Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
HIV dapat ditularkan dari ibu hamil positif HIV kepada anaknya pada saat
kehamilan, persalinan, atau menyusui. Pada kebanyakan kasus, HIV paling banyak
ditularkan pada trimester ketiga kehamilan atau pada saat proses kelahiran.


Transmisi vertikal sering terjadi pada kelahiran prematur yang dihubungkan dengan
ketuban pecah prematur.
Di Asia dan Australia, sebanyak 25 30% penularan virus HIV dari ibu ke anak
dapat terjadi bila tidak dilakukan intervensi, sedangkan penelitian di Amerika dan
Eropa mengatakan bahwa penularan dapat terjadi pada 15-20% kasus.

Menurut
WHO, terdapat 4 (empat) prong yang perlu diupayakan untuk mencegah terjadinya
penularan HIV dari ibu ke bayi. Prong tersebut yaitu (1) Mencegah terjadinya
penularan HIV pada perempuan usia reproduksi; (2) Mencegah kehamilan yang tidak
direncanakan pada ibu HIV positif; (3) Mencegah penularan HIV dari ibu HIV positif
ke bayi yang dikandungnya; (4) Memberikan dukungan psikologis, sosial, dan
perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya. Prong keempat
adalah lanjutan dari tiga prong sebelumnya.
Di Indonesia, telah disusun strategi Penanggulangan AIDS Nasional 2007-2010
yang menjabarkan paradigma baru dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS di
Indonesia, dari upaya yang terfragmentasi menjadi upaya yang komprehensif dan
terintegrasi, diselenggarakan dengan harmonis oleh semua stakeholder (pemangku
kepentingan). Salah satu area prioritasnya adalah pencegahan penularan HIV dari ibu
ke bayi (Prevention Mother To Child Transmission/PMTCT), karena kelompok ini me-
rupakan kelompok yang rentan.
Para ahli epidemiologi Indonesia memproyeksikan, bila tidak ada upaya pening-
katan penanggulangan yang bermakna maka pada akhir 2015 akan terjadi penularan
HIV secara kumulatif pada lebih dari 38.500 anak yang dilahirkan dari ibu yang sudah
terinfeksi HIV.

Saat ini sedang digalakkan sebuah program bernama Provider
Initiative Counselling and Testing (PICT) di seluruh dunia, di mana seseorang
ditawarkan untuk menjalani pemeriksaan HIV atas dasar kesukarelaan. Karena,
berdasarkan data USAID 2006, 80% orang yang hidup dengan HIV di negara
berkembang dan negara miskin tidak mengetahui bila dirinya mengidap HIV.
Konseling dan tes ini merupakan suatu proses dimana individu, pasangan,
ataupun keluarga menerima pemeriksaan HIV yang dilakukan sebagai suatu langkah
pencegahan, terapi, dan perawatan supaya mendapat hasil yang lebih baik. Dengan
demikian kami akan membahas tentang HIV/AIDS pada makalah ini.

1.2. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian HIV/AIDS.
2. Mengetahui penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi.
3. Mengetahui kesehatan ibu hamil dengan HIV/AIDS.
4. Mengetahui cara penularan HIV/AIDS.
5. Mengetahui tanda dan gejala HIV/AIDS.
6. Mengetahui cara pencegahan HIV/AIDS.
7. Mengetahui HIV/AIDS pada janin.




















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 HIV/AIDS PADA IBU HAMIL
2.1.1 DEFINISI
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah suatu penyakit yang
ditimbulkan sebagai dampak berkembang biaknya virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) didalam tubuh manusia, yang mana virus ini menyerang sel
darah putih (sel CD4) sehingga mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh.
Hilangnya atau berkurangnya daya tahan tubuh membuat si penderita mudah sekali
terjangkit berbagai macam penyakit termasuk penyakit ringan sekalipun.
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh manusia, dan paling banyak
ditemukan pada darah, cairan sperma dan cairan vagina. Pada cairan tubuh lain bisa
juga ditemukan, misalnya air susu ibu dan juga air liur, tapi jumlahnya sangat sedikit.
Sejumlah 75-85% penularan virus ini terjadi melalui hubungan seks (5-10%
diantaranya melalui hubungan homoseksual), 5-10% akibat alat suntik yang tercemar
(terutama para pemakai narkoba suntik yang dipakai bergantian), 3-5% dapat terjadi
melalui transfusi darah yang tercemar.
Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia
produktif (15-50 tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung
meningkat.
Infeksi pada bayi dan anak-anak 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV.
sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan ibu yang terinfeksi HIV, akan tertular virus
tersebut melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, proses persalinan dan
pemberian ASI.

