Anda di halaman 1dari 5

Epidemiologi Demam Berdarah Dengue

Wabah demam berdarah merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di


Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor Leste, di mana negara-negara tersebut
merupakan negara tropis dan berada pada zona katulistiwa dan Aedes aegypti tersebar luas di
daerah perkotaan maupun pedesaan.
Angka kematian yang dilaporkan di wilayah Asia Tenggara yaitu sekitar 1%, namun
di India, Indonesia dan Myanmar, angka ini dilaporkansekitar 3 - 5%. Di Indonesia, di mana
lebih dari 35% penduduknya hidup di daerah perkotaan, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun
2007 (rekor tertinggi) dengan lebih dari 25.000 kasus yang dilaporkan dari Jakarta dan Jawa
Barat, dengan tingkat fatalitas kasus adalah sekitar 1% (WHO, 2009)

Gambar 1. Negara/area dengan resiko transmisi demam berdarah, 2008 (WHO, 2009).


Sumber:
Organisasi kesehatan dunia (world health organization) and Special Programme for Research
and Training in Tropical Diseases (TDR). 2009. Dengue: guidelines for diagnosis, treatment,
prevention and control New edition. WHO Library Cataloguing in Publication Data.





Etiologi (Penyebab)
Virus dengue yang sampai sekarang dikenal 4 serotipe (Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3 dan
Dengue-4), termasuk dalam group B Arthropod Borne Virus (Arbovirus). Keempat serotipe
virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia
menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan merupakan
serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue-4.

Patofisiologi / Perjalanan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal
tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi
virus. Pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin,
serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi
termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air
sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas
dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun
antibodi virus juga menimbulkan agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi
trombosit, trombositopeni, dan koagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan
berlebihan yang jika berlanjut terjadi syok dan jika syok tidak teratasi, maka akan terjadi
hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga
disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik
sehingga perfusi jaringan menurun dan jika tidak teratasi dapat menimbulkan hypoxia
jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup
dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan
protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia. Sebagai reaksi
terhadap infeksi terjadi:
1. Aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang
menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma
dari ruang intravaskular ke ekstravaskular.
2. Agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan
kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit
muda dari sumsum tulang.
3. Kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor
pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler, kelainan
hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan kuagulopati.
































Biomarker dalam Membedakan Demam karena Infeksi dan Non-Infeksi
Dekade terakhir banyak diteliti biomarker yang dapat membedakan antara demam
akibat infeksi atau non-infeksi. Hal ini akan sangat berperan dalam pemilihan terapi terhadap
pasien dengan demam. Biomarker tersebut berupa biomarker yang nilainya meningkat pada
kondisi inflamasi dan/atau infeksi.
Biomarker infeksi
1. Leukosit
Leukosit berperan dalam melawan infeksi dan material asing lainnya. Nilai normalnya
4.000-11.000 sel/L. Leukositosis dapat dijumpai pada keadaan inflamasi non-spesifik
seperti pada infeksi, trauma, neoplasma, infark miokard, obat-obatan dan lainnya.
Leukositosis yang disertai bakterimia hanya dijumpai pada 60% kasus.
2. C-Reactive Protein (CRP)
Merupakan protein fase akut yang dihasilkan oleh sel hepatosit akibat rangsangan
sitokin anti-inflamasi ketika terjadi proses inflamasi. CRP meningkat setelah 4-6 jam,
nilainya menjadi dua kali lipat setelah 8 jam dan mencapai puncaknya pada 36-50 jam
dengan waktu paruh 19 jam.
3. Procalcitonin (PCT)
Procalcitonin dihasilkan oleh sel monosit yang berlekatan dengan jaringan dan tidak
dihasilkan dari monosit yang bersirkulasi. PCT terstimulasi terutama oleh endotoksin
bakteri. Peningkatan terjadi 2-4 jam, mencapai nilai puncak 8-24 jam dan nilainya
menetap selama proses inflamasi.

Tabel 1. Kadar PCT
Procalcitonin > 2 ng/mL merupakan indikasi kuat adanya sepsis. Infeksi bakteri gram
negatif memberikan hasil PCT yang lebih tinggi dari pada bakteri gram positif dan
rendah pada infeksi virus.
4. Soluble The Triggering Receptor Expressed On Myeloid Cell-1 (sTREM-1)
Merupakan imunoglobulin superfamily. Pada kondisi infeksi akan terjadi upregulasi
dari TREM-1 pada permukaan monosit dan nuetrofil. Kemudian akan terlepas dari
permukaan sel dan terlarut di plasma.
5. Soluble urokinase-type plasminogen activator receptor (suPAR)
Dihasilkan dari beberapa sel seperti neutrofil, limfosit, magrofag, endotel dan sel
malignan. Perannya dalam infeksi bakteri belum jelas diketahui. Dan setelah bereaksi
akan terlarut dalam plasma.

Beberapa kondisi non-infeksi yang sering mengakibatkan demam
1. Keganasan
Sekitar 7-20% demam yang tidak diketahui penyebabnya diakibatkan keganasan.
Keganasan yang sering mengakibatkan demam seperti limfoma non hodgkin,
leukemia, karsinoma sel renal, dan karsinoma hepatoseluler. Patogenesisnya belum
sepenuhnya diketahui namun diperkirakan diperantarai sitokin (IL-1, IL-6, TNF, dan
interferon).
2. Inflammatory bowel disease (IBD)
Biomarker berupa sitokin dan biomarker akibat rangsangan sitokin seperti CRP akan
menigkat selama eksaserbasi IBD, sehingga tidak dapat membedakan demam akibat
infeksi atau IBD.
3. Autoimmune disease
Kelainan autoimun yang sering mengakibatkan demam dapat berupa reumatoid
artritis, SLE, ankylosing spondilitis. Pada autoimun dapat terjadi demam baik akibat
kelainan itu sendiri atau akibat infeksi.
4. Penyakit iskemik
Kelainan iskemik yang sering dengan kondisi demam adalah infark miokard, stroke,
dan emboli paru. Adanya demam pada keadaan ini karena adanya kematian sel yang
menyebabkan dilepaskannya sitokin yang akan merangsang terjadinya demam.

Limper, et al., The diagnostic role of procalcitonin and other biomarker I discriminating
infectious from non-infectious fever, journal of infection, 2010; 60: 409-1.

Anda mungkin juga menyukai