Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI-LAKI 62 TAHUN DENGAN BENIGNA PROSTAT


HIPERPLASI

Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah
di RSUD Tugurejo Semarang





Disusun Oleh :
Nur Mada Subiyanto
H2A009037

Pembimbing :
dr. Irwan, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD TUGUREJO
SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
2014

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Umur : 62 tahun
Alamat : Kepatihan No. 136 R 03/1 Bangunharjo, Semarang
Pekerjaan : Supir
Agama : Islam
Status : Menikah
No CM : 26-12-46
Tanggal masuk : 26 Mei 2014

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 27 Mei 2014 2014 di bangsal Dahia 2
pukul 14.00 WIB secara autoanamnesis.
Keluhan utama : Sulit Buang Air Kecil
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli dengan keluhan sulit kencing. Sebelumnya
pasien operasi ambeyen 2 minggu SMRS. Setelah operasi pasien
dipasang kateter slama 4 hari. Selama dipasang kateter pasien merasakan
panas dan nyeri disekitar kemaluannya, kemudian pasien meminta dilepaas
kateternya, setelah pulang pasien mengeluh tidak bisa BAK. Saat BAK
harus ngejan, BAK terputus-putus, pancarannya lemah dan sering merasa
blm puas setelah BAK. Selain itu pasien juga sering terbangun tengah
malam untuk BAK dan jika pasien merasa ingin BAK keinginan itu tidak
bisa ditahan. BAK teras nyeri dan keluhan tersebut dirasakan terus-
menerus sampai mengganggu aktivitas. Kemudian pasien periksa ke poli
bedah umun dan dipasang kateter lagi serta diberi obat (pasien lupa
obatnya), pasien rawat jalan. selama seminggu karena obat habis,
kemudian pasien disuruh rawat inap.
Keluhan lain seperti nafsu makan menurun (+), mual (-),
muntah (-), demam (-), pusing (-) dan BAB lancar. Riwayat Penyakit
Dahulu
Riwaat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat trauma sebelumnya : disangkal
- Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok : diakui,
- Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
- Riwayat mengkonsumsi jamu : diakui sering.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai supir. Biaya pengobatan ditanggung Jamkesmas
mandiri.
Kesan : Status ekonomi kurang.

III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 27 Mei 2014 pukul 14.30 di
bangsal Dahlia 2.
a) Keadaan umum : Tampak kesakitan
b) Kesadaran : compos mentis
c) Status gizi : BB : 70 kg
TB : 170 cm
BMI : 22,86 kg/m
2
Kesan : normoweight



d) Vital sign
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,5
0
C (axiller)
e) Status Internus
1) Kepala : kesan mesocephal
2) Mata :
konjungtiva anemis (-/-)
sklera ikterik (-/-)
pupil isokor 3 mm
reflek pupil (+/+)
3) Hidung :
napas cuping hidung (-)
nyeri tekan (-)
krepitasi (-)
Sekret (-)
septum deviasi (-)
konka: hiperemis (-) dan deformitas (-)
4) Mulut :
sianosis (-)
Pursed lips-breathing (-)
lidah kotor (-)
uvula simetris (+)
5) Telinga :
Sekret (-/-)
Serumen (-/-)
Laserasi (-/-)


6) Leher :
Nyeri tekan trakea (-)
Pembesaran limfonodi (-/-)
Pembesaran tiroid (-/-)
Pergerakan otot bantu pernafasan (-/-)
7) Thoraks
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 cm ke medial linea
midclavicula sinistra, kuat angkat (-), thrill (-),
pulsus parasternal (-), pulsus epigastrium (-),
sternal lift (-)
Perkusi : kanan atas : ICS II linea parasternal dextra
kiri atas : ICS II linea parasternal sinistra
pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra
kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra
kiri bawah : ICS V 2 cm ke arah medial linea mid
clavicula sinistra
Kesan : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Suara jantung murni: Suara I dan Suara II reguler
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-)










Pulmo :

Pulmo :

Sinistra Dextra
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada
Hemitorak
Warna

2. Palpasi
Nyeri tekan
Stem fremitus

3. Perkusi


4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan
Wheezing
Ronki kasar
RBH
Stridor


datar
Simetris statis dinamis
Sama dengan kulit
sekitar

(-)
(+) normal, Kanan = kiri

Sonor di seluruh lapang
paru


Vesikuler (+)

(-)
(-)
(-)
(-)


datar
Simetris statis dinamis
Sama dengan kulit
sekitar

(-)
(+) normal, kanan = kiri

Sonor di seluruh lapang
paru


Vesikuler (+)

(-)
(-)
(-)
(-)

Belakang
1. Inspeksi
Warna

2. Palpasi



Sama dengan kulit
sekitar




Sama dengan kulit
sekitar

Nyeri tekan
Stem Fremitus

3. Perkusi

4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan
Wheezing
Ronki kasar
RBH
Stridor
(-)
(+) normal, kanan = kiri

Sonor di seluruh lapang
paru




Vesikuler (+)

(-)

(-)

(-)

(-)
(-)
(+) normal, kanan = kiri

Sonor di seluruh lapang
paru




Vesikuler (+)

(-)

(-)

(-)

(-)

8) Abdomen
Inspeksi :
Bentuk : datar
Warna : sama dengan warna kulit sekitar
Venektasi : (-)
Auskultasi : Bising usus 12 x/menit
Palpasi :
Supel (+), Nyeri tekan (-).
Defance muscular : (-)
Hepar : normal
Lien : normal
Ginjal : normal, tidak teraba
Perkusi :
Hipertimphani.
Pekak hati sulit dinilai
Pekak sisi sulit dinilai

9) Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin
Oedem
Sianosis
Gerak


-/-
-/-
-/-
Dalam batas normal
5/5
5/5
-/-
-/-
-/-
Dalam batas normal
5/5
5/5

f) Rectal toucher :
Inspeksi : massa (-), fissure pada anus (-), hemoroid eksterna (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Tonus spincter ani cukup kuat; ampula recti tidak kolaps; mukosa
rectum licin, permukaan rata; nyeri tekan (-)
Prostat teraba membesar konsistensi kenyal seperti meraba ujung
hidung, lobus kanan dan kiri simetris, batas tidak dapat diraba dan tidak
didapatkan nodul. Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan,
lebar > 4cm
Sarung Tangan : feses (-), darah (-), lendir (-)






IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
A.
Darah Rutin (WB
EDTA)

1 Lekosit 4,28 3.8- 10.6
2 Eritrosit L3.82 4.4-5.9
3 Hemoglobin L11.00 13.2-17.3
4 Hematokrit L 31.30 40-52
5 MCV 81.90 80-100
6 MCH 28.80 27-34
7 MCHC 35.10 32-36
8 Trombosit 276 150-440
9 RDW H14.60 11.5-14.5
10 Eosinoil Absolute 0.21 0.045-0.44
11 Basofil Absolut 0.02 0-0.2
12 Netrofil Absolute 2.24 1.8-8
13 Limfosit Absolute 1.30 0.9-5.2
14 Monosite absolute H 1.71 0.16-1
15 Eosinofil H 4.90 2-4%
16 Basofil 0.20 0-1
17 Neutrofil 52.4 50-70
18 Limfosit L 8.5 25-40
19 Monosit H19.20 2-8
B. Kimia klinik

1
2.
3.

Glukosa sewaktu
Ureum
Creatinin

120
45
1.30

<125
10.0-50.0
0.70-1.10

V. Skor International Prostate Symptom Score( IPSS)
1. Masih merasa ada sisa urine setelah kencing?5
2. Harus kencing lagi padahal belum ada jam yang lalu anda
kencing ?4
3. Harus berhenti saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan
hal ini di lakukan berkali-kali?4
4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing?5
5. Merasa pancaran urine lemah?5
6. Harus mengejan dalam memulai kencing ?5
7. Berapa kali anda terbangun dari tidur malam untuk kencing?4
Skor : 28
VI. DIAGNOSIS BANDING
a. Benigna prostat hiperplasi (BPH)
b. Vesikolithiasis
c. Uretrolithiasis
VII. DIAGNOSIS KERJA
Suspek Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)









VIII. INITIAL PLAN
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)
IP Dx : USG Abdomen







Kesan : Pembesaran kelenjar prostat
IP Tx :
- Infus RL 20 tpm
- Inj cefixim 2x1 gr IV
- Inj ketorolac 2x30 mg IV
- Inj. Ranitidine 2x1 gr IV
- Pasang Kateter
- Motivasi TVP
IP Mx
- Keadaan umum dan tanda vital
- Keluhan pasien
IP Ex
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang
diderita pasien meliputi definisi, penyebab, dan gejala.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan
- Menjelaskan kepada keluarga untuk ikut memantau kondisi pasien.
- Menjelaskan kepada keluarga mengenai terapi yang akan diberikan,
komplikasi dan prognosis penyakit pasien.





















TINJAUAN PUSTAKA
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH )

A. Anatomi prostat
1



ANATOMI DAN FISIOLOGI PROSTAT
Prostat berbentuk seperti piramid terbalik dan merupakan organ kelenjar
fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars prostatica. Panjang prostat
sekitar 3 cm dan terletak antara collum vesika urinaria (atas) dan
diaphragma urogenitalis (bawah). Prostat dikelilingi oleh kapsula fibrosa.
Di luar kapsul terdapat selubung fibrosa, yang merupakan bagian dari
lapisan visceral fascia pelvis. Prostat mempunyai basis, apex, permukaan
anterior dan posterior, dan dua permukaan lateral. Prostat adalah organ
genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan rektum
dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan
ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini
terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam
beberapa daerah atau zona, yaitu : perifer, sentral, transisional, preprostatik
sfingter dan anterior


B. Definisi
2,6

adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar,
memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran
keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah
Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar
prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar
periuretralah yang mengalami hiperplasia(sel-selnya bertambah banyak)

C. Etiologi
2,6

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:
1. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan
hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi
estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim
aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya
hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron
diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian
estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan
lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan
menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat
menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan
produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan
prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari
fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan
yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon
gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel
sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian
yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian
perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma
kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic
transforming growth factor, transforming growth factor b1, transforming
growth factor b2, dan epidermal growth factor.
3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuramgnya sel
yang mati
4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada
seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state,
antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan
adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat
mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan
tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi
lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar
periuretral prostat menjadi berlebihan.

5. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian
dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan
terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG).
Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas
inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati
membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel,
testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5
dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma
menjadi hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor
complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi nuclear receptor
yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan
menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese
protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.
D. Patofisiologi
3

Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan
hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya
adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau
mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang
menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya
dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang
membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan
untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor
berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung
kemih. Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi
dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan
sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka
terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan
tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif bagi air,
natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon
cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada
pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan
obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya
meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa
merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan
air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa
menyebabkan hipovelemia.
Pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius,
terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat
sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra
daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi
lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan
penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai
balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika
dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat
detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil
dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan
detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan
menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang
berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
E. Manifestasi klinis
Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala
yaitu obstruksi dan iritasi.
Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup
lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa
tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama
(hesitancy), harus mengejan (straining), kencing terputus-putus
(intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi
retensio urin dan inkontinen karena overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai
hipersenitivitasotot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering
miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia),
perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi
(disuria)
Derajat berat BPH menurut)dibedakan menjadi 4 stadium:
a. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis.
b. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa
ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
c. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
d. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine
menetes secara periodik (over flowin kontinen).


F. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin
tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran
kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan herniadan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu
endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis
urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks
menyebabkan pyelonefritis
G. Diagnosis
The third International consultation on BPH menganjurkan untuk
menganamesa keluhan miksi terhadap setiap pria berumur 50 tahun atau
lebih jika ditemukan prostatismus lakukan pemeriksaan dasar standar
kemudian jika perlu dilengkapi dengan pemeriksaan tambahan.
Pemeriksaan standar meliputi :
a) Hitung skor gejala, dapat ditentukan dengan menggunakan skor IPSS
(International Prostate Symptom Score, IPSS)
b) Riwayat penyakit lain atau pemakai obat yang memungkinkan
gangguan miksi.
c) Pemeriksaan fisik khususnya colok dubur.





H. Penatalaksanaan
6

Penatalaksanaan BPH berupa :
Watchful Waiting :
Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan.
Tindakan yang dilakukan adalah observasi saja tanpa pengobatan.
Terapi Medikamentosa Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan
dengan obat (medikamentosa).Terapi Bedah Konvensional Open simple
prostatectomy ,Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila ukuran
prostat terlalu besar, di atas 100g, atau bila disertai divertikulum atau batu
buli-buli.
Terapi Invasif Minimal Transurethral resection of the prostate (TUR-P)
Menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat yang menimbulkan
obstruksi dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter.2.
Transurethral incision of the prostate (TUIP)
Dilakukan terhadap penderita dengan gejala sedang sampai berat dan
dengan ukuran prostat kecil.
Terapi laser Tekniknya antara lain Transurethral laser induced
prostatectomy (TULIP)
Yang dilakukan dengan bantuan USG, Visual coagulative necrosis, Visual
laser ablation of the prostate (VILAP), dan interstitial laser therapy. Terapi
alat Microwave hyperthermia Memanaskan jaringan adenoma melalui alat
yang dimasukkan melalui uretra atau rektum sampai suhu 42-45oC
sehingga diharapkan terjadi koagulasi.
Trans urethral needle ablation (TUNA)
Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur,
dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan
mengalirkan panas, sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang
menancap di jaringan prostat


High intensity focused ultrasound (HIFU)
Melalui probe yang ditempatkan di rektum yang memancarkan energi
ultrasound dengan intensitas tinggi dan terfokus.Intraurethral stent
Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa prostatika untuk
mempertahankan lumen uretra tetap terbuka.Transurethral baloon
dilatation
Dilakukan dengan memasukkan kateter yang dapat mendilatasi fosa
prostatika dan leher kandung kemih.

I. PROGNOSIS
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap
individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang
tidak segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat
berkembang menjadi kanker prostat. Menurut penelitian, kanker prostat
merupakan kanker pembunuh nomer 2 pada pria setelah kanker paru-paru.
BPH yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang
cukup merugikan bagi penderita.









DAFTAR PUSTAKA

1. Faiz Omar dan Moffat David. 2008. At a Glance Anatomi. Jakarta: EMS
2. Sjamsuhidajat S dan De Jong Wim, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
kedua. Jakarta: EGC
3. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.
4. Mansjoer Arif, dkk, 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jilid
kedua. Jakarta: Media Aesculapius
5. Basuki, Purnomo. (2000). Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI,
Katalog Dalam Terbitan (KTD): Jakarta.
6. Hardjowidjoto, S. (2000). Benigna Prostat Hiperplasi. Airlangga University
Press: Surabaya
7. Long, Barbara C. (2006). Perawatan Medikal Bedah. Volume 1.
(terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran:
Bandung.
8. Schwartz, dkk, (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom
Shires dkk, EGC: Jakarta.
9. Soeparman. (2000). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. FKUI: Jakarta
10. Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC.
11. Baradero, Mary, MN, SPC,Dkk,(2005). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai