Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah di RSUD Tugurejo Semarang
Disusun Oleh : Nur Mada Subiyanto H2A009037
Pembimbing : dr. Irwan, Sp.B
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD TUGUREJO SEMARANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2014
I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. R Umur : 62 tahun Alamat : Kepatihan No. 136 R 03/1 Bangunharjo, Semarang Pekerjaan : Supir Agama : Islam Status : Menikah No CM : 26-12-46 Tanggal masuk : 26 Mei 2014
II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan pada tanggal 27 Mei 2014 2014 di bangsal Dahia 2 pukul 14.00 WIB secara autoanamnesis. Keluhan utama : Sulit Buang Air Kecil Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli dengan keluhan sulit kencing. Sebelumnya pasien operasi ambeyen 2 minggu SMRS. Setelah operasi pasien dipasang kateter slama 4 hari. Selama dipasang kateter pasien merasakan panas dan nyeri disekitar kemaluannya, kemudian pasien meminta dilepaas kateternya, setelah pulang pasien mengeluh tidak bisa BAK. Saat BAK harus ngejan, BAK terputus-putus, pancarannya lemah dan sering merasa blm puas setelah BAK. Selain itu pasien juga sering terbangun tengah malam untuk BAK dan jika pasien merasa ingin BAK keinginan itu tidak bisa ditahan. BAK teras nyeri dan keluhan tersebut dirasakan terus- menerus sampai mengganggu aktivitas. Kemudian pasien periksa ke poli bedah umun dan dipasang kateter lagi serta diberi obat (pasien lupa obatnya), pasien rawat jalan. selama seminggu karena obat habis, kemudian pasien disuruh rawat inap. Keluhan lain seperti nafsu makan menurun (+), mual (-), muntah (-), demam (-), pusing (-) dan BAB lancar. Riwayat Penyakit Dahulu Riwaat Penyakit Dahulu - Riwayat sakit serupa : disangkal - Riwayat trauma sebelumnya : disangkal - Riwayat operasi sebelumnya : disangkal Riwayat Penyakit Keluarga - Riwayat sakit serupa : disangkal Riwayat Kebiasaan - Riwayat merokok : diakui, - Riwayat konsumsi alkohol : disangkal - Riwayat mengkonsumsi jamu : diakui sering. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien bekerja sebagai supir. Biaya pengobatan ditanggung Jamkesmas mandiri. Kesan : Status ekonomi kurang.
III. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 27 Mei 2014 pukul 14.30 di bangsal Dahlia 2. a) Keadaan umum : Tampak kesakitan b) Kesadaran : compos mentis c) Status gizi : BB : 70 kg TB : 170 cm BMI : 22,86 kg/m 2 Kesan : normoweight
d) Vital sign TD : 130/90 mmHg Nadi : 84 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup RR : 18 x/menit Suhu : 36,5 0 C (axiller) e) Status Internus 1) Kepala : kesan mesocephal 2) Mata : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) pupil isokor 3 mm reflek pupil (+/+) 3) Hidung : napas cuping hidung (-) nyeri tekan (-) krepitasi (-) Sekret (-) septum deviasi (-) konka: hiperemis (-) dan deformitas (-) 4) Mulut : sianosis (-) Pursed lips-breathing (-) lidah kotor (-) uvula simetris (+) 5) Telinga : Sekret (-/-) Serumen (-/-) Laserasi (-/-)
6) Leher : Nyeri tekan trakea (-) Pembesaran limfonodi (-/-) Pembesaran tiroid (-/-) Pergerakan otot bantu pernafasan (-/-) 7) Thoraks Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 cm ke medial linea midclavicula sinistra, kuat angkat (-), thrill (-), pulsus parasternal (-), pulsus epigastrium (-), sternal lift (-) Perkusi : kanan atas : ICS II linea parasternal dextra kiri atas : ICS II linea parasternal sinistra pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra kiri bawah : ICS V 2 cm ke arah medial linea mid clavicula sinistra Kesan : konfigurasi jantung dalam batas normal Auskultasi : Suara jantung murni: Suara I dan Suara II reguler Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-)
Pulmo :
Pulmo :
Sinistra Dextra Depan 1. Inspeksi Bentuk dada Hemitorak Warna
2. Palpasi Nyeri tekan Stem fremitus
3. Perkusi
4. Auskultasi Suara dasar Suara tambahan Wheezing Ronki kasar RBH Stridor
datar Simetris statis dinamis Sama dengan kulit sekitar
(-) (+) normal, Kanan = kiri
Sonor di seluruh lapang paru
Vesikuler (+)
(-) (-) (-) (-)
datar Simetris statis dinamis Sama dengan kulit sekitar
(-) (+) normal, kanan = kiri
Sonor di seluruh lapang paru
Vesikuler (+)
(-) (-) (-) (-)
Belakang 1. Inspeksi Warna
2. Palpasi
Sama dengan kulit sekitar
Sama dengan kulit sekitar
Nyeri tekan Stem Fremitus
3. Perkusi
4. Auskultasi Suara dasar Suara tambahan Wheezing Ronki kasar RBH Stridor (-) (+) normal, kanan = kiri
Sonor di seluruh lapang paru
Vesikuler (+)
(-)
(-)
(-)
(-) (-) (+) normal, kanan = kiri
Sonor di seluruh lapang paru
Vesikuler (+)
(-)
(-)
(-)
(-)
8) Abdomen Inspeksi : Bentuk : datar Warna : sama dengan warna kulit sekitar Venektasi : (-) Auskultasi : Bising usus 12 x/menit Palpasi : Supel (+), Nyeri tekan (-). Defance muscular : (-) Hepar : normal Lien : normal Ginjal : normal, tidak teraba Perkusi : Hipertimphani. Pekak hati sulit dinilai Pekak sisi sulit dinilai
9) Ekstremitas Superior Inferior Akral dingin Oedem Sianosis Gerak
-/- -/- -/- Dalam batas normal 5/5 5/5 -/- -/- -/- Dalam batas normal 5/5 5/5
f) Rectal toucher : Inspeksi : massa (-), fissure pada anus (-), hemoroid eksterna (-) Palpasi : nyeri tekan (-) Tonus spincter ani cukup kuat; ampula recti tidak kolaps; mukosa rectum licin, permukaan rata; nyeri tekan (-) Prostat teraba membesar konsistensi kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, batas tidak dapat diraba dan tidak didapatkan nodul. Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan, lebar > 4cm Sarung Tangan : feses (-), darah (-), lendir (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL A. Darah Rutin (WB EDTA)
V. Skor International Prostate Symptom Score( IPSS) 1. Masih merasa ada sisa urine setelah kencing?5 2. Harus kencing lagi padahal belum ada jam yang lalu anda kencing ?4 3. Harus berhenti saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan hal ini di lakukan berkali-kali?4 4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing?5 5. Merasa pancaran urine lemah?5 6. Harus mengejan dalam memulai kencing ?5 7. Berapa kali anda terbangun dari tidur malam untuk kencing?4 Skor : 28 VI. DIAGNOSIS BANDING a. Benigna prostat hiperplasi (BPH) b. Vesikolithiasis c. Uretrolithiasis VII. DIAGNOSIS KERJA Suspek Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)
VIII. INITIAL PLAN Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) IP Dx : USG Abdomen
Kesan : Pembesaran kelenjar prostat IP Tx : - Infus RL 20 tpm - Inj cefixim 2x1 gr IV - Inj ketorolac 2x30 mg IV - Inj. Ranitidine 2x1 gr IV - Pasang Kateter - Motivasi TVP IP Mx - Keadaan umum dan tanda vital - Keluhan pasien IP Ex - Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien meliputi definisi, penyebab, dan gejala. - Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan - Menjelaskan kepada keluarga untuk ikut memantau kondisi pasien. - Menjelaskan kepada keluarga mengenai terapi yang akan diberikan, komplikasi dan prognosis penyakit pasien.
ANATOMI DAN FISIOLOGI PROSTAT Prostat berbentuk seperti piramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars prostatica. Panjang prostat sekitar 3 cm dan terletak antara collum vesika urinaria (atas) dan diaphragma urogenitalis (bawah). Prostat dikelilingi oleh kapsula fibrosa. Di luar kapsul terdapat selubung fibrosa, yang merupakan bagian dari lapisan visceral fascia pelvis. Prostat mempunyai basis, apex, permukaan anterior dan posterior, dan dua permukaan lateral. Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam beberapa daerah atau zona, yaitu : perifer, sentral, transisional, preprostatik sfingter dan anterior
B. Definisi 2,6
adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasia(sel-selnya bertambah banyak)
C. Etiologi 2,6
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah: 1. Teori Hormonal Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen. 2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan) Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic transforming growth factor, transforming growth factor b1, transforming growth factor b2, dan epidermal growth factor. 3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuramgnya sel yang mati 4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis) Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
5. Teori Dehidrotestosteron (DHT) Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat. D. Patofisiologi 3
Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih. Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia. Pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. E. Manifestasi klinis Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining), kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow. Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitasotot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) Derajat berat BPH menurut)dibedakan menjadi 4 stadium: a. Stadium I Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis. b. Stadium II Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia. c. Stadium III Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc. d. Stadium IV Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara periodik (over flowin kontinen).
F. Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan herniadan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis G. Diagnosis The third International consultation on BPH menganjurkan untuk menganamesa keluhan miksi terhadap setiap pria berumur 50 tahun atau lebih jika ditemukan prostatismus lakukan pemeriksaan dasar standar kemudian jika perlu dilengkapi dengan pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan standar meliputi : a) Hitung skor gejala, dapat ditentukan dengan menggunakan skor IPSS (International Prostate Symptom Score, IPSS) b) Riwayat penyakit lain atau pemakai obat yang memungkinkan gangguan miksi. c) Pemeriksaan fisik khususnya colok dubur.
H. Penatalaksanaan 6
Penatalaksanaan BPH berupa : Watchful Waiting : Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan. Tindakan yang dilakukan adalah observasi saja tanpa pengobatan. Terapi Medikamentosa Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa).Terapi Bedah Konvensional Open simple prostatectomy ,Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila ukuran prostat terlalu besar, di atas 100g, atau bila disertai divertikulum atau batu buli-buli. Terapi Invasif Minimal Transurethral resection of the prostate (TUR-P) Menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat yang menimbulkan obstruksi dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter.2. Transurethral incision of the prostate (TUIP) Dilakukan terhadap penderita dengan gejala sedang sampai berat dan dengan ukuran prostat kecil. Terapi laser Tekniknya antara lain Transurethral laser induced prostatectomy (TULIP) Yang dilakukan dengan bantuan USG, Visual coagulative necrosis, Visual laser ablation of the prostate (VILAP), dan interstitial laser therapy. Terapi alat Microwave hyperthermia Memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang dimasukkan melalui uretra atau rektum sampai suhu 42-45oC sehingga diharapkan terjadi koagulasi. Trans urethral needle ablation (TUNA) Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas, sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap di jaringan prostat
High intensity focused ultrasound (HIFU) Melalui probe yang ditempatkan di rektum yang memancarkan energi ultrasound dengan intensitas tinggi dan terfokus.Intraurethral stent Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa prostatika untuk mempertahankan lumen uretra tetap terbuka.Transurethral baloon dilatation Dilakukan dengan memasukkan kateter yang dapat mendilatasi fosa prostatika dan leher kandung kemih.
I. PROGNOSIS Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat. Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2 pada pria setelah kanker paru-paru. BPH yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi penderita.
DAFTAR PUSTAKA
1. Faiz Omar dan Moffat David. 2008. At a Glance Anatomi. Jakarta: EMS 2. Sjamsuhidajat S dan De Jong Wim, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua. Jakarta: EGC 3. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta: EGC. 4. Mansjoer Arif, dkk, 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jilid kedua. Jakarta: Media Aesculapius 5. Basuki, Purnomo. (2000). Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam Terbitan (KTD): Jakarta. 6. Hardjowidjoto, S. (2000). Benigna Prostat Hiperplasi. Airlangga University Press: Surabaya 7. Long, Barbara C. (2006). Perawatan Medikal Bedah. Volume 1. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran: Bandung. 8. Schwartz, dkk, (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires dkk, EGC: Jakarta. 9. Soeparman. (2000). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. FKUI: Jakarta 10. Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC. 11. Baradero, Mary, MN, SPC,Dkk,(2005). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC