Anda di halaman 1dari 17

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Hipertensi Heart Disease

a. Defenisi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Menurut The Seventh
Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,
prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2.

b. Etiologi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti.
Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui seperti
kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan
lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna
adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung
pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan
yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi
antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor
yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi.

c. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan JNC VII

Klasifikasi TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik
(mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi grade I 140-159 Atau 90-99
Hipertensi grade II >160 Atau >100

d. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE
memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I
diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan
kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama
adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH,
sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume
cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari
bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya
akan meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari hipertensi
esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor
tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang
adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi
darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh
darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh
beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat
stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan
penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadangkadang
muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang
lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan
komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung,
ginjal, retina dan susunan saraf pusat.

e. Komplikasi
Sistem organ Komplikasi
Jantung CHF
Angina pectoris
Infark miokard
System saraf pusat Ensefalopati hipertensi
Ginjal Gagal ginjal kronik
Mata Retinopati hipertensi
Pembuluh darah perifer Penyakit pembuluh darah perifer

f. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
1. Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu
berisiko tinggi seperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan
darah adalah <130/80 mmHg.
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.
3. Menghambat laju penyakit ginjal.
Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis
seperti penjelasan dibawah ini.
1) Terapi Non Farmakologis
a. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.
b. Meningkatkan aktifitas fisik.
c. Mengurangi asupan natrium.
d. Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol
2) Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh
JNC VII yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau
aldosteron antagonis, beta blocker, calcium chanel blocker atau
calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
(ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor
antagonist/ blocker (ARB).

2. Chronic kidney disease
a. Defenisi
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu keadaan terjadinya
kerusakan ginjal atau laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 mL/menit
dalam waktu 3 bulan atau lebih. Penurunan fungsi ginjal terjadi secara
berangsur-angsur dan irreversible yang akan berkembang terus menjadi
gagal ginjal terminal.

b. Etiologi
Beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson diantaranya adalah
tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif,
gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif.

Kondisi yang meningkatkan resiko terjadinya CKD
- Riwayat keluarga dengan penyakit polikistik ginjal atau penyakit
ginjal genetic
- Bayi berat lahir rendah
- Anak dengan riwayat gagal ginjal akut
- Hipoplasia atau displasia ginjal
- Penyakit urologi terutama uropati obstruktif
- Refluks verikoureter yang berhubungan dengan infeksi saluran
kemih dan parut ginjal
- Riwayat menderita sindrom nefrotik atau sindrom nefritis akut
- Riwayat menderita sindrom hemolitik uremic
- Riwayat menderita Henoch Schoenlein Purpura
- Diabetes mellitus
- Lupus Eritrematosus Sistemik
- Riwayat menderita tekanan darah tinggi

c. Klasifikasi
Klasifikasi stadium CKD
Stadium GFR
(ml/menit/1,73m2)
Deskripsi
1 >90 Kerusakan ginjal dengan GFR
normal/meningkat
2 60->89 Kerusakan ginjal dengan penurunan
GFR ringan
3 30->59 Kerusakan ginjal dengan penurunan
GFR sedang
4 15->29 Kerusakan ginjal dengan penurunan
GFR berat
5 <15 atau dialysis Gagal ginjal

d. Patofisiologi
Mekanisme patogenesis yang pasti dari penurunan progresif fungsi ginjal
masih belum jelas, akan tetapi diduga banyak faktor yang berpengaruh,
yaitu diantaranya jejas karena hiperfiltrasi, proteinuria yang menetap,
hipertensi sitemik atau hipertensi intrarenal, deposisi kalsium-fosfor, dan
hiperlipidemia. Jejas karena hiperfiltrasi ditenggarai sebagai cara yang
umum dari kerusakan glomerular, tidak tergantung dari penyebab awal
kerusakkan ginjal. Nefron yang rusak akan mengakibatkan nefron normal
lainnya menjadi hipertrofi secara struktural dan secara fungsional
mempunyai keaktifan yang berlebihan, ditandai dengan peningkatan
aliran darah glomerular.Secara umum terdapat tiga mekanisme
patogenesis terjadinya CKD yaitu glomerulosklerosis, parut
tubulointerstisial, dan sklerosis vaskular.
1) Glomerulosklerosis
Proses sklerosis glomeruli yang progresif dipengaruhi oleh sel intra-
glomerular dan sel ekstra-glomerular. Kerusakan sel intra-glomerular
dapat terjadi pada sel glomerulus intrinsik (endotel, sel mesangium,
sel epitel), maupun sel ekstrinsik (trombosit, limfosit, monosit /
makrofag).

Gambar 1. Progresifitas glomerulosklerosis

Gambar 2 Peran berbagai sel dalam terjadinya glomerulosklerosis



2) Parut tubulointerstisial
Derajat keparahan tubulointerstitial fibrosis (TIF) lebih berkorelasi
dengan fungsi ginjal dibandingkan dengan glomerulosklerosis. Proses
ini termasuk inflamasi, proliferasi fibroblas interstisial dan deposisi
ECM yang berlebih. Sel tubular yang mengalami kerusakan berperan
sebagai antigen presenting cell yang mengekspresikan cell adhesion
molecules dan melepaskan sel mediator inflamasi seperti sitokin,
kemokin, dan growth factor, serta meningkatkan produksi ECM dan
menginvasi ruang periglomerular dan peritubular. Resolusi deposisi
ECM tergantung pada dua jalur yaitu aktivasi matriks
metaloproteinase dan aktivasi enzim proteolitik plasmin oleh aktivator
plasminogen. Parut ginjal terjadi akibat gangguan kedua jalur
kolagenolitik tersebut, sehingga teradi gangguan keseimbangan
produksi ECM dan pemecahan ECM yang mengakibatkan fibrosis
yang irreversibel.

Gambar 3. Patomekanisme terjadinya parut tubulointerstisia

3) Sklerosis vascular
Perubahan pada arteriol dan kerusakan kapiler peritubular oleh
berbagai sebab (misalnya diabetes, hipertensi, glomerulonefritis
kronis) akan menimbulkan terjadinya eksaserbasi iskemi interstisial
dan fibrosis. Iskemi serta hipoksia akan menyebabkan
sel tubulus dan fibroblas untuk memproduksi ECM dan mengurangi
aktivitas kolagenolitik. Kapiler peritubular yang rusak akan
menurunkan produksi proangiogenic vascular endothelial growth
factor (VEGF) dan ginjal yang mengalami parut akan
mengekspresikan thrombospondin yang bersifat antiangiogenic
sehingga terjadi delesi mikrovaskular dan iskemi.

e. Manifestasi klinis
Penderita CKD stadium 1-3 (GFR > 30 mL/min) biasanya
asimtomatik dan gejala klinis biasanya baru muncul pada CKD
stadium 4 dan 5. Kerusakan ginjal yang progresif dapat menyebabkan:
Peningkatan tekanan darah aibat overload cairan dan produksi
hormone vasoaktif (hipertensi, edem paru dan gagal jantung
kongestif)
Gejala uremia (letargis, perikarditis hingga ensefalopati)
Akumulasi kalium dengan gejala malaise hingga keadaan fatal
yaitu aritmia
Gejala anemia akibat sintesis eritropoietin yang menurun
Hiperfosfatemia dan hipokalsemia (akibat defisiensi vitamin D3)
Asidosis metabolik akibat penumpuan sulfat, fosfat, dan asam urat
f. Penatalaksanaan
Evaluasi dan penanganan pasien dengan CKD memerlukan pengertian
konsep terpisah namun saling berhubungan mengenai diagnosis,
kondisi komorbid, derajat keparahan penyakit, komplikasi penyakit
dan risiko hilangnya fungsi ginjal serta peyakit kardiovaskula. Terapi
meliputi:
Terapi spesifik, berdasarkan diagnosis
Evaluasi dan penanganan kondisi komorbid
Memperlambat kerusakan fungsi ginjal
Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular
Pencegahan dan terapi penyakit komplikasi (hipertensi,
anemia,gagal tumbuh)
Penggantian fungsi ginjal dengan dialisis atau bahkan
transplantasi ginjal

3. Edema pulmonal
a. Defenisi
Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler
keluar ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang
terjadi secara akut. Pada keadaan normal cairan intravaskuler merembes
ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang
sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe
menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi. Edema
paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di luar
jantung ( edema paru kardiogenik dan non kardiogenik ).

b. Patofisiologi
Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler
lebih banyak dari yang bias dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan
berakibat serius pada fungsi paru oleh karena tidak mungkin terjadi
pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan. Dalam keadaan normal
di dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinyu dari cairan dan
protein dalam pembuluh darah ke jaringan interstisial dan kembali ke
sistem aliran darah melalui saluran limfe.

Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstisial tetap kering adalah :
- Tekanan onkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler
paru.
- Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel terhadap
protein plasma.
- Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan dari
jaringan interstisial.
Proses terjadinya edema paru melalui 3 tahap, yaitu :
1) Stadium 1 : pada keadaan ini terjadi peningkatan jumlah cairan dan
koloid di ruang interstitial yang berasal dari kapiler paru. Celah pada
endotel kapiler paru mulai melebar akibat peningkatan tekanan
hidrostatik atau efek zat-zat toksik. Meskipun filtrasi sudah meningkat,
namun belum tampak peningkatan cairan di ruang interstitial.
2) Stadium 2 : kapasitas limfatik untuk mengalirkan kelebihan cairan
sudah melampaui batas sehingga cairan mulai terkumpul di ruang
interstisial dan mengelilingi bronkioli dan vaskuler paru. Bila cairan
terus bertambah akan menyebabkan membran alveoli menyempit.
3) Stadium 3a : pada stadium ini peningkatan filtrasi cairan dan tekanan
di ruang interstitial dan peribronchovaskular sheat semakin tinggi,
sehingga tight junction diantara sel epitel.

Gambar 4. Patofisiologi edema paru

c. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yangmungkin terjadi pada edema pulmonal adalah:
- Batuk
- Batuk berdarah (hemoptoe)
- Denyut jantung yang cepat
- Kecemasan
- Sesak napas
- Kesulitan bernapas
- Mengi
- Keringat yang berlebihan
d. Penatalaksanaan


4. Kanker Colon
a. Defenisi
Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa
colon atau rectum. Kebanyakan kanker colorectal berkembang dari polip,
oleh karena itu polypectomy colon mampu menurunkan kejadian kanker
colorectal.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kanker colorectal
yaitu:
1. Umur: Kanker colorectal sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 90%
penyakit ini menimpa penderita di atas usia 40 tahun, dengan insidensi
puncak pada usia 60-70 tahun (lansia). Kanker colorectal ditemukan di
bawah usia 40 tahun yaitu pada orang yang memiliki riwayat colitis
ulseratif atau polyposis familial.
2. Faktor Genetik: Risiko terjadinya kanker colorectal pada keluarga pasien
kanker colorectal adalah sekitar 3 kali dibandingkan pada populasi
umum.
3. Faktor Lingkungan: Risiko mendapat kanker colorectal meningkat pada
masyarakat yang bermigrasi dari wilayah dengan insiden kanker
colorectal yang rendah ke wilayah dengan risiko kanker colorectal yang
tinggi.
4. Factor Makanan: Makanan mempunyai peranan penting pada kejadian
kanker colorectal. Mengkonsumsi serat sebanyak 30 gr/hari terbukti
dapat menurunkan risiko timbulnya kanker colorectal sebesar 40%
dibandingkan orang yang hanya mengkonsumsi serat 12 gr/hari. Orang
yang banyak mengkonsumsi daging merah (misal daging sapi, kambing)
atau daging olahan lebih dari 160 gr/hari (2 porsi atau lebih) akan
mengalami peningkatan risiko kanker colorectal sebesar 35%
dibandingkan orang yang mengkonsumsi kurang dari 1 porsi per minggu.
5. Polyposis Familial diwariskan sebagai sifat dominan autosom. Insiden
pada populasi umum adalah satu per 10.000.
6. Polip Adenoma: Semakin besar diameter polip semakin besar kecurigaan
keganasan.
7. Colitis Ulserosa: Perkiraan kejadian kumulatif dari kanker colorectal
yang berhubungan dengan colitis ulserosa adalah 2,5% pada 10 tahun,
7,6% pada 30 tahun, dan 10,8% pada 50 tahun.

c. Gambaran Klinis
Karsinoma colon dan rectum dapat menyebabkan ulserasi, atau perdarahan,
menimbulkan obstruksi bila membesar, atau menembus (invasi) keseluruh
dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional. Kadang-kadang bisa terjadi
perforasi dan menimbulkan abses di peritonium. Keluhan dan gejala
tergantung juga dari lokasi dan besarnya tumor.

d. Stadium
Prognosis dari pasien kanker colorectal berhubungan dengan dalamnya
penetrasi tumor ke dinding colon, keterlibatan kelenjar getah bening regional
atau metastasis jauh. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan
sistem staging yang awalnya diperhatikan oleh Dukes.
Tabel. Stadium dan prognosis kanker kolorektal
Stadium Deskripsi histopatologi
Dukes TNM Derajat
A T1N0M0 I Kanker terbatas pada
mukosa/submukosa
B1 T2N0M0 I Kanker mencapai muskularis
B2 T3N0M0 II Kanker cenderung untuk masuk atau
melewati lapisan serosa
C TxN1M0 III Tumor melibatkan Kelenjar Getah
Bening Regional
D TxNxM1 IV Metastasis

e. Pengobatan
- Kemoprevensi
Obat Antiinflamatori Nonsteroid (OAIN) termasuk aspirin dianggap
berhubungan dengan penurunan mortalitas kanker colorectal. Beberapa OAIN
seperti sulindac dan celecoxib telah terbukti secara efektif menurunkan
insidens berulangnya adenoma pada pasien dengan FAP (Familial
Adenomatous Polyposis). Data epidemiologi menunjukkan adanya penurunan
risiko kanker dikalangan pemakai OAIN namun bukti yang mendukung
manfaat pemberian aspirin dan OAIN lainnya untuk mencegah kanker
colorectal sporadik masih lemah.
- Pembedahan
Tindakan yang paling sering dilakukan adalah hemikolektomi kanan,
kolektomi transversal, hemikolektomi kiri atau reseksi anterior, dan reseksi
abdominoperineal. Pembedahan sangat berhasil bila dilakukan pada pasien
yang tidak mengalami metastasis. Pemeriksaan tindak lanjut dengan antigen
embrionik adalah penanda yang sensitif untuk rekurensi tumor yang tidak
terdeteksi. Daya tahan hidup 5 tahun adalah sekitar 50%.
Indikasi untuk hemikolektomi adalah tumor di caecum, colon ascenden, colon
transversum, tetapi lesi di fleksura lienalis dan colon descenden di atasi
dengan hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dan rectum proksimal dapat
diangkat dengan tindakan LAR (Low Anterior Resection). Angka mortalitas
akibat operasi sekitar 5% tetapi bila operasi dikerjakan secara emergensi
maka angka mortalitas menjadi lebih tinggi. Reseksi terhadap metastasis di
hati dapat memberikan hasil 25-35% rata-rata masa bebas tumor (disease free
survival rate).
- Radiasi
Radiasi pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rectum. Sementara itu,
radiasi pasca bedah diberikan jika sel karsinoma telah menembus tunika
muscularis propria, ada metastasis ke kelenjar limfe regional, atau apabila
masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal akan tetapi belum ada
metastasis jauh.
- Kemoterapi
Kemoterapi diberikan apabila ada metastasis ke kelenjar regional (Dukes C),
tumor telah menembus muskularis propria (Dukes B), atau tumor setelah
dioperasi kemudian residif kembali.

