lama sehingga residu yang terkumpul tidak terganggu
oleh erosi.
Deposit berharga yang dapat terbentuk dari suatu proses konsentrasi residual
diantaranya adalah:
1. Endapan bauksit residual
2. Endapan nikel residual
3. Endapan besi residual
4. Endapan mangan residual
5. Lempung (kaolin) residual


2. OKSIDASI DAN PENGAYAAN SUPERGENE
Perubahan Kimia Selama Pengayaan Supergene Berlangsung
Ada dua perubahan kimia yang terjadi pada zona oksidasi:
a. Oksidasi, pelarutan dan pemindahan mineral berharga, dan
b. Transformasi mineral logam in situ menjadi senyawa oksida
Umumnya deposit mineral logam mengandung pyrite. Mineral ini memberikan
suplai sulfur untuk membentuk iron sulfat dan sulfuric acid. Demikian juga dengan
pyrhotite.
Proses Oksidasi Menyebabkan Pemisahan Logam
Oksidasi pada sekumpulan bijih menyebabkan terjadinya pemisahan
kandungan logamnya pada tempat yang berbeda-beda. Pada endapan tersebut,
pyrite terangkut ketempat lain, galena mengalami oksidasi membentuk anglesite dan
cerrusite dan sphalerite larut sebagai zinc sulfate yang bermigrasi ke dalam
batugamping membentuk tubuh bijih zinc carbonate.
Gossan dan Capping
Gossan adalah tanda atau jejak yang terletak di atas suatu daerah pengayaan
karena proses oksidasi. Gossan adalah konsentrasi mineral berat dari material
limonitik yang berasal dari mineral sulfida masif atau dari sisa besi yang tercuci
dan meresap ke bawah. Capping adalah bagian atas tubuh bijih atau batuan yang
tercuci, tapi masih memperlihatkan adanya kandungan mineral sulfide dalam bentuk
hamburan (disseminated).

3. KONSENTRASI MEKANIK (Endapan yang berhubungan dengan Sedimentasi Klastik)
Konsentrasi mekanik adalah pemisahan moineral berat dari mineral ringan
karena pengaruh gaya gravitasi secara alami (natural gravity separation) pada saat
terbawa oleh air atau media transportasi lainnya.
Pembentukan endapan placer meliputi dua proses, yaitu:
1. proses pembebasan mineral stabil dari matriksnya selama pelapukan berlangsung,
2. proses konsentrasi mineral stabil tersebut.
Proses konsentrasi bisa terjadi jika mineral berharga memiliki tiga sifat berikut:
1. memiliki berat jenis yang tinggi.
2. komposisi kimia yang resisten terhadap pelapukan
3. durability (melleability, toughness, atau hardness)
Mineral-mineral yang terbentuk pada suatu endapan placer berasal dari:
1. Endapan lode yang komersial
2. Endapan lode yang tidak komersial
3. Sparsely disseminated ore minerals
4. Mineral pembentuk batuan
Transportasi material hasil lapukan biasanya dalam bentuk:
a. Suspention, dan
b. Bottom Traction, rolling and soltation
Transportasi akan terus berlangsung selama energi media transport lebih
besar dari gaya gravitasi yang bekerja. Jika gaya gravitasi lebih besar dari energi
media, pengendapan mulai berlangsung dengan mengikuti berbagai kriteria,
misalnya:
1. Mineral yang lebih berat akan terendap lebih dulu dibanding mineral yang lebih
ringan pada ukuran yang sama.
2. Mineral yang lebih kecil akan terendap lebih dulu dibanding mineral yang lebih
besar jika berat kedua mineral sama.
3. Mineral berbentuk bulat terendapkan lebih cepat dibanding mineral pipih.

