TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Sindrom koroner akut (SKA) masih tetap merupakan masalah kesehatan publik yang bermakna di negara industri, dan mulai menjadi bermakna di negara-negara sedang berkembang. 1 Di Amerika Serikat, 1,36 juta pe- nyebab rawat inap adalah kasus SKA, 0,81 juta di antaranya adalah kasus infark miokardium, sisanya angina tidak stabil. 2,3 Sebelum era fbrinolitik, infark miokardium dibagi menjadi Q-wave dan non Q-wave. Pembagian ini berdasarkan evolusi gambaran elektrokardiogram (EKG) yang terjadi pada beberapa hari setelah serangan. Infark miokar- dium tipe Q-wave menggambarkan adanya in- fark transmural. Sedangkan infark non Q-wave menggambarkan infark yang terjadi hanya pada lapisan subendokardium. 7 Pada saat ini, istilah yang dipakai adalah STEMI (ST elevation myocardial infarction), NSTEMI (non ST elevation myocardial infarction), dan angina pektoris tidak stabil; ketiganya merupakan suatu spektrum klinis yang disebut sindrom koroner akut. 4,5 Ke- tiganya mempunyai dasar patofsiologi yang sama, hanya berbeda derajat keparahannya. Adanya elevasi segmen ST pada EKG meng- gambarkan adanya oklusi total arteri koroner yang menyebabkan nekrosis pada seluruh atau hampir seluruh lapisan dinding jantung. Pada NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil terjadi oklusi parsial arteri koroner. Keduanya mempunyai gejala klinis dan patofsiologi se- rupa, tetapi berbeda derajat keparahannya. Di- agnosis NSTEMI ditegakkan jika iskemi cukup parah sehingga menyebabkan nekrosis sel-sel miokardium; hal ini menyebabkan pelepasan biomarker dari sel-sel miokardium (Troponin T atau I, atau CKMB) menuju ke sirkulasi. Se- baliknya, pada pasien dengan angina pektoris tidak stabil tidak didapatkan peningkatan bio- marker tersebut di sirkulasi. 2,4,6 PATOFISIOLOGI SINDROM KORONER AKUT (SKA) Hampir semua kasus infark miokardium dise- babkan oleh aterosklerosis arteri koroner. 4
Untuk memahaminya secara komprehensif diperlukan pengetahuan tentang patofsiolo- gi iskemia miokardium. Iskemia miokardium terjadi bila kebutuhan oksigen lebih besar daripada suplai oksigen ke miokardium. Ok- lusi akut karena adanya trombus pada arteri koroner menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke miokardium (Gambar 1). Contoh lain, pada pasien dengan plak intrakoroner yang bersifat stabil, peningkatan frekuensi de- nyut jantung dapat menyebabkan terjadinya iskemi karena meningkatkan kebutuhan ok- sigen miokardium, tanpa diimbangi kemam- puan untuk meningkatkan suplai oksigen ke miokardium. 6 Jika terjadi penyempitan arteri koroner, iskemia miokardium merupakan peristiwa yang awal terjadi. Daerah subendokardial merupakan daerah pertama yang terkena, karena berada paling jauh dari aliran darah. Jika iskemia makin parah, akan terjadi kerusak- an sel miokardium. Infark miokardium adalah nekrosis atau kematian sel miokardium. Infark miokardium dapat terjadi nontransmural (ter- jadi pada sebagian lapisan) atau transmural (terjadi pada semua lapisan). 7 Faktor-faktor yang berperan dalam progresi SKA dapat di- lihat pada gambar 2. Patof siologi Sindrom Koroner Akut Risalina Myrtha RS Anak Astrini, Wonogiri, Jawa Tengah, Indonesia Gambar 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan oksigen miokardium 6 Gambar 2 Faktor-faktor yang berperan untuk terjadinya SKA 6 Penurunan suplai oksigen Peningkatan kebutuhan oksigen Berkurangnya aliran darah koroner stenosis vasospasme hipotensi takikardi bradikardi hipovolemia trombosis koroner Berkurangnya kandungan oksigen dalam darah anemia hipoksia Peningkatan kecepatan metabolisme jaringan demam hipertiroid Peningkatan denyut jantung takiaritmia atrium takiaritmia ventrikel Peningkatan wall stress hipertensi LVH stenosis aorta SKA Aktivasi, agresi, adhesi trombosit Aktivasi sekunder sistem koagulasi palsma Vasokonstriksi koroner Ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokardium Ruptur plak atherosklerotik CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 261 4/10/2012 2:56:05 PM CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012 262 TINJAUAN PUSTAKA PEMBENTUKAN PLAK ATEROSKLEROTIK Pada saat ini, proses terjadinya plak ateroskle- rotik dipahami bukan proses sederhana ka- rena penumpukan kolesterol, tetapi telah diketahui bahwa disfungsi endotel dan proses infamasi juga berperan penting. Proses pem- bentukan plak dimulai dengan adanya dis- fungsi endotel karena faktor-faktor tertentu. Pada tingkat seluler, plak terbentuk karena adanya sinyal-sinyal yang menyebabkan sel darah, seperti monosit, melekat ke lumen pembuluh darah. 3 1. Inisiasi proses aterosklerosis: peran endotel Aterosklerosis merupakan proses pemben- tukan plak di tunika intima arteri besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, mi- grasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein) ke dalam tunika intima, respons infamatorik, dan pembentukan kapsul fbrosis. 2,6,8 Beberapa faktor risiko koroner turut berperan dalam proses aterosklerosis, antara lain hiper- tensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan me- rokok. Adanya infeksi dan stres oksidatif juga menyebabkan kerusakan endotel. 6,8 Faktor- faktor risiko ini dapat menyebabkan kerusak- an endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi endotel meme- gang peranan penting dalam terjadinya pro- ses aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan proses infamasi, migrasi dan proliferasi sel, kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya menyebabkan pertumbuhan plak. 2,6
Endotel yang mengalami disfungsi ditandai hal-hal sebagai berikut 2 : a. Berkurangnya bioavailabilitas nitrit ok- sida dan produksi endothelin-1 yang berlebihan, yang mengganggu fungsi hemostasis vaskuler b. Peningkatan ekspresi molekul adhesif (misalnya P-selektin, molekul adhesif antarsel, dan molekul adhesif sel pembu- luh darah, seperti Vascular Cell Adhesion Molecules-1 [VCAM-1]) 2,8
c. Peningkatan trombogenisitas darah melalui sekresi beberapa substansi aktif lokal. 2. Perkembangan proses aterosklerosis: peran proses infamasi Jika endotel rusak, sel-sel infamatorik, teru- tama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengala- mi diferensiasi menjadi makrofag. 2 Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang juga ber- penetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks. Makrofag yang teraktivasi ini melepas- kan zat-zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte chemoattractant protein-1, tumor necrosis factor , IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive protein) yang makin mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika me- dia menuju tunika intima, lalu mensintesis ko- lagen, membentuk kapsul fbrosis yang men- stabilisasi plak dengan cara membungkus inti lipid dari aliran pembuluh darah. 8 Makrofag juga menghasilkan matriks metaloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna matriks ek- straseluler dan menyebabkan terjadinya dis- rupsi plak (Gambar 4). 2,8 Tabel 1 Komponen primer pembentukan plak aterosklero- sis karena disfungsi endotel 6,8 Peningkatan adhesivitas endotel Peningkatan permeabilitas endotel (memudahkan migrasi LDL dan monosit ke tunika intima pembuluh darah) Migrasi dan proliferasi sel otot polos dan makrofag Pelepasan enzim hidrolitik, sitokin, dan faktor pertumbuhan Nekrosis fokal dinding pembuluh darah Perbaikan jaringan dengan fbrosis Gambar 3 Fase awal disfungsi endotel 2 Gambar 4 Pembentukan fatty streaks 6 CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 262 4/10/2012 2:56:06 PM 263 CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012 TINJAUAN PUSTAKA 3. Stabilitas plak dan kecenderungan mengalami ruptur Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Per- bandingan antara sel otot polos dan makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan kecenderungan untuk mengalami ruptur. 2 LDL yang termodifkasi meningkatkan respons infamasi oleh makrofag. Respons infamasi ini memberikan umpan balik, menyebabkan lebih banyak migrasi LDL menuju tunika in- tima, yang selanjutnya mengalami modifkasi lagi, dan seterusnya. Makrofag yang terstimu- lasi akan memproduksi matriks metaloprotei- nase yang mendegradasi kolagen. Di sisi lain, sel otot pembuluh darah pada tunika intima, yang membentuk kapsul fbrosis, merupakan subjek apoptosis. Jika kapsul fbrosis meni- pis, ruptur plak mudah terjadi, menyebabkan paparan aliran darah terhadap zat-zat trom- bogenik pada plak. Hal ini menyebabkan ter- bentuknya bekuan. Proses proinfamatorik ini menyebabkan pembentukan plak dan insta- bilitas. Sebaliknya ada proses antiinfamatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan men- dukung stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF- bekerja mengurangi proses infamasi yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser ke arah pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lu- men pembuluh darah dan menjadi rentan mengalami ruptur 8 (Gambar 5). 4. Disrupsi plak, trombosis, dan SKA Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkem- bang perlahan-lahan seiring berjalannya wak- tu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala mun- cul bila stenosis lumen mencapai 70-80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak aterosklerotik. Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya menyumbat kurang dari 50% diameter lumen. Mengapa ada plak yang ruptur dan ada plak yang tetap stabil belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menunjuk- kan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fbrosa yang tipis, dan infamasi dalam plak merupa- kan predisposisi untuk terjadinya ruptur. 2,6 Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi en- dotel, matriks subendotelial akan terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebab- kan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terben- tuk trombus. 2,3,6,8 Trombosit berperan dalam proses hemostasis primer. Selain trombosit, pembentukan trombus juga melibatkan sistem koagulasi plasma. Sistem koagulasi plasma merupakan jalur hemostasis sekunder. Kaskade koagulasi ini diaktifkan bersamaan dengan sistem hemostasis primer yang di- mediasi trombosit. 6 Proses hemostasis primer maupun sekunder bisa dilihat pada gambar 6. Ada 2 macam trombus yang dapat terben- tuk 2 : a. Trombus putih: merupakan bekuan yang kaya trombosit. Hanya menyebabkan oklusi sebagian. b. Trombus merah: merupakan bekuan yang kaya fbrin. Terbentuk karena akti- vasi kaskade koagulasi dan penurunan perfusi pada arteri. Bekuan ini bersuper- imposisi dengan trombus putih, me- nyebabkan terjadinya oklusi total. GAMBARAN KLINIS ISKEMIA SKA merupakan suatu kontinuum. Gejala muncul apabila terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen jantung. Angina stabil ditandai dengan adanya plak ateroskerosis dengan stenosis permanen. Gejala klinis muncul apabila kebutuhan oksi- gen melebihi suplai oksigen ke jantung (lati- han, stres). Jika terjadi dalam jangka waktu lama, biasanya didapatkan aliran darah kola- teral yang signifkan. Angina tak-stabil terjadi karena menurunnya perfusi ke jantung (dis- rupsi plak menyebabkan terbentuknya trom- Gambar 5 Pembentukan lesi aterosklerotik yang semakin kompleks 6 Gambar 6 Skema pembentukan trombus dan target farmakologis obat-obat penghambat pembentukan trombus 6 Coagulation cascade Platelets Collagen Tissue factor TFPI A n t it h r o m b in A n t it h r o m b in Factor Xa Thromboxane ADP vWF A2 Prothrombin Thrombin Platelets Activated platelets Fibrinogen crosslinking Platelet aggregation Thrombus Plasmin Thrombolytics Direct thrombin inhibitors LMWH UFH Fondaparinux LMWH UFH Asprin Fibrin Fibrin degradation Fibrinogen Leukocytes Clopidogrel LMWH GP IIb/IIa inhibitors CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 263 4/10/2012 2:56:07 PM CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012 264 TINJAUAN PUSTAKA bus dan penurunan perfusi) atau peningkatan kebutuhan oksigen (oxygen mismatch). Trom- bus biasanya bersifat labil dengan oklusi tidak menetap. Pada angina tak stabil, miokardium mengalami stres tetapi bisa membaik kem- bali. NSTEMI terjadi bila perfusi miokardium mengalami disrupsi karena oklusi trombus persisten atau vasospasme. Adanya tromboli- sis spontan, berhentinya vasokonstriksi, atau adanya sirkulasi kolateral membatasi keru- sakan miokardium yang terjadi. Sedangkan STEMI terjadi bila disrupsi plak dan trombosis menyebabkan oklusi total sehingga terjadi iskemia transmural dan nekrosis. 8 IMPLIKASI PADA TERAPI SKA Patogenesis SKA melibatkan peranan endotel, sel infamatorik, dan trombogenisitas darah. 2
Dengan memahami patofsiologinya, terapi SKA mudah dipahami. Pada angina tidak stabil dan NSTEMI, hanya didapatkan trombus putih. Sedangkan pada STEMI, selain trombus putih, juga didapatkan trombus merah. Pada angina tak-stabil maupun NSTEMI, tujuan terapi anti- trombotik adalah untuk mencegah terjadinya trombosis lebih lanjut. Revaskularisasi sering digunakan untuk meningkatkan perfusi dan mencegah reoklusi atau iskemia rekuren. Pada STEMI diperlukan reperfusi farmakologi atau dengan kateter secepatnya, supaya da- pat mempertahankan perfusi koroner. 2 Terapi fbrinolisis hanya dilakukan pada STEMI dan merupakan kontraindikasi pada angina tidak stabil maupun NSTEMI. 6 Terapi aterosklerosis juga berkembang ber- dasarkan korelasi epidemiologi, meliputi statin untuk hiperlipidemia, kontrol gula darah pada pasien diabetes melitus, kontrol berat badan, diet, dan olahraga. Penelitian membuktikan bahwa terapi tersebut dapat memodifkasi proses aterotrombotik dengan mengurangi proses infamasi. Pada subjek sehat yang menjalani progam latihan se- DAFTAR PUSTAKA 1. ACC/AHA. 2004. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With ST-Elevation Myocardial Infarction. http://circ.ahajournals.org/cgi/reprint/110/9/e82.pdf 2. Kumar A, Cannon CP. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management Part I. Mayo Clin Proc. 2009;84(10):917-938. http://www.mayoclinicproceedings.com/content/84/10/917. full.pdf 3. Kleinschmidt KC. Epidemiology and Patophysiology of Acute Coronary Syndrome. Adv Stud Med. 2006;6(6B):S477-S482. http://www.jhasim.com/fles/articlefles/pdf/ASIM_6_6Bp477_482_ R1.pdf 4. Antman EM, Braunwald E. ST-Elevation Myocardial Infarction: Pathology, Pathophysiology, and Clinical Features. Dalam: Braunwald E. ed. Braunwalds Heart Disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2008. Pp: 1207-31. 5. Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI. Pedoman Praktis Tatalaksana Sindroma Koroner Akut. 2008. Jakarta: FKUI. 6. Rosen AB., Gelfand EV. Patophysiology of Acute Coronary Syndromes. Dalam: Gelfand Eli V., Cannon Cristopher P. Management of Acute Coronary Syndromes. West Sussex: Wiley Blackwell. 2009. Pp: 1-11; http://media.wiley.com/product_data/excerpt/75/04707255/0470725575-1.pdf 7. Canadian Institute For Health Information. 2007. Acute Coronary Syndromes: Understanding the Spectrum. http://www.smgh.ca/_uploads/PageContent/documents/ACS-spectrum. pdf 8. Char DM. The Patophysiology of Acute Coronary Syndromes. http://www.emcreg.org/publications/monographs/acep/2004/char.pdf lama 6 bulan, didapatkan penurunan sitokin aterogenik (IL-1, TNF) sebanyak 58% dan kenaikan sitokin ateroprotektif (IL-4, TGF-) sebanyak 35%. Obesitas juga dianggap ber- sifat proinfamatorik. Penurunan berat badan rata-rata 14 kg dalam 14 bulan menurunkan kadar CRP sebanyak 32%. Diet rendah lemak nampaknya meningkatkan fungsi endotel dan mengurangi molekul adhesif, seperti P- selektin. 8 Infamasi memegang peranan sentral dalam patofsiologi SKA. Setelah mengetahui pe- ranan proses infamasi dalam patofsiologi SKA, terbuka peluang strategi diagnostik maupun terapi baru. Dengan begitu, semakin terbuka peluang untuk menjadikan penanda infamasi dalam praktik diagnostik SKA. Pasien dengan kadar CRP tinggi mempunyai risiko tinggi mengalami SKA dan memerlukan terapi an- tiinfamasi. Makin terbuka peluang pendeka- tan diagnostik infamasi dan iskemia seluler, bukan hanya nekrosis seperti sekarang, makin dini intervensi dapat diberikan. Suatu saat, modalitas terapi mungkin akan ditargetkan pada proses infamasi yang terjadi, dengan mengintervensi molekul adhesif, sitokin, sel T, makrofag, dan mediator infamasi lain yang turut berperan. 8 Selain itu, dengan memahami peran proses hemostasis dalam patofsiologi SKA, kita bisa memahami dengan baik pula obat-obatan yang dapat menghambat proses tersebut pada tingkat yang berbeda. Aspirin masih merupakan terapi paling efektif sebagai upa- ya pencegahan primer maupun sekunder penyakit jantung koroner. Aspirin mempunyai daya antiplatelet sedang, dan yang juga pen- ting, mempunyai efek antiinfamasi. 8 Gambar 7 Ruptur plak 6 CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 264 4/10/2012 2:56:08 PM