Kemoterapi yang biasa diberikan pada penderita kanker colorectal adalah
kemoterapi ajuvan. Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan
mengalami rekurensi. Kemoterapi ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan
tingkat rekurensi kanker colorectal setelah operasi. Pasien Dukes A jarang
mengalami rekurensi sehingga tidak perlu terapi ajuvan. Pasien kanker
colorectal Dukes C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara signifikan
meningkatkan harapan hidup dan masa interval bebas tumor (disease free
interval). Kemoterapi ajuvan tidak berpengaruh pada kanker colorectal Dukes
B.

5. Indikasi Rawat ICU
Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas sedangkan
kebutuhan pelayanan ICU yang lebih tinggi banvak, maka diperlukan
mekanisme untuk membuat prioritas. Kepala ICU bertanggung jawab atas
kesesuaian indikasi perawatan pasien di lCU. Bila kebutuhan masuk ICU
melebihi tempat tidur yang tersedia, Kepala ICU menentukan berdasarkan
prioritas kondisi medic pasien mana yang akan dirawat di ICU. Prosedur
untuk melaksanakan kebijakan ini harus dijelaskan secara rinci untuk tiap
ICU.
A. Indikasi masuk ICU
Dalam keadaan yang terbatas pasien yang memerlukan terapi intensif
(prioritas 1) lebih didahulukan dibandingkan dengan pasien yang hanya
memerlukan pemantauan intensif (prioritas3 ). Penilaian objektif atas berat
dan prognosis penyakit hendaknya digunakan sebagai dasar pertimbangan
dalam menentukan prioritas masuk ke ICU.
1) Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis tidak stabil yang memerlukan
terapi intensif dan tertitrasi seperti dukungan/bantuan ventilasi alat
penunjang fungsi organ/system yang lain, infus obat-obat vasoaktif/
inotropik, obat anti aritmia, serta pengobatan lain-lainnya secara kontinyu
dan tertitrasi. Sebagai contoh antara lain pasien pasca bedah kardiotorasik,
sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang
mengancam nyawa. Institusi setempat dapat juga membuat kriteria
spesifik yang lain seperti derajat hipoksemia hipotensi dibawah tekanan
sarah tertentu. Terapi pada golongan pasien prioritas 1 (satu) demikian
umumnya tidak mempunyai batas.

2) Prioritas 2
Golongan pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan alat canggih di
ICU, sebab sangat berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera
misalnya pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter.
Sebagai contoh antara lain pasien yang menderita penyakit dasar jantun,
paru, gagal ginjal akut dan berat atau, pasien yang telah mengalami
pembedahan mayor. Terapi pada pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas
karena kondisi mediknya senantiasa berubah.

3) Prioritas 3
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis yang tidak stabil status
kesehatan sebelumnya yang disebabkan oleh penyakit yang
mendasarinya, atau penyakit akutnya secara sendirian atau kombinasi.
Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini
sangat kecil. Sebagai contoh antara lain pasien dengan keganasan
metastatic disertai penyulit infeksi, pericardiac tamponades, sumbatan
jalan napas, atau pasien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai
komplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini
hanya untuk mengatasi kegawatan akutnya saja dan usaha terapi mungkin
tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.
- Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala ICU,
indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bias dikecualikan, dengan
catatan bahwa pasien-pasien golongan demikian sewaktu-waktu harus bias
dikeluarkan dari iCU agar fasilitas ICU yang terbatas tersebut dapat
digunakan untuk pasien prioritas 1, 2 dan 3.
Pasien yang tergolong demikian antara lain:
a. Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan
hidup yang agresif dan hanya untuk perawatan yang aman saja. Ini
tidak menyingkirkan pasien dengan perintah DNR. Sebenarnya
pasien-pasien ini mungkin akan mendapat manfaat dari tunjangan
canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan hidup
survivalnya.
b. Pasien dalam keadaan vegetative permanen
c. Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak namun
hanya karena kepentingan donor organ, maka pasien dapat dirawat di
ICU. Tujuan perawatan di ICU hanya untuk menunjang fungsi organ
sebelum dilakukan pengambilan organ untuk donasi.

B. Indikasi Keluar ICU
Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis
oleh kepala ICU dan atau timyang merawat pasien, antara lain:
1. Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil,
sehingga tidak memerlukan terapi atau pemantauan yang intensif lebih
lanjut.
2. Secara perkiraan dan perhitungan terapi dan pemantauan intensif tidak
bermanfaat atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien.apalagi
pada waktu itu pasien tidak menggunakan alat bantu mekanis khusus
seperti ventilasi khusus).
Contoh golonngan pasien demikian, antara lain pasien yang menderita
penyakit stadium akhir (misalnya ARDS stadium akhir). Sebelum
dikeluarkan dari ICU sebaiknya keluarga pasien diberikan penjelasan
alasan pasien dikeluarkan dari ICU

Anda mungkin juga menyukai

  • File Up Bulanan Benar
    File Up Bulanan Benar
    Dokumen9 halaman
    File Up Bulanan Benar
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Contoh Surat Pernyataan 5 Poin
    Contoh Surat Pernyataan 5 Poin
    Dokumen1 halaman
    Contoh Surat Pernyataan 5 Poin
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Surat Keterangan Kerja
    Surat Keterangan Kerja
    Dokumen1 halaman
    Surat Keterangan Kerja
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • EXEL1
    EXEL1
    Dokumen3 halaman
    EXEL1
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Bab 1,2
    Bab 1,2
    Dokumen11 halaman
    Bab 1,2
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Abstrak
    Abstrak
    Dokumen3 halaman
    Abstrak
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Lembar Persetujuan GMP
    Lembar Persetujuan GMP
    Dokumen2 halaman
    Lembar Persetujuan GMP
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • 8
    8
    Dokumen6 halaman
    8
    Zarwo Black Ustadz
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Rancangan Pembelajaran Mata Kuliah Prof
    Rancangan Pembelajaran Mata Kuliah Prof
    Dokumen4 halaman
    Rancangan Pembelajaran Mata Kuliah Prof
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Energi
    Energi
    Dokumen8 halaman
    Energi
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • CR Asma Bronkial
    CR Asma Bronkial
    Dokumen27 halaman
    CR Asma Bronkial
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Gagal Napas
    Gagal Napas
    Dokumen19 halaman
    Gagal Napas
    Aprimond Syuhar
    0% (1)
  • Cairan Tubuh
    Cairan Tubuh
    Dokumen45 halaman
    Cairan Tubuh
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    rianiellyana
    Belum ada peringkat
  • Air & Mineral (Lanjutan)
    Air & Mineral (Lanjutan)
    Dokumen74 halaman
    Air & Mineral (Lanjutan)
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Siklus Krebs
    Siklus Krebs
    Dokumen32 halaman
    Siklus Krebs
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Referat Anxietas
    Referat Anxietas
    Dokumen34 halaman
    Referat Anxietas
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Kedokteran 2
    Kedokteran 2
    Dokumen2 halaman
    Kedokteran 2
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Fotofospor
    Fotofospor
    Dokumen14 halaman
    Fotofospor
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Bab III Analisa Kasus
    Bab III Analisa Kasus
    Dokumen6 halaman
    Bab III Analisa Kasus
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Covervbnm
    Covervbnm
    Dokumen1 halaman
    Covervbnm
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pasien Ujian
    Laporan Pasien Ujian
    Dokumen25 halaman
    Laporan Pasien Ujian
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Case Report Aprimond
    Case Report Aprimond
    Dokumen21 halaman
    Case Report Aprimond
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Aprimond Syuhar
    Belum ada peringkat