Placer Eluvial
Endapan eluvial terbentuk jika terdapat kemiringan permukaan disekitar batuan
sumber (source rock). Mineral-mineral berat akan terkumpul atau terakumulasi di
bagian bawah bukit dan mineral-mineral ringan yang tidak resisten akan larut dan
terbawa oleh media transport ke daerah lain.
Placer Sungai atau aluvial
Endapan aluvial merupakan salah satu tipe endapan placer terpenting yang
menghasilkan mineral/bijih dan tambang-tambang konvensional banyak
memanfaatkan endapan jenis ini. Endapan ini terbentuk setelah bahan rombakan
mengalami transportasi dari batuan sumber oleh air sungai dan kandungan
mineralmineral yang terbawa mengalami pemilahan (sorting) berdasarkan berat jenis
oleh gaya gravitasi.
Placer Pantai
Batuan sumber endapan placer pantai berasal dari batuan atau urat-urat yang
tersingkap di tepi pantai, sungai, atau endapan placer tua yang mengalami
perombakan dan diendapkan dipantai dengan bantuan gelombang laut atau arus
bawah laut.
Placer Laut Lepas
Endapan placer laut lepas terbentuk di daerah Continental Shelf yang berjarak
beberapa kilometer dari garis pantai.
Placer Aeolian
Pembentukan endapan placer Aeolian yang terpenting adalah melalui
perombakan placer pantai oleh angin.
B. ENDAPAN SEDIMENTER
Pembentukan endapan sedimenter dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Sumber material (source of material) tersedia
2. Pengumpulan material dalam bentuk larutan (solution) atau proses lain
3. Transportasi material ke tempat akumulasi jika diperlukan
4. Pengendapan material dalam suatu cekungan sedimenter yang diikuti oleh proses
diagenesa (kompaksi, alterasi kimia, atau perubahan lainnya)

Menurut Walther (1894) diagenesis adalah semua perubahan yang terjadi pada material
sedimenter selama proses sedimentasi berlangsung. Diagenesis tersebut meliputi:
a. Kompaksi (lithifaction); Kompaksi adalah proses penekanan material sedimenter karena gaya
berat diatasnya sehingga pori dan kandungan airnya berkurang.
b. Sementasi (cementation); Sementasi adalah proses pengikatan material sedimenter lepas oleh
material sekunder. Menurut Correns (1950) sementasi dipengaruhi oleh perubahan pH
perubahan pH air dalam akumulasi sedimenter tersebut.
c. Alterasi kimia dan rekristalisasi ; Partikel mineral yang kurang stabil cenderung berubah
menjadi mineral yang lebih stabil di permukaan bumi

Pelarutan material sekunder terjadi saat pelapukan berlangsung, dimana yang
terutama bertindak sebagai pelarut adalah:
1. Air karbonat (carbonate water) yang sangat efektif dalam melarutkan batugamping,
besi, mangan dan fosfor.
2. Humic dan asam organik lainnya yang berasal dari dekomposisi vegetasi merupakan
pelarut yang efektif untuk besi.
3. Larutan sulfat yang efektif dalam melarutkan besi dan mangan tapi jarang tersedia
dalam jumlah yang cukup besar.

C. EVAPORASI
Pengendapan mineral dalam proses evaporasi tergantung pada beberapa faktor,
diantaranya yang paling penting adalah temperatur, tekanan, lingkungan pengendapan,
dan perubahan musim dan iklim. Evaporasi lebih efektif terjadi pada daerah beriklim
kering dan panas.
Air laut adalah sumber utama mineral yang terbentuk oleh proses evaporasi.

3. METAMORFISME
Metamorfisme adalah proses rekristalisasi dan rekombinasi mineral yang telah ada
sebelumnya karena pengaruh panas, tekanan, waktu dan berbagai larutan yang ada,
membentuk mineral baru tanpa melalui fasa cair.
Metamorfisme kontak memperlihatkan sifat yang dipengaruhi oleh (1) endogene
atau efek internal pada daerah diluar kontak tubuh intrusif dan (2) exogene atau efek
eksternal pada batuan yang kontak dengan intrusi magma.
Efek endogene berupa perubahan tekstur dan mineral pada border zone
Efek exogene terdiri atas baking atau pengerasan pada batuan samping dan secara
umum menyebabkan transformasi.
Metamorfisme konyak mulai terjadi sesaat setelah intrusi dan berlanjut hingga
setelah bagian terluar intrusif terkonsolidasi




























BAB VII
MORFOLOGI DAN TIPE-TIPE DEPOSIT BIJIH

Deposit syngenetic adalah suatu deposit yang terbentuk bersamaan dengan
batuan tempatnya berada dan kadang deposit ini adalah bagian dari suatu urutan
stratigrafi, Sebaliknya deposit epigenetic adalah deposit yang terbentuk setelah batuan
induknya (host rock) terbentuk.