2.1.2 PENULARAN HIV/AIDS DARI IBU KE BAYI
Dengan pengobatan antiretroviral pada ibu hamil trimester terakhir, resiko
penularan dapat dikurangi menjadi 8%.
Ibu HIV-positif dapat mengurangi risiko bayinya tertular dengan:
1. Mengkonsumsi obat antiretroviral (ARV)
Resiko penularan sangat rendah bila terapi ARV (ART) dipakai. Angka
penularan hanya 1 persen bila ibu memakai ART. Angka ini kurang-lebih 4 persen
bila ibu memakai AZT selama minggu enam bulan terahkir kehamilannya dan
bayinya diberikan AZT selama enam pertama hidupnya.
Namun jika ibu tidak memakai ARV sebelum dia mulai sakit melahirkan,
ada dua cara yang dapat mengurangi separuh penularan ini. AZT dan 3TC dipakai
selama waktu persalinan, dan untuk ibu dan bayi selama satu minggu setelah
lahir. Satu tablet nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu
tablet lagi diberi pada bayi 23 hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine
dan AZT selama persalinan mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen.
Namun, resistansi terhadap nevirapine dapat muncul pada hingga 20 persen
perempuan yang memakai satu tablet waktu hamil. Hal ini mengurangi
keberhasilan ART yang dipakai kemudian oleh ibu. Resistansi ini juga dapat
disebarkan pada bayi waktu menyusui. Walaupun begitu, terapi jangka pendek ini
lebih terjangkau di negara berkembang.
2. Menjaga proses kelahiran tetap singkat waktunya
Semakin lama proses kelahiran, semakin besar risiko penularan. Bila si ibu
memakai AZT dan mempunyai viral load di bawah 1000, risiko hampir nol. Ibu
dengan viral load tinggi dapat mengurangi risiko dengan memakai bedah Sesar.
3. Menghindari menyusui
Kurang-lebih 14 persen bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi.
Risiko ini dapat dihindari jika bayinya diberi pengganti ASI (PASI, atau formula).
Namun jika PASI tidak diberi secara benar, risiko lain pada bayinya menjadi
semakin tinggi. Jika formula tidak bisa dilarut dengan air bersih, atau masalah
biaya menyebabkan jumlah formula yang diberikan tidak cukup, lebih baik bayi
disusui. Yang terburuk adalah campuran ASI dan PASI. Mungkin cara paling cocok
untuk sebagian besar ibu di Indonesia adalah menyusui secara eksklusif (tidak
campur dengan PASI) selama 3-4 bulan pertama, kemudian diganti dengan
formula secara eksklusif (tidak campur dengan ASI).

2.1.3 KESEHATAN IBU
Penelitian baru menunjukkan bahwa perempuan HIV-positif yang hamil tidak
menjadi lebih sakit dibandingkan yang tidak hamil. Ini berarti menjadi hamil tidak
mempengaruhi kesehatan perempuan HIV-positif.
Namun, terapi jangka pendek untuk mencegah penularan pada bayi bukan
pilihan terbaik untuk kesehatan ibu. ART adalah pengobatan baku. Jika seorang
perempuan hamil hanya memakai obat waktu persalinan, kemungkinan virus dalam
tubuhnya akan menjadi resistan terhadap obat tersebut. Hal ini dapat menyebabkan
masalah untuk pengobatan lanjutannya.
Seorang ibu hamil sebaiknya mempertimbangkan semua masalah yang mungkin
terjadi terkait ART:
Jangan memakai ddI bersama dengan d4T dalam ART-nya karena kombinasi ini
dapat menimbulkan asidosis laktik dengan angka tinggi.
Jangan memakai efavirenz atau indinavir selama kehamilan.
Bila CD4-nya lebih dari 250, jangan mulai memakai nevirapine.
Beberapa dokter mengusulkan perempuan berhenti pengobatannya pada
triwulan pertama kehamilan.

2.1.4 CARA PENULARAN HIV/AIDS
1. Utamanya melalui hubungan seks yang tidak aman ( tanpa kondom ) dengan
pasangan yang sudah tertular, baik melalui hubungan seks vaginal, oral, maupun
anal ( Anus ).
2. Memakai jarum suntik bekas dipakai orang yang terinfeksi virus HIV.
3. Menerima transfusi darah yang terinfeksi virus HIV.
4. Ibu hamil yang terinfeksi virus HIV akan ditularkan kepada bayinya.

