Anda di halaman 1dari 3

PEMBELAJARAN SEPANJANG HAYAT

Belajar adalah proses yang berlangsung terus menerus dan tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu. Hal ini berdasar pada asumsi bahwa sepanjang kehidupan manusia akan selalu
dihadapkan pada masalh atau tujuan yang ingin dicapainya. Dalam rangka mengatasi masalah
dan upaya untuk mencapai tujuan itu, manusia akan dihadapkan pada berbagai rintangan .
setelah berhasil melalui suatu rintangan, manusia akan dihadapkan pada tujuan atau masalah
baru untuk mencapai tujuan baru itu manusia akan dihadapkan pada rintangan baru pula.
Seseorang dikatakan berhsil atau sukses hanya jika ia dapat mengatasi segala masalah dan
rintangan yang dihadapinya dan dikatakan manusia gagal jika tidak dapat melewati rintangan.
Atas dasar itulah sekolah harus berperan sebagai wahana untuk memberikan latihan
bagaimana cara belajar (learn how to learn).
Prinsip belajar sepanjang hayat seperti yang telah dikemukakan di atas, sejalan dengan 4
pilar pendidikan universal seperti yang dirumuskan Unesco (geremeck, 1986), yaitu belajar
untuk mengetahui (learn to know), belajar dengan melakukan (learning to do), belajar menjadi
(learning to be) dan belajar dengan bekerjasama (learning to live together) merupakan
kebutuhan mendasar bagi setiap peserta didik.
learn to know mengandung makna bahwa belajar tidak hanya berorientasi pada produk
atau hasil belajar. Dalam proses belajar, peserta didik bukan hanya menyadari apa yang harus
dipelajari tetapi juga diharapkan menyadari bagaimana cara mempelajari apa yang seharusnya
dipelajari. Kesadaran tersebut, memungkinkan proses belajar tidak terbatas di sekolah saja
akan tetapi, memungkinkan peserta didik belajar secara berkesinambungan. Apabila hal ini di
miliki peserta didik maka masyarakat belajar sebagai salah satu tuntutan global saat ini akan
dapat terbentu. Oleh sebab itu belajar untuk mengetahui juga dapat bermakna belajar berpikir
karena setiap individu akan terus beajar sehingga dalam dirinya akan tumbuh kemauan dan
kemampuan untuk berpikir.
Learning to do mengandung makna bahwa belajar bukanlah sekedar mendengar dan
melihat untuk mengakumulasi pengetahuan, akan tetapi belajar dengan dan untuk melakukan
suatu aktivitas dengan tujuan akhir untuk menguasai kompetensi yang diperlukan untuk
menghadapi tantangan kehidupan. Learning to do juga berarti proses pembelajaran
berorientasi pada pengalaman langsung (learning by experience).
Learning to be mengandung arti bahwa belajar adalah proses untuk membentuk manusia
yang memiliki jati dirinya sendiri. Oleh karena itu, pendidik harus berusaha memfasilitasi
peserta didik agar belajar mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu yang
berkepribadian utuh dan bertanggung jawab individu sekaligus sebagai anggota masyarakat.
Dalam pengertian ini tekandung makna bahwa kesadaran diri sebagai Tuhan Yang Maha Esa
yakni mahluk hidup yang memiliki tanggung jawab sebagai khalifah serta menyadari akan
segala kekurangan dan kelemahannya.
Learning to live together, adalah belajar untuk bekerjasama melalui proses bekerjasama.
Hal ini sangat diperlukan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam masyarakat global dimana
manusia baik secara individual maupun secara kelompok tidak mungkin dapat hidup sendiri
atau mengasingkan diri dari masyarakat sekitarnya. Dalam hal ini termasuk juga pembentukan
masyarakat demokratis yang memahami dan menyadari akan adanya perbedaan pandangan
antar individu.
Prinsip pembelajaran terkait dengan pilar-pilar pendidikan sebagaimana di uraikan di atas,
pada dasarnya merupakan implementasi dari teori belajar konstruktivisme. Dalam hal ini
(horsley, 1990) menyatakan bahwa paham konstruktivisme meliputi 4 tahap : (1) tahap persepsi
(mengungkap konsepsi awal dan membangkaitkan motivasi belajar peserta didik), (2) tahap
eksplorasi, (3) tahap diskusi dan penjelasan konsep (4) tahap pengembangan dan aplikasi
konsep. Sejalan denganpandangan tersebut tobin dan timon(dalam Lalik, 1997) mengatakan
bahwa pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme meliputi 4 kegiatan : (1) berkaitan
denagn pengethuan awal peserta didik, (2) mengandung kegiatan pengalaman nyata, (3) terjadi
interaksi social (4) terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan.
Petunjuk tentang proses pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme juga
dikemukakan oleh dahar (1989), yaitu : siapkan benda-benda nyata untuk digunakan peserta
didik, (2) pilihlah pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, (3)
perkenalkan kegistan yang layak dan menarik serta beri kebebasan peserta didik untuk menolak
saran guru, (4) tekan kan penciptaan pertanyaan sdan masalah serta pemecahannya, (5)
anjurkan para pserta didik untuk saling berinteraksi, (6) hindari istilah teknis dan tekankan
proses berpikir, (7) amjukrkan mereka berpikir dengan cara sindiri dan (8) perkenalakan
kembali materi dan kegiatan yang sama setelah beberapa tahun lamanya.
Uraian-uraian di atas dapat member pandangan kepada guru agar dalam menerapkan
prinsip belajar konstruktivisme, gurur benar-benar memperhatikan kondisi lingkungan belajar
peserta didik. Di samping itu pengertian tentang kesiapan peserta didik untuk belajar, juga tidak
boleh diabaikan. Dengan kata lain factor lingkungan sebagai suatu sarana interaksi bagi peserta
didik, bukanlah satu-satunya hal yang perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh bagi
guru.
Yager (1991) mengemukakan pentahapan yang lebih lengkap dalam pembelajaran dengan
teori konstruktivisme. Dalam tahap pertama, peserta didiki didorong agar mengemukakan
pengetahuan awal tentang konsep yang akan di bahas. Bila perlu guru memancing dengan
pertanyaan tentang fenomena yang sering dijumpai oleh peserta didik dan mengaitkannya
dengan konsep baru yang akakn dibahas. Selanjutnya peserta didik diberi kesempatan untuk
mengkomunikasikan dan mengilustrasikan pegalamannya tentang konsp tersebut. Tahap
kedua, peserta didik diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukian konsep melalui
pengumpulan, pengorganisasian dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah
dirancang oleh guru. Secara keseluruhan pada tahsp ini akan tepenuhi rasa kengintahuan
peserta didik tenteng fenomena dalam lingkungannya. Tahap ketiga, peserta didik memikirkan
penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasi peserta didik, ditambah dengan
penguatan guru. Selanjutnya peserta didik membangun pemahaman baru tentang konsep yang
sedang dipelajari. Tahap keempat, guru harus berusaha untuk menciptakan iklim pembelajaran
yang memungkinkan peserta didik dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya.

Anda mungkin juga menyukai