A. TUBUH BIJIH DISCORDANT
1. Tubuh Berbentuk Regular (Regularly shaped bodies)
a. Tubuh Bijih Tabular
Tubuh bijih tabular melebar dalam dua dimensi, tetapi restricted
development pada dimensi ketiga. Termasuk dalam kelas ini adalah vein-vein
(kadang disebut fissureveins) dan lode. Vein kadang berbentuk miring dan
seperti pada patahan, bidang vein dapat dibagi sebagai hanging wall dan foot
wall
b. Tubuh Bijih Tubular
Tubuh bijih tubular relatif pendek dalam dua dimensi, tapi memanjang
pada dimensi ketiga. Jika tubuh ini berbentuk vertikal atau hampir vertikal
maka disebut pipa atau chimneys, tapi jika berbentuk horisontal atau hampir
horisontal maka disebut mantos.
2. Tubuh Berbentuk Irregular (Irregularly shaped bodies)
a. Deposit Disseminated

Pada deposit disseminated, mineral bijih tersebar dalam tubuh batuan
induk seperti bentuk penyebaran mineral asesori dalam batuan beku.
Disseminated mineral ekonomik bisa meliputi (i) keseluruhan atau sebagian
besar batuan induk dan sepanjang veinlet yang memotong batuan induk
dalam bentuk network yang sangat rapat (stockwork) atau bisa juga (ii)
berupa disseminated mineral ekonomik dalam veinlet (stockwork).
Deposit Replasemen Irregular (Irregular Replacement Deposits)
Deposit ini berbentuk extremely irregular; lidah (tongues) bijih dapat
terbentuk disepanjang struktur planar bedding, joint, faults, etc.- dan
terdistribusi pada aureole kontak kadang apparently capricious.

B. TUBUH BIJIH CONCORDANT
1. Batuan Induk Sedimenter (Sedimentary host rock)
Biasanya tubuh bijihnya paralel dengan bidang perlapisan (stratiform).
Batuan sedimen sebagai batuan induk deposit bijih:
- Batugamping
- Batuan Argillaceous
- Batuan Arenaceous
- Batuan Rudaceous
- Sedimen kimia

2. Batuan beku sebagai batuan induk (Igneous host rock)
a. Batuan Induk Vulkanik
Ada dua tipe deposit yang paling sering ditemukan dalam batuan beku,
yaitu vesicular filling deposit dan volcanic-associated massive sulphide
deposit. Tipe pertama terbentuk dalam lubang vesikular yang permeabel pada
bagian atas aliran lava basal dimana permeabilitasnya kemungkinan
disebabkan oleh autobreksiasi.
Batuan induk yang paling penting adalah riolit dimana bijih pembawa
lead umumnya hanya berasosiasi dengan batuan ini. Kelas tembaga hampir
selalu berasosiasi dengan batuan vulkanik mafik.

b. Batuan Induk Plutonik
Beberapa intrusi batuan beku plutonik posses rhythmic layering dan hal ini
terbentuk dengan baik pada intrusi basik.

c. Batuan Induk Metamorfik
Bagian dari beberapa deposit yang terbentuk pada proses metamorfik.

d. Deposit Residual
Deposit ini terbentuk oleh pergerakan kembali material non-bijih dari
protore.

e. Pengayaan Supergen (Supergene Enrichment)
Proses pengayaan supergen sedikit banyak telah mempengaruhi
hampir semua tubuh bijih.




BAB VIII
TEKSTUR DAN STRUKTUR ENDAPAN

Studi tekstur memberikan banyak informasi tentang genesis dan sejarah suatu
tubuh bijih.

A. Pengisian rongga (open space filling)
1. Presipitasi dari leburan silikat (silicate melt)
Faktor kritis untuk situasi ini adalah pada saat kristalisasi dan ada tidaknya
kristalisasi silikat secara simultan.
2. Presipitasi dari larutan aquaeous
Rongga-rongga (open spaces), such a dilatant zones sepanjang patahan,
merupakan jalan yang dilalui larutan pada topografi karst, dll. Jika prevailing
kondisi Fisikakimia induce presipitasi, maka kristal akan terbentuk. Kristal ini
terbentuk sebagai hasil spontaneous nucleation dengan larutan, atau lebih
tepatnya, oleh oleh nucleation pada ruang tertutup.
3. Replasemen
Edward (1952) mendefinisikan replasemen sebagai dissolving suatu
mineral dan pada saat bersamaan diendapkan mineral lain pada tempat tersebut,
tanpa intervening development rongga dan tanpa adanya perubahan volume.
4. Inklusi fluida (fluid Inclusions)
Pertumbuhan kristal tidak pernah sempurna dan memungkinkan
terjebaknya fluida dalam kristal tersebut dalam ukuran <100 m, yang disebut
inklusi fluida.Inklusi fluida dibagi dalam beberapa tipe:
o Inklusi Primer; terbentuk selama pertumbuhan kristal, provide us dengan sampel
fluida pembentuk bijih.
Inklusi primer dapat dibagi lagi ke dalam empat grup (Nash, 1976) sebagai
berikut:
Tipe I. Inklusi dengan salinitas sedang, secara umum terdiri atas dua fase,
terutama terdiri atas air dan gelembung water vapour, meliputi 10-40%
inklusi. Kehadiran gelembung mengindikasikan bahwa fluida terjebak pada
elevated temperature.
Tipe II. Inklusi yang kaya akan gas, umumnya mengandung lebih dari 60% vapour.
Air juga merupakan unsur yang dominan, tapi CO2 hanya ditemukan
dalam jumlah kecil. Tipe ini merepresentasikan trapped steam. Kehadiran
secara bersamaan inklusi yang kaya akan gas dan inklusi aquaeous yang
sedikit mengandung gas menunjukkan bahwa fluida mendidih pada saat
terjebak.
Tipe III, Inklusi yang membawa halite. kisaran salinitas tipe ini lebih dari 50%.
Semakin banyak jumlah dan variasi daughter minerals semakin kompleks
fluida bijih (ore fluid).
Tipe IV, Inklusi yang kaya akan CO2, dengan perbandingan CO2: H2O berkisar
antara 3 hingga lebih dari 30 mol%.

o Inklusi Sekunder; inklusi ini terbentuk dari beberapa proses setelah kristalisasi
mineral induk (host mineral). Salah satu cara pembentukan inklusi adalah selama
healing retakan dan hal ini mengawali pembentukan planar arrays beberapa inklusi
kecil.

5. Alterasi Batuan Samping
Alterasi batuan samping umumnya terbentuk di sekitar vein dan tubuh bijih
hidrotermal lainnya yang antara lain ditunjukkan oleh perubahan warna, tekstur,
perubahan mineralogi atau kimia, atau kombinasi dari semuanya.
Ada dua divisi utama alterasi batuan samping, yaitu hipogen dan supergen.
Alterasi hipogen disebabkan oleh naiknya larutan hidrotermal, dan alterasi
supergen oleh naiknya air meteorik yang bereaksi dengan mineral yang sudah ada
srebelumnya.
Tipe-tipe alterasi batuan samping
Advanced argillic alteration; Alterasi yang dicirikan oleh kehadiran mineral dickite,
kaolinite (keduanya Al2Si2O3(OH)4), pyrophyllite (Al2Si4O10(OH)2) dan kuarsa.
Sericitization; Dalam lapangan bijih dunia, sericitization adalah tipe alterasi yang
paling banyak dijumpai pada batuan yang kaya akan aluminium seperti slates,
granits, dll.
Intermediate argillic alteration; Mineral utama dalam alterasi ini adalah mineral
kaolin- dan montmorillonit-grup sebagai alterasi plagioklas.Zona ini berbatasan
dengan alterasi propylitic pada bagian luar.
Propylitic alteration; Zona alterasi ini dicirikan oleh chlorite, epidote, albite dan
carbonate (calcite, dolomite atau ankerite). Zona alterasi ini bisa dibagi lagi dalam
beberapa sub-zona berdasarkan kelimpahan mineral alterasinya, antara lain:
Chloritization; Chlorite bisa hadir sendiri atau dengan kuarsa atau tourmalin dalam
kombinasi yang sangat simpel.
Carbonatization; Dolomitisasi adalah alterasi yang sering ditemukan pada
pengendapan bijih dengan temperatur rendah hingga menengah pada
batugamping, dan dolomit adalah karbonat yang paling banyak terbentuk oleh
aktifitas hidrotermal.
Potassic Alteration; Potasf feldspar sekunder dan/atau biotit adalah mineral yang
paling penting pada alterasi ini.
Silicification; Meliputi bertambahnya proporsi kuarsa atau silika crypto-crystalin
(seperti cherty atau opaline silica) dalam batuan alterasi.
Feldspathization; Istilah feldspatisasi digunakan pada proses metasomatisma
potasium atau sodium yang menghasilkan potash feldspar yang baru atau albite.
Tourmalinization; Tourmalinisasi berasosiasi dengan deposit dengan temperatur
menengah hingga tinggi

Tipe alterasi lainnya;
Pyritization;
Hematitization;
Bleaching;
Greisenization;
Fenitization;
Serpentinisasi ;
Zeolitisasi ;
Tipe batuan tipe alterasi

Tipe Batuan Tipe Alterasi
serisitisasi,
argillasasi,
BATUAN ASAM silisifikasi, dan
piritisasi.
kloritisasi,
BATUAN INTERMEDIT - BASA karbonatisasi,
serisitisasi,
piritisasi, dan
propilitisasi.
BATUAN KARBONAT Skarnifikasi
tourmalinisasi

























BAB IX
BEBERAPA TEORI UTAMA GENESA BIJIH (ORE GENESIS)

Teori tentang genesa deposit bijih secara umum dapat dibagi ke dalam dua
kelompok, yaitu deposit bijih yang terbentuk melalui (i) proses internal dan (ii) proses
eksternal
Lateral secretion
Lensa dan vein quartz dalam batuan metamorf dihasilkan oleh pengisian zone
dilatasi dan rongga (open fracture) oleh silika yang bermigrasi keluar dari batuan yang
melingkupinya. Pada saat migrasi, silika disertai oleh unsur-unsur batuan samping yang
lain termasuk komponen logam dan sulfur. Derivation mineral-mineral dari immediate
neighbourbood vein disebut lateral secretion.
Proses metamorfik
Metamorfisme isokimia pada beberapa batuan dapat menghasilkan material
untuk keperluan industri.Metamorfisme allokimia (metasomatisme) kadang menyertai
metamorfisme kontak atau regional. Proses ini menghasilkan deposit skarn yang
banyak mengandung logam atau mineral industri.

Peranan proses metamorfik lain dalam pembentukan bijih
Pada kondisi ini unsur bijih yang bersifat mobil bisa terangkut ke tempat lain
dengan tekanan rendah, seperti shear zone, retakan (fracture) atau puncak lipatan.
Pembentukan deposit bijih oleh proses eksternal
Proses eksternal meliputi sedimentasi mekanik dan kimiawi, proses residual dan
pengayaan supergen (supergene enrichment), dan proses exhalative.
Proses volcanic-exhalative (sedimentary-exhalative)
Deposit exhalative memiliki kaitan yang sangat erat dengan batuan vulkanik dan
sebagian lagi pada batuan induk sedimen yang dikenal dengan istilah deposit sedex
(sedimentary-exhalative). Tubuh bijih exhalative yang berafiliasi dengan vulkanik
memperlihatkan beberapa tipe:
Tipe Cyprus; berasosiasi dengan vulkanik yang bersifat basik, biasanya dalam
bentuk ophiolites dan kemungkinan terbentuk di samudera atau pada busur belakang
pematang.
Tipe Kuroko; berasosiasi dengan vulkanik yang bersifat felsik, terbentuk pada
tahap akhir evolusi busur kepulauan (island arc), dengan kandungan logam yang lebih
bervariasi
Tipe yang terakhir kemungkinan terbentuk jika larutan hidrotermal lebih saline
(padat) dibanding air laut disekitarnya muncul pada suatu depresi bawah laut
Beberapa deposit tipe Cyprus terbentuk dengan cara seperti ini dan data inklusi
fluida mendukung hipotesa tersebut (Rona, 1988).




















































BAB X
GENESA BATUBARA

Secara definisi : Batubara adalah batuan sedimen yang berasal dari material
organik (organoclastic sedimentary rock), dapat dibakar dan memiliki kandungan
utama berupa C, H, O.
Secara proses (Genesa) : batubara adalah lapisan yang merupakan hasil
akumulasi tumbuhan dan material organik pada suatu lingkungan pengendapan
tertentu, yang disebabkan oleh proses syn-sedimentary dan post-sedimentary,
sehingga menghasilkan rank dan tipe tertentu.

Humic Coal
Melewati tahap gambut dengan disertai proses humifikasi setelah terakumulasi pada
tempat dimana pohon-pohon (bahan dasar) itu tumbuh.

Sapropelic Coal
Tidak melewati fase gambut tetapi mengikuti alur proses diagenesa seperti batuan
sedimen yang kaya akan bahan organik Banyak mengandung material organik dan
mineral hasil transportasi.


Batubara coklat (Brown coal)
Batubara coklat (Brown coal) adalah jenis batubara yang paling rendah
peringkatnya, bersifat lunak, mudah diremas, mengandung kadar air yang tinggi (10-
70%)

Batubara keras (Hard coal)
Batubara keras (Hard coal) adalah semua jenis batubara yang peringkatnya lebih
tinggi dari brown coal, bersifat lebih keras, tidak mudah diremas, kompak,
mengandung kadar air yang relatif rendah, umumnya struktur kayunya tidak tampak
lagi, relative tahan terhadap kerusakan fisik pada saat penanganan (coalhandling).
Nilai kalorinya > 5700 kal/gr (dry mineral matter free).

Faktor-faktor yang berperan pada pembentukan gambut
Evolusi tumbuhan: jenis tumbuhan pada skala waktu geologi.
Iklim: berpengaruh terhadap kecepatan tumbuh dan variasi jenis tumbuhan serta
proses dekomposisi
Geografi dan posisi:
kenaikan muka air tanah relatif lambat,
ada perlindungan rawa terhadap pantai atau sungai.
Struktur Geologi dan tektonik:
Adanya keseimbangan antara penurunan cekungan terhadap kecepatan
penumpukan sisa tumbuhan (kesimbangan biotektonik).
Lihat cekungan pengendapan batubara.

a. Proses Terjadinya (Genesa) Batubara
dapat disimpulkan bahwa batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar,
terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap di dalam tanah selama jutaan
tahun. Endapan tersebut telah mengalami berbagai perubahan bentuk/komposisi
sebagai akibat dari dari adanya proses fisika dan kimia yang berlangsung selama waktu
pengendapannya.
Terdapat dua model formasi pembentuk batubara (coal bearing formation),
yakni model formasi insitu dan model formasi endapan material tertransportasi (teori
drift). Berikut akan dijelaskan masing-masing model formasi pembentuk batubara
tersebut.
1). Model Formasi Insitu
Menurut teori ini, batubara terbentuk pada lokasi dimana pohon-pohon
atau tumbuhan kuno pembentukya tumbuh. Lingkungan tempat tumbuhnya
pohon-pohon kayu pembentuk batubara itu adalah pada daerah rawa atau hutan
basah. Kejadian pembentukannya diawali dengan tumbangnya pohon-pohon kuno
tersebut, disebabkan oleh berbagai faktor, seperti angin (badai), dan peristiwa
alam lainnya. Pohon-pohon yang tumbang tersebut langsung tenggelam ke dasar
rawa. Air hujan yang masuk ke rawa dengan membawa tanah atau batuan yang
tererosi pada daerah sekitar rawa akan menjadikan pohon-pohon tersebut tetap
tenggelam dan tertimbun.
Demikianlah seterusnya, bahwa semakin lama semakin teballah tanah
penutup pohon-pohonan tersebut. Dalam hal ini pohon-pohon tersebut tidak
menjadi busuk atau tidak berubah menjadi humus, tetapi sebaliknya mengalami
pengawetan alami. Dengan adanya rentang waktu yang lama, puluhan atau bahkan
ratusan juta tahun, ditambah dengan pengaruh tekanan dan panas, pohon-
pohonan kuno tersebut mengalami perubahan secara bertahap, yakni mulai dari
fase penggambutan sampai ke fase pembatubaraan.
2) Model Formasi Transportasi Material (Teori Drift)
Berdasarkan teori drift ini, batubara terbentuk dari timbunan pohon-pohon
kuno atau sisa-sisa tumbuhan yang tertransportasikan oleh air dari tempat
tumbuhnya. Dengan kata lain pohon-pohon pembentuk batubara itu tumbang
pada lokasi tumbuhnya dan dihanyutkan oleh air sampai berkumpul pada suatu
cekungan dan selanjutnya mengalami proses pembenaman ke dasar cekungan, lalu
ditimbun oleh tanah yang terbawa oleh air dari lokasi sekitar cekungan.
Seterusnya dengan perjalanan waktu yang panjang dan dipengaruhi oleh
tekanan dan panas, maka terjadi perubahan terhadap pohon-pohon atau sisa
tumbuhan itu mulai dari fase penggambutan sampai pada fase pembatubaraan.
Dari kedua teori tentang formasi pembentukan batubara tersebut di atas dapat
diketahui bahwa kondisi lingkungan geologi yang dipersyaratkan untuk dapat terjadinya
batubara adalah: berbentuk cekungan berawa, berdekatan dengan laut atau pada
daerah yang mengalami penurunan (subsidence), karena hanya pada lingkungan seperti
itulah memungkinkan akumulasi tumbuhan kuno yang tumbang itu dapat mengalami
penenggelaman dan penimbunan oleh sedimentasi.
Terdapat dua tahapan proses pembentukan batubara, yakni proses
penggambutan (peatification) dan proses pembatubaraan (coalification). Pada proses
penggambutan terjadi perubahan yang disebabkan oleh makhluk hidup, atau disebut
dengan proses biokimia, sedangkan pada proses pembatubaraan prosesnya adalah
bersifat geokimia.
Secara berurutan, proses yang dilalui oleh endapan sisa-sisa tumbuhan sampai
menjadi batubara yang tertinggi kualitasnya adalah sebagai berikut:
a) Sisa-sisa tumbuhan mengalami proses biokimia berubah menjadi gambut (peat);
b) Gambut mengalami proses diagenesis berubah menjadi batubara muda (lignite)
atau disebut juga batubara coklat (brown coal);
c) Batubara muda (lignite atau brown coal) menerima tekanan dari tanah yang
menutupinya dan mengalami peningkatan suhu secara terus menerus dalam waktu
jutaan tahun, akan berubah menjadi batubara subbituminus (sub-bituminous coal);
d) Batubara subbituminus tetap mengalami peristiwa kimia dan fisika sebagai akibat
dari semakin tingginya tekanan dan temperatur dan dalam waktu yang semakin
panjang, berubah menjadi batubara bituminus (bitumninous coal);
e) Batubara bitumninus ini juga mengalami proses kimia dan fisika, sehingga batubara
itu semakin padat, kandungan karbon semakin tinggi, menyebabkan warna
semakin hitam mengkilat. Dalam fase ini terbentuk antrasit (anthracite);
f) Antrasit, juga mengalami peningkatan tekanan dan temperatur, berubah menjadi
meta antrasit (meta anthrasite);
g) Meta antrasit selanjutnya akan berubah menjadi grafit (graphite). Peristiwa
perubahan atrasit menjadi grafit disebut dengan penggrafitan (graphitization).
Secara garis besarnya dalam batubara terdapat unsur-unsur:
a) Kandungan air total (total moisture), yakni jumlah kandungan air yang ada pada
fisik batubara, yang terdiri dari air dalam batubara itu sendiri dan air yang terbawa
waktu melakukan penambangan.
b) Kandungan air bawaan (inheren moisture), yakni air yang ada dalam batubara itu
mulai saat awal pembentukannya. Kadar air itu pada dasarnya akan mempengaruhi
nilai batubara, artinya semakin tinggi kandungan air, maka semakin rendahlah
mutu batubara tersebut.
c) Kandungan zat terbang (volatile matter), adalah semua unsur yang akan menguap
(terbang) waktu batubara itu mengalami pemanasan. Volatile matter yang tinggi
akan menyebabkan mutu batubara jadi rendah, karena pada intinya volatile matter
tidak memberikan nilai kalor. Batubara dengan volatile matter tinggi, yang
tertumpuk pada stockpile, akan mudah mengalami swabakar, terutama pada udara
lembab dan adanya unsur pemicu oksidasi di dalamnya, seperti pirit dan
sebagainya.
d) Total sulphur (belerang), adalah salah satu unsur yang dapat menurunkan mutu
batubara, karena unsur belerang yang banyak akan menyebabkan rendahnya nilai
kalor dan dapat menyebabkan kerusakan pada dapur pembakaran, serta juga
menyebabkan adanya gas beracun.
e) Kandungan abu (ash content), adalah sejumlah material yang didapat dari sisa
pembakaran batubara. Semakin tinggi kadar abu batubara, maka semakin
rendahlah mutu batubara tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, abu ini
berasal dari material yang tidak dapat dioksidasi oleh oksgen.
f) Kandungan karbon tertambat (fixed carbon), adalah persentase karbon yang ada
pada suatu satuan volume batubara. Semakin tinggi kadar karbon, maka semakin
baguslah kualitas batubara tersebut, karena yang paling berguna dari batubara itu
adalah karbon ini, karena karbonlah yang menghasilkan nilai kalori pada waktu
dilakukan pembakaran batubara.
g) Nilai kalori (CV), adalah jumlah kalori yang dihasilkan per kg batubara yang dibakar.
Semakin tinggi nilai kalorinya, semakin baguslah mutu batubaranya.



BAB XI
GENESA MINYAK BUMI

Minyak Bumi (bahasa Inggris: petroleum, dari bahasa Latin petrus karang
dan oleum minyak), dijuluki juga sebagai emas hitam, adalah cairan kental,
berwarna coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan
atas dari beberapa area di kerakbumi.
a. Proses Terjadinya (Genesa) Minyak Bumi
Ada 3 faktor atau fase utama dalam pembentukan minyak bumi
dan/atau gas alam, yaitu 1) Pembentukan batuan asal (source rock); 2)
Migrasi hidrokarbon dari batuan asal ke batuan reservoir (reservoir rock),
dan 3) Jebakan (entrapment) geologis.
Kalau volume minyak bumi yang terakumulasi dalam suatu daerah
cebakan (antiklin) cukup besar dan layak untuk ditambang (secara
komersial menguntungkan), dilakukanlah pengeboran pada daerah
cekungan itu, lalu minyak bumi itu dihisap ke atas. Hasil penambangan itu
selanjutnya diolah (didestilasi), sehingga diperoleh berbagai macam
minyak sesuai dengan kebutuhan manusia, seperti, minyak aviation turbin
fuel atau avtur (minyak untuk mesin pesawat terbang), bensin, solar,
minyak tanah, aspal dan lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai