Anda di halaman 1dari 3

Terapi iodium radioaktif (RAI) untuk hipertiroid

Terapi iodium radioaktif merupakan terapi untuk penderita hipertiroid yang paling sering
diberikan. Walaupun kerjanya kurang cepat bila dibandingkan dengan Obat Anti-tiroid (OAT)
atau operasi pengangkatan kelenjar tiroid (tiroidektomi), namun terapi iodium radioaktif sangat
efektif dan aman serta tidak memerlukan rawat inap.
Mengenai paparan radiasi yang terjadi setelah pemberian terapi, telah dibuatkan regulasinya oleh
BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir). Regulasi ini merupakan panduan bagi dokter dan
pasien dalam memberikan terapi iodium radioaktif untuk menjaga keamanan radiasi dari
keluarga dan lingkungan pasien.
Terapi iodium radioaktif diberikan melalui oral (diminum) dalam bentuk kapsul atau cairan.
Iodium akan segera diserap dengan cepat dan ditangkap oleh kelenjar tiroid. Tidak ada jaringan
atau organ lainnya yang dapat menangkap iodium radioaktif, sehingga efek samping dari terapi
ini sangat sedikit. Terapi iodium radioaktif ini akan mengakibatkan respon peradangan di
kelenjar tiroid dan menyebabkan penghancuran kelenjar tiroid selama beberapa minggu sampai
bulan.
Secara umum, dosis pemberian iodium radioaktif adalah 75-200 uCi/gram kelenjar tiroid dan
berbanding terbalik dengan persentase nilai tangkap tiroid. Dosis ini dapat menghindari
terjadinya hipotiroid. Lithium diberikan selama beberapa minggu setelah pemberian terapi
iodium radioaktif dengan tujuan untuk memperpanjang retensi dari iodium radioaktif dan
meningkatkan efektivitas dari terapi. Namun, hasil penelitian mengenai lithium ini masih
kontroversi, terutama mengenai efek samping dari pemberian lithium.
Di Amerika Serikat, hipotiroid dianggap sebagai tujuan dari terapi iodium radioaktif. Tidak
terdapat bukti adanya keganasan tiroid pada penderita hipertiroid yang diberikan terapi iodium
radioaktif. Juga tidak ada bukti mengenai peningkatan angka kematian pada penderita kanker
lain (termasuk leukemia) yang diberikan terapi iodium radioaktif untuk hipertiroid.
Data mengenai penderita hipertiroid pada anak dan remaja masih sedikit. Sehingga disarankan
untuk memberikan OAT jangka panjang pada penderita hipertiroid anak dan remaja.
Iodium radioaktif tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau menyusui, karena iodium
radioaktif dapat melewati plasenta dan dikeluarkan melalui kelenjar susu, sehingga dapat
merusak kelenjar tiroid pada janin atau bayi dan mengakibatkan hipotiroid. Periksakan adanya
kehamilan sebelum terapi iodium radioaktif diberikan dan disarankan kepada penderita untuk
tidak hamil selama 3-6 bulan kemudian setelah pemberian terapi iodium radioaktif dan setelah
hormon tiroid kembali normal.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya kelainan janin ataupun
keguguran pada wanita yang sebelumnya pernah diberikan terapi iodium radioaktif.
Terapi iodium radioaktif sebaiknya tidak diberikan pada penderita hipertiroid dengan keluhan
pada mata (oftalmopati), karena diketahui bahwa iodium radioaktif dapat memperburuk
keluhannya. Risiko terjadinya perburukan pada oftalmopati ini meningkat pada penderita yang
merokok, namun oftalmopati ini dapat diatasi dengan pemberian steroid (prednison 0.4 mg/kg
selama 1 bulan dengan penghentian secara bertahap) setelah iodium radioaktif diberikan.
(Translate from: Hyperthyroidism Author: Author: Stephanie L Lee, MD, PhD Stephanie L
Lee, MD, PhD Chief Editor: Chief Editor: George T Griffing, MD; medscape)
Pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan pada hipertiroid
Alat skrining yang paling baik untuk menilai fungsi tiroid adalah kadar TSH di dalam darah.
Kadar TSH darah biasanya rendah atau bahkan tidak terdeteksi pada penderita hipertiroid (<0.05
IU/ml). Pemeriksaan antibodi yang paling spesifik untuk penyakit tiroiditis autoimun adalah
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) untuk pemeriksaan antibodi anti-TPO. Hipertiroid
pada penderita lanjut usia sering ditemukan kelainan irama jantung. Elektrokardiografi (EKG)
disarankan bila dicurigai ada kelainan jantung.
Pengukuran kadar TSH dan hormon tiroid darah.
Walaupun pengukuran kadar TSH darah merupakan alat skrining yang paling baik dalam menilai
fungsi tiroid, namun tingkat keparahan dari hipertiroid kurang dapat dinilai berdasarkan
pemeriksaan ini; kadar hormon tiroid darah juga perlu diukur. Hormon tiroid bersirkulasi di
dalam darah dalam bentuk T3 dan T4, dengan 99% terikat dengan protein. Walaupun demikian
hanya hormon tiroid yang tidak berikatan dengan protein yang aktif secara biologis. Pada
penderita hipertiroid ditemukan hanya 5% kadar T3 yang tinggi, sehingga pengukuran T4 bebas
dan T3 darah perlu dilakukan pada penderita yang dicurigai terdapat hipertiroid dengan kadar
TSH yang rendah.
Hipertiroid subklinis adalah kondisi kadar TSH rendah dengan kadar hormon tiroid dalam batas
normal.
Pemeriksaan antibodi anti-TPO, TSI, dan anti-Tg.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pemeriksaan antibodi yang paling spesifik untuk
penyakit tiroiditis autoimun adalah pemeriksaan ELISA untuk antibodi anti-TPO. Kadar antibodi
tersebut biasanya meningkat secara bermakna pada hampir seluruh penderita hipertiroid,
penyakit Graves', kecuali pada penyakit Plummer dan adenoma toksik. Namun, pada orang sehat
yang tidak menderita penyakit tiroid juga dapat ditemukan antibodi anti-TPO yang positif,
sehingga pemeriksaan ini kurang baik untuk dilakukan sebagai alat skrining.
Kadar TSI yang tinggi juga dapat membantu mengakkan diagnosa penyakit Graves'. Hasil
antibodi anti-Tg yang positif tidak dapat memprediksi terjadinya penyakit tiroid, sehingga
pemeriksaan ini tidak disarankan untuk rutin dilakukan pada penderita hipertiroid.
Sidik tiroid/Scintigraphy
Selain pemeriksaan klinis dan hasil laboratorium, sidik tiroid juga perlu dilakukan pada penderita
hipertiroid untuk mengatahui nilai tangkap tiroid terhadap iodium. Nilai tangkap ini akan
meningkat pada penderita penyakit Graves' dan penyakit Plummer. I-123 dan Technetium-99m
(Tc-99m) dapat digunakan untuk pemeriksaan sidik tiroid ini, yang akan memberikan informasi
selain mengenai bentuk anatomi dari kelenjar tiroid (pembesaran difus atau nodular) tapi juga
dapat membantu dalam mengkonfirmasi atau menyingkirkan adanya kemungkinan suatu
hipertiroid berdasarkan kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap iodium.
Penyakit Graves' biasanya disertai dengan pembesaran kedua lobi tiroid dengan peningkatan
nilai tangkap. Adenoma toksik akan memberikan gambaran nodule "panas" tunggal dengan
fungsi yang menurun pada jaringan tiroid di sekitarnya. Penyakit Plummer memberikan
gambaran pembesaran kelenjar tiroid dengan beberapa nodul dan penangkapan radiofarmaka
yang bervariasi. Tiroiditis subakut biasanya memberikan gambaran penangkapan radiofarmaka
yang sangat rendah. (lihat gambar).
Bila ditemukan nodul tiroid pada pemeriksaan fisik penderita hipertiroid, maka perlu dilakukan
sidik tiroid untuk mengkonfirmasi apakah nodul tersebut hiperfungsi atau tidak. Bila ditemukan
nodul "dingin", maka perlu dilakukan biopsi untuk menyingkirkan kemungkinan adanya suatu
keganasan.
Sumber: mobile medscape.

Anda mungkin juga menyukai