Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Masalah ketenagakerjaan anak khususnya masalah ketenagakerjaan anak
(buruh anak) telah menjadi perhatian dunia yang merupakan dampak dari
permasalahan ekonomi, sosial dan kebudayaan dalam masyarakat. Menurut Suyanto
(2003), pekerja atau buruh anak adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara
rutin untuk orang tuanya, untuk orang lain atau untuk dirinya sendiri yang
membutuhkan sejumlah besar waktu, dengan menerima imbalan atau tidak. (Darwin.
2006)
Buruh anak atau lazim dikenal dengan istilah pekerja anak merupakan salah
satu fenomena yang meluas di negara yang berkembang termasuk di Indonesia.
Anak-anak yang berusia kurang dari 14 tahun harus terpaksa bekerja karena masalah
ketidakmampuan ekonomi yang dialami keluarga mereka, budaya dan faktor lainnya.
Mereka melakukan pekerjaan yang membahayakan dan mengancam kehidupan
mereka. Mereka tidak mengenyam pendidikan, mengalami kekerasan fisik, emosional
dan seksual. Menurut International Labor Organization (ILO) jumlah pekerja anak di
dunia mencapai 218 juta anak usia dibawah 18 tahun yang pergi bekerja setiap
harinya, tujuh persen berada di Amerika Latin, 18 persen berada di Asia dan 75
persen berada di Afrika.
2



Keberadaan pekerja anak ini tidak lepas dari adanya masyarakat miskin di
Indonesia. Masyarakat miskin baik yang tinggal di desa maupun di kota harus bekerja
keras untuk meningkatkan kehidupan atau memperbaiki nasibnya. Dalam banyak
kasus, walaupun telah bekerja dengan jam kerja yang relative panjang, pendapatan
yang diperoleh kelompok miskin masih tetap relatif rendah. Agar tetap bisa bertahan
hidup, keluarga miskin berusaha mengerahkan seluruh tenaga yang ada untuk
mencari nafkah walaupun tenaga tambahan tersebut adalah anak mereka yang belum
dewasa dan siap untuk bekerja.
Fenomena pekerja anak yang telah ikut serta dalam kegiatan ekonomi baik
yang memperoleh upah maupun tidak, sebenarnya bukanlah suatu hal baru di
Indonesia, bahkan pekerja anak ini sebenarnya merupakan persoalan klasik. Semakin
lama semakin banyak pekerja anak atau anak-anak yang terpaksa bekerja baik yang
terlibat langsung secara ekonomi di pasar kerja maupun yang membantu orang tua
untuk menambah pendapatan dan yang bekerja di rumah.
Berbagai pekerjaan digeluti oleh anak yang bersekolah, putus sekolah, bahkan
ada yang tidak sempat bersekolah. Padahal di usia anak kebutuhan yang seharusnya
dipenuhi oleh mereka adalah mendapatkan pendidikan dan juga mempunyai waktu
yang cukup untuk bermain dalam masa perkembangan fisik dan mentalnya
mendapatkan kasih sayang dari orangtua. Pada usia ini kemampuan fisik anak masih
terbatas sesuai dengan pertumbuhannya. Sayangnya, dikarenakan faktor kemiskinan
mereka terpaksa bekerja. Meskipun ada beberapa anak yang mengatakan dia ingin
bekerja karena bayarannya yang menarik atau karena anak tersebut tidak suka
3



sekolah, hal tersebut tetap merupakan hal yang tidak diinginkan karena tidak
menjamin masa depan anak tersebut.
Dalam perkembangannya pekerja anak tahun 2004 berdasarkan hasil dari
Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) terdapat 1.5 juta anak usia 10 14
bekerja aktif. Juga 1.6 juta anak yang usia 10 14 tahun tidak sekolah dan bekerja di
rumah. Menurut catatan Komnas Perlindungan Anak, di 33 provinsi, jumlah pekerja
anak meningkat pada tahun 2006 jumlahnya mencapai 3,2 juta, dan menjadi 4,8 juta
pada 2007, sedang pada tahun 2008 diperkirakan menjadi 6,3 juta, perkiraan ini
berdasarkan pola tahun-tahun sebelumnya. Sekitar 20-30 persen anak putus sekolah
masuk ke sektor kerja dan menjadi pekerja, terutama yang putus sekolah di level
SMP. Selain itu, diketahui pula bahwa pada tahun 2006 ada 10,8 juta anak putus
sekolah, tahun 2007 sebesar 12,7 juta anak putus sekolah di jenjang SD hingga
SMA/SMK.
Survei Pekerja Anak (SPA) dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang bekerjasama
dengan ILO menemukan dari 58,8 juta anak Indonesia pada tahun 2009, 1,7 juta jiwa
diantaranya menjadi pekerja anak. Definisi anak dalam survei ini adalah 5-17 tahun atau
berbeda dengan definisi Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakrenas) yang hanya melihat anak
15-17 tahun. Survei menemukan, setidaknya 674 ribu anak di bawah 13 tahun berstatus
bekerja, sekitar 321 ribu anak umur 13-14 tahun bekerja lebih dari 15 jam per minggu, dan
sekitar 760 ribu jiwa anak umur 15-17 tahun bekerja di atas 40 jam per hari.
Pekerja anak sebagian besar bekerja di sektor pertanian atau berada di daerah
pedesaan, bagi anak laki-laki mereka merupakan tambahan tenaga untuk menggarap
4



lahan keluarga, sedangkan anak perempuan sebagai pembantu dalam Rumah Tangga.
Selain itu anak bekerja juga didorong oleh diri sendiri yakni pola pikir praktis mereka
yang lebih memilih bekerja dan migrasi ke kota (Suhaimi: 2009). Dengan alasan
umur dan keterbatasan kemampuan yang dimiliki, untuk daerah perkotaan
kebanyakan dari mereka bekerja di sektor-sektor informal seperti pedagang asongan,
tukang parkir, penjual koran, dan lain sebagainya. Di kota-kota besar, pekerja anak
baik yang bekerja di sektor formal maupun informal biasanya dipicu oleh gejala
urbanisasi. Penelitian Irwanto (1994) menemukan bahwa pekerja anak di kota-kota
besar merupakan akibat dari urbanisasi orang tua. Karena tidak mempunyai
ketrampilan (43 persen tidak lulus SD), para orang tua bekerja sebagai buruh kasar
dengan pendapatan rata-rata hanya Rp 4.000/hari (tahun 1995). Pendapatan sebesar
itu tentu tidak mencukupi untuk bisa bertahan di kota besar, sehingga anak dituntut
untuk bekerja menambah pendapatan keluarga.
Berdasarkan laporan yang diungkap dalam konferensi PBB mengenai masalah
pemukiman (habitat II) di Turki tahun 1996, diperkirakan pekerja anak rata-rata
memberi sumbangan 20 persen bagi ekonomi keluarganya. Dengan jumlah sebesar itu
wajar jika orang tua yang berasal dari kelas sosial rendah tidak mampu mencukupi
kebutuhan hidup mereka, merelakan anaknya mencari tambahan penghasilan.
Sama halnya dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia, kondisi pekerja
anak di Makassar tidak jauh berbeda. Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, kota
Makassar mempunyai permasalahan pekerja anak yang cukup kompleks. Di setiap
pelosok kota dapat dilihat banyak anak yang membanting tulang demi mencari uang,
5



Pekerja anak atau buruh anak di Kota Makassar khususnya kita bisa temukan di
pasar, Kawasan Industri Makassar (KIMA), Tempat Pembuangan Akhir Sampah
(TPAS), di tempat pemotongan hewan, di tempat pelelangan ikan, pekerja rumah
tangga, tukang becak dan lain sebagainya. Di KIMA terdapat pekerja anak berumur
14 16 tahun yang bekerja sebagai buruh, umumnya putus sekolah dengan jam kerja
sekitar 8 jam/hari. Di KIMA jumlah pekerja anak cukup besar namun tersembunyi,
data pun dimanupulasi umur dan lain sebagainya. Mereka bekerja dalam kurun waktu
yang panjang, tidak diawasi, kondisi kerja yang buruk, dan telah putus sekolah. Di
perusahaan udang di kawasan industri Makassar, mempekerjakan sekitar 160 anak
berusia 15-18 tahun, dengan lama kerja 10 jam diluar lembur. Belum lagi pekerja
anak yang bekerja pada kios atau toko di Kota Makassar. Baik di usaha keluarga atau
toko komersil lainnya yang banyak mempekerjakan anak. Selain itu ada pula yang
bekerja di Rumah Tangga.
Sementara di lingkungan kerja informal, pekerja anak bekerja sebagai tukang
becak, pedagang asongan, pengangkut barang di pasar, tukang parkir, pemulung di
tempat sampah, pemulung jalanan, tukang batu dan sebagainya. Selain kerugian yang
bersifat jangka panjang, pekerja anak juga sangat rawan terhadap kekerasan,
eksploitasi tenaga dan bahkan stress. Pekerja anak rawan mengalami tindakan-
tindakan tersebut, sebab umumnya pekerjaan yang mereka geluti tidak mempunyai
segmentasi pekerjaan atas dasar usia. Mereka melakukan pekerjaan orang dewasa.
Dampaknya mereka tua sebelum waktunya.
6



Lebih lanjut Data Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulawesi Selatan,
menyebutkan masih banyak anak-anak dibawah umur yang dipekerjakan di sektor
formal seperti di pabrik-pabrik, konstruksi, perkebunan, pertanian, pertambangan,
nelayan, dan pelelangan ikan, sementara di sektor non formal seperti pemulung dan
loper koran. "Penyebab utama pekerja anak ini karena kemiskinan. Orang tua
membiarkan anak bekerja agar mampu menyumbang 20-25 persen dari pendapatan
keluarga," kata Sekretaris LPA Sulawesi Selatan, M Ghufran H Kordi K, yang disela-
sela acara (Tempointeraktif.com).
Berdasarkan data lain yakni dari Dinas Sosial Kota Makassar jumlah anak
jalanan di tahun 2009 adalah 870 anak. Berikut adalah data jumlah gelandangan,
pengemis dan anak jalanan di Kota Makassar.










7



Tabel 1.1 Jumlah Gelandangan, Pengemis dan Anak Jalanan Menurut
Kecamatan Di Kota Makassar 2009
Kode
Wil
Kecamatan
Gelandangan,
Pengemis
Anak
Jalanan
010 Mariso - 157
020 Mamajang 10 116
030 Tamalate 25 39
031 Rappocini 9 72
040 Makassar 23 133
050 Ujung Pandang 4 2
060 Wajo 3 2
070 Bontoala 8 40
080 Ujung Tanah 5 63
090 Tallo 10 24
100 Panakkukang 21 179
101 Manggala 2 13
110 Biringkanaya 4 5
111 Tamalanrea 20 25

Makassar
2009 144 870
7371 2008 340 869
2007 280 1407
Sumber : Dinas Sosial Kota Makassar.
Berdasarkan Tabel 1.1. jumlah anak jalanan di Kota Makassar tahun 2007
sangat besar yakni 1407 anak. Menurun drastis di tahun 2008 sebesar 538 anak
menjadi 869 anak. Kemudian bertambah lagi walaupun hanya 1 anak menjadi 870
anak. Walaupun diketahui bahwa jumlah di tahun 2009 ini menurun drastis dibanding
dari tahun 2007 angka 870 bukanlah angka yang sedikit. Adapun untuk kecamatan
dengan populasi anak jalanan terbesar adalah Kecamatan Panakkukang sebesar 179
anak, disusul oleh Kecamatan Mariso sebesar 157 anak.
8



Asra (1993) menjelaskan bahwa salah satu faktor utama adanya pekerja anak
adalah faktor ekonomi rumah tangga, pengaruh orangtua dan rendahnya tingkat
pendidikan ayah atau ibu. Secara umum dalam berbagai penelitian dapat ditunjukkan
bahwa penyebab adanya pekerja anak dapat dibedakan dalam dua faktor : (1) Faktor
pendorong (push factors) yang cukup meyakinkan seperti : tekanan ekonomi
keluarga, adanya pandangan bahwa bekerja adalah bagian dari proses pendidikan,
ingin membantu ekonomi keluarga, karena sudah tidak sekolah ingin punya
penghasilan sendiri. (2) Faktor penarik (pull factors) yaitu berupa permintaan
terhadap pekerja anak yang sangat tinggi, disamping faktor lain yakni kelemahan
dibidang
Menurut Rodgers dan Standing (1981), rendahnya kehidupan ekonomi rumah
tangga, menyebabkan banyak keluarga yang memerlukan bantuan mereka untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi marjinal. Jika diandaikan anak-anak tersebut tidak
memperoleh perlindungan yang memadai (baik fisik maupun hukum) mempunyai
resiko tinggi putus sekolah, jam kerja panjang dan pekerjaan mereka tidak menjamin
kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik, maka partisipasi mereka bekerja menjadi
masalah (Manurung, 1998).
Demi mengatasi ;permasalahan sosial ekonomi ini pemerintah telah
mengeluarkan banyak peraturan perundang-undanganan yang melarang
mempekerjakan anak yang belum tergolong dewasa. Realitanya, saat ini kesemua
undang-undang tersebut tidak ditaati oleh banyak pengusaha dan anak-anak itu
sendiri. Masih banyak terlihat diberbagai tempat anak-anak yang berada diusia wajib
9