2.1.5 TANDA DAN GEJALA PENYAKIT HIV/AIDS
Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak
memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama
3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV
tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat
dalam beberapa tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga
jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat
kepastian adalah dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang
merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV.
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS
diantaranya adalah seperti dibawah ini :
Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak,
batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia).
Tidak jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.
Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala
seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit
jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yang
kronik.
Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting
syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal
karena gangguan pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang
dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan absorbsi/penyerapan
makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan diarhea kronik, kondisi
letih dan lemah kurang bertenaga.
System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang
mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering
tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system
persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada
telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu mengalami tensi
darah rendah dan Impoten.
System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacar
air (herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit
kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah
mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering
berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis.
Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami
penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka
pada saluran kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan Pria maka
wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah
penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan rongga (tulang)
pelvic dikenal sebagai istilah pelvic inflammatory disease (PID) dan mengalami
masa haid yang tidak teratur (abnormal).

2.1.6 CARA PENCEGAHAN HIV - AIDS
Lima cara pokok untuk mencegah penluaran HIV-AIDS yaitu :
Tidak melakukan hubungan seks pra nikah atau hubungan seks bebas baik oral
vaginal, anal dengan orang yang terinfekasi.
Saling setia, hanya melakukan hubungan seks dengan pasangan yang sah.
Pemakaian kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali
resiko penularan HIV/AIDS.
Tolak penggunaan narkoba ,khususnya narkoba suntik.
Jangan memakai jarum suntik bersama.
Hindari hubungan seksual sampai pengobatan antibiotik selesai.
Sarankan juga pasangan seksual kita untuk diperiksa guna mencegah infeksi lebih
jauh dan mencegah penularan
Wanita tuna susila agar selalu memeriksakan dirinya secara teratur, sehingga jika
terkena infeksi dapat segera diobati dengan benar.
Pengendalian penyakit menular seksual ini adalah dengan meningkatkan keamanan
kontak seks dengan menggunakan upaya pencegahan.

2.1.7 PENANGANAN DAN PENGOBATAN HIV/AIDS
Kendatipun dari berbagai negara terus melakukan researchnya dalam
mengatasi HIV AIDS, namun hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk
serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab
penyakit AIDS. Adapun tujuan pemberian obat-obatan pada penderita AIDS adalah
untuk membantu memperbaiki daya tahan tubuh, meningkatkan kualitas hidup bagi
meraka yang diketahui terserang virus HIV dalam upaya mengurangi angka kelahiran
dan kematian.
Pada wanita hamil tidak dapat diberikan obat golongan kuinolon dan
tetrasiklin. Yang direkomendasikan adalah pemberian obat golongan sefalosporin
(Seftriakson 250 mg IM sebagai dosis tunggal). Jika wanita hamil alergi terhadap
penisilin atau sefalosporin tidak dapat ditoleransi sebaiknya diberikan Spektinomisin 2
gr IM sebagai dosis tunggal.



2.2 HIV/AIDS PADA JANIN
Bagi wanita yang sedang hamil dan HIV positif, perkembangan janin dan
kesehatan adalah perhatian utama. Janin, saat kita tumbuh dalam rahim, benar-benar
aman dari infeksi HIV, tetapi bukan berarti bayi - setelah lahir - tidak dapat tertular HIV.
Darah dan cairan vagina adalah cairan transportasi dari virus HIV.
Jika ibu terinfeksi HIV janin memiliki kesempatan 25% terinfeksi oleh virus. Janin
lebih mungkin terinfeksi jika ibu memiliki viral load tinggi, memiliki AIDS, atau memiliki
CD4 rendah + jumlah sel. Sampai 50% bayi tertular HIV dari ibunya di akhir kehamilan
atau saat melahirkan. Manifestasi dari bawaan, intrapartum, atau infeksi postpartum
dapat termasuk: gagal tumbuh, demam, hepatomegali, splenomegali, limfadenopati,
infeksi oportunistik sering (oral thrush). Banyak bayi yang terinfeksi HIV tidak memiliki
gejala sampai infeksi oportunistik mulai terjadi. Pengobatan ibu pada paruh terakhir
kehamilan mereka, selama proses melahirkan, dan perawatan bayi selama 6 minggu
setelah melahirkan dapat menurunkan secara signifikan kemungkinan bayi akan
terinfeksi.
HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi kepada janin / bayi yang
dilahirkannya. Tanpa perawatan sekitar 20% bayi dari ibu yang mengidap HIV akan
tertular. Ibu yang memiliki jumlah virus (viral loads) lebih banyak, dapat menularkan
kepada bayinya. Meskipun tidak ada batasan aman untuk jumlah virus, infeksi dapat
terjadi kapan saja selama kehamilan, tapi biasanya terjadi sebelum atau selama
persalinan. Bayi dapat mudah tertular virus apabila proses persalinan berlangsung
lama, karena selama proses tersebut bayi akan terus kontak dengan darah ibunya.
Sebuah janin (bayi Anda dari 8 minggu kehamilan sampai kelahiran) atau baru
lahir dapat terinfeksi HIV melalui kontak dengan virus dalam darah ibu mereka, sekret
serviks dan vagina, dan ASI. Ini adalah ibu status HIV yang penting, bukan transmisi
ayahnya-HIV kepada bayi adalah semua tentang virus dalam cairan ibu mereka, bukan
dalam air mani ayah mereka. Jika ibu tetap HIV negatif sepanjang kehamilannya, tidak
ada risiko pada bayi bahkan jika sang ayah yang HIV positif.
Sebelum lahir (dalam rahim): Beberapa bayi terjangkit HIV karena virus melintasi
plasenta selama kehamilan-hal ini tidak terjadi sangat sering, tetapi bisa. Selama
kehamilan, suplai darah ibu terhubung ke suplai darah janin melalui tali pusat dan
plasenta. Ibu dan bayi tidak berbagi suplai darah yang sama, tapi kadang-kadang HIV
dalam darah ibu dapat melewati plasenta dan menginfeksi bayi. Kondisi berikut dapat
meningkatkan risiko penularan selama kehamilan:
Terinfeksi HIV selama kehamilan. Viral load seseorang adalah sangat tinggi setelah
mereka mendapatkan virus, dan viral load yang tinggi meningkatkan risiko penularan ke
janin.
Infeksi pada korion, membran amnion, atau saluran reproduksi. Infeksi vagina menular
seksual seperti klamidia, gonore, dan trikomoniasis dapat menyebabkan lonjakan dalam
viral load ibu hamil, yang pada gilirannya dapat meningkatkan risiko penularan pada
janinnya.
Plasenta Previa. Ini adalah ketika plasenta tumbuh di atas sebagian atau seluruh kondisi
leher rahim-yang dapat menyebabkan perdarahan berat sebelum atau selama
persalinan. Plasenta previa sering mengoreksi dirinya sebagai rahim mengembang
selama kehamilan.
Dalam beberapa penelitian kesehatan didapati bahwa Wanita HIV positif yang hamil
akan menghadapi kenyataan yang terkadang diluar kemauannya contohnya abortus
spontan, kematian janin dalam kandungan, pertumbuhan janin yang terhambat, berat
badan bayi rendah, bayi premaur dan korioamneitis. Selain itu berbagai infeksi menular
seksual seperti kandidiasis vulvovaginal, vaginosis bacterial, herpes, gonorea, sifilis
dapat menyertai kehamilan pada perempuan HIV positif.
Human Immunodeficiency Virus tandanya pada neonatus adalah parah sariawan,
gagal tumbuh, infeksi bakteri berulang, klasifikasi basal ganglia, HIV biasanya
menyebabkan janin :
Prematuritas
Retardasi Pertumbuhan rahim
Berat Lahir Rendah
Pembangunan Anomali
Penyakit Bawaan
Gigih Postnatal Infeksi
konjungtivitis
Pneumonia
sepsis neonatorum
Neurologis kerusakan seperti kerusakan otak atau gangguan fungsi motorik
Kebutaan, ketulian, atau kelainan bawaan lainnya
Akut hepatitis
Meningitis
Kronis penyakit hati
Sirosis

2.3. CONTOH ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL DENGAN HIV/AIDS
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama : Ny. A Tanggal : 12 Maret 2013 Pukul :12.30 WIB
Subjektif : Ibu Ny. A mengaku berumur 26 tahun bekerja sebagai ibu rumah
tangga. Ibu mengaku ini kehamilan yang pertama, tidak pernah keguguran
sebelumnya dengan HPHT 5-8-2012. Ibu mengeluh sudah diare sejak 10 hari yang
lalu, lemas, batuk-batuk, dan demam sejak seminggu yang lalu, dan sariawan
semenjak 8 hari yang lalu. Ibu mengatakan pergerakan janinnya 15 kali/hari. Ibu
mengatakan bahwa ibu mengetahui bahwa suaminya mengidap HIV sejak 5 tahun
yang lalu, ibu menikah dengan suaminya saat berumur 23 tahun dan ibu telah
melakukan pemeriksaan rutin dengan hasil 2 kali negatif, namun pada saat usia
kehamilan 2 bulan hasil pemeriksaan menunjukkan ibu (+) HIV. Ibu mendapat
informasi dari dokter dan bidan. Ibu sangat mengharapkan adanya kehadiran bayi.
Keluarga juga sangat mendukung ibu dengan kehamilan ini.
Objektif : Keadaan umum lemas, kesadaran compos mentis. Tanda-tanda vital:
tekanan darah 110/70 mmHg. Nadi 80 Kali/menit. Pernafasan 24 Kali/permenit.
Suhu 38
0
C. TB 150 cm. BB sebelum hamil 50 kg, BB sekarang 55 kg. IMT 24,4. LLA
20 cm. Edema wajah tidak ada. Cloasma gravidarum ada. Mata tidak ikterik,
konjungtiva tidak anemis. Mulut ada stomatitis yang parah, tidak karies. Leher ada
pembengkakan kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan
paratiroid. Payudara simetris, kolostrum telah keluar, tidak ada tumor, tidak ada
pembengkakan, areola mammae berhiperpigmentasi, putting susu menonjol.
Abdomen simetris, tidak ada bekas luka, ada striae gravidarum, palpasi Leopold I
teraba bagian bulat, lunak tidak melenting (bokong), Leopold II teraba bagian-
bagian kecil janin dan bagian seperti papan yang memanjang (punggung dan
ekstremitas), Leopold III teraba bagian bulat, keras, dan melenting (kepala),
Leopold IV teraba kepala janin belum memasuki PAP (konvergen). TFU 30 cm. TBJ
(30-11 cm)x155= 2945 gram. DJJ berada di punctum maksimum sebelah kanan,
frekuensi 120 kali/menit. Ekstermitas tidak ada oedema, tidak ad avarices, reflex
patella (+)/(+), kuku bersih tidak ada jamur. Genetalia luar ada tanda chadwich,
tidak ad avarices, tidak ada bekas luka, tidak ada pembengkakan kelenjar
bartholini, dan ada pengeluaran secret bening putih, tidak gatal, tidak berbau.
Anus tidak ada haemoroid. Tes Hb = 12 gr%. Tes proteinuria = hasil (-). Tes bDNA
dan CD4 = 100 sel/ml
3
darah (+) HIV.
Assessment : Diagnosa kebidanan : Ibu Ny. A umur 26 tahun G1P0A0 hamil 32
minggu dengan penyakit infeksi HIV (+) stadium III janin tunggal hidup
intrauterine presentasi kepala. Diagnosis Potensial : Ibu HIV (+) stadium IV dan
AIDS, serta janin dapat tertular HIV(+). Kebutuhan Tindakan Segera Berdasarkan
Kondisi Klien : Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis kandungan dan
analisis kesehatan untuk tes bDNA dan CD4.
Planning : Tanggal 12 Maret 2013 jam 09.00 WIB. Melakukan konseling pra dan
pasca tes HIV dengan memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu
saat ini kurang baik dengan TD 110/70 mmHg, N 80 x/menit, RR 24 x/menit, suhu
38
0
C, saat ini usia kandungannya 8 bulan dengan ibu mengidap sakit HIV/AIDS
dari hasil tes bDNA dan CD4 menurun menunjukkan hasil 100 sel/ml
3
darah (+)
HIV, kondisi janin saat ini baik dengan taksiran berat janin 2945 gram dan taksiran
persalinan pada tanggal 12 Mei 2013. Menganjurkan ibu ketika berhubungan
intim dengan perlindungan kondom untuk mencegah penularan HIV yang lebih
lanjut. Ibu mengerti dan akan melakukannya dan memberi informasi pada ibu dan
keluarganya bahwa HIV/AIDS tidak ditularkan dengan cara bersalaman, satu
rumah dengan penderita, dan berenang. Menganjurkan ibu untuk memakan-
makanan yang tinggi kalori dan tinggi protein seperti mengkonsumsi daging, telur,
ayam, ikan, tempe, wortel, kelapa, dan lain sebagainya, mengkonsumsi sayuran
dan buah yang kaya akan vitamin A dan C, tinggi serat, dan menghindari makanna
berpengawet. Menganjurkan ibu untuk banyak minum air putih. Memberi ibu
tablet Fe dengan dosis 1x1/hari yang dapat diminum pada malam hari karena bila
diminum pada siang hari obat tersebut dapat menimbulkan mual pada ibu,
dengan satu gelas air putih, dan jangan diminum dengan air teh atau kopi.
Menganjurkan ibu untuk meminum obat atas intruksi/kolaborasi dengan dokter,
yaitu obat antiretroviral (ARV) untuk mencegah bayi tertular HIV (+), dengan dosis
1x1 setelah ibu makan, dan diminum dengan air putih boleh pada siang hari atau
malam hari. Menganjurkan ibu untuk memeriksakan kehamilannya kepada dokter
spesialis kandungan untuk mengetahui perkembangan janin dan kondisinya
(USG). Memberitahu ibu bahwa ibu dengan HIV (+), proses persalinan tidak bisa
ditolong oleh bidan dan kemungkinan akan dilakukan seksio sesarea untuk
mengurangi resiko bayi tertular HIV. Memberitahu ibu untuk melakukan
kunjungan ulang 2 minggu kemudian. Memberitahu ibu mengenai tanda bahaya
kehamilan yaitu perdarahan pervaginam, sakit kepala hebat, penglihatan kabur,
bengkak jari dan wajah, nyeri perut hebat, dan gerak janin tidak ada atau
melemah. Memberitahu ibu persiapan persalinan dan konsultasikan dengan
dokter spesialis kandungan. Memberitahu ibu bahwa ibu tidak dianjurkan untuk
menyusui bayinya nanti karena akan menularkan HIV. Mendokumentasikan hasil
pemeriksaan dan asuhan yang telah diberikan.

Evaluasi, 09.15 WIB
Ibu mengerti apa yang telah dijelaskan oleh bidan dan bersedia melaksanakan anjuran yang
telah diberikan _____________________________________________________________

TTD

Bidan B








BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah suatu penyakit yang
ditimbulkan sebagai dampak berkembang biaknya virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) didalam tubuh manusia, yang mana virus ini menyerang
sel darah putih (sel CD4) sehingga mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan
tubuh. Dengan pengobatan antiretroviral pada ibu hamil trimester terakhir, resiko
penularan dapat dikurangi menjadi 8%. Penelitian baru menunjukkan bahwa
perempuan HIV-positif yang hamil tidak menjadi lebih sakit dibandingkan yang
tidak hamil. Ini berarti menjadi hamil tidak mempengaruhi kesehatan perempuan
HIV-positif. Ada beberapa tanda dan gejala khas HIV dan akan lebih parah pada
penderita yang telah menderita AIDS.







DAFTAR PUSTAKA

American College of Obstetri dan Ginekologi Komite Nomor Opini 234, 5/00: Caesar
Pengiriman Terjadwal dan Pencegahan Penularan Vertikal HIV Infeksi
Anderson, Jean R. MD "Caesar Bagian dan Transmisi Perinatal"-The Johns Hopkins HIV
Report 5/99
Elliott, Richard. Kebijakan dan Penelitian dari Jaringan HIV / AIDS Kanada Hukum. Volume 5,
Nomor 1, Fall / Winter 1999: Tes HIV & Pengobatan Anak-anak - Kanada HIV / AIDS
Kebijakan & Newsletter Hukum
http://kamissore.blogspot.com/HIV/bahaya-infeksi-hiv-pada-kehamilan.
Ilmupastipengungkapkebenaran, 2011. Hiv/Aids pada ibu hamil.
Pedoman Penggunaan Agen antiretroviral pada pasien HIV-1-Terinfeksi Dewasa dan Remaja,
2003/07/14
Rekomendasi untuk Penggunaan Obat antiretroviral pada Wanita HIV-1 hamil yang
terinfeksi untuk Kesehatan Ibu dan Intervensi untuk Mengurangi Perinatal HIV-1
Transmisi di Amerika Serikat, 2002/08/30.
Yeyeh, Ai, dan Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi. Jakarta : Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai