Anda di halaman 1dari 9

BLEFARITIS (PERADANGAN PADA KELOPAK MATA)

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Blefaritis terbagi menjadi anterior (mempengaruhi tepi anterior dan bulu mata) dan posterior
(mempengaruhi kelenjar meibom). Blefaritis adalah salah satu gangguan kelopak mata yang paling
umum sering dikaitkan dengan gangguan film air mata. Hal ini lebih umum sering terjadi pada wanita
muda. Salah satu yang paling menyertai gejalanya madarosis yang terinfeksi. Infeksi Staphylococcus
dikaitkan dengan madarosis, poliosis dan trichiasis dari bulu mata. Blefaritis ditandai dengan
peradangan pada tepi kelopak mata. Hal itu dapat menyebabkan mata merah, gatal, dan iritasi
kelopak mata pada satu atau kedua mata. Blefaritis juga dapat menyebabkan terjadinya
konjungtivitis dan sifatnya terulang (Osaiyuwu dan Ebeigbe, 2010).
Blefaritis melibatkan kulit dan bulu mata sedangkan gangguan kelenjar meibom diakibatkan
seboroik, obstruktif atau campuran. Blefaritis terjadi interaksi yang kompleks dari berbagai faktor,
termasuk sekresi yang abnormal, organisme atau mikroba dan kelainan film air mata. Blefaritis
dengan berbagai gejala dan tanda, dan berhubungan dengan kondisi dermatologis seperti dermatitis
seboroik, dan rosasea (Jackson, 2008).
Blefaritis kronik merupakan paling umum pada pasien saat pemeriksaan klinis mata seperti iritasi.
Berdasarkan gejala klinis yang paling sering adalah blefaritis posterior 24%, mata kering 21% dan
blefaritis anterior 12%. Hasil survei Amerika Serikat prevalensi gejala blefaritis selama 12 bulan
terakhir adalah terasa gatal dan terbakar, iritasi setelah menggunakan komputer selama lebih dari 3
jam, kelopak mata terasa berat dan bengkak, serpihan bulu mata, mata kering atau iritasi, mata
terasa berair terutama di pagi hari dan mata merah. 79,3% melaporkan memiliki gejala paling sedikit
satu gejala selama 12 bulan dan 63% melaporkan memiliki gejala lebih dari satu (Lindstrom, 2011)
Berdasarkan penelitian Werdich et al 2011 melaporkan survei pasien blefaritis menunjukkan
prevalensi yang sama tinggi masing-masing 86% dan 94%. Prevalensi temuan klinis sedikit lebih
tinggi dibandingkan dengan gejala yang dilaporkan sendiri. Empat belas persen dari total pasien
melaporkan tidak ada gejala dan enam persen tidak memiliki tanda-tanda klinis blefaritis. Data
normalisasi menunjukkan bahwa kebanyakan pasien memlikiki penyakit ringan sampai sedang
berdasarkan kedua gejala dan temuan pemeriksaan klinis. Insidensi adalah 50% dan 36% untuk
ringan, 32% dan 50 % sedang, dan hanya 4% dan 8% untuk gejala yang parah dan tanda blefaritis
masing-masing.
Secara demografis, kecenderungan lebih tinggi penularan blefaritis ditemukan pada populasi kelas
sosial ekonomi rendah, dan penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Terdapat hubungan antara
blefaritis dengan beberapa penyakit inflamasi (gastritis, ulkus peptikum, asma, atrophy, dan colitis
ulseratif), kondisi psikologis (kecemasan, sindrom iritasi usus, neurosis dan depresi), hormonal
(hipotiroidi dan hipertrofi prostat), penyakit kardiovaskular (arteri koronaria, hiperlipidemia,
hipertensi dan penyakit jantung iskemik)dan kondisi mata lainnya (kalazion dan pterygium) (Nemet
et al, 2011).
Berdasarkan latar belakang di atas maka tertarik dengan Blefaritis.
1.2.Tujuan
1.2.1. Menjelaskan definisi Blefaritis
1.2.2. Menjelaskan anatomi palpebra
1.2.3. Menjelaskan etiologi blefaritis
1.2.4. Menjelaskan faktor resiko blefaritis
1.2.5. Menjelaskan patofisiologi blefaritis
1.2.6. Menjelaskan manisfestasi klinis blefaritis
1.2.7. Menjelaskan klasifikasi blefaritis
1.2.8. Menjelaskan penatalaksanaan blefaritis



BAB 2
TELAAH PUSTAKA
2.1. Definisi Blefaritis
Blefaritis adalah radang yang sering terjadi pada kelopak merupakan radang kelopak dan tepi
kelopak. Radang bertukak atau tidak pada tepi kelopak biasanya melibatkan folikel dan kelenjar
rambut (Ilyas, 2010).
2.2 Anatomi Palpebra
Palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri atas kulit, otot dan jaringan fibrosa, yang berfungsi
melindungi struktur-struktur mata yang rentan. Palpebra sangat mudah digerakkan karena kulitnya
paling tipis di antara kulit di bagian tubuh lain. Di palpebra terdapat rambut halus, yang hanya
tampak dengan pembesaran. Di bawah kulit terdapat jaringan areolar longgar yang bisa
mengembang pada edema massif. Musculus orbicularis oculi melekat pada kulit. Permukaan
dalamnya dipersarafi nervus cranialis facialis (VII), dan fungsinya adalah untuk menutup palpebra.
Otot ini terbagi atas bagian orbital, praseptal dan pratarsal. Bagian orbital, yang terutama berfungsi
untuk menutup mata dengan kuat, adalah suatu otot sirkular tanpa insersio temporal. Otot
praseptal dan pratarsal memiliki caput medial superficial dan profondus yang berperan dalam
pemompaan air mata (Eva dan Whitcher, 2009).
Tepian palpebra ditunjang oleh tarsus, yaitu lempeng fibrosa kaku yang dihubungkan ke tepian
orbita oleh tendo-tendo kantus medialis dan lateralis. Septum orbitale, yang berasal dari tepian
orbita, melekat pada aponeurosis levatoris, kemudian menyatu dengan tarsus. Pada palpebra
inferior, septum bergabung dengan tepi bawah tarsus. Septum merupakan sawar yang penting
antara palpebra dan orbita (Eva dan Whitcher, 2009).
Terbenam di dalam lemak terdapat kompleks otot levator-retraktor utama palpebra superior dan
padanannya, fasia kapsulopalpebra di palpebra inferior. Otot levator berorigo di apeks orbita. Saat
memasuki palpebra, otot ini membentuk aponeurosis yang melekat pada sepertiga bawah tarsus
superior. Pada palpebra inferior, fasia kapsulopalpebra berasal dari musculus rectus inferior dan
berinsersio pada batas bawah tarsus. Ia berfungsi menarik palpebra inferior membentuk lapisan
berikutnya, yang melekat pada konjungtiva. Otot-otot simpatis ini juga merupakan retraktor
palpebra. Konjungtiva melapisi permukaan dalam palpebra. Konjungtiva palpebralis menyatu
dengan konjungtiva yang berasal dari bola mata dan mengandung kelenjar-kelenjar yang penting
untuk pelumasan kornea (Eva dan Whitcher, 2009).
Palpebra superior lebih besar dan lebih mudah digerakkan daripada palpebra inferior. Sebuah alur
yang dalam, biasanya terdapat di posisi tengah palpebra superior bangsa kulit putih, merupakan
tempat melekatnya serat-serat otot levator. Alur ini jauh lebih dangkal atau bahkan tidak ada pada
palpebra pada orang Asia. Dengan meningkatnya usia, kulit tipis palpebra superior cenderung
menggantung di atas alur palpebra tersebut dan bisa sampai menyentuh bulu mata. Penuaan juga
menipiskan septum orbitale sehingga terlihat bantalan lemak di bawahnya (Eva dan Whitcher, 2009).
Kantus lateralis terletak 1-2 mm lebih tinggi dari kantus medialis. Karena longgarnya insersio tendo
ke tepian orbita, kantus lateralis akan sedikit naik saat melihat ke atas (Eva dan Whitcher, 2009).
2.2.1 Persarafan Sensoris Palpebra
Persarafan sensoris palpebra berasal dari divisi pertama dan kedua nervus trigeminus (V). Nervus
lacrimalis, supraorbitalis, supratrochlearis, infrarochlearis, dan nasalia eksterna adalah cabang-
cabang divisi oftalmika nervus kranial kelima. Nervus infraorbitalis, zygomaticofacialis, dan
zygomaticotemporalis merupakan cabang-cabang divisi maksilaris (kedua) nervus trigeminus (Eva
dan Whitcher, 2009).
2.2.2. Pembuluh Darah dan Limfe Palpebra
Pasokan darah palpebra datang dari arteria lacrimalis dan opthalmica melalui cabang-cabang
palpebra lateral dan medialnya. Anastomosis di antara arteria palpebralis lateralis dan medialis
membentuk cabang-cabang tarsal yang terletak di dalam jaringan areolar submandibular. Drainase
vena dari palpebra mengalir ke dalam vena opthalmica dan vena-vena yang membawa darah dari
dahi dan temporal. Vena-vena itu tersusun dalam pleksus pra dan pascatarsal. Pembuluh limfe
segmen lateral palpebra berjalan ke dalam kelenjar getah bening preaurikular dan parotis. Pembuluh
limfe dari sisi medial palpebra mengalirkan isinya ke dalam kelenjar getah bening submandibular
(Eva dan Whitcher, 2009).
2.3. Etiologi Blefaritis
Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau menahun. Blefaritis
alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif dan bahan kosmetik. Infeksi kelopak dapat
disebabkan kuman Streptococcus alfa atau beta, Pneumococcus dan Pseudomonas. Demodex
folliculorum selain dapat merupakan penyebab dapat pula merupakan vektor untuk terjadinya
infeksi Staphylococcus. Dikenal bentuk blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif dan blefaritis
angularis. Blefaritis sering disertai dengan konjungtivitis dan keratitis (Ilyas, 2010).
2.4. Faktor Resiko Blefaritis
Berdasarkan American Optometric Association 2002, ada beberapa hal faktor resiko blefaritis antara
lain:
Penyakit sistemik yang mendasarinya
Dermatitis seboroik
Akne rosasea
Dermatitis atopik dan psoriasis
Sika keratokojuntivitis
2.5. Patofisiologi Blefaritis
Blefaritis anterior dapat disebabkan bakteri stafilokokk dan seborreik. Blefaritis stafilokok dapat
disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus, yang sering ulseratif atau Staphylococcus
epdiermidis (stafilokok koagulase-negatif). Blefaritis seborreik (non-ulseratif) umumnya berkaitan
dengan keberadaan Pityrosporum ovale meskipun organisme ini belum terbukti menjadi
penyebabnya. Sering kali kedua jenis blefaritis ada secara bersamaan (infeksi campur). Seborrhea
kulit kepala, alis, dan telinga sering menyertai blefaritis seborreik. Pada blefaritis posterior
merupakan peradangan palpebra akibat disfungsi kelenjar meibom. Blefaritis anterior dan posterior
bisa terjadi secara bersamaan. Dermatitis seboroik umumnya disertai dengan disfungsi kelenjar
meibom. Kolonisasi atau infeksi strain stafilokokok dalam jumlah memadai sering disertai dengan
penyakit kelenjar meibom dan bisa menjadi salah satu penyebab gangguan fungsi kelenjar meibom.
Lipase bakteri dapat menimbulkan peradangan pada kelenjar meibom dan konjungtiva serta
menyebabkan terganggunya film air mata (Eva dan Whitcher, 2009).
2.6. Manifestasi Klinis Blefaritis
Gejala utamanya blefaritis anterior adalah iritasi, rasa terbakar dan gatal pada tepi palpebra. Mata
yang terkena bertepi merah. Banyak sisi atau granulasi terlihat menggantung di bulu mata
palpebra superior dan inferior. Sedangakan blefaritis posterior bermanifestasi dalam aneka macam
gejala yang mengenai palpebra, air mata, konjungtiva dan kornea. Perubahan kelenjar meibom
mencakup peradangan muara meibom, sumbatan muatan kelenjar oleh sekret yang kental,
pelebaran kelenjar meibom dalam lempeng tarsus dan keluarnya sekret abnormal lunak mirip keju
bila kelenjar itu dipencet. Tepi palpebra tampak hiperemis dan telangiektasia. Palpebra juga
membulat dan menggulung ke dalam sebagai akibat parut pada konjungtiva tarsal, membentuk
hubungan yang abnormal antara film air mata prakornea dan muara-muara kelenjar meibom. Air
mata mungkin berbusa atau sangat berlemak (Eva dan Whitcher, 2009).
2.7. Klasifikasi Blefaritis
2.7.1 Blefaritis Bakterial
Infeksi bakteri pada kelopak dapat ringan sampai sangat berat. Diduga sebagian besar infeksi kulit
superficial kelopak diakibatkan Streptococcus. Bentuk infeksi kelopak dikenal sebagai folikulitis,
impetigo, dermatitis eskematoid. Pengobatan pada infeksi ringan ialah dengan memberikan
antibiotic lokal dan kompres basah dengan asam borat, Pada blefaritis sering diperlukan pemakaian
kompres hangat. Infeksi yang berat diberikan antibiotic sistemik (Ilyas, 2010).
2.7.2 Blefaritis Superfisial
Bila infeksi kelopak superficial disebabkan oleh Staphylococcus maka pengobatan yang terbaik
adalah dengan salep antibiotic seperti sulfasetamid dan sulfisoksazol. Sebelum pemberian antibiotic
krusta diangkat dengan kapas basah. Bila terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan
manual kelenjar Meibom untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom yang biasa menyertainya
(Ilyas, 2010).
2.7.3. Blefaritis Sebore
Blefaritis sebore biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 tahun) dengan keluhan mata kotor,
panas, dan rasa kelilipan. Gejalanya adalah sekret yang keluar dari kelenjar meibom, air mata
berbusa pada kantus lateral, hyperemia, hipertrofi papil pada konjungtiva. Pada kelopak dapat
terbentuk kalazion, hordeolum, madarosis, poliosis, dan jaringan keropeng.
Blefaritis sebore merupakan peradangan menahun yang sukar penanganannya. Pengobatannya
adalah dengan memperbaiki kebersihan dan membersihkan kelopak dari kotoran. Dilakukan
pembersihan dengan kapas lidi hangat. Dapat dilakukan pembersihan dengan nitras argenti 1%.
Salep sulfonamide berguna aksi keratolitiknya. Kompres hangat selama 5-10 menit. Kelenjar meibom
ditekan dan dibersihkan dengan shampoo bayi. Pada blefaritis sebore antibiotik diberikan lokal dan
sistemik seperti tetrasiklin oral 4 kali 250 mg (Ilyas, 2010).
2.7.4. Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau krusta pada pangkal bulu
mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan terjadinya luka kulit. Merupakan peradangan tepi
kelopak terutama yang mengenai kelenjar kulit di daerah akar bulu mata dan sering terdapat pada
orang dengan kulit berminyak. Blefaritis ini berjalan bersama dengan dermatitis sebore (Ilyas, 2010).
Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolic ataupun oleh jamur. Pasien dengan
blefaritis skuamosa akan merasa panas dan gatal. Pada blefaritis skuamosa terdapat sisik berwarna
halus-halus dan penebalan margo palpebra disertai dengan madarosis. Sisik ini mudah dikupas dari
dasarnya tanpa mengakibatkan perdarahan (Ilyas, 2010).
Pengobatan blefaritis skuamosa ialah dengan membersihkan tepi kelopak dengan shampoo bayi,
salep mata, dan steroid setempat disertai dengan memperbaiki metabolisme pasien. Penyulit yang
dapat terjadi pada blefaritis skuamosa adalah keratitis dan konjungtiva (Ilyas, 2010).
2.7.5. Blefaritis Ulseratif
Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat infeksi Staphylococcus.
Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna kekuning-kuningan yang bila diangkat akan
terlihat ulkus yang kecil dan mengeluarkan darah disekitar bulu mata. Pada blefaritis ulseratif
skuama yang terbentuk bersifat kering dan keras, yang bila diangkat akan luka dengan disertai
perdarahan. Penyakit ini bersifat infeksius. Ulserasi berjalan lanjut dan lebih dalam dan merusak
folikel rambut sehingga mengakibatkan rontok (madarosis) (Ilyas, 2010).
Pengobatan dengan antibiotic dan hygiene yang baik. Pengobatan pada blefaritis ulseratif dapat
dengan sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin. Biasanya disebabkan stafilokok maka diberi obat
staphylococcus. Apabila ulseratif luas pengobatan harus ditambah antibiotic sistemik dan diberi
roboransia. Penyulitnya adalah madarosis akibat ulserasi berjalan lanjut yang merusak folikel
rambut, trikiasis, keratitis superficial, keratitis pungtata, hordeolum, dan kalazion (Ilyas, 2010).
2.7.6. Blefaritis Angularis
Blefaritis angularis merupakan infeksi Staphylococcus pada tepi kelopak di sudut kelopak atau
kantus. Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak mata (kantus eskternus dan internus)
sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi pungtum lakrimal. Blefaritis angularis
disebabkan Staphylococcus aureus atau Morax Axenfeld. Biasanya kelainan bersifat rekuren.
Blefaritis angularis dapat diobati dengan sulfa, tetrasiklin dan seng sulfat. Penyulit pada pungtum
lakrimal bagian medial sudut balik mata yang akan menyumbat duktus lakrimal (Ilyas, 2010).
2.7.7. Blefaritis Virus
2.7.7.1. Herpes Zoster
Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion gaseri saraf trigeminus. Biasanya
herpes zoster akan mengenai orang dengan usia lanjut. Bila yang terkena ganglion cabang oftalmik
maka akan terlihat gejala-gejala herpes zoster pada mata dan kelopak mata atas (Ilyas, 2010).
Gejala tidak akan melampaui garis median kepala dengan tanda-tanda yang terlihat pada mata
adalah rasa sakit pada daerah yang terkena dan badan terasa demam. Pada kelopak mata terlihat
vesikel dan infiltrate pada kornea bila mata terkena. Lesi vesikel pada cabang oftalmik saraf
trigeminus superficial merupakan gejala yang khusus pada infeksi herpes zoster mata (Ilyas, 2010).
Pengobatan herpes zoster tidak merupakan obat spesifik tapi hanya simtomatik. Pengobatan steroid
superficial tanpa masuk ke dalam mata akan mengurangkan gejala radang. Terdapat berbagai
pendapat mengenai pengobatan steroid sistemik. Pengobatan stroid dosis tinggi akan
mengurangkan gejala yang berat. Hati-hati kemungkinan terjadinya viremia pada penderita penyakit
yang menahun. Infeksi herpes zoster diberi analgesic untuk mengurangkan rasa sakit, penyulit yang
dapat terjadi pada herpes zoster oftalmik adalah uveitis, parese otot penggerak mata, glaucoma, dan
neuritis optik (Ilyas, 2010).
2.7.7.2. Herpes Simpleks
Vesikel kecil dikelilingi eritema yang dapat disertai dengan keadaan yang sama pada bibir merupakan
tanda herpes simpleks kronik. Dikenal bentuk blefaritis simpleks yang merupakan radang tepi
kelopak ringan dengan terbentuknya krusta kuning basah pada tepi bulu mata, yang mengakibatkan
kedua kelopak lengket (Ilyas, 2010).
Tidak terdapat pengobatan spesifik. Bila terdapat infeksi sekunder dapat diberi antibiotic sistemik
atau topikal. Pemberian kortikosteroid merupakan kontraindikasi karena dapat mengakibatkan
menularnya herpes simpleks pada kornea. Asiklovir dan IDU dapat diberikan terutama pada infeksi
dini (Ilyas, 2010).
2.7.8. Blefaritis Jamur
2.7.8.1. Infeksi Superfisial
Infeksi jamur pada kelopak superficial biasanya diobati dengan griseofulvin terutama efektif untuk
eipdermomikosis. Diberikan 0,5-1 gram sehari dengan dosis tunggal atau dibagi rata. Pengobatan
diteruskan 1-2 minggu setelah terlihat gejala menurun. Untuk infeksi kandida diberi pengobatan
nistatin topikal 100.000 unit per gram (Ilyas, 2010).
2.7.8.2. Infeksi Jamur Dalam
Pengobatan infeksi jamur dalam adalah secara sistemik. Infeksi Actinomyces dan Nocardia efektif
diobati dengan sulfonamid, penisilin atau antibiotic spektrum luas. Amfoterisin B dipergunakan
untuk pengobatan Histoplasmosis, sporotrikosis, aspergilosis, torulosis, kriptokokosis dan
blastomikosis (Ilyas, 2010).
Pengobatan Amferoterisin B dimulai dengan 0,05-0,1 mg/Kg BB, yang diberikan intravena lambat
selama 6-8 jam. Dilarutkan dalam dekstrose 5% dalam air. Dosis dinaikkan sampai 1 mg/Kg BB, dosis
total tidak boleh melebihi 2 gram. Pengobatan diberikan setiap hari selama 2-3 minggu setelah
gejala berkurang. Penyulit yang terberat adalah kerusakan ginjal yang akan membuat urea darah
meningkat dan terdapatnya cast dan darah dalam urin. Bila terjadi peningkatan urea nitrogen darah
melebihi 50 atau kreatinin lebih 2 maka pengobatan harus dihentikan. Obat ini toksik dan
memerlukan penentuan indikasi pemakaian yang tepat (Ilyas, 2010).
2.7.8.3. Blefaritis Pedikulosis
Kadang-kadang pada penderita dengan hygiene yang buruk akan dapat bersarang tuma atau kutu
pada pangkal silia didaerah margo palpebra. Pengobatan pedikulosis adalah dengan aplikasi salep
merupakan ammoniated 3%. Salep fisotigmin dan tetes mata DFP cukup efektif untuk tuma atau
kutu ini (Ilyas, 2010).
2.7.9. Alergi
2.7.9.1. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak penyebabnya adalah bahan yang berkontak pada kelopak, maka dengan
berjalannya waktu gejala akan berkurang. Pengobatan dengan melakukan pembersihan kelopak dari
bahan penyebab, cuci dengan larutan NaCl, beri salep mengandung steroid sampai gejala berkurang
(Ilyas, 2010).
2.7.9.2. Blefaritis Urtikaria
Urtikaria pada kelopak terjadi akibat masuknya obat atau makanan pada pasien yang rentan. Untuk
mengurangi keluhan umum diberikan steroid topikal ataupun sistemik, dan dicegah pemakaian
steroid lama. Obat antihistamin untuk mengurangi gejala alergi (Ilyas, 2010)
2.8. Penatalaksanaan Blefaritis
Pengobatan pada blefaritis akut adalah menjaga kebersihan dan pemberian obat antibiotik Tidak ada
pengobatan yang lengkap untuk blefaritis kronik. Pengobatan blefaritis antara lain :

Menjaga higene (misalnya kompres)
Pemakaian shampoo anti ketombe misalnya selenium
Obat tetes mata atau salep antibiotik misalnya eritromisin, bacitracin, polimiksin, gentamisin
(American Optometric Association, 2002)

Peradangan yang jelas pada struktur-struktur mengharuskan pengobatan aktif, termasuk terapi
antibiotik sistemik dosis rendah jangka panjang, biasanya doxycyline (100 mg dua kali sehari) atau
eritromisin (250 mg tiga kali sehari), tetapi juga berpedoman pada hasil biakan bakteri dari tepi
palpebra dan steroid topikal lemah (sebaiknya jangka pendek) misalnya prednisolon 0,125% dua kali
sehari (Eva dan Whitcher, 2009)


BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Blefaritis adalah radang yang sering terjadi pada kelopak merupakan radang kelopak dan tepi
kelopak. Radang bertukak atau tidak pada tepi kelopak biasanya melibatkan folikel dan kelenjar
rambut. Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau menahun.
Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif dan bahan kosmetik. Infeksi
kelopak dapat disebabkan kuman Streptococcus alfa atau beta, Pneumococcus dan Pseudomonas.
Demodex folliculorum selain dapat merupakan penyebab dapat pula merupakan vektor untuk
terjadinya infeksi Staphylococcus. Dikenal bentuk blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif dan
blefaritis angularis. Blefaritis sering disertai dengan konjungtivitis dan keratitis (Ilyas, 2010). Gejala
utamanya blefaritis anterior adalah iritasi, rasa terbakar dan gatal pada tepi palpebra. Mata yang
terkena bertepi merah. Banyak sisi atau granulasi terlihat menggantung di bulu mata palpebra
superior dan inferior. Sedangkan blefaritis posterior bermanifestasi dalam aneka macam gejala yang
mengenai palpebra, air mata, konjungtiva dan kornea (Eva dan Whitcher, 2009). Dan memiliki
beberapa klasifikasi blefaritis sesuai dengan penyebabnya (Ilyas, 2010).
3.2. Saran
Dalam penanganan blefaritis sebaiknya harus benar-benar teliti, sebab blefaritis dapat menimbulkan
komplikasi. Terutama kebersihan mata juga perlu dijaga dalam kebiasaan sehari-hari. Selama ini
blefaritis mungkin salah satu penyakit mata yang ringan, tetapi juga dapat menimbulkan dampak
yang lebih parah. Penatalaksanaan blefaritis pasien diberikan edukasi bagaimana melakukan
perawatan mata.

Anda mungkin juga menyukai