Anda di halaman 1dari 4

1.

TUMOR ANUS
Pemeriksaan fisik:
pemeriksaan visual anal dan DRE atau pemeriksaan tubuh rutin seperti :
pemeriksaan faeces, pemeriksaan anus, colonoscopy
pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan endoskopi anal: sebelum melakukan pemeriksaan endoskopi anal
lakukan terlebih dahulu pemeriksaan visul dan DRE, dokter melumuri
pelumas pada anoscopy kemudian dengan lembut dimasukkan ke dalam anal
dan rektum, dengan begitu dapat memeriksa bagian dalam anal apakah ada
benjolan.
Pemeriksaan PET/CT : dengan melakukan pemeriksaan PET/CT dapat
diketahui stadium dari kanker anal tersebut dan juga dapat diketahui apakah
ada fenomena metastase kelenjar getah bening sampai ke organ lainnya.
Biopsi : Dokter menggunakan jarum, pisau kecil atau pinset untuk mengambil
satu piece tumor kemudian dengan menggunakan mikroskop ahli patologi
memeriksa apakah terdapat indikasi kanker. Biopsi terdiri dari : biopsi aspirasi
jarum halus dan biopsi sentinel kelanjar getah bening.


2. FISTULA ANI
Pemeriksaan fisik:
Pada pemeriksaan fisik pada daerah anus, dapat ditemukan satu atau lebih
external opening atau teraba fistula di bawah permukaan. Pada colok dubur
terkadang dapat diraba indurasi fistula dan internal opening.

Pemeriksaan penunjang:
Fistulografi, yaitu memasukkan alat ke dalam lubang/fistel untuk mengetahui
keadaan luka.
Pemeriksaan harus dilengkapi dengan rektoskopi untuk menentukan adanya
penyakit di rektum seperti karsinoma atau proktitis tbc, amuba, atau morbus
Crohn.
Fistulografi: Injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti dengan
anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk melihat jalur fistula.
Ultrasound endoanal / endorektal: Menggunakan transduser 7 atau 10 MHz ke
dalam kanalis ani untuk membantu melihat differensiasi muskulus
intersfingter dari lesi transfingter. Transduser water-filled ballon membantu
evaluasi dinding rectal dari beberapa ekstensi suprasfingter.
MRI: MRI dipilih apabila ingin mengevaluasi fistula kompleks, untuk
memperbaiki rekurensi.
CT- Scan: CT Scan umumnya diperlukan pada pasien dengan penyakit crohn
atau irritable bowel syndrome yang memerlukan evaluasi perluasan daerah
inflamasi. Pada umumnya memerlukan administrasi kontras oral dan rektal.
Barium Enema: untuk fistula multiple, dan dapat mendeteksi penyakit
inflamasi usus.
Anal Manometri: evaluasi tekanan pada mekanisme sfingter berguna pada
pasien tertentu seperti pada pasien dengan fistula karena trauma persalinan,
atau pada fistula kompleks berulang yang mengenai sphincter ani.

3. HEMOROID
Pemeriksaan fisik:
Inspeksi dan rektaltouche (colok dubur). Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid
interna stadium awal tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu
tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila
hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada
perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk
menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum.

Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan dengan teropong yaitu anoskopi atau rectoscopy.
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar.
Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi
litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin,
penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna
terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita
diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau
prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan
keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan.
Pemeriksaan proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena
hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Feses harus
diperiksa terhadap adanya darah samar.
Rontgen (colon inloop) dan/atau kolonoskopi.
Pemeriksaan darah, urin, feses sebagaimeriksaan penunjang

4. POLIP RECTI
Pemeriksaan fisik:
Perlu diperhatikan ha-hal seperti gizi,anemia, tonjolan di abdomen, nyeri
tekan, kelenjar limfe yang membesar, pembesaran hati. Palpasi rektum
atau vagina dilakukan pada pasien dengan pendarahan ataupun simptom
lainnya. Pada tingkat pertumbuhan lanjut, palpasi dinding abdomen
kadang-kadang teraba massa didaerah kolon kanan dan kiri. Palpasi
rektum merupakan sarana diagnostik sederhana namun mempunyai nilai
tinggi dalam diagnosis kanker di rektum kira-kira 50% kanker kolorektal
ditemukan dengan ujung jari.
Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hb, darah, elektrolit dan feses, merupakan pemeriksaan rutin.
Anemia dan hipokalemi kemungkinan ditemukan karena perdarahan kecil.
Perdarahan tersembunyi dapat dilihat dari pemeriksaan CEA (Carcinoma
Embrionic Antigen) merupakan pertanda (marker) serum terhadapadanya kanker
kolorektal. Pemeriksaan CEA sangat bermanfaat, selain untuk diagnosis juga
untuk memantau hasil pengobatan untuk mendateksi kemungkinan reccurent
(penyakit kambuh).
Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan fluoroskopi kantras berium enema besar dapat dilihat
peristaltik yang kaku dan dinding tidak teratur. Kelainan tampak sepeti massa
polipoid, akan tetapi sulit menentukan lesi jinak atau maligna.

5. COLITIS ULCERATIF
Pemeriksaan fisik:
pada pemeriksaan fisik , periksalah kekauan dari otot-otot abdominal
kemudian perhatikan, Apakah pasien demam dan dehirasi jika ya,
kemungkinan pasien mengalami gejala awal ulkus. Pemeriksaan feses
(berdarah, lender dan nanah)

Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan atau test khas. Pada rektosigmoidoskopi akan
tampak gambaran radang, dan pemeriksaan laboratorium di dapat adanya
anemia, leukositosis, dan peninggian laju endap darah. Pemeriksaan
pencitraan kolon dapat terlihat kelainan mukosa dan hilangnya haustra.
Pemeriksaan radiologi dengan barium pada kolon membantu menentukan
luas perubahan pada kolon yang lebih proksimal, tetapi sebaiknya tidak
dilakukan pada saat terjadi serangan akut, karena dapat mempercepat
terjadinya megakolontoksik dan perforasi. Kolonoskopi dan biopsi dapat
seringkali membantu membedakan kolitis ulseratif dan kolitis
granulomatosa. Biopsi mukosa untuk tingkat berat ringannya kelainan,
menyingkirkan adanya lesi lain dan deteksi terhadap karsinoma, menilai
hasil pengobatan serta dalam rangka penelitian terhadap penyakit ini.
Kolonoskopi dilakukan dengan hati- hati karena dinding kolon sangat tipis.

Anda mungkin juga menyukai