sekolah melakukan pekerjaan hampir setiap hari selama seminggu. selama masih
ditemui keluarga miskin maka pekerja anak akan selalu ada. Disamping itu biasanya
sektor swasta juga cenderung lebih tertarik menggunakan anak di bawah umur untuk
bekerja di tempatnya, hal ini dikarenakan kecekatan anak dan upah yang rendah.
Sehingga pekerja anak terkadang lebih efisien dan lebih menguntungkan bagi pihak
swasta, dalam asumsi pekerjaan yang ditawarkan pun merupakan pekerjaan yang
tidak membutuhkan skill yang tinggi.
Rendahnya kehidupan ekonomi rumah tangga, menyebabkan banyak keluarga
yang memerlukan bantuan mereka untuk memenuhi kebutuhan marjinal. Kemudian,
muncul beberapa pertanyaan seperti siapa yang dimaksud dengan pekerja anak,
dimana mereka dapat ditemui, seberapa dalam mereka telah masuk dalam pasar
tenaga kerja, apa yang mereka butuhkan, dan mengapa pekerja anak bisa terjadi. Hal
inilah yang menjadi dasar ketertarikan penulis untuk mengadakan penelitian dengan
pekerja anak sebagai objeknya.
Kemudian, terkait dengan isu pekerja anak, jam kerja anak yang bekerja .
Wirakartakusumah (1994) menyebutkan bahwa bekerja dalam waktu yang panjang,
selain tidak sesuai dengan kondisi fisik anak-anak, juga mempunyai dampak social
lainnya. Sementara itu Sirait (1994) menyatakan bahwa panjangnya jam kerja
mengakibatkan anak-anak kehilangan hak dasar mereka, yaitu pendidikan, kreativitas,
dan kasih sayang. (Sari, 2006)
Menurut Rusmil (1998), jumlah jam kerja dan jadwal kerja yang panjang dan
padat merupakan kenyataan yang harus dihadapi pekerja anak. Menurut penelitian
10



ILO di kotamadya Bandung, lebih dari setengah (60,2 %) pekerja anak harus bekerja
sekitar 40 jam per minggu atau sekitar 7 - 10 jam per hari dengan waktu kerja antara
jam 7-8 atau sampai jam 4-5 sore. Bahkan di Bekasi dan Tangerang pekerja anak bisa
bekerja sampai 14 jam per hari. Melihat jadwal kerja yang begitu padat tentu saja
tidak memungkingkan seorang pekerja/buruh anak untuk mendapatkan pendidikan,
kurangnya waktu istirahat akan menambah gangguan dan perkembangannya. (Kordi.
2009).
Alokasi waktu untuk bekerja yang panjang akan memberikan dampak negatif
kepada pekerja anak baik secara fisik maupun psikis. Hal ini dikarenakan kondisi
fisik anak yang masih terlalu muda untuk bekerja dalam jumlah waktu yang lama.
Jam kerja yang panjang bagi anak akan memberi dampak kehilangan kesempatan
memperoleh pendidikan, waktu belajar berkurang bahkan tidak ada sama sekali.
Waktu bermain menjadi sedikit sehingga pengembangan kreativitas anak lambat. Dan
terlebih lagi mereka tidak akan bisa menikmati masa kecil mereka yang bahagia. Hal
ini jelas akan berpengaruh pada kondisi psikis anak.
Agar dapat menanggulangi masalah pekerja anak menurut jam kerjanya yang
telah lama ada di Indonesia khususnya kota Makassar, sebelumnya perlu diketahui
faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi partisipasi anak dalam kegiatan
ekonomi dilihat menurut jam kerjanya. Hal inilah yang menjadi alasan lain penulis
untuk mengadakan penelitian tentang alokasi waktu kerja pekerja anak. Berdasarkan
uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian ilmiah yang
11



dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul. FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI JAM KERJA ANAK DI MAKASSAR.

1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah secara umum adalah faktor-faktor
apakah yang mempengaruhi jam kerja pekerja anak di Kota Makassar. Secara khusus
rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah pendidikan terakhir kepala rumah tangga, penghasilan orangtua, faktor
llingkungan, usia kepala rumah tangga, dan jumlah anggota rumah tangga
mempengaruhi jam kerja pekerja anak di Kota Makassar.
2. Apakah jam kerja pekerja anak mempengaruhi pendapatan yang mereka terima.

1.3. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk melihat seberapa besar
pengaruh pendidikan terakhir kepala rumah tangga, pendaptan orangtua, faktor
lingkungan, usia kepala rumah tangga, dan jumlah tanggungan keluarga terhadap jam
kerja pekerja anak di Kota Makassar, serta untuk melihat seberapa besar pengaruh
jam kerja pekerja anak terhadap pendapatan yang mereka terima.




12



1.4. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE)
Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin dan menambah wawasan penulis
di bidang penelitian ilmiah.
2. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan
pengembangan pengetahuan lebih lanjut dan dapat digunakan sebagai bahan
perbandingan untuk kasus-kasus serupa mengenai pekerja anak.

Anda mungkin juga menyukai

  • Batu Saluran Kemih Melda - 2
    Batu Saluran Kemih Melda - 2
    Dokumen21 halaman
    Batu Saluran Kemih Melda - 2
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka
    Tinjauan Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Tinjauan Pustaka
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen13 halaman
    Bab Ii
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Ims (Puskesmas)
    Ims (Puskesmas)
    Dokumen41 halaman
    Ims (Puskesmas)
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen13 halaman
    Bab Ii
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen3 halaman
    Daftar Isi
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Daftar Tabel
    Daftar Tabel
    Dokumen1 halaman
    Daftar Tabel
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka
    Tinjauan Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Tinjauan Pustaka
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • BAB I (Melda)
    BAB I (Melda)
    Dokumen6 halaman
    BAB I (Melda)
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Ims (Puskesmas)
    Ims (Puskesmas)
    Dokumen41 halaman
    Ims (Puskesmas)
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Status Ujian Dr. Meta
    Status Ujian Dr. Meta
    Dokumen14 halaman
    Status Ujian Dr. Meta
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Daftar Gambar
    Daftar Gambar
    Dokumen2 halaman
    Daftar Gambar
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Cover Skripsi
    Cover Skripsi
    Dokumen1 halaman
    Cover Skripsi
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Skripsi Melda (Isi)
    Skripsi Melda (Isi)
    Dokumen6 halaman
    Skripsi Melda (Isi)
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Cover Skripsi
    Cover Skripsi
    Dokumen1 halaman
    Cover Skripsi
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Daftar Tabel
    Daftar Tabel
    Dokumen1 halaman
    Daftar Tabel
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Fishbone Fix
    Fishbone Fix
    Dokumen2 halaman
    Fishbone Fix
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Hukum Senam
    Hukum Senam
    Dokumen1 halaman
    Hukum Senam
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Bab III (Melda)
    Bab III (Melda)
    Dokumen2 halaman
    Bab III (Melda)
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen1 halaman
    Bab Ii
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Cover LPM N Holistik
    Cover LPM N Holistik
    Dokumen3 halaman
    Cover LPM N Holistik
    Frisma Indah Permatasari
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN KASUS Mila Dan Odang
    LAPORAN KASUS Mila Dan Odang
    Dokumen18 halaman
    LAPORAN KASUS Mila Dan Odang
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen1 halaman
    Abs Trak
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Fish Bone Barat Timur New Fix
    Fish Bone Barat Timur New Fix
    Dokumen1 halaman
    Fish Bone Barat Timur New Fix
    Etika Septira
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 Tn. Ratib
    BAB 1 Tn. Ratib
    Dokumen7 halaman
    BAB 1 Tn. Ratib
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Cover Ujian Jiwa
    Cover Ujian Jiwa
    Dokumen1 halaman
    Cover Ujian Jiwa
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen6 halaman
    Bab Iii
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • Revisi Melda
    Revisi Melda
    Dokumen7 halaman
    Revisi Melda
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Rev
    BAB IV Rev
    Dokumen11 halaman
    BAB IV Rev
    Melda Khairunisa
    Belum ada peringkat