Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Selulitis merupakan salah satu gangguan pada kulit dan jaringan lunak di
sekitar mata yang diakibatkan oleh mikroorganisme. Infeksi yang terjadi
biasanya berasal dari tiga sumber utama yaitu penyebaran langsung dari
sinusitis, inokulasi langsung dari trauma atau infeksi kulit, dan penyebaran jauh
dari infeksi seperti pneumonia.
1

Selulitis terbagi 2, yaitu selulitis orbita dan selulitis preseptal. Selulitis orbita
adalah infeksi aktif jaringan lunak orbita yang terletak di posterior dari septum
orbita. Lebih dari 90% kasus selulitis orbita terjadi akibat kasus sekunder karena
sinusitis bakterial akut atau kronis.
2

Selulitis preseptal adalah infeksi yang umum terjadi pada kelopak mata dan
jaringan lunak periorbital yang menimbulkan eritema kelopak mata akut dan
edema. Infeksi yang terjadi umumnya berasal dari persebaran dari infeksi lokal
sekitar seperti sinusitis, dari infeksi okular eksogen, atau mengikuti trauma
terhadap kelopak mata.
3

Selulitis preseptal dan selulitis orbita memiliki manifestasi klinis yang
mungkin mirip, akan tetapi kedua kondisi tersebut harus dibedakan. Selulitis
preseptal hanya melibatkan jaringan lunak di anterior septum orbital dan tidak
melibatkan struktur di dalam rongga orbita. Selulitis preseptal dapat menyebar
ke posterior septum orbita dan berprogresi selulitis orbita dan abses orbital atau
subperiosteal.
3


2

1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang etiologi dan tatalaksana selulitis.
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui tentang etiologi dan penatalaksanaan pada selulitis.
1.4 Manfaat Penulisan
Menambah wawasan mengenai etiologi dan penatalaksanaan selulitis.
1.5 Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk dari
berbagai literatur.












3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Selulitis merupakan peradangan supuratif jaringan ikat jarang intraorbita di
belakang septum orbita. Selulitis terbagi dua yaitu selulitis orbita dan selulitis
preseptal. Penyebab yang paling umum dari selulitis adalah akibat
mikroorganisme, terutama bakteri.
4

2.2 Anatomi
Orbita adalah sebuah rongga berbentuk segi empat yang berada di antara fossa
kranialanterior dan sinus maksilaris,tiap orbita berukuran sekitar 40 mm pada
ketinggian,kedalaman, dan lebarnya. Orbita dibentuk oleh tujuh buah tulang
yaitu Os. Frontalis, Os. Maksilaris, Os. Zygomatikum, Os. Sphenoid, Os.
Palatinum, Os. Ethmoid, dan Os. Lakrimalis. Secara anatomis orbita dibagi
menjadi enam sisi yaitu dinding medial, dinding lateral, langit-langit berbentuk
triangular, lantai, dan basis orbita.
Vaskularisasi orbita terdiri dari arteri utama yaitu arteri oftalmika yang
memiliki sembilan percabangan dan vena utama yaitu vena oftalmika superior
dan inferior. Vena ini membentuk hubungan langsung antara kulit wajah dengan
sinus kavernosus sehingga dapat menimbulkan thrombosis sinus kavernosus
yang potensial fatal akibat infeksi superficial di kulit periorbita.
Septum orbital adalah sebuah membran tipis yang memisahkan kelopak mata
superfisial dari struktur orbital yang lebih dalam. Septum ini membentuk sebuah
4

barier potensial yang mencegah infeksi mata sampai pada orbit. Infeksi dari
jaringan lunak anterior sampai septum orbital disebut selulitis periorbital dan
mempengaruhi kelopak mata dan adneksa. Infeksi posterior pada septum
termasuk selulitis orbital, abses orbital, dan abses subperiosteal.
Karakteristik anatomis utama dari struktur orbital menyebabkan perluasan
infeksi pada struktur terdekat. Pertama, orbital septum yang tipis dapat menjadi
inkomplet, meskipun begitu berisiko pada penyebaran dari infeksi periorbital
pada struktur orbital yang utama. Kedua, infeksi dapat menyebar dari sinus-
sinus paranasal (yang mengelilingi kavitas orbital pada tiga dari empat dinding
orbit) melalui tulang sampai ke orbit. Ketiga, vena-vena pada orbita yang tidak
berkatup dapat menyebabkan masuknya infeksi hematogenus dari arah
antegrade dan retrograde.

