Anda di halaman 1dari 2

Asumsi-Asumsi Dasar Analisa BEP menurut Mulyadi (1993, p.

259) :
a. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan.
b. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan.
c. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relative konstan.
d. Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah.
e. Efisiensi produksi dianggap tidak berubah.
f. Perubahan jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.
g. Komposisi produk yang dijual dianggap tidak berubah.
h. Volume merupakan faktor satu-satunya yang mempengaruhi biaya.

Analisis BEP mempunyai keterbatasan, yaitu:
Fixed cost haruslah konstan selama periode atau range of out put tertentu
Variabel cost dalam hubungannya dengan sales haruslah konstan
Sales price perunit tidak berubah dalam periode tertentu
Sales mix adalah konstan
Berdasarkan keterbatasan tersebut, BEP akan bergeser atau berubah apabila:
1. Perubahan FC, terjadi sebagai akibat bertambahnya kapasitas produksi, dimana perubahan ini
ditandai dengan naik turunnya garis FC dan TC-nya, meskipun perubahannya tidak
mempengaruhi kemiringan garis TC. Bila FC naik BEP akan bergeser keatas atau sebaliknya.
2. Perubahan pada variabel cost ratio atau VC per unit, dimana perubahan ini akan menentukan
bagaimana miringnya garis total cost. Naiknya biayaVC per unit akan menggeser BEP keatas
atau sebaliknya.
3. Perubahan dalam sales price per unit. Perubahan ini akan mempengaruhi miringnya garis total
revenue (TR). Naiknya harga jual per unit pada level penjualan yang sama walaupun semua
biaya adalah tetap, akan menggeser kebawah atau sebaliknya.
4. Terjadinya perubahan dalam sales mix. Apabila suatu perusahaan memproduksi lebih dari satu
macam produk maka komposisi atau perbandingan antara satu produk dengan produk lain
(sales mix) haruslah tetap. Apabila terjadi perubahan misalnya terjadi kenaikan 20% pada
produk A sedangkan produk B tetap maka BEP pun akan berubah.
5. Margin Of Safety. Dalam hubungannya dengan analisis BEP yaitu untuk menentukan seberapa
jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita kerugian. Formulasinya
adalah sebagai berikut:
Margin of Safety
Suatu perusahaan yang mempunyai margin of safety yang besar adalah lebih baik bila
dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai margin of safety yang rendah, karena
margin of safety menunjukkan indikasi atau memberikan gambaran kepada manajemen
berapakah penurunan penjualan yang dapat ditolerir sehingga perusahaan tidak menderita rugi
tetapi juga belum memperoleh laba.
Untuk menarik arus modal yang signifikan ke suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1)Iklim investasi yang kondusif 2)Prospek pengembangan di negara penerima modal
Dilihat dari kedua faktor di atas, maka tampaknya arus modal asing justru lebih banyak mengalir ke
negara-negara maju daripada ke negara-negara berkembang. Aliran modal ke negara-negara
berkembang masih dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :
1) Tingkat perkembangan ekonomi negara penerima modal
2) Stabilitas politik yang memadai
3) Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan investor
4) Aliran modal cenderung mengalir ke negara-negara dengan tingkat pendapatan per kapita yang
tinggi

Adanya keengganan masuknya investasi asing dan adanya indikasi relokasi investasi ke negara lain
disebabkan karena tidak kondusifnya iklim investasi di Indonesia dewasa ini. Menurut Rahmadi
Supanca, berbagai faktor yang dituding menjadi penyebab dari terjadinya tidak kondusifnya iklim
investasi yaitu :
1) Instabilitas Politik dan Keamanan
2) Banyaknya kasus demonstrasi/ pemogokkan di bidang ketenagakerjaan
3) Pemahaman yang keliru terhadap pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah serta belum
lengkap dan jelasnya pedoman menyangkut tata cara pelaksanaan otonomi daerah
4) Kurangnya jaminan kepastian hukum
5) Lemahnya penegakkan hukum
6) Kurangnya jaminan/ perlindungan Investasi
7) Dicabutnya berbagai insentif di bidang perpajakkan
8) Masih maraknya praktek KKN
9) Citra buruk Indonesia sebagai negara yang bangkrut, diambang disintegrasi dan tidak berjalannya
hukum secara efektif makin memerosotkan daya saing Indonesia dalam menarik investor untuk
melakukan kegiatannya di Indonesia.
10) Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia

Elscom Monthly Journal juga mencatat beberapa faktor yang mempengaruhi tidak menariknya
iklim investasi di Investasi di Indonesia adalah sebagai berikut :
1) Masalah keamanan, sosial, dan politik
2) Lemahnya peraturan perundang-undangan supremasi hukum dan jaminan kepastian hukum
3) Banyaknya masalah ketenagakerjaan
4) Implementasi otonomi daerah yang belum jelas
5) Kebijakan pemerintah yang tidak mendorong investasi seperti inkonsistensi kebijakan yang
dikeluarkan

Selain faktor disadvantage di atas, iklim investasi di Indonesia bertambah tidak kondusif lagi karena
stabilitas politik dan sosial serta jaminan keamanan dan penegakkan hukum di dalam negeri yang
masih rawan. Masalah yang paling sering dikeluhkan oleh investor adalah masalah penegakkan
hukum. Hasil survey dari Political and Economic Risk Consultancy Ltd menunjukkan bahwa Indonesia
paling buruk dalam skor hukum di Asia. Indonesia pada posisi paling atas dengan tidak adanya
kepastian hukum membuat para investor merasa tidak nyaman untuk menanamkan uangnya di
Indonesia. Hal ini yang juga sering dikeluhkan oleh banyak investor adalah masalah perizinan dan
birokrasi yang masih dianggap bertele-tele dan memakan biaya yang besar. Namun hal tersebut
mulai mengalami perbaikan dan peningkatan sejak dikelarkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal menggantikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing.

Anda mungkin juga menyukai