by Judith Chapman
Understanding Artikel A
Pembuatan keputusan merupakan salah satu tugas utama seorang manajer dalam
organisasi. Keputusan yang baik merupakan langkah awal penetapan proses
perencanaan untuk mencapai tujuan organisasi. Kualitas hasil keputusan sangat
ditentukan bagaimana proses pembuatan keputusan dilakukan. Namun seringkali
manajer membuat keputusan salah sehingga implementasi hasil keputusan dan evaluasi
menunjukkan hasil buruk bagi organisasi, hal ini tentunya disebabkan oleh banyak
faktor. Karena itu, penulis dalam artikel ini mengembangkan suatu model pembuatan
keputusan yang menggunakan model group think dimana anxiety dan stres menjadi
variabel moderasi terhadap hubungan concurrent seeking behaviour dan groupthink
dalam proses pembuatan keputusan. Secara sederhana model konseptual yang dibangun
dalam artikel tersebut adalah sebagai berikut:
Defective Dec.
Concurrent
Groupthink Decision Making
seeking behavior
Effective Dec.
Anxiety Stress
Groupthink yang dibentuk oleh perilaku concurrent seeking yang diperkuat oleh
kecemasan dan stress menyebabkan proses pengambilan keputusan menjadi tidak
efektif. Hal ini disebabkan oleh; ketidakcukupan survai alternatif solusi, ketidakcukupan
survai tujuan, kegagalan mempertimbangkan resiko, kurangnya pencarian informasi,
tingginya bias proses analisa informasi, dan kegagalan menerapkan rencana
1
kontingensi. Kondisi-kondisi tersebut memicu terbentuknya perilaku concurrent
seeking, didorong oleh kecemasan dan stres akan membentuk groupthink. Groupthink
yang terbentuk dari banyaknya keterbatasan persyaratan proses pengambilan keputusan
yang ideal menghasilkan pendekatan pengambilan keputusan seperti; bounded
rationality, judgemental heuristic, avalibility heuristic, representatif heuristic, satisficing
dan escalation of commitment. Pendekatan-pendekatan pengambilan keputusan tersebut
cenderung menghasilkan keputusan-keputusan yang tidak efektif.
Understanding Artikel B
Peran kepemimpinan dalam suatu organisasi menjadi sangat penting untuk kesuksesan
tidak hanya saat ini tapi juga jangka panjang. Efektifitas kepemimpinan dibangun secara
optimal dengan menggunakan berbagai pendekatan dan standar untuk meningkatkan
kinerja organisasi. Kinerja kepemimpinan harus dapat diukur secara kuantitatif dengan
melihat kinerja keuangan, pemasaran dan produksi yang tercermin dari harga saham,
laba operasional, market share dan kesejahteraan pemegang saham. Maka, peran quality
control dan quality assurance menjadi mutlak dalam suatu organisasi sebagai alat
evaluasi jangka pendek. Tetapi, untuk mempertahankan efektifitas kepeminpinan agar
kinerja organisasi tetap meningkat dalam jangka panjang, maka organisasi perlu
membangun kesadaran pentingnya komponen kesinambungan dalam proses bisnis dan
manajemen.
2
Leadership Effectiveness V. Moderasi Org. Performance
3
b. Kepemimpinan ekstrinsik; kepemimpinan yang berorientasi pada faktor
eksternal atau ethnosentris.
c. Kepemimpinan holistik; kepemimpinan yang berorientasi pada
multifaktor di dalam dan luar organisasi atau multisentris.
Orientasi kepemimpinan terhadap konteks kinerja dan efektifitas menentukan
kesinambungan kinerja organisasi jangka panjang.
Understanding Artikel C
Namun, pada perkembangannya tidak selamanya manusia selalu dapat berfikir secara
rasional, karena manusia juga memiliki perasaan selain akal sehat. Maka, dalam proses
transaksi tersebut, akan muncul perilaku-perilaku emosional dalam pembuatan
keputusan. Manusia tidak hanya mempertimbangkan untung-rugi secara finansial, tetapi
juga value secara emosional yang didapat dari proses transaksi tersebut.
Dalam organisasi, proses interaksi dan transaksi manusia tidak selalu berdasarkan
rasional saja. Manusia sebagai makhluk yang kompleks, rasio dan emosi akan saling
berpengaruh terhadap proses pembuatan keputusan. Keputusan yang dibuat secara rasio
cenderung bersifat kaku, birokratis, strukturalis dan mechanistis. Manusia di dalam
organisasi cenderung menolak keputusan yang terlalu berpijak pada rasio saja.
Keputusan yang didasarkan emosi cenderung humanis, fleksibel dan kritis. Manusia
cenderung menerima keputusan yang dilandasi emosi. Namun, proses pembuatan
keputusan yang ideal harus mengkombinasi rasio dan emosi. Keputusan yang hanya
4
berdasarkan pada rasio akan menadirkan unsur humanisme, sebaliknya keputusan yang
berdasar pada emosi saja akan menadirkan standar dan rule of the game dalam sebuah
sistem organisasi. Untuk itu, keputusan yang baik harus menyeimbangkan unsur rasio
sebagai standar dan emosi sebagai fleksibilitas.
ICP A-B
Proses pembuatan keputusan merupakan bagian penting dari proses manajemen secara
keseluruhan. Keputusan yang baik merupakan dasar menentukan tujuan dan rencana
organisasi ke depan. Kualitas hasil pembuatan keputusan dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Secara sederhana model konseptual simbiosing artikel A-B dapat
dilihat pada figur berikut:
Defective Dec.
Concurrent
Groupthink Decision Making
seeking behavior
Effective Dec.
Anxiety Stress
5
organisasi. Agar kinerja organisasi dapat dipertahankan dan ditingkatkan dalam jangka
panjang melalui pembuatan-pembuatan keputusan yang efektif, maka sustainibility
component harus dipenuhi untuk memperoleh kepemimpinan efektif yang
berkesinambungan.
ICP B-C
Efektifitas kepemimpinan mempengaruhi kinerja organisasi melalui serangkaian proses
pembuatan keputusan yang dihasilkan. Jika keputusan yang dihasilkan berkualitas,
maka kinerja organisasi akan menjadi baik. Untuk mempertahankan kinerja organisasi
jangka panjang, maka sustainibility component harus dipenuhi agar efektifitas
kepemimpinan berkesinambungan. Kualitas keputusan akan ditentukan bagaimana cara
berfikir para pengambil keputusan. Keputusan yang berkualitas harus
mempertimbangkan aspek rasio sebagai standar dan aspek emosioal sebagai
fleksibilitas. Secara sederhana, simbiosing artikel B-C dapat dilihat pada model
konseptual berikut:
Rational and
Emotional Aspect
ICP A-C
Perilaku concurrent seeking mempengaruhi terbentuknya groupthink, yaitu
kecenderungan menghindari, lari dan bahkan terlalu berani mengambil resiko dalam
proses pengambilan keputusan. Groupthink cenderung menghasilkan defective decision.
Terbentuknya groupthink dipicu oleh adanya stress dan kecemasan akibat kurangnya
informasi alternative dan pilihan, tujuan, solusi dan tingginya bias dari proses analisa
informasi. Kondisi tersebut memicu stres dan kecemasan sehingga tidak percaya diri
atau kepercayaan diri yang berlebihan dalam mengambil keputusan. Untuk mencegah
timbulnya defective decision karena pengaruh groupthink, maka aspek rasionalitas dan
emosional harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
6
Rational and
Emotional Aspect
Defective Dec.
Concurrent
Groupthink Decision Making
seeking behavior
Effective Dec.
Anxiety Stress
Personal Opinion
Proses pembuatan keputusan merupakan hal krusial dalam proses manajemen. Sebagai
fungsi awal dan pertama dalam manajemen, perencanaan harus menghasilkan
keputusan-keputusan yang efektif untuk menetapkan tujuan dan serangkaian kegiatan
untuk mencapai tujuan organisasi jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
Efektifitas keputusan akan ditentukan oleh proses pembuatan keputusan.
Perilaku concurrent seeking yang dipicu oleh kecemasan dan stres akan mempengaruhi
terbentuknya groupthink. Groupthink cenderung menghasilkan keputusan yang tidak
efektif. Untuk itu, peran kepemimpinan efektif menjadi sangat penting untuk
menghasilkan keputusan efektif agar kinerja organisasi meningkat. Agar efektifitas
kepemimpinan dapat dipertahankan secara berkesinambungan, maka sustainibility
component (timely leadership model, contextual leadership model and tipology
leadership effectiveness) harus ditumbuhsuburkan dalam organisasi. Proses pembuatan
keputusan juga harus mempertimbangkan aspek rasio dan emosi agar keseimbangan
antara standard dan fleksibilitas-antara strukturalis dan humanis dapat dipenuhi.
Personal Preposition
Kualitas keputusan akan ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pembuatan keputusan tersebut. Pengaruh perilaku concurrent seeking dalam proses
pembuatan keputusan dapat diminimalisir dengan memoderasi variabel efektifitas
kepemimpinan untuk menghasilkan keputusan-keputusan efektif yang berdampak pada
peningkatan kinerja organisasi. Proses pembuatan keputusan juga dapat dimoderasi
dengan aspek rasio dan emosi agar keputusan yang diambil memenuhi unsur idealis dan
humanis.
Berdasarkan beberapa model konseptual dari ketiga artikel di atas, maka dapat dibangun
sebuah model konseptual penelitian yang bertujuan untuk ”menguji form moderating
effect efektifitas kepemimpinan terhadap pengaruh concurrent seeking behavior pada
proses pembuatan keputusan”. Hipotesa yang dibangun adalah; ”bahwa efektifitas
kepemimpinan dapat mengubah sifat hubungan groupthink dengan defective decision
making, yaitu dari defective decision menjadi effective decision”.
7
Defective Dec.
Concurrent
Groupthink Decision Making
seeking behavior
Effective Dec.
Anxiety Stress