Anda di halaman 1dari 1

Lima Elang

Lima Elang berkisah tentang Baron (Christoffer Nelwan), bocah SD yang tinggal di
Jakarta dan gemar bermain mobil RC. Suatu hari, ia harus mengikuti orangtuanya (David
Chalik dan Fera Rahmi) pindah ke Balikpapan, Kalimantan Timur. Di sekolah barunya,
Baron cenderung menyendiri dan menolak bergaul dengan teman-temannya. Padahal, ada
Rusdi (Iqbaal D. Ramadhan) yang menawarkan persahabatan. Di sekolah ini, Rusdi dikenal
sangat aktif mengikuti kegiatan pramuka. Ia menjadikan pramuka sebagai pegangan utama
hidupnya. Pramuka dari sekolah mereka hendak mengikuti perkemahan, namun jumlah
anggotanya kurang. Rusdi berniat mengajak Baron bergabung. Namun Baron menolak. Selain
tidak berminat pada pramuka, ia ingin berlibur ke Jakarta untuk mengikuti kompetisi mobil
RC. Tapi Rusdi pantang menyerah. Dengan cerdiknya, ia mendatangi rumah Baron dan
bertemu kedua orangtuanya. Rusdi membawa surat yang menyatakan Baron terpilih menjadi
wakil dalam perkemahan pramuka. Ayah Rusdi bangga mendengar anaknya aktif di kegiatan
kepramukaan. Baron tak kuasa menolak. Ia akhirnya mau ikut. Meski sebenarnya ia
berencana kabur dari perkemahan karena mau menonton pameran mobil RC di Balikpapan
yang dihelat bebarengan dengan acara perkemahan.
Selain Baron dan Rusdi, dari sekolah mereka juga ada Anton (Teuku Rizky
Muhammad), Aldi (Bastian Bintang Simbolon), Rio dan Chandra. Sayang Rio dan Chandra
harus dipulangkan karena terkena cacar. Di bumi perkemahan ini, Baron dkk berkenalan
dengan Sindai (Monica Sayangbati). Ia gadis tangguh yang sering dimanfaatkan anggota
regunya yang semua beranggotakan pramuka putri. Dalam suatu permainan, Baron dkk harus
menjelajahi hutan yang lebat. Di sinilah Rusdi dan Anton diculik komplotan penebang hutan
liar pimpinan Arip Jagau (Egi Fedly). Baron, Aldi dan Sindai yang berencana kabur, akhirnya
berjuang menyelamatkan Rusdi dan Anton dari tangan Arip Jagau dan anak buahnya.
*** Berbeda dengan film sejenis yang kebanyakan mengusung konflik keluarga atau
mencoba menyampaikan pelajaran hidup, Lima Elang mengambil latar pramuka. Tema ini
lekat dengan kehidupan anak sekolah. Orangtua yang mendampingi buah hatinya, bisa
mengenang saat-saat mengikuti kegiatan pramuka di sekolah dulu. Memang, drama juga
dihadirkan sebagai bumbu. Diceritakan bagaimana Rusdi yang begitu optimis dan
bersemangat, ternyata memiliki kisah kelam. Ia sudah lama tidak mendengar kabar dari ayah
kandungnya.
Ada pula kisah Aldi yang mengikuti perkemahan demi mendekati Sandra, pramuka
putri yang satu regu dengan Sindai. Rudy Soedjarwo, selaku sutradara dan Salman Aristo
sebagai penulis cerita dan skenario menyajikan konflik dengan rapi. Transisi bagaimana
Baron yang awalnya anti pramuka sampai menyatu dengan Rusdi dkk tersusun dengan apik,
tidak mengada-ada.
Namun mendekati ending, Lima Elang terkesan kedodoran. Alih-alih menggali
konflik yang sudah terbangun, malah muncul cerita penculikan. Penculikan yang terjadi di
akhir film sedikit menyamarkan semangat pramuka dan persahabatan yang sudah terbangun
apik. Mau tak mau, penonton akan membandingkan dengan film Petualangan Sherina yang
juga menyodorkan cerita penculikan. Keunggulan lain, banyak angle indah ditampilkan Rudy
dalam film ini. Misal, kamera mengambil gambar serangga di hutan sebagai fokus, dengan
latar anak-anak pramuka yang sedang bertualang di hutan. Rudi juga piawai mengarahkan
aktor-aktornya yang kebanyakan baru pertama main film.Aktor-aktris cilik tampil natural,
membuat film terasa begitu hidup. Kelanjutan filmnya patut dinantikan. Karena di akhir film,
terlihat tanda-tanda akan dibuatkan sekuel. Oke, tepuk pramuka buat Rudy dan Salman!
PROK, PROK, PROK! PROK, PROK, PROK!

Anda mungkin juga menyukai