Gambar 2.2 Anatomi Mata, Sinus Paranasal, dan Drainase Vena


5

2.3 Epidemiologi
Selulitis merupakan penyakit infeksi kulit dan jaringan lunak yang umum
dengan insiden 24,6 per 1000 orang. Lebih dari 90% kasus selulitis orbita terjadi
akibat kasus sekunder karena sinusitis bakterial akut atau kronis.
9
Selulitis terutama mengenai anak-anak pada usia 2-10 tahun dan dapat juga
terjadi pada usia dewasa. Tidak ada perbedaan frekuensi antara jenis kelamin
pada orang dewasa, kecuali untuk kasus-kasus S.aureus yang resisten terhadap
methicillin, yang lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan rasio
4:1. Namun pada anak-anak, selulitis orbita telah dilaporkan lebih sering terjadi
pada laki-laki daripada perempuan.
4

2.4 Etiologi
Selulitis dapat disebabkan oleh:
7

1. Bakteri (Staphylococcus, Streptococcus, Haemophilus influenza)
2. Jamur (Aspergillus, Rhizopus sp, Cryptococcus)
3. Virus (Herpes zoster, herpes simpleks, Adenovirus, Ebstein-Barr Virus)
4. Parasit (Echinoccus, Taenia solium)
5. Sinusitis
6. Trauma
Selulitis orbital terjadi disebabkan oleh:
1. Perluasan infeksi dari struktur periorbital, kebanyakan berasal dari sinus
paranasal, tapi juga bisa dari wajah, bola mata, dan sakus lakrimalis.
2. Inokulasi langsung ke orbital dari trauma atau operasi.
3. Penyebaran hematogen dari bakteri.

6

1. Perluasan Infeksi
Selulitis orbital dapat disebabkan secara langsung oleh perluasan infeksi dari
bola mata, kelopak mata, kelenjar mata, jaringan-jaringan periokular dan juga
dari sinus. Selulitis orbital dapat diikuti dakrosistisis, osteomielitis tulang-tulang
orbital, flebitis vena-vena di wajah dan infeksi gigi.
Selulitis orbital kebanyakan disebabkan oleh sinusitis etmoid dipandang dari
segala usia, yang dihitung dari lebih 90% kasus. Bakteri aerob yang tidak
berspora adalah organisme terbanyak yang sering menjadi penyebab. Proses ini
menyebabkan edema dari mukosa sinus, yang mana juga terjadi penyempitan
dari ostium dan berikutnya terjadi pengurangan atau penghentian drainase sinus
yang normal. Mikroflora yang ada di sinus dan traktus respiratori atas
berproliferasi dan berinvasi sehingga mukosa edema, menyebabkan terjadinya
supurasi. Hal ini dipertahankan oleh kurangnya tekanan oksigen dalam struktur
kavitas sinus.
Organisme tersebut mendapatkan akses ke orbital melalui tulang-tulang pipih
dari dinding orbital, saluran-saluran vena dan foramen. Lalu, abses di
subperiorbital dan intraorbital dapat terjadi. Sehingga terjadi peningkatan
tekanan intraorbital yang ditandai oleh proptosis, oftalmoplegia, dan kemosis.
Selulitis orbital terjadi akibat infeksi di sinus maxilla dan infeksi sekunder dari
infeksi gigi dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang masuk ke mulut,
termasung bakteri anaerob, yang terbanyak adalah spesies Bakteriodes.
Kasus yang disebabkan dakrosistitis terbanyak diakibatkan oleh S aureus, S
pneumonia, Streptococuc pyogens, dan H influenza. Infeksi menyebar dari
jaringan lunak di kelopak mata dan wajah yang kebanyakan disebabkan oleh
7

stapilokokus dan streptococcus pyogen. Antibiotik awal dapat diberikan dan
memberikan respon cukup adekuat atau bisa juga dilakukan kultur.

2. Penyebab Traumatik
Material infeksius masuk ke orbital secara langsung melalui kecelakaan
(misalnya fraktur orbital) atau operasi trauma. Memang, selulitis orbital
mungkin bisa disebabkan oleh luka perforasi pada septum orbital. Inflamasi
orbital bisa diketahui dalam 48-72 jam setelah luka atau pada kasus yang
tertahannya benda asing di orbital yang bisa terlambat beberapa bulan.
Prosedur operasi, termasuk dekompresi orbital, dakrosistorhinostomi, operasi
kelopak mata, operasi strabismus, operasi retina, dan operasi intraocular, sudah
dilaporkan dapat menjadi faktor presipitasi penyebab selulitis orbital.
Endoftalmitis postoperasi bisa meluas ke jaringan lunak orbital.

3. Penyebab Bakterial
Spesies Streptokokus, Stapilokokus aureus dan Hemopilus influenza tipe B
menjadi bakteri terbanyak penyebab selulitis orbital. Pseudomonas, Klebsiella,
Eikenella dan Enterococus bukan menjadi penyebab umum terjadinya selulitis
orbital. Infeksi polimikrobial bakteri aerob dan anaerob sering terjadi pada
pasien usia 16 tahun ke atas.

4. Jamur
Jamur yang menjadi penyebab yang paling sering adalah Mucor dan spesies
Aspergillus. Jamur bisa memasuki rongga orbita. Selulitis orbita yang
8

disebabkan infeksi jamur menyebabkan mortalitas tinggi pada pasien yang
imunosupresi.
Mukormikosis mempunyai penyebaran yang luas, sedangkan aspergilosis
kebanyakan bisa dilihat disuasana hangat dan iklim lembab. Mukormikosis
punya onset yang cepat (1-7 hari), sedangkan aspergilosis lebih lama (bulan ke
tahun).
Aspergilosis awalnya menyebabkan proptosis kronik dan penglihatan yang
menurun, sedangkan mukormikosis menyebabkan sindrom orbital apex
(termasuk nervus cranial 2,3,4,5-1 dan 6, dan simpatetik orbital). Pada
umumnya, mukormikosis dengan gejala nyeri, edema kelopak mata, propotosis
dan kehilangan penglihatan. Baik aspergilosis dan mukormikosis bisa
menyebabkan nekrosis di hidung dan palatum, mukormikosis bisa juga
menyebabkan arteritis thrombosis dan nekrosis iskemik, sedangkan aspergilosus
menyebabkan fibrosis kronik dan proses granulomatosa non nekrosis.

Infeksi saluran pernafasan atas, khususnya sinusitis paranasal, pada umumnya
mendahului selulitis preseptal. Kasus selulitis berhubungan dengan kejadian
infeksi saluran pernafasan atas. Selain itu juga berasal dari sinusitis.
Organisme terbanyak yang menyebabkan kejadian ini adalah Stapilokokus
aureus, Stapilokokus epidermidis,spesies Streptokokus dan bakteri anaerob,
menggambarkan organism yang pada umumnya menyebabkan infeksi traktus
pernafasan atas dan infeksi kelopak mata eksternal. Hasil kultur darah dan kulit
biasanya negative.
Berdasarkan dari penegenalan terhadap Haemophilus influenza type B (Hib),
polisakarida vaksin tahun 1985. H.Infulenzae adalah oragnisme yang terbayak
9

di isolasi pada kultur darah. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa vaksin
pada kultur darah biasanya positif (42%) juka ada pasien yang mengalami
infeksi saluran pernafasan atas dan yang mengalami aspirasi subkutan biasanya
juga positif ( 44%), jika oasie tersebut memiliki trauma pada kelopak mata atau
infeksi ocular eksterna.
Sejak penggunaan vaksin tersebar luas rata-rata kultur darah Hib yang postif
menurun, sebuah penelitian membuktikan bahwa rata-rata kultur darah yang
positif lebih dari 4%. Alasan yang menyatakan penurunan tersebut tidak jelas
untuk semua organisme.
Sebuah penelitian secara spesifik melihat selulitis periorbital dan orbital sejak
datangnya vaksin yang ditemukan bahwa hubungan antara selulitis dan hib
menurun dari 11.7% ke 3.5%. jumlah kasus pertahun dari semua pathogen juga
menurun, men unjukkan bahwa H>influenza mungkin bisa menjadi fasilitator
dalam pathogenesis selulitis.
Dalam era yang memperhatikan tentang wabah biological, hal ini jga menjadi
catatan penting bahwa selulitis periorbital juga telah dilaporkan dengan cacar air
dan antrax.

2.5 Klasifikasi dan Patogenesis
Selulitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu selulitis preseptal dan selulitis orbita.
1. Selulitis preseptal
Selulitis preseptal merupakan inflamasi yang melibatkan jaringan anterior
septum orbita.
6
Selulitis preseptal terjadi melalui tiga jalur. Jalur pertama,terjadi
akibat trauma akibat punksi, laserasi atau abrasi pada palpebra. Jalur kedua yaitu
konjungtivitis berat seperti epidemic konjungtivitis atau infeksi bakteri lain yang
10

mengenai mata seperti impetigo atau herpes zoster sedangkat jalur ketiga terjadi
sebagai infeksi sekunder dari sinusitis atau infeksi pernapasan atas lainnya atau
dikarenakan oleh penyebab yang tidak diketahui. Selulitis preseptal dapat
berkembang menjadi selulitis orbita.
6


2. Selulitis orbita
Selulitis orbita merupakan infeksi yang mengenai jaringan posterior dari
septum orbita. Selulitis orbita berkaitan dengan peradangan sinus ethmoid dan
frontalis. Selain itu juga bisa dikarenakan adanya trauma.
6

2.6 Manifestasi klinis
Pada selulitis preseptal ditemukan udem palpebral yang meluas hingga alis
mata dan kening bahkan juga sampai ke mata kontralateral, tidak adanya
proptosis, gangguan, dan nyeri pada pergerakkan bola mata.
6
Selulitis orbita ditandai dengan demam, mata merah, edema kelopak mata,
proptosis dan kemotik, dan diplopia.
4
selain itu, pada gejala awal juga
dikeluhkan adanya sakit kepala, rhinorea, dan nyeri tekan pada wilayah orbita.
Pada selulitis orbita terdapat nyeri dan keterbatasan kemampuan dalam
menggerakkan bola mata.
6

2.7 Diagnosis dan Diferensial diagnosis
Diagnosa dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik. Dari anamnesis pasien
mengeluhkan bengkak pada wilayah mata yang dapat disertai dengan demam,
salesma, dan gangguan pandangan. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
11

adanya udem pada palpebral, diplopia, keterbatas pergerakkan bola mata, dan
nyeri pada palpasi.
Selulitis orbita didiagnosa banding dengan inflamasi akibat pseudotumor,
tumor jinak seperti limfangioma dan hemangioma, dan tumor ganas seperti
rabdomiosarkoma, leukemia, dan metastasis tumor di region lain.
6

2.8 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dengan MRI atau CT SCAN wilayah orbita
membantu dalam melihat keterlibatan pra dan pascaseptum serta
mengidentifikasi dan menentukan lokasi abses orbita atau benda asing. Foto
polos hanya membantu mengidentifikasi adanya sinusitis.
5
2.9 Penatalaksanaan
Gambar 2.8 Algoritma Penatalaksanaan Selulitis
10

12


Selulitis preseptal yang terjadi pada anak-anak usia dibawah 1 tahun tanpa
penyakit sistemik diberikan antibiotic seperti cephalosporin atau kombinasi
ampisilin dengan asam klavulanat. Untuk anak dibawah 1 tahun dengan
penyakit sistemik seperti sepsis dan keterlibatan meningeal maka berikan
antibiotic intravena dan usia 2 tahun ke atas diterapi dengan antibiotik spektrum
luas seperti ceftriakson dan vancomisin sedangkan pada dewasa diterapi dengan
antibiotic spektrum luas seperti amoksisilin, azitromisin, klaritomisi dan
diobservasi.
7
Antibiotik diberikan selama 7-10 hari.
8
Pada kasus-kasus yang dicurigai selulitis orbita harus dilakukan kultur dari
sekret nasofaring dan konjungtiva. Terapi awal diberikan seftriakson dan
vankomisin. Setelah hasil kultur keluar diberikan pengobatan secara intravena
sesuai dengan kuman penyebab yang ditemukan.
6,7,8
Terapi diberikan selama 2-
3 minggu.
8
Pada beberapak kasus selulitis orbita dengan community-associated MRSA,
terapi dengan antibiotik tunggal tidak memberikan hasil yang efektif. Pemberian
trimethoprim-sulfamethoxazole dan klindamisin terbukti secara empiris untuk
pengobatan community-associated MRSA. Trimethoprim-sulfamethoxazole
diberikan dengan tablet dosis ganda dua kali sehari dan klindamisin 500 mg
empat kali sehari.
Kasus-kasus yang tidak bisa diatasi dengan antibiotik mungkin memerlukan
tindakan pembedahan jika secara klinis ditemukan adanya tanda-tanda supurasi,
penurunan visus pasien.
5,9
pada kasus yang disertai dengan painful blind eye
dilakakukan enukleasi. Jika dicurigai adanya keterlibatan sinusitis maka
diperlukan kerja sama dengan ahli otolaringologi.
6
13


2.10 Komplikasi
Komplikasi selulitis orbita berupa trombosis sinus kavernosus dan perluasan
ke wilayah intrakranial. Trombosis sinus kavernosus ditandai dengan paralisis
pergerakkan bola mata yang tidak termasuk dalam derajat proptosis, tidak
adanya nyeri tekan pada wilayah orbita, dan adanya penurunan sensasi pada
nervus trigeminal cabang maksilaris. komplikasi intrintracranialat berupa abses
pada subdural, periosteal, dan otak serta meningitis.
6

2.11 Prognosis
Prognosis baik jika penyakit ini diketahui cepat dan diterapi dengan cepat. Jika
diketahui dalam keadaan yang lenih lanjut, maka dapat menyebabkan kebutaan.










14

DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Holds JB, et al. (eds). Orbits, Eyelids, and Lacrimal System. Basic and Clinical
Science Course. Section 7. American Academy of Ophthalmology. San Francisco,
California, 2011; 40-4
2. Kersten RC, et al. (eds). Orbits, Eyelids, and Lacrimal System. Basic and Clinical
Science Course. Section 7. American Academy of Ophthalmology. San Franscisco,
California, 2005; 424.
3. Kwitko GM. Preseptal cellulitis. http://emedicine.medscape.com/article/1218009-
overview. 2012. Diakses: Mei 2014.
4. Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2006
5. Vaughan, Riordan Eva,Witcher JP. Oftalmologi Umum. Edisi tujuh belas. EGC:
Jakarta. 2009.
6. Rabb, Edward L et al. Pediatric Ophtalmology and Strabismus. 6
th
section.
American Academy Ophtalmology: Singapore. 2011.
7. Deborah, Pavan Langstone. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 6
th
edition.
Lippincott William and Wilkins: New York. 2008
8. Rassabach, Carrie. Periorbital and orbital Cellulitis Summary. LPCH Pediatric
Hospitalist.Tersedia pada:
http://peds.stanford.edu/Rotations/blue_team/documents/Periorbital_and_Orbital_Ce
llulitis_Sumary.pdf Diunduh pada 27 Mei 2011
9. Riyanto dan kawan-kawan. Orbital Cellulitis and Endophtalmitis Assosiated with
Odontogenic Paranasal Sinusitis. Jurnal Oftalmologi Indonesia. Volume 7(1). 2009
10. Buchanan, Malcolm A. Muen, Wisam. Heinz, Peter. Pediatrics and Chid Health
Management of Periorbital and Orbital Cellulitis. 22(2). Elsevier: Singapore: 2012
15

11. Khawcharoenporn T, Tice A. Empiric Outpatient Therapy with Trimethoprim-
Sulfamethoxazole, Cephalexin, or Clindamycin for Cellulitis. The American Journal
of Medicine. Hawaii. 2010

Anda mungkin juga menyukai