Anda di halaman 1dari 163

Laporan Perkembangan

Perbankan Syariah
2012
















DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH

LPPS 2012

| ii






Bismillahirrahmaanirrahiim,
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang























LPPS 2012

| iii









VISI : Terwujudnya sistem perbankan syariah yang sehat, kuat dan

istiqamah terhadap prinsip syariah dalam kerangka keadilan,

kemaslahatan dan keseimbangan, guna mencapai masyarakat
yang sejahtera secara material dan spiritual (falah)


MISI : Mewujudkan iklim yang kondusif untuk pengembangan
perbankan syariah yang kompetitif, efisien dan memenuhi prinsip
syariah dan prinsip kehati-hatian, yang mampu mendukung sektor
riil melalui kegiatan berbasis bagi hasil dan transaksi riil dalam
rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional



LPPS 2012

| i

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, petunjuk dan
hidayah-Nya sehingga dengan izin dan kasih-sayang-Nya kita dapat melalui berbagai tantangan dan
dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing selama tahun 2012. Hingga tahun
2012 perkembangan dan kinerja usaha perbankan Syariah Indonesia masih mengalami pertumbuhan
yang relatif cukup tinggi ditengah melambatnya perekonomian global. Hal ini merupakan indikasi
nyata dari masih besarnya keinginan masyarakat Indonesia untuk mencapai sebuah kehidupan yang
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur seperti nilai keadilan, keseimbangan dan kemanfaatan bagi semua
yang ditawarkan oleh keuangan dan perbankan syariah, yang tidak hanya menjunjung tinggi
keuntungan dan nilai duniawi semata.
Pertumbuhan aset perbankan syariah pada akhir tahun 2012 yang mencapai 34% (yoy), dan
pertumbuhan pembiayaan yang tetap tinggi yang mencapai 44% (yoy) dengan NPF gross
perbankan syariah (BUS+UUS) yang terkendali, merupakan beberapa contoh masih tetap terjaganya
kinerja perbankan syariah Indonesia. Walaupun sepanjang tahun 2012 dampak krisis keuangan
global cenderung melambatkan laju pertumbuhan ekonomi di berbagai negara, namun memiliki
pengaruh yang relatif minimal terhadap industri perbankan syariah nasional, yang terlihat antara lain
dari pertumbuhan volume usaha perbankan syariah yang relatif masih cukup tinggi. Pencapaian ini
tidak terlepas dari besarnya ekspansi jaringan kantor dan layanan perbankan syariah yang ditunjang
antara lain oleh infrastruktur grup perbankan syariah, strategi promosi dan edukasi masyarakat di
bidang perbankan syariah yang ditempuh melalui koordinasi/sinergi Bank Indonesia dengan pelaku
industri maupun stakeholders lainnya.
Uraian berbagai kondisi dan perkembangan yang dihadapi industri perbankan syariah dan
sektor terkait, dilengkapi dengan pelaksanaan kebijakan di bidang penelitian, pengaturan,
pengawasan, perizinan dan pengembangan perbankan syariah oleh Bank Indonesia, serta perkiraan
mengenai perkembangan dan arah kebijakan ke depan dicakup dalam laporan ini. Dengan adanya
laporan ini diharapkan dapat mendokumentasikan perkembangan yang dihadapi oleh industri
perbankan syariah nasional selama tahun 2012, serta sebagai salah satu bentuk dari akuntabilitas
publik agar seluruh stakeholders Bank Indonesia dapat memperoleh informasi yang lengkap dan jelas
tentang perkembangan industri perbankan syariah dengan berbagai macam tantangan dan peluang
serta arah kebijakan Bank Indonesia maupun perkembangan sektor terkait seperti keuangan syariah
non perbankan.
Atas nama Bank Indonesia, saya menyampaikan perhargaan kepada seluruh stakeholders
atas usaha dan kerjasama yang baik dalam rangka menumbuhkembangkan perbankan syariah.
Semoga Allah SWT memberikan hidayah dan kekuatan bagi kita untuk melaksanakan tugas dengan
sebaik-baiknya.
Billaahittaufiq Walhidayah, Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 29 April 2013
DEPUTI GUBERNUR
BANK INDONESIA


LPPS 2012

| ii

RINGKASAN EKSEKUTIF
Proses pemulihan perekonomian global sudah mulai dirasakan pada akhir tahun 2012,
walaupun di beberapa bagian dunia masih ada yang justru baru memasuki krisis keuangan dan
perekonomian. Namun secara umum arah perkembangan perekonomian pada tahun 2013
diprakirakan akan lebih baik dari pada tahun 2012. Terlebih untuk kinerja perekonomian Indonesia
dengan tingkat konsumsi domestik relatif tinggi dan kelas menengah yang meningkat serta ditunjang
oleh kondisi makro ekonomi yang relatif terjaga dengan baik, merupakan beberapa faktor penyebab
perekonomian nasional tidak terlalu terpengaruh oleh krisis perekonomian global. Begitu pula
dengan perbankan syariah nasional, relatif tidak begitu signfikan mengalami dampak krisis ekonomi
global pada awal tahun 2012 sejalan dengan fokus perbankan Indonesia yang lebih tertuju kepada
pasar domestik yang masih besar, serta potensi pangsa perbankan syariah yang masih tinggi di
Indonesia, dengan pangsa pasar sampai dengan akhir tahun 2012 telah mendekati 5%.
Sepanjang tahun 2012, kinerja industri perbankan syariah nasional yang masih didominasi
struktur asetnya sekitar 98% oleh Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) relatif
cukup baik, tercermin dari : (i) fungsi intermediasi berada pada tingkat yang optimal dengan rata-
rata FDR sebesar 97,16%; (ii) tingkat kecukupan modal (CAR) masih jauh di atas minimum 8% dengan
rata-rata CAR sebesar 15,17%; dan (iii) tingkat pembiayaan bermasalah (Non Performing
Financing/NPF) masih di bawah 5% dengan rata-rata sebesar 2,72% dan bahkan untuk posisi
Desember 2012 mencapai 2,22%. Walaupun begitu, dari sisi pertumbuhan aset, terjadi
perlambatan aset industri yang relatif signifikan pada bulan Maret sampai dengan bulan September
2012, lebih karena penurunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang cukup tajam. Penurunan ini disebabkan
antara lain karena penarikan dana simpanan milik pemerintah (Kementerian Agama) dari bank
syariah yang cukup besar, dimana dialihkan ke Sukuk Dana Haji Indonesia guna memenuhi target
pendanaan pembangunan. Namun pada bulan-berikutnya, DPK dan aset bank syariah mengalami
peningkatan kembali. Dengan demikian, pelambatan pertumbuhan industri perbankan syariah lebih
akibat kondisi domestik. Perkembangan perbankan syariah selama satu tahun terakhir cukup
menggembirakan, dimana total asetnya meningkat menjadi Rp. 199,72 triliun dan melebihi proyeksi
moderat tahun sebelumnya sebesar Rp.187,2 triliun
Sementara itu, dalam rangka untuk terus meningkatkan dan mengembangkan industri
perbankan syariah, Bank Indonesia juga terus melakukan penelitian dan pengembangan baik secara
internal bekerja sama dengan lembaga lain maupun melalui berbagai forum, seminar dan workshop
dengan melibatkan pihak di dalam negeri maupun di luar negeri. Selain itu, pengawasan dan
pemeriksaan perbankan syariah tahun 2012 diarahkan untuk memastikan ketahanan perbankan
syariah terhadap risiko dan difokuskan kepada area-area yang cenderung berisiko dan menjadi
perhatian masyarakat, termasuk diantaranya dengan melakukan pemeriksaan secara khusus
terhadap teknologi informasi (TI), pemeriksaan khusus atas pembiayaan beragun emas, dan pemeriksaan
atas produk baru yang diajukan bank (pembiayaan mikro). Pada tahun 2012, Bank Indonesia juga
menerbitkan sejumlah Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan surat edaran, antara lain mengenai
penyempurnaan pedoman pengawasan terkait GWM dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi BUS,
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah bagi BPRS, dan Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and
Proper Test) Bank Syariah dan UUS. Bank Indonesia juga melihat semakin berkembangnya produk
dan jasa perbankan syariah pada tahun 2012, yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan
LPPS 2012

| iii

permohonan produk dan jasa baru, baik yang dikategorikan sebagai permohonan produk/jasa baru
maupun sebagai laporan atas produk/jasa baru yaitu meningkat sebesar 30% dibanding tahun 2011,
dimana permohonan produk di sisi pembiayaan lebih besar dibandingkan sisi pendanaan.
Dalam rangka proses pengembangan perbankan syariah, Bank Indonesia melakukan
program edukasi dan promosi perbankan syariah kepada berbagai kalangan dalam berbagai even,
baik atas inisiatif Bank Indonesia sendiri maupun bekerjasama dengan stakeholders lain. Kegiatan
dimaksud, tidak hanya dilakukan di dalam negeri namun juga dilaksanakan di luar negeri seperti
pelaksanaan training of trainers, seminar internasional maupun pengiriman narasumber ke luar
negeri untuk lebih mengenalkan framework pengembangan perbankan dan keuangan syariah
Indonesia. Kerjasama dengan berbagai institusi di dalam negeri maupun di luar negeri akan tetap
dipelihara dan ditingkatkan, seperti dengan Dewan Syariah Nasional MUI, IAI, Kementerian
Keuangan, industri perbankan syariah domestik maupun dengan institusi keuangan syariah
internasional seperti IDB, IFSB, IIFM dan IILM. Kerjasaman dan kegiatan-kegiatan ini dilaksanakan
dalam rangka semakin mengukuhkan keberadaan Indonesia di kancah perkembangan keuangan
syariah global. Atas kegiatan promosi perbankan syariah pada tahun 2012 tersebut ternyata
diapresiasi oleh kalangan internasional, dimana Bank Indonesia memperoleh penghargaan dari
Islamic Finance News (IFN) Malaysia sebagai The Best Central Bank in Promoting Islamic Finance.
Berkenaan dengan prospek dan arah kebijakan perekonomian ke depan, Bank Indonesia
memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2013 relatif lebih baik dibandingkan tahun
2012 dan berkisar 6,2 6,6%. Bank Indonesia juga akan terus memperkuat bauran kebijakan antara
lain melalui kebijakan nilai tukar yang diarahkan untuk stabilisasi nilai tukar agar pergerakan nilai
tukar rupiah tersebut sesuai dengan kondisi fundamentalnya dan kebijakan makroprudensial yang
diarahkan untuk menjaga kestabilan sistem keuangan serta memperkuat koordinasi Bank Indonesia
dan Pemerintah, khususnya dalam memperkuat struktur perekonomian dan memperluas sumber
pembiayaan ekonomi. Kebijakan tersebut akan dilengkapi oleh kebijakan di bidang perbankan yang
difokuskan pada tiga koridor utama yaitu : (i) pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, (ii)
penguatan ketahanan dan daya saing perbankan, dan (iii) penguatan fungsi intermediasi. Sementara
untuk perbankan syariah, prospek ekonomi dan kebijakan tersebut diharapkan akan semakin
mendorong pertumbuhan industri ke depan khususnya melalui potensi pasar yang masih besar yang
belum tergarap sepenuhnya seiring dengan membaiknya pendapatan per kapita masyarakat,
koordinasi yang lebih baik antar stakeholders dalam pengembangan keuangan syariah dan kuatnya
sektor konsumsi domestik serta keberhasilan program promosi dan edukasi publik perbankan
syariah.





LPPS 2012

| iv

DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................................................... i
Ringkasan Eksekutif ............................................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................... iv
Daftar Grafik .................................................................................................................................. vi
Daftar Tabel ................................................................................................................................ viii

BAB I. PERKEMBANGAN INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH

1.1. Kondisi Umum .................................................................................................................. 1
1.2. Kelembagaan ..................................................................................................................... 3
1.3. Penghimpunan Dana ......................................................................................................... 4
1.4. Penyaluran Dana ............................................................................................................... 6
1.5. Profitabilitas dan Permodalan ......................................................................................... 11
1.6. Pelaksanaan Fungsi Sosial dan Linkage Program ............................................................ 13

BAB II. PELAKSANAAN KEBIJAKAN

2.1. Penelitian, Pengembangan dan Pengaturan Bank Syariah ............................................. 15
2.1.1. Kegiatan Bidang Penelitan................................................................................... 16
2.1.2. Kegiatan Bidang Pengaturan .............................................................................. 22
2.1.3. Kegiatan Bidang Review Kebijakan dan Standar Internasional ........................... 24
2.1.4. Kegiatan Bidang Pengembangan Pengawasan ................................................... 28
2.1.5. Kegiatan Bidang Pengembangan Produk dan Edukasi ........................................ 32

Boks. Kajian Model Bisnis Perbankan Syariah ............................................................ 17
Boks. Working Group Produk Perbankan Syariah ...................................................... 34

2.2. Pengawasan Bank Syariah ............................................................................................... 40
2.2.1. Peningkatan Kualitas Pengawasan Melalui Forum Panel dan Pelatihan ............. 40
2.2.2. Pelaksanaan Pengawasan ................................................................................... 40

2.3. Perizinan Bank Syariah .................................................................................................... 45
2.3.1. Perizinan Kelembagaan ........................................................................................ 45
2.3.2. Fit and Proper Test .............................................................................................. 46
2.3.3. Perkembangan Produk dan Jasa ......................................................................... 47

BAB III. HUBUNGAN KERJASAMA DOMESTIK DAN INTERNASIONAL

3.1. Kerjasama Dengan Lembaga Domestik ......................................................................... 49
3.1.1. Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) ........................... 50
3.1.2. Working Group Perbankan Syariah............................ 51
3.1.3. Komite Perbankan Syariah..................................................................................52
3.2. Kerjasama dengan Lembaga Internasional ................................................................. ..54
3.2.1. Islamic Development Bank (IDB) ......................................................................... .54
LPPS 2012

| v

3.2.2. Islamic Financial Services Board (IFSB)................................................................. 55
3.2.3. International Islamic Financial Market (IIFM) ...................................................... 56
3.2.4. Accounting and Auditing for Islamic Financial Institution (AAOIFI).................... 57
3.2.5. International Islamic Liquidity Management (IILM) ............................................ 57

Boks. Standar IFSB Tahun 2012 ................................................................................... 60

BAB IV. PERKEMBANGAN OPERASI MONETER, PASAR KEUANGAN DAN LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH NON BANK
4.1. Operasi Moneter Syariah ................................................................................................ 64
4.1.1. Pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka (OPT) Syariah.............................................. 65
4.1.2. Perkembangan Aset Likuid Perbankan Syariah .................................................... 67
4.2. Perkembangan Pasar Uang Syariah (PUAS) .................................................................... 68
4.2.1. Volume dan Frekuensi Transaksi PUAS ................................................................ 68
4.2.2. Tingkat Imbalan di PUAS ...................................................................................... 70
4.2.3. Pelaku Transaksi di PUAS ..................................................................................... 70
4.3. Perkembangan Surat Berharga Syariah Negara .72
4.4. Perkembangan Pasar Modal Syariah ............................................................................... 76
4. 4.1.Kebijakan Pengembangan Pasar Modal Syariah .... 76
4.4.2. Perkembangan Produk Syariah di Pasar Modal ................................................... 79
4.5. Perkembangan Perasuransian Syariah ........................................................................... 85
4.5.1. Kebijakan Pengembangan di Bidang Usaha Asuransi Syariah ............................. 85
4.5.2. Perkembangan Usaha Asuransi Syariah dan Usaha Reasuransi Syariah 87
4.6. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Syariah ......................................................... ..91

BAB V. PROSPEK DAN ARAH KEBIJAKAN

5.1. Prospek Kondisi Perekonomian 2013 .............................................................................. 96
5.2. Dampak Makroekonomi Terhadap Perbankan Syariah ................................................ 100
5.3. Proyeksi Pertumbuhan Perbankan Syariah 2013 ......................................................... 102
5.4. Arah Kebijakan .............................................................................................................. 104

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................................................... 112
DAFTAR ISTILAH .......................................................................................................................... 114


LAMPIRAN
L1. Ikhtisar Ringkas Hasil Kajian Perbankan Syariah Tahun 2012 ........................................ 116
L2. Ikhtisar Ketentuan Perbankan Syariah Tahun 2012 ....................................................... 125
L3. Daftar Kegiatan Edukasi Publik di Bidang Perbankan Syariah Tahun 2012 .................... 134
L4. Indikator Perkembangan Perbankan Syariah ................................................................. 143




LPPS 2012

| vi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1. Perkembangan Aset Perbankan Syariah ............................................................................ 2
Grafik 1.2. Perkembangan Kegiatan Usaha Perbankan Syariah per Propinsi ...................................... 3
Grafik 1.3. Komposisi Sumber Dana .................................................................................................... 5
Grafik 1.4. Jangka Waktu DPK BUS & UUS .......................................................................................... 5
Grafik 1.5. Deposito BUS & UUS dan Tingkat Imbalan Nasabah ......................................................... 6
Grafik 1.6. DPK BUS & UUS Menurut Golongan Nasabah ................................................................... 6
Grafik 1.7. Komposisi Aset Perbankan Syariah 2012 ........................................................................... 7
Grafik 1.8. Perkembangan Pembiayaan .............................................................................................. 8
Grafik 1.9. Pembiayaan BUS & UUS per Sektor Usaha 2012 ............................................................... 9
Grafik 1.10. Pembiayaan Properti ...................................................................................................... 10
Grafik 1.11. Perkembangan NPF BUS & UUS ..................................................................................... 10
Grafik 1.12. Pendapatan, Biaya dan Efisiensi BUS & UUS .................................................................. 12
Grafik 1.13. Profitabilitas Perbankan Syariah .................................................................................... 12
Grafik 1.14. Perkembangan Dana Sosial/Linkage Program BUS dan UUS ......................................... 14
Grafik 1.15. Rata-rata Pertumbuhan Dana Sosial/Linkage Program BUS dan UUS ........................... 14
Grafik.2.1. Profil Risiko BUS 2011 .................................................................................................... 42
Grafik.2.2 . Profil Risiko BUS 20112 .................................................................................................. 42
Grafik.2.3. Tingkat Kesehatan BUS 2011 .......................................................................................... 43
Grafik.2.4. Tingkat Kesehatan BUS 2012 ........................................................................................... 43
Grafik.2.5. Tingkat Kesehatan BPRS 2011 .......................................................................................... 44
Grafik.2.6. Tingkat Kesehatan BPRS 2012 .......................................................................................... 44
Grafik.2.7. Permohonan Produk ........................................................................................................ 47
Grafik.2.8. Produk Pembiayaan ......................................................................................................... 47
Grafik.4.1. Komposisi Instrumen Operasi Moneter (Kontraksi) Syariah vs Konvensional ................. 65
Grafik.4.2. Perkembangan Posisi FASBIS dan Excess Reserve ............................................................ 67
Grafik.4.3. Perkembangan Rasio Aset Likuid .................................................................................... 68
Grafik.4.4. Rata-rata Harian Volume dan Frekuensi Transaksi PUAS ................................................ 69
Grafik.4.5. Pembiayaan dan DPK ....................................................................................................... 69
Grafik.4.6. Likuiditas Perbankan Syariah ........................................................................................... 70
Grafik 4.7. Pergerakan Tingkat Imbalan PUAS ................................................................................... 70
Grafik 4.8. Komposisi Kepemilikan SBSN ........................................................................................... 74
Grafik 4.9. Komposisi Kepemilikan SBSN per BUS dan UUS .............................................................. 74
Grafik 4.10. Perkembangan Sukuk ..................................................................................................... 79
Grafik 4.11. Proporsi Sukuk terhadap Obligasi .................................................................................. 80
Grafik 4.12. Perkembangan Outstanding SBSN ................................................................................. 80
Grafik 4.13. Proporsi Outstanding SBSN terhadap SUN .................................................................... 80
Grafik 4.14. Perkembangan Reksadana Syariah ................................................................................ 81
Grafik 4.15. Komposisi Reksadana Syariah ........................................................................................ 81
LPPS 2012

| vii

Grafik 4.16. Kontribusi Reksadana Syariah ....................................................................................... 82
Grafik 4.17. Perkembangan Saham Syariah ....................................................................................... 82
Grafik 4.18. Bidang Industri Saham Syariah ....................................................................................... 83
Grafik 4.19. Perkembangan dan Kapitalisasi Pasar Indeks Saham Syariah Indonesia ....................... 83
Grafik 4.20. Perkembangan dan Kapitalisasi Pasar Jakarta Islamic Index ........................................ 84
Grafik 4.21. Perkembangan Total Aset dan Piutang Perusahaan Pembiayaan Syariah .................... 92
Grafik 4.22. Perbandingan Porsi Aset Perusahaan Pembiayaan Syariah dengan Konvensional ...... 92
Grafik 4.23. Perbandingan Porsi Piutang Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Konvensional ....... 93
Grafik 4.24. Komposisi Jenis Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah ........ 94
Grafik 4.25. Sumber Pendanaan Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Syariah ................................. 94
Grafik 5.1. FDR, CAR dan NPF Perbankan Syariah (BUS dan UUS) ................................................. 101
Grafik 5.2. Break Down Pembiayaan Perbankan Syariah ............................................................. 101
Grafik 5.3. Proyeksi dan Realisasi Total Aset Perbankan Syariah .................................................. 103
Grafik 5.4. Proyeksi Market Share Perbankan Syariah .................................................................. 103
Grafik 5.5. Proyeksi dan Realisasi Total DPK Perbankan Syariah .................................................. 103
Grafik 5.6. Proyeksi dan Realisasi Total Pembiayaan Perbankan Syariah ...................................... 104
Grafik 5.7. Perkembangan Share Aset BUS dan UUS Terhadap 10 BUK Induk terbesar ................ 109

Bagan 1. Struktur Organisasi IILM (2012) ......................................................................................... 59
Bagan 2. Layanan Syariah Industri Pasar Modal ............................................................................. 84

















LPPS 2012

| viii

DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Syariah .................................................................... 4
Tabel.1.2. Perkembangan DPK 2012 .................................................................................................... 5
Tabel 3.1. Lembaga/Organisasi Terkait Perbankan Syariah 2012 ..................................................... 49
Tabel 4.1. Indikator Perbankan .......................................................................................................... 64
Tabel 4.2. Volume dan Frekuensi Transaksi PUAS ........................................................................... 69
Tabel 4.3. Perkembangan Pelaku Transaksi PUAS ............................................................................. 71
Tabel 4.4. Komposisi Pelaku Transaksi PUAS .................................................................................... 71
Tabel 4.5. Rasio PUAS ........................................................................................................................ 72
Tabel 4.6. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)......72
Tabel 4.7.10. SBSN yang aktif diperdagangkan .......75
Tabel 4.8. Perkembangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi dengan Prinsip Syariah ................ 88
Tabel 4.9. Kekayaan Usaha Asuransi dan Reasuransi dengan Prinsip Syariah .................................. 88
Tabel 4.10. Investasi Usaha Asuransi dan Reasuransi dengan Prinsip Syariah .................................. 89
Tabel 4.11. Portofolio Investasi Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Syariah .............................. 89
Tabel 4.12. Kontribusi Bruto Usaha Asuransi dan Reasuransi dengan Prinsip Syariah ................... 90
Tabel 4.13. Penetrasi dan Densitas Usaha Asuransi dan Reasuransi dengan Prinsip Syariah ........... 90
Tabel 4.14. Manfaat Bruto Asuransi dan Reasuransi dengan Prinsip Syariah .................................. 91
Tabel 4.15. Perusahaan Pembiayaan Syariah (2008 2012) ............................................................ 91
Tabel 4.16. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Syariah (2008 2012) ................................... 93
Tabel 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi (%) ................................................................................ 97
Tabel 5.2. Proyeksi dan Pertumbuhan Aset, DPK dan Pembiayaan tahun 2013 ............................. 104














LPPS 2012

| ix













Halaman ini sengaja dikosongkan ..


LPPS 2012

| i











Halaman ini sengaja dikosongkan ..
LPPS 2012

1

BAB I. PERKEMBANGAN INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH
1.1. KONDISI UMUM
Kinerja perekonomian Indonesia pada tahun 2012 cukup menggembirakan di tengah
perekonomian dunia yang melemah dan diliputi ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi dapat
dipertahankan pada tingkat yang cukup tinggi, yaitu 6,2%, dengan inflasi yang terkendali pada tingkat
yang rendah (4,3%) sehingga berada pada kisaran sasaran inflasi 4,51%. Di tengah menurunnya
kinerja ekspor, pertumbuhan ekonomi lebih banyak ditopang oleh permintaan domestik yang tetap
kuat, terutama yang berasal dari konsumsi rumah tangga yang mencapai pertumbuhan tertinggi sejak
krisis keuangan global tahun 2008/2009, didukung oleh terjaganya daya beli dan keyakinan konsumen
yang meningkat. Selain itu secara sektoral, pertumbuhan ekonomi domestik masih ditopang oleh tiga
sektor utama, yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), serta
sektor pengangkutan dan komunikasi. Perkembangan tersebut didukung oleh kondisi ekonomi makro
dan sistem keuangan yang kondusif yang memungkinkan rumah tangga dan sektor usaha melakukan
kegiatan ekonominya dengan baik. Kondusifnya kondisi makro dan sistem keuangan dimaksud tidak
terlepas dari bauran kebijakan moneter, nilai tukar dan makroprudensial serta penguatan koordinasi
dengan pemerintah yang ditempuh Bank Indonesia.
Sejalan dengan kinerja perekonomian yang baik, stabilitas sistem keuangan di tahun 2012
tetap terjaga, dan sektor perbankan secara umum juga masih mampu mempertahankan kinerja positif
yang tercermin pada peningkatan fungsi intermediasi, perbaikan efisiensi, dan ketahanan dalam
menghadapi krisis. Sepanjang tahun 2012 total aset bank umum tumbuh sebesar 16,7% (yoy) menjadi
Rp4.262,6 triliun, salah satunya didorong oleh ekspansi kredit bank umum konvensional (BUK) yang
mencapai Rp507,8 triliun atau 23,1% (yoy). Meskipun sedikit melambat dibandingkan dengan
pertumbuhan kredit tahun 2011 sebesar 24,6%, secara umum fungsi intermediasi perbankan masih
menunjukkan peningkatan seiring makin besarnya kontribusi kredit pada sektor-sektor produktif
dalam bentuk kredit investasi dan modal kerja (70,5%, dari tahun sebelumnya 69,7%), bunga kredit
yang makin terjangkau (rata-rata menurun 68 bps dari tahun lalu), dan rasio LDR yang terus membaik
menjadi 83,6%, dari tahun sebelumnya sebesar 78,8%.
Efisiensi perbankan dalam periode laporan juga semakin membaik, ditandai oleh penurunan
rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional pada BUK dari 85,4% menjadi 74,1%.
Penurunan rasio tersebut didukung oleh peningkatan pendapatan seiring berlanjutnya ekspansi kredit,
dan peningkatan efisiensi operasional diantaranya dalam bentuk penurunan biaya overhead.
Sementara dari sisi ketahanan menghadapi krisis, sekalipun terjadi ekspansi kredit yang cukup tinggi,
permodalan bank secara umum tergolong memadai. Hal ini diindikasikan oleh modal BUK yang pada
tahun laporan tercatat sebesar Rp500,1 triliun atau meningkat 22,5% dari tahun lalu, dengan rata-rata
Capital Adequacy Ratio (CAR) meningkat dari 16,0% menjadi sebesar 17,4%. Selain itu, kondisi
likuiditas perbankan masih memadai dalam mengantisipasi penarikan dana nasabah, tercermin dari
rasio alat likuid terhadap non-core deposit sebesar 113,7%, masih diatas threshold 100%.
Kondisi perekonomian yang kondusif juga berdampak positif terhadap perkembangan
perbankan syariah. Secara nasional, volume usaha perbankan syariah yang terdiri atas Bank Umum
Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) meningkat 34,0%
(yoy) dari posisi Rp149,0 triliun pada tahun 2011, menjadi Rp199,7 triliun pada tahun 2012 (Grafik
LPPS 2012

2

1.1). Laju pertumbuhan volume usaha tersebut lebih rendah dibandingkan tahun lalu (48,6%, yoy) dan
terutama dialami oleh kelompok BUS.
Penurunan laju pertumbuhan usaha yang dihadapi perbankan terkait perlambatan
pertumbuhan ekonomi yang dipengaruhi ketidakpastian pemulihan ekonomi global dan penurunan
harga komoditas, secara umum tidak mempengaruhi pertumbuhan perbankan syariah. Hal ini
mengingat, masih terbatasnya eksposur perbankan syariah pada sektor-sektor tradable dan berbasis
komoditas seperti sektor manufaktur, pertanian dan pertambangan. Namun demikian, pertumbuhan
perbankan syariah tampaknya cukup terpengaruh oleh meningkatnya intensitas kompetisi di sektor
perbankan sejalan dengan tren penurunan suku bunga. Meningginya intensitas persaingan tersebut
mendorong terkonsentrasinya likuiditas pada sekelompok kecil BUK sehingga sebagian besar BUK
lainnya dan juga bank-bank umum syariah harus berkompetisi secara kurang sehat yang berujung
pada tingginya return dan harga produk yang ditawarkan serta relatif rendahnya efisiensi operasional,
yang selanjutnya mempengaruhi kinerja bank-bank tersebut.
Meskipun mengalami perlambatan, laju pertumbuhan aset perbankan syariah tersebut tetap
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan aset perbankan secara nasional, sehingga pangsa perbankan
syariah terhadap industri perbankan nasional meningkat dari 4,0% menjadi 4,6%. Selain itu,
pertumbuhan aset tersebut tetap diikuti pelaksanaan intermediasi dana pihak ketiga yang dihimpun
yang mencapai Rp150,5 triliun, ke berbagai segmen pembiayaan secara optimal. Hal ini tercermin dari
besarnya pembiayaan yang mencapai Rp151,1 triliun yang mendorong kenaikan financing to deposit
ratio perbankan syariah, diantaranya pada kelompok BUS dari 86,7% pada 2011 menjadi 95,4% pada
akhir periode laporan.
Grafik 1.1.
Perkembangan Aset Perbankan Syariah
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
180.0
200.0
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
80.0%
90.0%
100.0%
2009 2010 2011 2012
Aset (Rp)
Aset (%)
BUS (%)
UUS (%)
BPRS (%)


Secara regional, perkembangan perbankan syariah yang cukup pesat terjadi di sejumlah
daerah. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan kegiatan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK)
dan atau penyaluran pembiayaan yang cukup tinggi antara lain di beberapa propinsi di kawasan
Kalimantan dan kawasan Sulawesi, Maluku dan Papua yang melebihi laju pertumbuhan secara
nasional. Selain itu, beberapa daerah di kawasan Jawa-Bali juga menunjukkan pertumbuhan yang
LPPS 2012

3

cukup tinggi (Grafik 1.2). Perkembangan tersebut menunjukkan peluang pengembangan perbankan
syariah yang cukup besar di luar ibukota negara, meskipun DKI Jakarta dengan skala aktivitas
ekonominya, tetap menjadi target utama pengembangan usaha perbankan syariah dengan pangsa
DPK dan pembiayaan terhadap industri masing-masing mencapai 45,6% dan 39,9%.
Grafik 1.2.
Perkembangan Kegiatan Usaha Perbankan Syariah Per Propinsi
0%
40%
80%
120%
Nanggroe Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Sumatera Selatan
Bangka Belitung
Jambi
Bengkulu
Riau
Kepulauan Riau
Lampung
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Sulawesi Utara
Gorontalo
Sulawesi Barat Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
DKI Jakarta
Jawa Barat
Banten
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Bali
NTB
NTT
GPYD
GDPK


1.2. KELEMBAGAAN
Jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah pada tahun 2012
bertambah seiring dengan beroperasinya sejumlah bank syariah baru. Jumlah BUS dan UUS tidak
bertambah dari tahun sebelumnya yaitu tetap sebanyak 11 BUS dan 24 UUS. Sementara itu jumlah
BPRS bertambah dari 155 BPRS menjadi 158 BPRS. Penambahan jumlah BPRS tersebut bersumber dari
3 izin pendirian usaha baru dan 1 izin konversi dari BPR konvensional. Selain itu pada tahun 2012 juga
terjadi pencabutan izin usaha 1 BPRS.
Wilayah lokasi usaha 155 BPRS tersebut tersebar pada 22 propinsi di Indonesia, dengan
jumlah terbanyak terdapat di Jawa Timur sebanyak 30 BPRS, diikuti Jawa Barat sebanyak 29 BPRS.
Penyebaran BPRS yang belum merata dengan sebaran terbanyak berada di pulau Jawa membuka
peluang bagi para investor yang ingin membuka BPRS baru terutama di 12 propinsi lainnya yang
belum memiliki BPRS.
Bertambahnya jumlah bank syariah juga diikuti dengan penambahan jaringan kantor bank
syariah, yang pada periode laporan bertambah sebanyak 565 kantor. Dari jumlah itu, 525 kantor
merupakan jaringan kantor baru dari BUS dan UUS, dan 40 kantor lainnya merupakan jaringan kantor
baru BPRS (Tabel 1.1). Peningkatan jumlah kantor tersebut pada sebagian besar dalam bentuk Kantor
Cabang Pembantu (458 kantor), adapun penambahan Kantor Cabang tercatat sebanyak 68 kantor.


LPPS 2012

4

Tabel 1.1.
Perkembangan Jaringan Kantor Bank Syariah
Kelompok Bank 2010 2011 2012
Bank Umum Syariah 11 11 11
Unit Usaha Syariah 23 24 24
- Jumlah Kantor BUS dan UUS 1477 1737 2262
BPRS 150 155 158
- Jumlah Kantor BPRS 286 364 401

1.3. PENGHIMPUNAN DANA
Sumber-sumber penghimpunan dana (tidak termasuk modal) perbankan syariah secara umum
didominasi oleh dana pihak ketiga (DPK). Pada kelompok BUS kontribusi DPK mencapai 87,2%,
sedangkan pada UUS dan BPRS kontribusi DPK masing-masing sebesar 77,3% dan 73,7%. Kontribusi
DPK pada BUS secara umum sedikit menurun dari tahun 2012 yang mencapai 90,6%. Penurunan
tersebut dikompensasi oleh peningkatan dana antar bank, diantaranya dalam bentuk sertifikat
investasi mudharabah antar bank (SIMA), yang meningkat hingga 84,4% (yoy) pada BUS, seiring
meningkatnya preferensi terhadap instrumen likuid. Sementara pada UUS, pendanaan selain DPK
utamanya berasal dari dana bank induk dengan porsi tetap sebesar 15,4%. Pada BPRS, selain DPK yang
menjadi sumber utama, BPRS juga memanfaatkan pendanaan dari bank-bank umum syariah dengan
pangsa 21,5% (Grafik 1.3). Secara umum pemanfaatan sumber dana dari bank lain menunjukkan
peningkatan, hal mana mengindikasikan semakin meningkatnya keterkaitan antar bank yang perlu
dicermati dalam antisipasi tekanan likuditas yang berpotensi sistemik.
Selain itu, sumber pendanaan alternatif dalam bentuk secured/unsecured financing dari pasar
keuangan dan atau kreditor lainnya juga mulai menjadi pilihan. Pada tahun 2012 tercatat penerbitan
sukuk subordinasi oleh BUS meningkat Rp1,3 triliun. Meski demikian, pangsa sumber dana tersebut
masih relatif rendah yaitu 2,3% pada BUS dan kurang dari 2% pada UUS. Sementara itu sumber dana
dalam bentuk valas juga masih terbatas dengan porsi sebesar 4,9%. Kondisi tersebut merefleksikan
preferensi layanan keuangan syariah yang masih relatif sederhana dan belum menuntut pemanfaatan
instrumen pasar keuangan dan valas, hal mana menyebabkan kewajiban bank syariah relatif tidak
terpengaruh bila terjadi volatilitas harga di pasar keuangan dan valas.
Dari sisi jangka waktu, sumber dana perbankan syariah masih sangat didominasi oleh
instrumen pendanaan jangka pendek sehingga mempengaruhi fleksibilitas bank dalam
mengoptimalkan pengelolaan dana misalnya untuk segmen pembiayaan proyek infrastruktur dan
korporasi yang berjangka panjang, dengan tetap menjaga kecukupan likuiditas. Hal ini terutama
tercermin dari komposisi DPK BUS dan UUS yang sebagian besar terdiri atas instrumen giro dan
tabungan yang sifatnya dapat ditarik sewaktu-waktu, dengan pangsa 42,6%, serta deposito berjangka
kurang atau sama dengan 1 bulan dengan pangsa 36,4% dari total DPK (Grafik 1.4).


LPPS 2012

5

Grafik 1.3. Grafik 1.4
Komposisi Sumber Dana Jangka Waktu DPK BUS & UUS (2012)

Dana pihak ketiga yang dihimpun BUS dan UUS sepanjang tahun 2012 tercatat tumbuh
sebesar 27,8% (yoy), sedangkan pada BPRS mencapai 40,2% (Tabel 1.2). Dibandingkan tahun 2011
yang mencapai 51,8%, pertumbuhan DPK BUS dan UUS tersebut melambat meskipun masih lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK perbankan nasional sebesar 15,8% (yoy). Berdasarkan jenis
instrumen, pertumbuhan terendah dialami deposito (19,7%, yoy) yang terjadi pada kelompok BUS.
Sementara pertumbuhan tabungan sedikit menurun dari dari 42,3% menjadi 38,2%, sedangkan
pertumbuhan giro justru meningkat dari 32,6% menjadi 47,5% dalam periode yang sama.
Secara umum perkembangan tersebut sejalan dengan tren penurunan suku bunga perbankan.
Perbankan syariah memanfaatkan tren tersebut untuk meningkatkan porsi tabungan dan giro,
sekaligus mengurangi ketergantungan struktur dana pada pemilik dana yang memiliki target return
tinggi. Kontribusi tabungan dan giro pada DPK perbankan syariah meningkat dari 38,7% pada tahun
2011 menjadi 42,6%. Sejalan dengan hal tersebut, sejak pertengahan 2013 return differential deposito
rupiah perbankan syariah dibandingkan deposito BUK cenderung turun menjadi kurang dari 60 bps
(Grafik 1.5).
Langkah penyesuaian struktur DPK tersebut positif bagi ekspansi lebih lanjut bank-bank
syariah, khususnya pada segmen retail, untuk melayani kebutuhan transaksi masyarakat. Meskipun
demikian, tantangan memperbesar porsi dana tabungan dan giro tergolong berat, mengingat
dominasi sejumlah kecil BUK atas sumber dana tersebut. Porsi dana murah pada DPK BUS dan UUS
tersebut masih jauh lebih rendah dari porsi yang dimiliki 5 BUK terbesar yang mencapai 66,2%, namun
sudah mendekati porsi dana tersebut pada BUK lainnya yang rata-rata sebesar 47,9%.
Tabel 1.2.
Perkembangan DPK (2012)
0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
2011
2012
2011
2012
2011
2012
DPK
Kew. pd bank
Surat Berharga
Pinj. Diterima
Kew. pd Induk
Lainnya
B
P
R
S
U
U
S
B
U
S
12%
31%
36%
12%
4%
5%
Giro
Tabungan
Deposito 1 bln
Deposito 3 bln
Deposito 6 bln
Deposito >6 bln
Giro Tabungan Deposito DPK
Bank Umum
Nominal (Rp, triliun) 17.7 45.1 84.7 147.5
- BUS 15.4 35.8 66.6 117.8
- UUS 2.3 9.3 18.1 29.7
Pertumbuhan (yoy) 47.5% 38.2% 19.7% 27.8%
BPRS
Nominal (Rp, triliun) - 1.1 1.8 2.9
Pertumbuhan (yoy) - 27.1% 46.2% 40.2%
Kelompok Bank
LPPS 2012

6

0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
7.0%
8.0%
9.0%
10.0%
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
2009 2010 2011 2012
dep iB >1bln dep iB 1bln tk.imbalan dep 1bln bunga dep 1bln
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
0
10
20
30
40
50
60
70
80
2009 2010 2011 2012
Individu (triliun) Institusi (triliun) Individu (%, yoy) Institusi (%, yoy)

Selain dipengaruhi penyesuaian struktur DPK yang dilakukan dalam merespon penurunan
tingkat bunga, pelambatan pertumbuhan DPK perbankan syariah juga dipengaruhi oleh penarikan
dana haji oleh Kementerian Agama yang mencapai Rp4,2 triliun. Pengaruh kedua faktor tersebut
terlihat pada kepemilikan DPK oleh nasabah institusi. Pertumbuhan DPK institusi pada periode laporan
sebesar 26,4% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan keseluruhan DPK BUS dan UUS. Hal ini
menyebabkan pangsa DPK institusi menurun dari 50,7% pada tahun 2011 menjadi 50,1% pada periode
laporan (Grafik 1.6).
Grafik 1.5. Grafik 1.6.
Deposito BUS & UUS dan Tingkat Imbalan DPK BUS & UUS Menurut Golongan Nasabah

Meskipun secara nominal pertumbuhan DPK mengalami pelambatan, namun dari sisi jumlah
rekening terjadi peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah rekening DPK
yang dikelola BUS dan UUS per Desember 2012 mencapai 10,9 juta rekening, atau sekitar 9,2% dari
total rekening simpanan yang dikelola bank umum secara nasional. Peningkatan jumlah rekening DPK
juga terjadi pada BPRS yang pada 2011 mengelola 0,8 juta rekening, sehingga total rekening DPK
perbankan syariah mencapai 11,7 juta, meningkat sebanyak 2,8 juta rekening, atau lebih tinggi dari
penambahan rekening pada 2011 sebanyak 2,2 juta rekening. Perkembangan tersebut menunjukkan
dukungan kuat perbankan syariah dalam meningkatkan akses keuangan masyarakat. Peningkatan
akses dan preferensi nasabah atas produk dan layanan perbankan syariah senantiasa menjadi sasaran
yang terus diupayakan pencapaiannya oleh Bank Indonesia antara lain melalui program iB campaign
bersama industri perbankan syariah, edukasi masyarakat dan pengaturan serta perizinan perluasan
jaringan.

1.4. PENYALURAN DANA
Pembiayaan merupakan pilihan utama penempatan dana perbankan syariah dibandingkan
penempatan lainnya seperti penempatan pada bank lain ataupun surat-surat berharga. Hal itu terlihat
dari pangsa pembiayaan yang mencapai 75,6% dari total aset BUS dan UUS (Grafik 1.7). Pangsa
pembiayaan tersebut meningkat dari posisi tahun 2011 sebesar 70,6% pada BUS dan UUS. Sedangkan
pangsa pembiayaan pada BPRS sedikit menurun dari 76,0% pada tahun 2011 menjadi 75,6%.
LPPS 2012

7

Peningkatan pangsa pembiayaan tersebut sejalan dengan pertumbuhan pembiayaan perbankan
syariah yang mencapai 43,7% (yoy). Ditengah perlambatan pertumbuhan DPK, pertumbuhan
pembiayaan yang tergolong signifikan tersebut menegaskan bahwa fungsi intermediasi perbankan
syariah berjalan dengan baik dan tetap fokus kepada sektor riil.
Penempatan dana lainnya yang cukup signifikan pada kelompok BUS dan UUS adalah
penempatan pada BI yaitu sebesar Rp26,7 triliun atau 13,7% dari total aset. Selain giro untuk
pemenuhan GWM, bank syariah menempatkan dana pada instrumen operasi moneter syariah (OMS)
berupa FASBIS, SBIS & Reverse Repo SBSN sebagai bagian dari strategi pengelolaan likuiditas.
Dibandingkan tahun sebelumnya, penempatan bank syariah pada instrumen OMS mengalami
penurunan hingga Rp1,9 triliun, antara lain untuk menutup kebutuhan penarikan dana haji dan
tingginya ekspansi pembiayaan. Namun demikian, secara keseluruhan alat likuid BUS dan UUS yang
terdiri atas primary reserve (kas dan giro pada BI) dan secondary reserve (instrumen OMS dan SBSN)
masih mengalami peningkatan sebesar 10,0% (yoy) menjadi Rp34,0 triliun. Pertumbuhan alat likuid
tersebut masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan DPK. Meski demikian kemampuan BUS dan
UUS mengantisipasi risiko likuiditas yang bersumber dari penarikan DPK masih tergolong memadai.
Hal ini tercermin dari rasio alat likuid terhadap non core deposit (setelah dikurangi GWM) sebesar
105,1%, sedikit lebih rendah dibandingkan rata-rata BUK (113,7%), namun masih diatas normal
threshold 100%.
Grafik 1.7.
Komposisi Aset Perbankan Syariah (2012)

Penyaluran dana dalam bentuk valas yang dilakukan bank-bank syariah secara umum masih
relatif rendah, meskipun sedikit meningkat dari tahun sebelumnya. Per posisi akhir tahun 2012, nilai
penempatan dana dalam valas pada BUS dan UUS sebesar Rp9,3 triliun, atau 4,8% dari total aset,
sedikit meningkat dari porsi tahun sebelumnya sebesar 4,3%. Rendahnya eksposur valas tersebut
mempermudah upaya bank-bank syariah mengendalikan risiko pasar yang bersumber dari fluktuasi
nilai tukar. Selain eksposur risiko nilai tukar yang rendah, eksposur bank-bank syariah terhadap risiko
pasar berupa penurunan nilai portfolio aset keuangan juga masih relatif rendah seiring jumlah surat
berharga yang dikategorikan selain hold to maturity yang baru sebesar Rp0,8 triliun atau 0,4 % dari
total aset.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
BUS
UUS
BPRS
Kas
Penempatan pd BI
Penempatan pd Bank Lain
Surat Berharga Dimiliki
Pembiayaan
Aset Produktif lain
Lainnya
LPPS 2012

8

Pembiayaan dan Risiko Kredit (credit risk)
Pertumbuhan pembiayaan (yoy) pada bank-bank umum syariah tercatat sebesar 34,2%,
melambat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 50,2%. Sebaliknya, pembiayaan pada kelompok
UUS meningkat 85,3%, jauh melebihi pertumbuhan tahun 2011 sebesar 52,4%. Demikian pula halnya
pembiayaan BPRS yang tumbuh 32,8%, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2011 sebesar 29,9%
(Grafik 1.8).
Grafik 1.8.
Perkembangan Pembiayaan
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
-
20
40
60
80
100
120
2009 2010 2011 2012
BUS (Rp, triliun)
UUS (Rp, triliun)
BPRS (Rp, triliun)
BUS (yoy)
UUS (yoy)
BPRS (yoy)
PYD (yoy)


Dilihat dari jenis akadnya, secara umum penyaluran pembiayaan perbankan syariah masih
didominasi oleh akad murabahah. Pada periode laporan pembiayaan murabahah tumbuh 56,1% (yoy),
sehingga menempati pangsa 59,7% dari total pembiayaan BUS dan UUS. Sementara pada pembiayaan
BPRS pangsa akad murabahah mencapai 80,3%. Pemanfaatan akad-akad lain dalam pembiayaan
berubah secara dinamis, khususnya pada kelompok BUS dan UUS. Pada periode laporan, penggunaan
akad ijarah dalam pembiayaan BUS dan UUS tercatat tumbuh 91,3% (yoy) sehingga pangsa
pembiayaan ijarah meningkat dari 3,7% pada tahun 2011 menjadi 5,0% pada tahun 2012. Sebaliknya
pembiayaan berbasis qardh yang tahun lalu berkembang pesat, pada periode laporan mengalami
perlambatan -6,5% (yoy) yang dipengaruhi oleh kebijakan perbankan syariah memperkuat kehati-
hatian dalam penjualan produk rahn emas. Perlambatan tersebut menurunkan pangsa pembiayaan
berbasis qard dari 12,6% menjadi 8,2% dalam periode yang sama. Pembiayaan lain yang pangsanya
tercatat mengalami penurunan dalam periode laporan adalah pembiayaan bagi hasil, yaitu dari 28,4%
menjadi 26,9%.
Alokasi penyaluran pembiayaan terjadi baik dalam bentuk pembiayaan kepada sektor-sektor
produksi yang diindikasikan oleh pembiayaan modal kerja dan investasi, maupun dalam bentuk
pembiayaan bagi rumah tangga (household) yang diindikasikan oleh pembiayaan konsumsi.
Sebagaimana pada perbankan konvensional, penguatan fokus bank syariah pada pembiayaan sektor
produktif mendorong kenaikan pembiayaan modal kerja dan investasi BUS dan UUS sebesar Rp23,1
triliun, atau 38,7% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun 2011 dengan laju pertumbuhan 31,7% 9
LPPS 2012

9

(yoy). Peningkatan tersebut juga didukung oleh stance penguatan kehati-hatian dalam penyaluran
pembiayaan konsumsi, antara lain melalui penetapan maksimal plafon per nasabah dan frekuensi
perpanjangan pembiayaan qardh beragun emas, yang berdampak pada perlambatan pertumbuhan
pembiayaan konsumsi. Dalam periode laporan, kenaikan pembiayaan konsumsi BUS dan UUS tercatat
sebesar Rp21,8 triliun atau 50,6% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan 2011 sebesar 87,9% (yoy).
Berdasarkan sektor usaha (diluar sektor lainnya), pembiayaan bank-bank syariah masih
terkonsentrasi pada sektor jasa dunia usaha, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR),
masing-masing dengan pangsa sebesar 25,2% dan 8,6% (Grafik 1.9). Kinerja kedua sektor tersebut
relatif baik sepanjang 2012 yang diindikasikan oleh pertama, pertumbuhan yang diperkirakan
mencapai 8,1% (yoy, pdb harga konstan) untuk sektor PHR dan 7,1% (yoy) untuk jasa dunia usaha.
Kedua, risiko yang relatif rendah tercermin dari rendahnya rasio NPL (gross) perbankan nasional ke
masing-masing sektor yaitu 2,4% untuk sektor PHR dan 0,9% untuk sektor jasa dunia usaha.
Sementara itu, seiring perlambatan pertumbuhan pembiayaan bank syariah, alokasi pembiayaan ke
beberapa sektor menurun, diantaranya sektor industri pengolahan dan konstruksi. Pertumbuhan
pembiayaan BUS dan UUS pada kedua sektor tersebut selama periode laporan lebih rendah dari
pertumbuhan pembiayaan secara keseluruhan yaitu masing-masing sebesar 22,9% (yoy) untuk sektor
industri pengolahan dan 21,9% (yoy) untuk sektor konstruksi.
Grafik 1.9.
Pembiayaan BUS & UUS per Sektor Usaha (2012)


Pembiayaan ke sektor properti pada periode laporan tercatat meningkat Rp8,1 triliun atau
70,2% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah (Grafik 1.10).
Pertumbuhan signifikan tersebut terutama ditopang oleh ekspansi pembiayaan kepemilikan rumah
yang mencapai Rp6,8 triliun dan pembiayaan kepada developer real estat sebesar Rp1,1 triliun.
Kebijakan pembatasan loan to value kredit kepemilikan rumah diperkirakan turut mendukung
pertumbuhan tersebut, mengingat ekspansi pembiayaan properti BUS dan UUS yang dalam periode
laporan banyak dialokasikan pada tipe rumah di atas 70 m2 dan atau pengembang rumah non
sederhana. Sejalan dengan pertumbuhan tersebut, pangsa pembiayaan properti perbankan syariah
mencapai 13,3%, atau menjadi salah satu sektor pembiayaan terbesar perbankan syariah.
Pembiayaan berdasarkan klasifikasi pembiayaan mikro, kecil dan menengah (MKM)
sebagaimana pada laporan periode-periode sebelumnya, masih menjadi prioritas penyaluran dana
2%
2%
3%
2%
5%
9%
3%
25%
5%
44%
Pertanian
Pertambangan
Industri
Listrik
Konstruksi
PHR
Pengangkutan
Jasa usaha
Jasa sosial
Lainnya
LPPS 2012

10

0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
2009 2010 2011 2012
Macet Diragukan Kurang Lancar PYD (%, yoy) NPF (%, yoy)
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
2010 2011 2012
KPR
real estat
konstruksi
Properti (%,
yoy)
PYD (%, yoy)
perbankan syariah. Pola pembiayaan yang digunakan antara lain melalui linkage antara bank umum
dengan BPRS atau lembaga keuangan, melalui jaringan/unit mikro yang berdiri sendiri atau melekat
pada kantor cabang bank, dan partisipasi dalam penyaluran KUR dan fasilitas pembiayaan kepemilikan
rumah yang menjadi program pemerintah. Mengacu pada UU No. 20 tahun 2008 mengenai Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), pembiayaan yang disalurkan BUS dan UUS dalam bentuk
pembiayaan modal kerja dan investasi untuk UMKM tercatat meningkat Rp12,4 triliun menjadi Rp59,7
triliun, atau tumbuh sebesar 26,1% (yoy). Sementara pada BPRS pembiayaan untuk UMKM sebesar
Rp2,1 triliun, sehingga total pembiayaan UMKM yang disalurkan perbankan syariah per posisi akhir
tahun 2012 mencapai Rp61,8 triliun, atau 40,9% dari total Pembiayaan. Sementara pembiayaan MKM
untuk kepentingan selain usaha (konsumsi) mencapai Rp31,2 triliun atau 20,6% dari total pembiayaan
perbankan syariah, sehingga total pembiayaan MKM mencapai Rp92,9 triliun atau 61,5% dari total
pembiayaan.
Pada BPRS, perkembangan pembiayaan dalam periode laporan didukung oleh ekspansi usaha
kepada segmen pembiayaan baru dan ekspansi pembiayaan yang didanai oleh dana pinjaman dari
BUS (kewajiban pada bank lain/executing). Salah satu segmen pembiayaan baru yang tumbuh cukup
baik adalah pembiayaan multijasa, yang pada akhir 2012 mencapai Rp162,2 milyar. Perkembangan
segmen pembiayaan tersebut mencerminkan BPRS mulai mendapat kepercayaan masyarakat untuk
mendanai kebutuhan yang bersifat penggunaan jasa seperti kesehatan, pendidikan dan keagamaan.
Adapun secara sektoral, pembiayaan BPRS terutama disalurkan ke sektor PHR dengan pangsa 34,4%
dan sektor lainnya (termasuk segmen pembiayaan konsumsi) dengan pangsa 35,3%.
Grafik 1.10. Grafik 1.11.
Pembiayaan Properti Perkembangan NPF BUS & UUS

Dari segi pengelolaan risiko, risiko kredit yang dihadapi perbankan syariah diperkirakan relatif
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, meskipun masih dalam taraf yang terkendali. Kondisi
tersebut tercermin dari kecenderungan migrasi kualitas pembiayaan menjadi non performing yang
sedikit meningkat 26,3% (yoy), lebih tinggi dari tahun sebelumnya (25,6%, yoy). Namun demikian
dengan pengelolaan risiko yang mengedepankan prinsip kehati-hatian, risiko dimaksud masih
terkendali yang diindikasikan rasio non performing financing (NPF) sebesar 2,2% (gross) atau 1,3%
(net), sedikit lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 2,5% (gross) (Grafik 1.11).
LPPS 2012

11

Perbandingan secara sektoral memperlihatkan pengelolaan risiko pembiayaan yang lebih
optimal telah menurunkan NPF bank syariah pada beberapa sektor yang semula cukup tinggi,
diantaranya sektor konstruksi yang turun dari 7,8% menjadi 3,9% dan sektor PHR dari 5,8% menjadi
4,3%. Sedangkan NPF pada sektor transportasi tercatat masih cukup tinggi yaitu 7,9%. Sementara itu,
kualitas pembiayaan properti relatif masih terjaga dengan rasio NPF (gross) sebesar 2,3%. Meskipun
penerapan pembatasan FTV bagi pembiayaan bank syariah segera diberlakukan, dalam kondisi supply
properti yang terus meningkat dan persaingan harga yang semakin ketat, konsisten dalam penerapan
standar kehati-hatian dalam proses screening nasabah tetap diperlukan, agar kualitas pembiayaan ke
depan tetap terkendali.
Pada BPRS, pertumbuhan pembiayaan yang relatif tinggi sepanjang tahun 2012 diikuti dengan
penurunan NPF dari 5,1% tahun 2011 menjadi 5,0% tahun 2012. Rasio NPF BPRS tersebut sedikit lebih
tinggi dibandingkan rasio NPL industri BPR secara nasional pada periode yang sama (4,8%), akan tetapi
masih berada pada posisi yang relatif baik bila dibandingkan kriteria kualitas aset maksimal 7% pada
penilaian tingkat kesehatan BPRS yang tergolong sehat. Namun sebagaimana pada kelompok BUS dan
UUS, secara nominal pembiayaan bermasalah BPRS juga menunjukkan peningkatan (33,6%, yoy), yang
ditengarai banyak dipengaruhi kondisi persaingan usaha nasabah yang semakin ketat.
Sementara itu, pembiayaan MKM termasuk didalamnya pembiayaan berskala mikro dengan
intensitas transaksi yang tinggi, memiliki risiko kredit yang relatif tinggi jika tidak dikelola dengan
sistem pengendalian risiko yang memadai. Kondisi ini tercermin pada kualitas portfolio pembiayaan
MKM bank-bank syariah, yang meskipun masih terkendali dengan baik, namun secara umum
menunjukkan kualitas yang sedikit lebih rendah dibandingkan keseluruhan pembiayaan. Pada BUS dan
UUS rasio NPF pembiayaan MKM per akhir 2012 tercatat sebesar 2.3% (gross), sedangkan pada BPRS
sebesar 7,1% (gross).

1.5. PROFITABILITAS DAN PERMODALAN
Pendapatan operasional perbankan syariah dalam periode laporan menunjukkan peningkatan
yang cukup signifikan. Pada BUS dan UUS, pendapatan operasional per Desember 2012 tercatat
sebesar Rp20,0 triliun atau meningkat sebesar 33,8% (yoy). Kenaikan pendapatan operasional
tersebut terutama ditopang oleh pendapatan dari aset produktif (penyaluran dana) yang tumbuh
sebesar 36,0% (yoy). Pendapatan dari pembiayaan yang mencapai Rp15,1 triliun masih mendominasi
sumber pendapatan dari penyaluran dana (88,9%), hal mana mencerminkan konsistensi preferensi
dan keseriusan bank-bank syariah melakukan intermediasi langsung ke sektor riil. Selain itu,
pertumbuhan pendapatan dari penyaluran dana yang melebihi pertumbuhan aset produktif sebesar
33,8% (yoy) juga mencerminkan peningkatan produktivitas aset. Adapun sumber pendapatan lain
seperti pendapatan dari jasa layanan (fee based income) tumbuh sebesar 22,8% (yoy), tidak sepesat
pendapatan dari pembiayaan, seiring peningkatan kehati-hatian bank mengelola transaksi beragunan
emas.
Sementara itu, nilai bagi hasil yang didistribusikan dari pendapatan operasional tersebut
mencapai Rp6,1 triliun, meningkat sebesar 22,7% (yoy). Namun dibandingkan tahun lalu, rasio
pendapatan yang dibagi-hasilkan (terhadap pendapatan operasional) turun dari 33,4% menjadi 30,6%.
Hal ini dipengaruhi baik oleh menurunnya pertumbuhan sumber dana investasi, maupun penyesuaian
LPPS 2012

12

(penurunan) nisbah bagi hasil untuk nasabah, yang dilakukan dalam merespon tren penurunan suku
bunga.
Sepanjang 2012 biaya operasional BUS dan UUS juga mengalami peningkatan, namun dengan
laju pertumbuhan sedikit lebih rendah dibandingkan pendapatan operasional, yaitu sebesar 33,3%
(yoy). Penurunan laju pertumbuhan biaya operasional terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan biaya
overhead (diluar biaya penyisihan/penyusutan aset produktif) seperti biaya tenaga kerja, sewa dan
promosi yang hanya mencapai 28,9% (yoy). Rasio biaya overhead dimaksud terhadap pendapatan
operasional BUS dan UUS juga menurun dari 37,6% pada tahun 2011, menjadi 36,2% pada tahun 2012
(grafik 1.12). Hal ini mencerminkan adanya peningkatan efisiensi operasi pada bank-bank syariah
dalam periode laporan. Peningkatan efisiensi juga tercermin dari rasio BOPO (disesuaikan dengan
memasukkan distribusi bagi hasil pada BO) sebesar 82,6%, lebih rendah dari tahun 2011 sebesar
85,6%.
Dalam periode yang sama, pendapatan operasional BPRS tumbuh sebesar 31,4% (yoy).
Pertumbuhan tersebut juga diikuti kenaikan biaya operasional yang mencapai 35,7% (yoy), terutama
biaya terkait penyusutan dan penyisihan aset produktif, serta biaya tenaga kerja. Namun demikian,
efisiensi operasi BPRS pada tahun 2011 diperkirakan tetap membaik tercermin dari penurunan rasio
biaya overhead (diluar penyisihan/penyusutan aset produktif) terhadap pendapatan operasional yaitu
dari 44,5% pada akhir 2011, menjadi 43,8% pada akhir periode laporan.
Grafik 1.12. Grafik 1.13.
Pendapatan, Biaya dan Efisiensi BUS & UUS Profitabilitas Perbankan Syariah

Pencapaian (kenaikan) produktivitas aset, penyesuaian distribusi return kepada nasabah dan
peningkatan efisiensi operasi tersebut telah meningkatkan net operational margin BUS dan UUS dari
1,9% pada tahun lalu menjadi 2,2% pada akhir periode laporan. Sejalan dengan hal itu, profitabilitas
BUS dan UUS mengalami peningkatan. Selama tahun 2012 laba BUS dan UUS tumbuh 72,3% menjadi
Rp2,5 triliun. Dari sisi tingkat pengembalian aset, peningkatan laba tersebut berdampak pada
kenaikan ROA dari 1,8% pada tahun 2011 menjadi 2,1% pada tahun 2012. Dibandingkan dengan
perbankan secara nasional yang memiliki ROA 3,1%, tingkat profitabilitas bank-bank syariah
sebenarnya masih cukup bersaing jika tidak memperhitungkan kemampuan menghasilkan pendapatan
selain dari kegiatan penyaluran dana dimana BUK memiliki kapasitas yang melebihi bank-bank syariah.
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
0
5
10
15
20
25
2010 2011 2012
Pendptn. Operasional
Bagi Hasil
Biaya Overhead
Bg.Hsl./Pendptn.Op.
Overhead/Pendptn.Op.
0.0%
3.0%
6.0%
9.0%
12.0%
15.0%
18.0%
21.0%
24.0%
27.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
80.0%
2010 2011 2012
Laba BUS & UUS
(%, yoy)
Laba BPRS (%,
yoy)
ROE BUS
ROE BPRS
ROA BUS & UUS
ROA BPRS
LPPS 2012

13

Adapun pada BPRS, kenaikan laba selama tahun 2012 tercatat mencapai 22,9% (yoy) menjadi Rp106,5
Milyar, dengan tingkat pengembalian aset (ROA) sebesar 2,6% (grafik 1.13).
Pada periode laporan permodalan bank-bank umum syariah secara umum cenderung
menurun, meskipun masih cukup memadai dalam mengantisipasi risiko usaha. Kapasitas permodalan
bank dalam mengantisipasi risiko (risk bearing capacity) yang tercermin dari jumlah modal inti dan
modal pelengkap masih menunjukkan peningkatan, masing-masing sebesar Rp1,8 triliun atau 19,3%
(yoy), dan Rp0,7 triliun atau 39,5% (yoy). Namun demikian pertumbuhan ATMR bank-bank umum
syariah mencapai 44,4% (yoy), sehingga CAR bank-bank umum syariah menurun dari 16,6% pada
tahun 2011 menjadi 14,1% pada akhir 2012. CAR tersebut mengindikasikan tingkat ketahanan risiko
yang masih cukup memadai mengingat masih melebihi standar sebesar 8%, terlebih lagi rasio modal
inti terhadap ATMR tergolong sangat memadai yaitu mencapai 11,5%. Sementara itu, kondisi
permodalan BPRS juga tergolong memadai dengan rasio kecukupan modal mencapai 25,2%.

1.6. PELAKSANAAN FUNGSI SOSIAL DAN LINKAGE PROGRAM
Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah dan UUS dapat
menjalankan fungsi sosial, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah atau dana
sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Selain itu juga dapat
menghimpun dana yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf
(nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif). Pelaksanaan fungsi sosial ini, juga dapat
merefleksikan peranan perbankan syariah dalam pemerataan kesejahteraan ekonomi umat.
Dari data perbankan syariah (8 BUS dan 6 UUS) tentang pelaksanaan fungsi sosial beserta
linkage program-nya, jumlah dana yang telah dikumpulkan dan/atau disalurkan perbankan syariah
pada tahun 2012 adalah sebagai berikut : (i) dana Corporate Social Responsibility (CSR) sebesar
Rp.42,64 milyar, (ii) dana Zakat, Infaq, Shodaqah dan Waqaf (ZISW) sebesar Rp. 60,53 milyar, (iii) dana
linkage program BPRS sebesar Rp.432,97 milyar dan (iv) linkage program BMT sebesar Rp.829,67
milyar. Sementara berkenaan dengan pertumbuhan dana sosial dan linkage program perbankan
syariah selama tahun 2008 2012, terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan periode tersebut yang
tertinggi adalah pertumbuhan dana CSR (97,97%) dan pertumbuhan dana linkage ke BMT (80,68%)
baru dana linkage ke BPRS (75,27%) serta dana ZISW (71,15%). Sedangkan rata-rata pertumbuhan
jumlah BMT dan jumlah BPRS penerima dana linkage program periode 2008 2012 masing-masing
sebesar 15,30% dan 30,69%, dengan jumlah BMT penerima dana linkage di tahun 2012 mencapai 704
atau meningkat dari 474 BMT (2008) dan BPRS penerima linkage mencapai 138 atau meningkat dari
49 BPRS (2008). Informasi perkembangan dan rata-rata pertumbuhan dana sosial dan linkage program
dapat dilihat dalam Grafik 1.14 dan Grafik 1.15.




LPPS 2012

14

Grafik 1.14 Grafik 1.15
Perkembangan Dana Sosial/Linkage BUS+UUS (Rp. Juta) Rata2 Pertumbuhan Dana Sosial dan
Linkage Program BUS+UUS (2008 2012)










LPPS 2012

15

BAB II. PELAKSANAAN KEBIJAKAN
Bank Indonesia selaku pengemban amanah Undang-undang No.21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah sebagai otoritas pembinaan dan pengawasan perbankan syariah, memiliki tugas
untuk melakukan pengaturan, pembinaan dan pengawasan perbankan syariah agar perbankan syariah
Indonesia dapat memenuhi fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan yang tetap memenuhi
prinsip syariah maupun prudential regulation serta turut berkontribusi terhadap pembangunan dan
perekonomian nasional. Pelaksanaan pembangunan perekonomian nasional diarahkan pada
perekonomian yang berpihak kepada ekonomi kerakyatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat,
handal dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional.
Arah perekonomian nasional sejalan dengan karakteristik khas ekonomi dan keuangan syariah
yaitu pemerataan kesejahteraan ekonomi. Aktivitas dan kegiatan perbankan syariah menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional, seperti melakukan fungsi untuk mendukung sektor riil melalui
pembiayaan sesuai prinsip syariah dan transaksi riil barang dan jasa yang pada akhirnya dapat
menggerakkan aktivitas perekonomian masyarakat. Selain itu perbankan syariah juga dapat
melakukan fungsi sosial antara lain dengan menerima dana zakat, infak, sedekah, hibah dan lainnya
untuk disalurkan ke organisasi pengelola zakat, serta sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan
syariah penerima wakaf uang. Berbagai aktivitas dan fungsi yang dilakukan oleh perbankan syariah
berupa mendorong aktivitas riil barang dan jasa serta pelaksanaan fungsi sosial, diharapkan dapat
lebih meningkatkan peran perbankan syariah dalam pemerataan kesejahteraan ekonomi pada
masyarakat, selain tentunya dengan karakteristik keuangan syariah seperti menghindari spekulasi,
riba dan berkeadilan dapat membuat perbankan syariah lebih sustainable ke depannya.
Undang Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menegaskan bahwa tujuan
pengembangan perbankan syariah adalah terwujudnya sistem perbankan syariah nasional yang dapat
menunjang pelaksanaan pembangunan dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan dan
pemerataan kesejahteraan rakyat. Undang-Undang tersebut yang memberikan penekanan pada
kemaslahatan bagi perekonomian nasional haruslah menjadi muara dari berbagai kebijakan
pengembangan perbankan syariah. Untuk menjamin agar kemaslahatan bagi perekonomian tersebut
bisa dapat tumbuh dan dipertahankan secara berkesinambungan diperlukan kebijakan dan
pelaksanaannya yang mencakup pengaturan dan pengawasan yang efektif, penelitian dan
pengembangan perbankan syariah yang terfokus dan kontinyu serta berbagai upaya lain seperti
koordinasi diantara stakeholders perbankan syariah.
Dalam rangka melaksanakan amanah Undang-Undang sebagai otoritas perbankan syariah,
Bank Indonesia telah melaksanakan berbagai kebijakan perbankan syariah di berbagai bidang.
Pelaksanaan berbagai kebijakan ini utamanya berdasarkan kepada 7 (tujuh) pilar dalam Cetak Biru
(Blue Print) perbankan syariah yang meliputi: (i) sumber daya insani berkualitas tinggi, (ii) regulasi dan
supervisi yang efektif, (iii) infrastruktur yangg mendukung, (iv) struktur perbankan yang efektif, (v)
aliansi strategis yang sinergis, (vi) pemberdayaan nasabah yang efektif, dan (vii) pengembangan
produk dan pasar. Atas dasar Blue Print perbankan syariah tersebut, Bank Indonesia dalam tahun
2012 telah mengimplementasikan berbagai kebijakan perbankan syariah ke dalam berbagai kegiatan.
Kegiatan tersebut dapat di kelompokkan ke dalam kegiatan bidang penelitian, pengembangan,
pengaturan, pengawasan dan perizinan bank syariah.
LPPS 2012

16

2.1. PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN PENGATURAN BANK SYARIAH
2.1.1. Kegiatan Bidang Penelitian
Berbagai kebijakan pengaturan dan pengembangan perbankan syariah termasuk penyusunan
regulasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia ditetapkan berdasarkan penelitian (research based
policy). Utamanya, Bank Indonesia melakukan penelitian yang intensif dan melibatkan stakeholder
perbankan syariah untuk mendukung setiap perumusan kebijakan yang akan diambil termasuk yang
telah ditetapkan. Hal ini akan mendukung setiap keputusan yang akan diambil, mengevaluasi
efektifitas kebijakan dan mengkomunikasikan keputusan yang akan ditetapkan kepada stakeholder.
Sebagaimana yang telah dilakukan selama ini, fokus penelitian Departemen Perbankan Syariah
(DPbS) setiap tahunnya mengacu kepada Blueprint pengembangan perbankan syariah, kebutuhan
industri dan kebijakan Bank Indonesia dalam merespon perkembangan terkini industri perbankan
syariah. Dengan mempertimbangkan ketiga hal tersebut serta melihat kemanfaatannya, kegiatan
penelitian tahun 2012 difokuskan kepada penguatan infrastruktur, pengembangan kelembagaan bank
syariah dan operasional serta manajemen perbankan syariah. Kajian yang dilakukan tersebut adalah:
1. Kajian Model Bisnis Perbankan Syariah: kajian ini disusun untuk menyamakan persepsi antara
regulator dan stakeholder (pelaku/praktisi perbankan syariah, akademisi, nasabah bank
syariah, supplier, pemerintah dll) mengenai manfaat dan kontribusi dan nilai-nilai (value) bank
syariah dalam perekonomian. Utamanya, kajian ini memetakan model-model bisnis bank
syariah yang ada dan potensi pengembangan model-model bisnis perbankan syariah ke
depannya.
Hasil akhir penelitian ini menemukan dan merekomendasikan beberapa alternatif model
bisnis bank syariah Indonesia yang: (i) disepakati semua stakeholders (acceptable) dan
workable, (ii) sesuai dengan karakter bisnis perekonomian Indonesia, (iii) sesuai dengan
mainstream perbankan syariah Indonesia dan, (iv) sesuai dengan karakter sosial budaya
masyarakat Indonesia. Model-model tersebut juga berpotensi memperluas segmen operasi
industri perbankan syariah dan meningkatkan pangsa pasar industri perbankan syariah
nasional.
Akhirnya, hasil kajian tersebut diharapkan dapat menjadi acuan utama (benchmark) bagi
regulator (BI, DSN, OJK), dan pelaku bisnis perbankan dan pihak terkait dalam: (i) memandang
dan mengevaluasi operasional perbankan syariah selama ini, (ii) melihat potensi
pengembangan model-model bisnis masa depan agar perbankan syariah lebih berkontribusi
bagi perekonomian dan masyarakat dan, (iii) meningkatkan daya tahan bank syariah terhadap
berbagai perubahan lingkungan bisnis, sosial dan persaingan usaha di masa datang.
Kajian model bisnis perbankan syariah dielaborasi lebih jauh sebagaimana Boks berikut ini.




LPPS 2012

17

























2.
3.




KAJIAN MODEL BISNIS PERBANKAN INDONESIA KAJIAN MODEL BISNIS PERBANKAN INDONESIA KAJIAN MODEL BISNIS PERBANKAN INDONESIA KAJIAN MODEL BISNIS PERBANKAN INDONESIA

Dalam penetapan arah kebijakan pengembangan perbankan syariah, misalnya kebijakan terkait
pengembangan produk, kelembagaan, SDM dan pengaturan perbankan syariah, diperlukan pemahaman
yang baik tentang bentuk operasional bank syariah ideal yang ingin diwujudkan. Penggambaran yang lebih
konkrit tentang bentuk operasional yang ingin diwujudakan ini dapat dijelaskan dengan mengembangkan
model bisnis (business model) perbankan syariah yang dapat menjadi komplemen dari masterplan/cetak biru
pengembangan perbankan syariah.
Pengembangan model bisnis yang ideal bagi industri perbankan syariah dirumuskan dengan
memperhatikan berbagai pertimbangan (concern), keinginan, kebutuhan, mimpi-mimpi (dreams) stakeholder
utama perbankan syariah. Sehingga pengembangan model bisnis bank syariah Indonesia ke depan,
merupakan model bisnis yang disepakati semua stakeholders (acceptable), workable yang mencakup
beberapa hal diantaranya: (i) karakter budaya dan sosial masyarakat indonesia, (ii) praktek perbankan syariah
saat ini, (iii) mainstream perbankan syariah Indonesia, (iv) potensi pengembangan industri perbankan syariah
ke depan dan, (v) literatur terkait model-model bisnis bank.
Sejatinya, tidak ada yang salah dengan model bisnis yang dijalankan oleh perbankan syariah maupun
konvensional saat ini. Masing-masing model bisnis yang dijalankan oleh perbankan, baik perbankan syariah
mempunyai keunggulan dan tantangan tersendiri. Oleh karena itu, hasil kajian ini merekomendasikan
beberapa alternatif model bisnis kepada bank-bank syariah untuk dapat mengembangkan sesuai dengan
value proposition, customer segment (termasuk channel &customer relationship), infrastruktur (key resources,
key activity & key partners) yang dimiliki serta aspek keuangan (cost structure & revenue streams) yang
mendukung untuk pengembangan model bisnis tersebut.
Faktor penentu utama pengembangan model bisnis perbankan syariah dimulai dari merumuskan nilai-nilai
utama (Value Proposition) yang menjadi Shared Value yang diamini dan diamalkan oleh semua
stakeholder perbankan syariah. Share Value dirumuskan dari kesamaan mimpi-mimpi dan berbagai
harapan para stakeholders (regulator, akademisi, bank, dan customer) perbankan syariah yang antara lain
menginginkan (a) adanya bank syariah yang beroperasi benar-benar sesuai sharia compliance; (b) adanya
sustainable growth yang dapat meningkatkan taraf hidup, dan mengentaskan kemiskinan serta peningkatan
akses masyarakat ke sektor keuangan (financial inclusion); dan (c) menginginkan keberpihakan bank syariah
kepada kegiatan sektor riil yang produktif.


Nilai-nilai bersama tersebut diharapkan tercermin dalam visi dan
misi pengembangan perbankan syariah Indonesia yang
selanjutnya menjadi landasan utama penawaran (offering)
produk-produk dan layanan syariah kepada masyarakat sebagai
pelanggan utama (customer) yang akan merasakan manfaat
langsung dari value proposition yang ditawarkan oleh perbankan
syariah. Operasional perbankan syariah saat ini masih terfokus
kepada 3 segmen nasabah utama yaitu : segmen korporasi (non
perseorangan), segmen retail produktif dan segmen retail
konsumtif, dimana model bisnis yang dijalankan perbankan
syariah lebih banyak fokus melayani retail banking.


LPPS 2012

18













































Ke depan segmen nasabah perbankan syariah dapat diperluas dan difokuskan ke dalam 5 (lima) kelompok
segmen utama yaitu: segmen pemerintah, segmen korporasi, segmen Retail Produktif (SMEs), Segmen Retail
Konsumtif dan Segmen Unbankable yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan.
Namun demikian, untuk mendukung penerapan model bisnis bank syariah ke depan, diperlukan
pengembangan infrastruktur pendukung operasional perbankan dan lembaga keuangan syariah seperti
pengembangan pasar keuangan syariah (Islamic Financial Market) yang dapat menyediakan dana-dana
murah berdurasi jangka panjang, pengembangan pasar modal didominasi oleh sukuk jangka panjang
berakad investasi (Mudarabah, musyarakah) dan dana-dana jangka pendek dengan skema akad tabaru
(qardh, wadiah, dll). Selain itu, diperlukan pula adanya lembaga pendukung seperti lembaga asuransi dan
takaful, lembaga pemeringkat (credit rating), otoritas pasar modal syariah, dan lain sebagainya. Koordinasi
dan sinergy dengan lembaga terkait untuk mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung
terciptanya industri perbankan yang sehat.
Selanjutnya sebagai lembaga intermediary, perbankan syariah yang selama ini dominan
menggunakan produk-produk jual beli (murabahah) diharapkan dapat melakukan inovasi pengembangan
produk-produk kerjasama berbasis proyek (Project Based Finance) dan Asset/Investment based Finance
mudharabah/musyarakah) terutama untuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur berskala besar dan
berjangka waktu panjang menggunakan akad Profit Loss Sharing yang berlaku baik di sisi liability maupun
aset. Skema-skema kerjasama berbasis proyek riil (aset) diharapkan menjadi dominan, meskipun tidak harus
meninggalkan sama sekali transaksi berbasis debt based finance, karena deferred sales adalah merupakan
salah satu alternatif modes of financing untuk menghindari riba. Untuk meningkatkan minat bank mendanai
asetnya dengan dana-dana PLS diperlukan kebijakan pemberian insentif kepada industri yang
menjalankannya.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor pendorong utama dan Value Proposition (nilai lebih) yang
dapat ditawarkan perbankan syariah ke depan, kajian ini merekomendasikan pengembangan model bisnis
perbankan syariah ke depan ke dalam 4 (empat) tahapan (roadmap) sebagai berikut:
Stage 1 Stage 1 Stage 1 Stage 1 (tahun 2013 tahun 2013 tahun 2013 tahun 2013- -- -2015 2015 2015 2015) yang ditujukan untuk membangun Sinergi lembaga keuangan
menuju target finansial inklusif
Stage 2 Stage 2 Stage 2 Stage 2 (tahun 2015 tahun 2015 tahun 2015 tahun 2015- -- -2017 2017 2017 2017) yang ditujukan untuk Pemerataan akses finansial
Stage 3 Stage 3 Stage 3 Stage 3 (tahun 2017 tahun 2017 tahun 2017 tahun 2017- -- -2020 2020 2020 2020) yang ditujukan untuk Memperkuat Sinergi Perbankan dan Lembaga
Non Bank
Stage 4 Stage 4 Stage 4 Stage 4 (tahun 2020 tahun 2020 tahun 2020 tahun 2020- -- -2023 2023 2023 2023) yang ditujukan untuk Pemerataan akses investasi nasional ke sektor
riil Implementasi model bisnis bank syariah ke depan
LPPS 2012

19

2. Kajian Islamic Banking Behaviour: kajian ini bertujuan untuk memahami dan menganalisa
perilaku likuiditas setiap pelaku industri perbankan syariah khususnya bank syariah (BUS dan
UUS), nasabah, pengusaha (sektor riil) dan regulator. Utamanya, kajian ini menganalisa empat
sektor di industri perbankan syariah yaitu: (i) sektor nasabah yang diwakili oleh model liabiliti
yang menjelaskan hubungan antara bank syariah dan nasabah, (ii) sektor riil yang diwakili oleh
model aset yang menjelaskan hubungan antara bank syariah dan pengusaha, (iii) sektor
keuangan syariah yang diwakili oleh model manajemen likuiditas yang menjelaskan perilaku
likuiditas antara perbankan syariah dan, (iv) regulator perbankan syariah yang diwakili oleh
model moneter syariah yang menjelaskan kebijakan moneter syariah yang dilakukan oleh
Bank Indonesia.
Penelitian ini menemukan dan menganalisa beberapa perilaku likuiditas di industri perbankan
syariah seperti: (i) orientasi penempatan dana jangka pendek nasabah bank syariah dan
sangat sensitif dengan perilaku bunga di perbankan konvensional, (ii) kebijakan pembiayaan
bank syariah yang berjangka pendek dan kegiatan bisnis yang juga bertenor pendek, (iii)
perbedaan tenor penilaian kinerja sisi pendanaan dan pembiayaan bank syariah oleh nasabah,
(iv) perbedaan tenor penilaian kinerja pengusaha oleh bank syariah, (v) kebijakan manajemen
likuiditas antara bank syariah yang dipengaruhi oleh cadangan likuiditas internal dan
pembiayaan yang dilakukan serta, (vi) kebijakan moneter syariah yang dilakukan oleh Bank
Indonesia masih merupakan pelengkap dari kebijakan moneter konvensional dan bukan
merupakan alternatif penempatan utama dana-dana idle di perbankan syariah.
Kajian ini memberikan informasi yang berharga terkait perilaku likuiditas di industri perbankan
syariah yang menunjang upaya Bank Indonesia dan seluruh stakeholder perbankan syariah
untuk memahami perilaku investasi dan operasi industri perbankan syariah. Selain itu, kajian
ini juga menyajikan pola dan tenor penempatan dana di sisi pembiayaan dan pendanaan dan
mengantisipasi perilaku likuiditas yang berpotensi mengganggu stabilitas industri.
3. Kajian Regulatory Incentives dalam Rangka Mengakselerasi Pertumbuhan dan Peningkatan
Kualitas Industri Perbankan Syariah: Kajian ini bertujuan utama untuk menganalisa dan
menentukan parameter insentif untuk meningkatkan upaya pengembangan dan arah
perbankan syariah Indonesia ke depan. Utamanya, kajian ini menganalisa aktifitas pembiayaan
dan operasional perbankan syariah, mengindentifikasi dan memformulasikan instrumen
regulasi yang potensial seperti rasio-rasio keuangan bank syariah untuk menjadi
parameter/variabel/indikator ketentuan insentif perbankan syariah.

Selain itu, kajian ini juga menganalisa tingkat efektifitas atau pengaruh instrumen regulasi
yang potensial (rasio-rasio keuangan tertentu) kepada perilaku atau aktifitas operasional bank
syariah dan merekomendasikan instrumen regulasi tertentu sebagai parameter dalam
ketentuan mekanisme insentif.

Kajian ini mempertimbangkan instrumen-instrumen alternatif yang tidak berada dalam
wilayah regulasi sektor perbankan tetapi memiliki implikasi signifikan dalam mencapai tujuan
akselerasi pertumbuhan perbankan syariah khususnya pada upaya optimalisasi fungsi
intermediasi perbankan syariah. Instrumen-instrumen tersebut seperti ketentuan perpajakan,
kebijakan penempatan dana haji oleh pemerintah, kebijakan bank syariah yang dimiliki bank
LPPS 2012

20

BUMN, dan lain sebagainya. Prioritas solusi yang direkomendasikan sebagai bentuk insentif
kebijakan dalam wewenang Bank Indonesia adalah: (i) Co-location layanan bank syariah
dengan kantor bank induk konvensional; (ii) Bobot risiko pada pembiayaan UMKM pada
perhitungan ATMR menjadi 75%; (iii) Hak eksklusif produk tabungan dan pembiayaan haji dan
umroh kepada bank syariah; dan (iv) Beban pajak produk bagi hasil DPK bank syariah sama
dengan pajak atas return obligasi.

Hasil kajian tersebut berpotensi meningkatkan aktifitas perbankan syariah khususnya sisi
pendanaan dan pembiayaan. Kendala-kendala operasional yang selama ini terjadi seperti sisi
pendanaan yang kurang mendukung sisi pembiayaan dapat teratasi dengan kebijakan
peningkatan penempatan dana pemerintah di bank syariah.

4. Kajian Tindak Lanjut Indeksasi Return Sektor Riil Sebagai Acuan Pricing Produk Perbankan
Syariah: Kajian ini merupakan kajian multiyears yang dibuat dalam rangka menjawab
kebutuhan publik akan benchmark pricing perbankan syariah yang berdasarkan pada kegiatan
sektor riil. Konsep awal kajian telah dilakukan tahun 2009 dan di tahun 2012 telah dihasilkan
indeks seluruh sektor ekonomi beserta subsektornya dan aplikasi sistem perhitungan index
yang computerized termasuk kerangka updating index dan proyeksi model.
Secara teknis, kajian ini menggunakan alat ukur cash recovery rate (CRR) yang
menitikberatkan pada kemampuan perusahaan (sektor riil) dalam menghasilkan cash inflow
(arus kas) dari investasi yang dilakukan dengan mengabaikan variabel suku bunga dan variable
lain yang tidak sesuai dengan konsep syariah. Selain CRR, dilakukan pula penghitungan bank
gross recovery rate (BGCRR) untuk melihat imbal hasil yang ditetapkan bank kepada sektor riil.
Kajian ini menggabungkan hasil perhitungan CRR dan BGCRR dengan bobot tertentu untuk
menghasilkan angka index sektor riil yang mencerminkan hasil dari sektor riil dan industri
perbankan syariah.
Hasil akhir kajian ini adalah index sektor riil per sektor ekonomi dan sub sektor ekonomi
termasuk aplikasi sistem perhitungan index yang memudahkan pengguna menentukan dan
mencari index sektor riil dari sektor dan sub sektor ekonomi tertentu. Dengan hasil ini, kajian
indeksasi sektor riil diharapkan telah rampung dan dapat ditindaklanjuti oleh berbagai pihak
terkait sehingga dapat membantu pricing produk perbankan syariah dan operasi perbankan
syariah secara umum.
Selain penelitian-penelitian yang telah direncanakan di atas, penelitian-penelitian lain yang
bersifat adhoc juga dilakukan seperti: (i) penelitian yang mendukung kebijakan loan to value ratio
industri perbankan syariah, (ii) penelitian yang mendukung ketentuan Murabahah emas, (iii)
penelitian yang mendukung ketentuan pembatasan gadai emas, (iv) penelitian yang mendukung
kebijakan terkait praktek pola pembiayaan anuitas dan proporsional di sisi pembiayaan perbankan
syariah, (v) penelitian yang mendukung PBI manajemen risiko perbankan syariah dan, (vi) penelitian
peer group industri perbankan syariah yang melihat efisiensi dan aspek-aspek operasional lain industri
perbankan syariah.

Disamping menyusun kajian-kajian tersebut di atas, dalam upaya untuk mensosialisasikan
hasil penelitian perbankan syariah, dilakukan pula publikasi 4 (empat) kajian pada jurnal domestik dan
LPPS 2012

21

internasional. Keempat kajian tersebut adalah: (i) model stress testing pada Australian Journal of
Islamic Banking and Finance (Australia), (ii) pemetaan potensi lembaga keuangan mikro syariah dalam
rangka perluasan pasar perbankan syariah pada Journal of Islamic Finance and Business Review LPPM-
STEI Tazkia (Indonesia), (iii) indeksasi return sektor riil sebagai benchmark pricing produk perbankan
syariah pada Journal of Islamic Finance and Business Review LPPM-STEI Tazkia (Indonesia) dan, (iv)
model Islamic banking behavior pada Journal of Islamic Finance (International Islamic University of
Malaysia/IIUM).

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, Bank Indonesia melakukan proyeksi perkembangan
perbankan syariah. Dimana untuk tahun 2012, saat awal tahun aset diperkirakan mencapai Rp178
triliun (baseline), Rp187 triliun (moderat) dan Rp206 triliun (optimis). Sementara total DPK
diperkirakan sebesar Rp137 triliun (baseline), Rp144 triliun (moderat) dan Rp151 triliun (optimis) serta
total pembiayaan sebesar Rp140 triliun (baseline), Rp147 triliun (moderat) dan Rp155 triliun (optimis).
Di akhir tahun 2012, total aset, DPK dan pembiayaan aktual tercatat Rp193 triliun, Rp148 triliun dan
Rp147 triliun. Artinya, total aset dan DPK masih berada pada estimasi skenario moderat optimis
yang ditetapkan di awal tahun 2012 sedangkan total pembiayaan aktual tepat sesuai estimasi skenario
moderat. Untuk tahun 2013, Bank Indonesia memperkirakan aset industri perbankan syariah
mencapai Rp255 triliun (baseline), Rp269 triliun (moderat) dan Rp296 triliun (optimis). Sementara
total DPK diperkirakan sebesar Rp168 triliun (baseline), Rp177 triliun (moderat) dan Rp186 triliun
(optimis) dan total pembiayaan sebesar Rp200 triliun (baseline), Rp211 triliun (moderat) dan Rp222
triliun (optimis).

Selain itu, untuk mendapatkan kajian-kajian yang relevan dan berkualitas bagi pengembangan
industri perbankan syariah nasional yang berasal dari kalangan akademisi di perguruan tinggi, Forum
Riset Perbankan Syariah (FRPS) tetap dilakukan seperti tahun-tahun sebelumnya. Selain untuk
memfasilitasi peneliti/akademisi memaparkan hasil kajian terbaik di bidang keuangan dan perbankan
syariah, penyelenggaraan forum ini secara reguler diharapkan dapat menumbuhkan dan
meningkatkan minat dan keahlian akademisi dan praktisi di bidang perbankan dan keuangan syariah.
Pada gilirannya, hal ini akan turut mendukung pertumbuhan industri keuangan dan perbankan syariah
di Indonesia. Selain penyelenggaraan FRPS di Universitas Muslim Indonesia (Makassar) pada bulan
Juni 2012, tahun 2012 ditandai dengan penyelenggaraan Forum Riset Ekonomi Syariah (FREKS)
pertama di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (Riau) pada bulan November 2012. Berbeda
dengan FRPS, FREKS memperluas cakupan riset tidak hanya perbankan syariah namun juga lembaga
keuangan non bank syariah, pasar keuangan syariah, kebijakan fiskal dan moneter syariah.
Penyelenggaraan kedua forum riset tersebut berhasil menarik minat lebih dari 500 praktisi dan
akademisi untuk menghadiri forum tersebut.

Terakhir, Bank Indonesia juga melakukan knowledge sharing kepada publik tentang materi
keuangan dan perbankan syariah yang disampaikan oleh pemateri internasional. Knowledge sharing
pertama disampaikan oleh Dr. Seyyed Abbas Mousavian, peneliti senior dan dosen di Islamic Research
Institute for Culture and Thought (Iran), pada tanggal 30 Januari 2012 dengan topik Contemporary
Issues on Islamic Banking and Recent Development in Islamic Republic of Iran. Acara knowledge
sharing yang kedua dilakukan bekerjasama dengan IRTI-IDB sebagai bagian dari rangkaian program
IDB Regional Lecture Series, yang dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2012 dengan menampilkan
pembicara pemenang IDB Prize on Islamic Banking and Finance year 2012 yaitu Dr. Zeti Akhtar Aziz,
LPPS 2012

22

Gubernur Bank Negara Malaysia (BNM), dengan topik yang disampaikan tentang Finance and the Real
Economy: Fostering Sustainability. Kedua acara tersebut dihadiri oleh praktisi perbankan syariah,
anggota Dewan Syariah Nasional (DSN), regulator keuangan syariah dan akademisi. Selain menjadi
forum knowledge sharing, diskusi interaktif juga terjadi di kedua acara tersebut sehingga manfaat
dirasakan tidak hanya oleh peserta tapi juga pemateri.
2.1.2. Kegiatan Bidang Pengaturan
Kegiatan Divisi Pengaturan pada tahun 2012 dilaksanakan sebagai kegiatan penyusunan dan/
atau penyempurnaan ketentuan secara berkelanjutan yang telah menjadi amanat Undang-Undang No.
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Penyusunan dan penyempurnaan ketentuan Perbankan
Syariah yang dilaksanakan selama tahun 2012 adalah sebagai berikut :
a) Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/6/PBI/2012 tanggal 18 Juni 2012 perihal Uji Kemampuan
dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dengan aturan
teknisnya berupa Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/25/DPbS tanggal 12 September 2012:
Dengan diberlakukannya ketentuan ini maka, Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/31/PBI/2009
tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
b) Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/20/PBI/2012 tanggal 17 Desember perihal Perubahan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/24/PBI/2009 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Syariah Bagi Bank Umum Syariah: Perubahan ketentuan terkait dengan persyaratan Bank yang
dapat mengajukan permohonan dan persyaratan tentang agunan. Dengan diberlakukannya
ketentuan ini, peraturan pelaksanaan dari PBI ini, dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam PBI.
c) Surat Edaran Nomor 14/7/DPbS tanggal 29 Februari 2012 tentang Produk Qardh Beragun Emas
bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah: Penerbitan SE ini dimaksudkan untuk memberikan
acuan bagi perbankan syariah dalam menjalankan produk Qardh Beragun Emas, yang merupakan
pedoman teknis dari Peraturan Bank Indonesia No.10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah
dan Unit Usaha Syariah.
d) Surat Edaran Nomor 14/16/DPbS tanggal 31 Mei 2012 tentang Produk Pembiayaan Kepemilikan
Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah: Penerbitan SE ini dimaksudkan untuk
memberikan acuan bagi perbankan syariah dalam menjalankan produk Pembiayaan Kepemilikan
Emas, yang merupakan pedoman teknis dari Peraturan Bank Indonesia No.10/17/PBI/2008
tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
e) Surat Edaran Nomor 14/33/DPbS tanggal 27 November 2012 tentang Penerapan Kebijakan
Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor bagi Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah: Penerbitan SE ini dimaksudkan untuk memberikan acuan
bagi BUS dan UUS dalam menyalurkan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan
Kendaraan Bermotor dalam rangka meningkatkan kehati-hatian, yang merupakan pelaksanaan
LPPS 2012

23

dari Peraturan Bank Indonesia No.10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen
Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Beberapa ketentuan dikeluarkan terkait dengan arah kebijakan perbankan syariah yaitu untuk
meningkatkan kualitas pengaturan secara berkesinambungan yang disesuaikan dengan
perkembangan-perkembangan terkini. Hal tersebut dapat berasal dari komitmen pemenuhan prinsip
syariah sebagaimana yang difatwakan oleh DSNMUI sebagai tindak lanjut rekomendasi Working
Group Perbankan Syariah (WGPS) antara BI, DSN-MUI dan IAI, dan implementasi kebijakan
macroprudential BI maupun dalam rangka melengkapi sistem pengawasan yang mengacu pada prinsip
kehati-hatian dan kualitas manajemen risiko yang baik.
Penyempurnaan dan peningkatan kualitas pengaturan di atas, menyebabkan pertumbuhan
industri yang relatif tinggi perlu diikuti oleh kualitas sistem pengawasan yang semakin baik. Sesuai
dengan arah pengembangan secara umum, sistem pengawasan perbankan syariah diarahkan untuk
memenuhi standar pengawasan yang didukung oleh regulasi yang semakin compatible dan efektif
maupun ditunjang oleh mekanisme dan infrastruktur pengawasan yang semakin lengkap dan efisien.
Dengan demikian pada tahun 2012 Bank Indonesia telah pula melakukan penyempurnaan pedoman
pengawasan terkait GWM dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi BUS, Penilaian Tingkat Kesehatan BPRS,
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, dan Uji Kemampuan
dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah
Pada tahun 2012 juga telah dilakukan review terhadap ketentuan-ketentuan untuk
mengakomodasi perkembangan yang terjadi sesuai dengan kondisi perbankan syariah. Review
tersebut dilakukan dengan tujuan sinkronisasi dan harmonisasi dengan ketentuan perbankan yang
berlaku secara umum. Hasil dari review yang dilakukan merekomendasikan penyusunan dan/atau
penyempurnaan atas ketentuan-ketentuan yang telah berlaku yaitu:
a) Kelembagaan BUS dan UUS;
b) Kelembagaan BPRS;
c) Jaringan kantor BUS dan UUS berdasarkan modal inti;
d) Produk dan aktivitas baru perbankan syariah;
e) Tingkat Kesehatan Bank Syariah; dan
f) Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah.
Ketentuanketentuan tersebut direkomendasikan untuk dapat dikeluarkan pada tahun 2013.
Untuk memberikan pemahaman kepada stakeholder, Bank Indonesia pada tahun 2012 juga
melakukan sosialisasi mengenai ketentuan perbankan syariah 2012 yang dilaksanakan sebagai berikut:
1. Sosialisasi kepada BPRS di wilayah Jayapura, Sulawesi, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara dan Jawa
Timur dilaksanakan pada tanggal 18 September 2012 di Surabaya;
2. Sosialisasi kepada BPRS di wilayah Jawa tengah dan DIY dilaksanakan pada tanggal 20 September
2012 di Yogyakarta;
3. Sosialisasi kepada BPRS di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat dan Sumatera dilaksanakan pada
tanggal 26 September 2012 di Jakarta;
4. Sosialisasi kepada BUS dan UUS seluruh Indonesia dilaksanakan pada tanggal 27 September 2012
di Jakarta; dan
LPPS 2012

24

5. Sosialisasi kepada pengawas perbankan BI dari seluruh Indonesia dilaksanakan pada tanggal 21
September 2012 di Yogyakarta.
Disamping melakukan penyusunan ketentuan dalam rangka mengakomodasi perkembangan
sesuai kondisi perbankan syariah dan/atau dalam rangka memberikan petunjuk pelaksanaan
Peraturan Bank Indonesia, terdapat pula beberapa ketentuan yang disusun oleh satuan kerja lainnya
di Bank Indonesia. Ketentuan yang disusun oleh satuan kerja lain dimaksud telah mendapatkan
masukan dan pertimbangan dari perbankan syariah, sehingga selain berlaku bagi perbankan
konvensional, ketentuan dimaksud berlaku pula bagi perbankan syariah.
Ikhtisar ketentuan yang disusun oleh Departemen Perbankan Syariah adalah sebagaimana
Lampiran Ikhtisar Ketentuan.

2.1.3. Kegiatan Bidang Review Kebijakan dan Standar Internasional
Bidang kegiatan mengenai evaluasi kebijakan dan standar internasional termasuk yang cukup
intens dilakukan pada tahun 2012, dimana di dalamnya juga mencakup pelaksanaan kerjasama
dengan berbagai institusi domestik maupun institusi keuangan syariah internasional. Pelaksanaan
evaluasi kebijakan yang dilakukan secara komprehensif, antara lain mencakup review terhadap
kebijakan yang memiliki dampak luas, termasuk kesesuaian dan penerapan terhadap standar
internasional, serta review terhadap pengaturan yang telah diterapkan maupun praktek yang terjadi
dalam industri. Selain itu, peningkatan intensitas keikutsertaan Bank Indonesia pada lembaga dan
forum internasional di bidang keuangan syariah juga memerlukan refocusing. Hasil dari review
tersebut diharapkan menjadi rekomendasi guna terlaksananya fungsi penelitian, pengembangan,
pengaturan dan pengawasan perbankan syariah yang lebih optimal dan sesuai dengan arah kebijakan
yang telah digariskan.
Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain :
Melakukan review mengenai penerapan standar IFSB No.12 tahun 2012 tentang Guiding
Principles on Liquidity Risk Management for Institutions Offering Islamic Financial Services (IIFS).
Review ini dilakukan dalam rangka rekomendasi penyusunan pengaturan manajemen risiko
likuiditas bagi perbankan syariah di Indonesia, karena masih bervariasinya panduan dan praktek
manajemen risiko likuiditas perbankan syariah di berbagai jurisdiksi. Selain itu penerapan
manajemen risiko likuiditas bagi BUS/UUS di Indonesia saat ini masih berdasarkan ketentuan
yang sama dengan Bank Umum Konvensional (BUK) yaitu SE No. 11/16/DPNP tahun 2009.
Evaluasi dilakukan terhadap 15 prinsip yang hanya berlaku untuk lembaga keuangan syariah saja
dari total 23 prinsip, serta berdasarkan kriteria : (i) kesesuaian dengan karakteristik perbankan
syariah Indonesia, (ii) signifikansi hal yang diatur dengan kondisi perbankan syariah Indonesia
dan (iii) ketercakupan dalam ketentuan BI.
Beberapa materi standar yang direkomendasikan untuk diakomodasi, antara lain : (i)
pengawasan aktif Dewan Pengawas Syariah seperti mengevaluasi pertanggung jawaban Direksi
atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko likuiditas terkait pemenuhan Prinsip Syariah dan
menyetujui mekanisme & produk manajemen risiko likuiditas sesuai Prinsip Syariah, (ii)
Konsolidasi manajemen risiko likuiditas untuk BUS bagian dari BUK/UUS, agar pengurus dan
LPPS 2012

25

manajemen senior di induk mempersiapkan strategi, kebijakan dan prosedur untuk aktivitas
perbankan syariah secara keseluruhan grupnya dan mempertimbangkan fasilitas likuiditas sesuai
Prinsip Syariah dalam grupnya, (iii) identifikasi sumber risiko likuiditas seperti adanya
implikasi/interaksi kontrak keuangan syariah a.l. dalam Mudarabah and Musharakah, risiko
likuditas dapat timbul karena terjadinya keterlambatan atau tidak dibayarnya pembayaran bagi
hasil selama kontrak dan tidak dibayarnya pokok oleh nasabah saat akhir kontrak dan (iv) dalam
pengendalian internal, manajemen senior harus memastikan mekanisme internal control dan
audit internal yang layak untuk menjaga integritas proses manajemen risiko likuiditas dengan
menunjuk orang berkemampuan yang mengerti karakteristik kontrak dan aktivitas sesuai Prinsip
Syariah. Di lain pihak terdapat juga materi dalam IFSB standard dimaksud yang belum
diakomodasi tersendiri, karena karakteristik perbankan syariah Indonesia yang spesifik dan
ketercakupan dalam ketentuan yang sudah ada. Pengaturan tersebut antara lain : (i) Identifikasi
risiko likuiditas menyangkut penghimpunan dana berdasarkan Commodity Murabaha Transaction
(CMT) dan (ii) Foreign Exchange Liquidity Risk, karena secara substansi sudah ada dalam
pengaturan yang berlaku, selain portofolio perbankan syariah dalam international banking dan
valuta asing masih kecil.
Melakukan kajian terkait income smoothing (PER dan IRR) di perbankan syariah. Latar belakang
dilakukannya kajian ini antara lain karena karakteristik return bagi hasil (mudharabah) dari dana
pihak ketiga perbankan syariah bersifat tidak tetap, sehingga dapat memunculkan timbulnya
kekhawatiran antara lain risiko beralihnya nasabah kepada sistem perbankan yang dapat
menetapkan return pasti kepada nasabah (Displacement Commercial Risk/DCR). Dalam pada itu,
perbankan syariah berupaya untuk memelihara loyalitas nasabah dengan cara memberikan hak
atas imbalan hasilnya atau bagian keuntungannya kepada nasabah pada saat terjadi imbal hasil
secara equivalent rate lebih rendah dibandingkan dengan bank lain.
Berdasarkan standar IFSB terkait, mitigasi DCR oleh bank syariah dapat dilakukan melalui 2 (dua)
metode yaitu income smoothing dengan mitigasi dan income smoothing tanpa mitigasi. Metode
income smoothing dengan mitigasi yaitu dengan menggunakan model Profit Equalization Reserve
(PER), di mana bank syariah hanya boleh membentuk cadangan (reserve) secara intern yang
diambil dari bagian keuntungan bank syariah yang melebihi tingkat imbalan yang kompetitif.
Sementara metode income smoothing tanpa mitigasi adalah metode di mana bank syariah dapat
mengurangi bagian keuntungannya untuk diberikan kepada nasabah sebagai hibah/hadiah agar
tingkat imbalannya kompetitif. Sementara berdasarkan kepada fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN) terkait, income smoothing diperbolehkan dengan memenuhi beberapa syarat tertentu
antara lain : (i) dilakukan secara terbatas, yaitu hanya dalam kondisi di mana loyalitas nasabah
harus dijaga yang disebabkan rendahnya daya saing tingkat imbalan yang diperoleh nasabah, (ii)
kebijakan income smoothing boleh dilakukan apabila dalam praktiknya tidak menimbulkan
kecenderungan praktik ribawi terselubung dan tidak menghilangkan karakteristik bagi hasil yang
didasarkan pada hasil nyata dengan memastikan tingkat imbalan tertentu, dan (iii) kebijakan
income smoothing yang dilakukan tidak boleh mengurangi bagi hasil yang merupakan hak
nasabah kecuali disepakati lain dalam akad.
Pada prakteknya, walaupun belum diatur secara tersendiri oleh Bank Indonesia namun terdapat
bank Syariah di Indonesia yang telah melakukan Income Smoothing. Pelaksanaannya dilakukan
pada saat tertentu yaitu saat imbal hasil produk Mudharabah secara equivalent rate-nya sangat
LPPS 2012

26

jauh di bawah bank lain yang memberikan return pasti, dan hanya diberikan terbatas kepada
nasabah yang sensitif serta atas persetujuan direksi maupun adanya opini DPS.
Melakukan penyusunan Outlook Perbankan Syariah 2013, yang berisi pemaparan mengenai
pelaksanaan kebijakan yang telah digariskan pada tahun sebelumnya dan kondisi perekonomian
serta proyeksi pertumbuhan perbankan syariah di tahun 2013, termasuk juga arah kebijakan
perbankan syariah pada tahun 2013. Hasil outlook ini kemudian dipresentasikan di hadapan
stakeholders perbankan syariah dalam Seminar Akhir Tahun Perbankan Syariah, dan sebagai salah
satu bahan arahan Gubernur Bank Indonesia dalam acara Bankers Dinner 2012.
Melaksanakan kegiatan Working Group Perbankan Syariah WGPS bersama Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) dan Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan
Akuntan Indonesia (DSAS IAI) antara lain berupa penyiapan materi dan pembahasan usulan
rekomendasi terkait fatwa perbankan syariah, untuk kemudian disampaikan kepada Badan
Pelaksana Harian DSN untuk diproses lebih lanjut sampai dengan terbitnya fatwa jika diperlukan
fatwa atau sebatas opini syariah DSN-MUI. Selanjutnya keputusan yang dikeluarkan DSN-MUI
tersebut ditindaklanjuti oleh Bank Indonesia dengan penyusunan ketentuan perbankan syariah
jika diperlukan serta standar akuntansinya oleh DSAS IAI. Rekomendasi yang telah dikeluarkan
WGPS sepanjang tahun 2012 mencakup topik : (i) Hedging Bank Syariah (Tahawuth), (ii)
Murabahah dan Investasi Emas, (iii) Waad dalam Kontrak Multi Akad, (iv). Wadiah atau Qardh
dalam Funding, dan (v) Hadiah dalam Produk Perbankan Syariah.
Melaksanakan kegiatan Komite Perbankan Syariah (KPS), antara lain berupa penyiapan materi
dan perumusan rekomendasi kepada Bank Indonesia dalam rangka implementasi Prinsip Syariah
yang diatur dalam fatwa DSN MUI ke dalam Peraturan Bank Indonesia sebagaimana amanah
Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Selain itu, diharapkan berbagai
rekomendasi KPS tersebut dapat mencakup dan turut serta berperan dalam pengembangan
perbankan syariah secara umum.
Melaksanakan kerjasama strategis bilateral dengan DSN-MUI berdasarkan Perjanjian Kerjasama
antara Bank indonesia dan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia dalam
Mengembangkan Perbankan Syariah di Indonesia Nomor 14/PK/DPbS tanggal 12 Maret 2012
yang merupakan tindak lanjut Nota Kesepahaman antara Bank lndonesia dan Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama lndonesia No.12/1/BI/DPbS/NK - No.B-031/DSN-MUI/ll/2010, tanggal 3
Februari 2010. (Perkembangan WGPS, KPS dan Kerjasama Bilateral dengan DSN MUI lebih jauh
dapat dilihat di Bab Kerjasama Domestik dan Internasional).
Melakukan penyusunan stance dan posisi Bank Indonesia dalam forum kerjasama organisasi
kerjasama keuangan syariah internasional seperti dalam Governing Board Meeting IILM, Council
Meeting IFSB maupun Board of Directors IIFM. Serta penyusunan tanggapan posisi Indonesia
(Bank Indonesia) terhadap program kegiatan non rutin dari institusi keuangan syariah
Internasional seperti IDB, yaitu dalam pembahasan dan penyusunan : (i) Risk Management on
Islamic Finance (kerjasama IDB dengan GARP) dan (ii) Financial Sector Assessment Program
(FSAP) on Islamic Finance (kerjasama IDB dengan IMF-World Bank).

LPPS 2012

27

Kegiatan pengembangan perbankan dan keuangan syariah Indonesia supaya lebih dapat dikenal
di dunia internasional, melalui penyelenggaraan seminar internasional keuangan syariah Bank
Indonesia yang ke-2, yang dilaksanakan pada bulan Mei 2012 di Bandung. Seminar dihadiri oleh
Presiden Islamic Development Bank (IDB) Group dari Arab Saudi, dan perwakilan dari lebih 11
negara di dunia dengan jumlah peserta lebih dari 250 orang yang berasal dari regulator, praktisi,
akademisi dan stakeholders keuangan syariah lainnya. Lebih jauh, Bank Indonesia juga turut aktif
dalam mengkomunikasikan framework kebijakan perbankan syariah Indonesia maupun
perkembangan perbankan dan keuangan syariah Indonesia di dunia internasional, bekerjasama
dengan berbagai pihak seperti SESRIC-OIC, IFSB dan Kedutaan Besar Republik Indonesia melalui
berbagai aktivitas seperti pengiriman narasumber/pembicara seminar dan pelatihan maupun
penyelenggaraan seminar perbankan/keuangan syariah di berbagai belahan dunia antara lain di
Bahrain, Malaysia, Mesir, Singapura, Mauritius, Tajikistan, Turki dan London-UK. Kegiatan
promosi perbankan dan keuangan syariah Indonesia di dunia internasional ini intens dilakukan,
agar dapat lebih menunjukkan kiprah dan posisi Indonesia dalam keuangan syariah dunia,
sehingga diharapkan dapat membuat Indonesia menjadi salah satu referensi dan pusat keuangan
syariah dunia. Hal ini rupanya telah diapresiasi oleh dunia internasional, dimana Bank Indonesia
atas kiprahnya mempromosikan keuangan syariah selama tahun 2012 telah memperoleh
penghargaan dari Islamic Finance News (IFN) Malaysia sebagai The Best Central Bank in
Promoting Islamic Finance.
Melakukan penyusunan Product Development Strategic Plan (PDSP), sebagai salah satu arah
kebijakan pengembangan produk perbankan syariah kedepan.
Perkembangan produk perbankan syariah dalam beberapa tahun terakhir, mulai menunjukkan
inovasi yang disesuaikan kebutuhan dan karenanya mendapatkan sambutan luas masyarakat.
Namun demikian, sejumlah kendala dan kritik dialamatkan kepada perbankan syariah terkait
produk dan layanan yang ditawarkan. Diantara kritik dimaksud antara lain, produk yang dinilai
menyerupai atau meniru produk bank konvensional, variasi produk yang terbatas karena
didominasi produk berbasis utang-piutang, dan kurang mengedepankan produk bagi hasil, dan
baru melayani sebagian segmen yaitu segmen ritel, dan produk yang mahal dan kurang memihak
pada upaya pengentasan kemiskinan. Di sisi lain, kendala yang dihadapi bank-bank syariah seperti
keterbatasan SDM dan kemampuan R&D, landasan hukum yang kurang memadai, dan tingginya
konsentrasi industri pada beberapa bank konvensional yang menyebabkan inefisiensi pada
sebagian besar bank termasuk bank syariah, umumnya belum dipahami oleh masyarakat sebagai
hal yang mempengaruhi pengembangan dan kualitas produk bank syariah.
Dalam konteks ini, penyusunan PDSP ditujukan untuk mengevaluasi perkembangan,
mengidentifikasi tantangan dan peluang pengembangan, serta menentukan arah dan strategi
pengembangan produk perbankan syariah ke depan. Sesuai tujuan tersebut, secara garis besar
lingkup materi PDSP meliputi identifikasi aspek-aspek strategis pengembangan produk termasuk
proses pengembangan produk dan sharia governance, mapping posisi dan arah pengembangan
produk bank-bank syariah dikaitkan dengan pengembangan model bisnis, serta perumusan arah
dan strategi pengembangan produk. Adapun sasaran yang hendak dicapai adalah berkembangnya
variasi produk perbankan syariah yang dapat bersaing dan diterima oleh pasar, dan sesuai dengan
kebutuhan beragam segmen jasa keuangan yang berkembang di Indonesia.
LPPS 2012

28

Dari sisi proses, penyusunan PDSP yang dimulai pasca perumusan model bisnis perbankan syariah
sebagai referensi utama, telah melewati beberapa tahap yaitu survey proses pengembangan
produk bank syariah, diskusi dan penyusunan opinion papers, serta Focus Group Discussion (FGD)
dengan perbankan syariah. Sedangkan dari sisi materi, PDSP disusun dengan mempertimbangkan
(i) gap antara produk perbankan syariah dengan kebutuhan masyarakat (produk bank
konvensional lokal dan bank syariah internasional sebagai proxy), (ii) proses pengembangan
produk perbankan syariah, termasuk aspek sharia governance dan aspek perizinan, (iii) isu
penerapan prinsip syariah dalam fungsi dan produk perbankan syariah, serta (iv) perkembangan
ekonomi, demografi, regulasi dan persaingan pada industri perbankan.
Berdasarkan evaluasi berbagai aspek tersebut, kebijakan pengembangan produk perbankan
syariah akan diarahkan untuk membangun positioning bank syariah sebagai lembaga intermediasi
bagi kegiatan investasi yang memiliki keterkaitan dan berdampak langsung pada aktivitas
ekonomi riil. Dalam rangka membangun positioning dimaksud, dalam jangka menengah hingga
tahun 2020, diperlukan strategi yang secara garis besar meliputi:
i. mengembangkan produk dan layanan investasi dalam rangka mengakomodasi minat dan
kebutuhan investasi masyarakat;
ii. memperkuat keterkaitan produk dan aktivitas perbankan syariah dengan aktivitas dan
risiko sektor riil yang menjadi karakteristik utama perbankan syariah Indonesia;
iii. meningkatkan kapasitas perbankan syariah dalam memenuhi perkembangan kebutuhan
jasa keuangan masyarakat guna mendukung pertumbuhan aset;
iv. mengembangkan peran perbankan syariah sebagai agen pemerataan ekonomi;
v. menciptakan lingkungan yang lebih kondusif dalam rangka mendorong inovasi dan
aplikasi variasi fitur produk perbankan syariah; dan
vi. memperkuat governance dan meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum bagi
bank dan nasabah.
Penjabaran dan implementasi strategi dimaksud tidak hanya menjadi tugas dan tanggungjawab
bersama regulator dan perbankan syariah, namun juga sangat memerlukan dukungan
stakeholder terkait termasuk didalamnya pemerintah, lembaga legislatif/yudikatif, pakar hukum
dan keuangan syariah.

2.1.4. Kegiatan Bidang Pengembangan Pengawasan
Sejalan dengan arah kebijakan penguatan tata kelola dan manajemen risiko Perbankan
Syariah, Bank Indonesia secara berkelanjutan terus meningkatkan efektivitas pengawasan bank,
terutama melalui penyempurnaan metode dan infrastruktur pengawasan.
Pengembangan Aplikasi Pengawasan dan Penyempurnaan Laporan
Beberapa penyempurnaan laporan dan aplikasi pengawasan yang dikembangkan dalam
rangka menunjang kegiatan pengawasan terhadap perbankan syariah, antara lain:
1. Penyempurnaan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI) BUS dan UUS
LPPS 2012

29

Penyempurnaan PAPSI 2003 didasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain keluarnya
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) Syariah dan PSAK 101-107
pada 2007 yang merevisi PSAK 59 yang merupakan acuan PAPSI 2003 serta perubahan ketentuan-
ketentuan terkait. Selain itu, kebutuhan penyempurnaan PAPSI 2003 juga didorong adanya
penerbitan PSAK 101 (revisi) dan PSAK 110 pada 2011 serta adanya perubahan signifikan SAK
Umum sebagai dampak konvergensi IFRS antara prudential dengan akuntansi.

Selanjutnya, PAPSI 2012 untuk bank syariah terbagi atas dua yaitu PAPSI untuk BUS-UUS dan
PAPSI untuk BPRS. Pembagian PAPSI tersebut dilakukan dengan pertimbangan kompleksitas usaha
antara BUS-UUS yang lebih tinggi dibandingkan BPRS dan adanya SAK ETAP pada 2009 dan sudah
diterapkan pada BPR sejak 2010. Sementara itu dari sistematika penyusunan, PAPSI 2012 memiliki
pendekatan asas dan karakteristik dari transaksi yang terjadi dalam Perbankan Syariah. Kondisi ini
berbeda dengan PAPSI 2003 yang sistematikanya didasarkan pada counterpart dari transaksi yang
terjadi dengan bank syariah. Dengan adanya perubahan pendekatan tersebut, diharapkan
memudahkan stakeholder untuk memahami pencatatan transaksi di Perbankan Syariah.

Draft final PAPSI BUS-UUS telah disosialisasikan kepada BUS-UUS dalam kegiatan limited hearing
pada bulan Desember 2012 di Bank Indonesia. Berdasarkan masukan tersebut, maka PAPSI BUS-
UUS akan direncanakan diterbitkan pada triwulan I tahun 2013. Sementara itu untuk PAPSI BPRS
direncanakan akan terbit pada triwulan IV tahun 2013.

2. Penyusunan Pedoman Forum Panel Pengawasan BPRS
Untuk mendukung kegiatan pengawasan bank berbasis risiko, Bank Indonesia telah
mengembangkan proses quality assurance (QA) terhadap kegiatan pengawasan yang dilakukan
oleh satuan kerja pengawasan di Bank Indonesia. Proses QA pertama kali diterapkan untuk bank
umum baik konvensional maupun syariah.
Kegiatan Forum Panel Pengawasan BPRS sebagaimana diatur dalam Pedoman Forum Panel
Pengawasan BPRS dilaksanakan dalam rangka penilaian terhadap kegiatan pengawasan yang
dilakukan di BPRS. Penilaian tersebut menekankan pada Know Your Bank (KYB), Risk Profile,
penilaian Tingkat Kesehatan (TKS) BPRS, kesesuaian rencana dan strategi pengawasan serta
tindaklanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas di satuan kerja pengawasan yang
membawahi pengawasan BPRS. Forum panel dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun untuk
BPRS yang dinilai bermasalah, sedangkan forum panel untuk BPRS yang tidak termasuk dalam
kategori bermasalah dilakukan sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Dengan adanya Forum Panel Pengawasan BPRS tersebut diharapkan kualitas hasil pengawasan
yang dilaksanakan Bank Indonesia semakin meningkat dan akurat. Draft final pedoman panel
dimaksud telah diselesaikan pada bulan Desember 2012. Lebih lanjut, Pedoman Forum Panel
Pengawasan BPRS direncanakan akan diterbitkan pada semester I tahun 2013.
3. Pengembangan Aplikasi Laporan Bulanan Bank Umum Syariah (LBUS)
Sebagaimana telah dilaporkan dalam Laporan Perkembangan Perbankan Syariah (LPPS) Tahun
2011, Bank Indonesia telah melakukan penyempurnaan Laporan Bulanan Bank Umum Syariah
(LBUS) 2003. Kelanjutan penyempurnaan pedoman tersebut adalah penyempurnaan dalam sistem
pelaporan LBUS dimaksud yang berbeda dengan sistem pelaporan LBUS sebelumnya. Titik penting
LPPS 2012

30

sistem pelaporan adalah bank syariah dalam pelaporan LBU-nya akan menyampaikan data dalam
bentuk metadata atau data individu tiap transaksi dengan mengacu kepada kamus data LBUS
penyempurnaan 2003 yang terstandarisasi di dalam platform XBRL. Kondisi ini sangat berbeda
dengan sistem pelaporan sebelumnya (LBUS 2003) yang berdasarkan form laporan (form based).
Sistem pelaporan tersebut direncanakan akan dimulai pada bulan Juli 2013 dengan pelaporan
data bulan Juni 2013.
Terkait dengan perubahan format dan mekanisme pelaporan tersebut, Bank Indonesia telah
melakukan sosialisasi perubahan sistem dengan format LBUS penyempurnaan 2003 tersebut
kepada seluruh BUS/UUS beserta proses pendampingan (coaching clinic) terhadap bank syariah
untuk mendukung kesiapan bank syariah didalam implementasi sistem pelaporan tersebut.
Seiring dengan perubahan sistem pelaporan tersebut, diharapkan akan memberikan efisiensi dan
fleksibilitas pelaporan, sekaligus menjadi pioner didalam industri perbankan nasional. Kegiatan
terkait pengembangan sistem pelaporan Bank Umum Syariah ini merupakan bagian dari integrasi
sistem pelaporan Bank Indonesia dalam kerangka Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem
Keuangan (LSMK).

4. Pengembangan Aplikasi Sistem Informasi Perbankan (SIP) Untuk Bank Syariah
Bank Indonesia melakukan penyempurnaan dalam konsep pengawasan berbasis risiko dengan
menerapkan penilaian tingkat kesehatan bank dengan prinsip Risk Based Bank Rating (RBBR).
Adanya penilaian TKS bank secara RBBR, menekankan pada kedalaman pemahaman KYB (Know
Your Bank) yang dimiliki pengawas sehingga diharapkan pengawas mampu mengidentifikasi dan
menilai profil risiko bank yang diawasi secara baik dan akurat. Pada akhirnya pengawas mampu
memberikan penilaian TKS bank secara tepat dengan mempertimbangkan profil risiko,
pelaksanaan GCG, kemampuan rentabilitas serta ketahanan modal bank. Terkait dengan rencana
implementasi RBBR tersebut Bank Indonesia telah menyiapkan infrastruktur pengawasan berupa
Aplikasi Sistem Informasi Perbankan (SIP) untuk Bank Syariah yang memfasilitasi pengawas
didalam mendapatkan informasi bank yang diawasi.

5. Pengembangan Aplikasi Rencana Bisnis Bank (RBB) untuk BPRS
Salah satu alat/tools yang dikembangkan oleh Bank Indonesia agar pengawasan BPRS menjadi
lebih baik dan efektif adalah dengan melakukan pengembangan aplikasi RBB BPRS secara online.
Pengembangan tools tersebut adalah untuk memperkuat kegiatan pengawasan dengan penyajian
informasi RBB BPRS secara akurat dan tepat waktu. Tahapan pengembangan aplikasi ini telah
dimulai sejak tahun 2012, yaitu dengan telah dilakukannya terlebih dahulu kajian atas RBB untuk
BPRS yang menghasilkan cakupan informasi dalam pelaporan RBB BPRS dan menyusun user
requirement aplikasi pelaporan RBB BPRS.

Selanjutnya, pengembangan aplikasi RBB BPRS tersebut dilakukan tahun 2013. Diharapkan aplikasi
tersebut dapat menjadi media dokumentasi pengawas terhadap pelaporan RBB BPRS sekaligus
monitoring pencapaian atas RBB BPRS tersebut.
Pelatihan
Beberapa kegiatan pelatihan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kompetensi pengawas bank
syariah antara lain :
LPPS 2012

31

1. Pelatihan Pengawas Perbankan Syariah
Pelatihan Pengawas Perbankan Syariah merupakan program pelatihan yang dilakukan secara
reguler oleh Bank Indonesia dalam rangka pembekalan dan peningkatan kompentensi pengawas
bank syariah. Pelatihan ini terbagi atas tiga jenjang yaitu :
a. Pendidikan Dasar Pengawasan Bank Syariah
Jenjang pendidikan ini diperuntukkan bagi pembekalan bagi para pengawas yang belum
memiliki dasar teori dan pengawasan bank syariah. Sebagian besar peserta pelatihan ini
merupakan pegawai atau pengawas Bank Indonesia yang baru berkiprah di pengawasan bank
syariah. Sementara itu selama tahun 2012, pelaksanaan Pendidikan Dasar Perbankan Syariah
diikuti oleh 28 peserta yang berlangsung di Surabaya, Jawa Timur.

b. Pendidikan Menengah/Intermediate Pengawasan Bank Syariah
Bentuk dari pelatihan yang dilakukan pada level intermediate kepada pengawas Perbankan
Syariah ini adalah dalam bentuk klasikal dan on the job training. Penekanan materi dalam
klasikal adalah adanya perubahan ketentuan dan aplikasi yang berpengaruh dalam proses
pengawasan. Sementara dalam on the job training, pengawas akan diberikan kesempatan
melakukan pemeriksaan BPRS secara langsung sehingga pengawas dapat mempratekkan
beberapa teknik pemeriksaan sebagaimana telah diberikan pada saat klasikal dan pendidikan
dasar sebelumnya diantaranya adalah melakukan interview dengan pejabat BPRS untuk
memperoleh data maupun bagaimana mengurai serta menyimpulkan suatu informasi yang
telah didapat menjadi temuan. Pengawas dapat juga melakukan sharing pengalaman dalam
melakukan pemeriksaan yang selama ini pernah ditemukan sehingga dapat diperoleh
perlakuan yang sama apabila mendapatkan kondisi temuan yang sama. Pelatihan dimaksud
diikuti sekitar 50 peserta yang diselenggarakan di Makassar dan Yogyakarta.
2. Pelatihan Modul Aplikasi Early Warning System (EWS), EDW dan Simwas BPRS
Sejalan dengan peningkatan pemanfaatan dan sosialisasi aplikasi pengawasan BPRS kepada
pengawas, Bank Indonesia pada tahun 2012 telah menyelenggarakan sosialisasi/pelatihan untuk
aplikasi EWS, EDW dan Simwas BPRS. Pelatihan EWS BPRS diarahkan pada peningkatan
pemahaman pengawas dalam membaca indikator pada aplikasi EWS BPRS, yaitu meliputi
confident indicator, general information dan leading indicator. Selanjutnya, pelatihan aplikasi
Simwas BPRS ditujukan sebagai sosialisasi kepada pengawas terkait dengan tugas dan tanggung
jawab didalam penggunaan aplikasi Simwas BPRS khususnya modul penilaian TKS BPRS.
Sementara itu untuk pelatihan EDW BPRS dimaksudkan sebagai pengenalan sekaligus sosialisasi
aplikasi EDW BPRS tersebut.
3. Pelatihan RBBR untuk Pengawas Bank Syariah
Sejalan dengan adanya perubahan konsep pengawasan berbasis risiko dari penilaian TKS
berdasarkan indikator keuangan (Capital, Asset, Earning, Liquidity dan Sensitivity to Market Risk)
serta penilaian Manajemen (Manajemen Umum, Manajemen Risiko, Manajemen Kepatuhan)
menjadi konsep pengawasan berbasis RBBR, Bank Indonesia melaksanakan pelatihan RBBR
kepada pengawas bank syariah. Pelatihan tersebut diharapkan mampu membekali pengawas bank
LPPS 2012

32

syariah dengan pemahaman dan pengetahuan penilaian TKS berbasis RBBR. Pelatihan
dilaksanakan pada bulan Desember 2012 di Jakarta.
4. Pelatihan Gadai Emas
Dalam rangka peningkatan kompetensi pengawas bank syariah khususnya untuk produk gadai
emas, Bank Indonesia melakukan pelatihan gadai emas kepada pengawas bank syariah. Pelatihan
tersebut diselenggarakan Bank Indonesia dengan bekerjasama dengan salah satu bank
penyelenggara gadai emas, yaitu PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk Unit Usaha Syariah. Hingga
tahun 2012 telah dilakukan pelatihan Gadai emas sebanyak 3 (tiga) kali dan selanjutnya Bank
Indonesia akan berkomitmen untuk terus dan berkelanjutan mengadakan pelatihan tersebut
kepada seluruh pengawas Bank Syariah.

2.1.5. Kegiatan Bidang Pengembangan Produk dan Edukasi
Pelaksanaan Kebijakan Pengembangan Produk dan Pasar
Pelaksanaan Kebijakan Pengembangan Produk
Seiring semakin berkembangnya perbankan syariah dan semakin dikenalnya perbankan
syariah oleh masyarakat, perbankan syariah dituntut untuk lebih meningkatkan kualitas layanan
untuk memenuhi kebutuhan nasabah. Pemenuhan kebutuhan nasabah tersebut antara lain
dilakukan melalui peningkatan service excellent dan inovasi produk. Perbankan syariah diharapkan
dapat meluncurkan produk baru yang inovatif,unik dan beragam sehingga dapat dirasakan
kemanfaatannya oleh setiap segmen sesuai dengan segmentasi baru nasabah.
Dalam rangka mengakomodasi perkembangan terkini dari inovasi produk yang telah dilakukan
oleh perbankan syariah, perlu upaya-upaya untuk lebih mendukung kebijakan pengembangan
perbankan syariah. Salah satu upaya yang dilakukan Bank Indonesia untuk mendukung
pengembangan produk antara lain penyempurnaan kodifikasi produk perbankan syariah melalui
updating produk yang telah memperoleh perizinan dari Bank Indonesia serta review kembali
kodifikasi dari semula lebih berfokus kepada akad menjadi lebih berfokus kepada produknya.
Penyempurnaan kodifikasi produk telah dilakukan sejak tahun 2011 dengan memprioritaskan
pada penyempurnaan kodifikasi produk-produk perbankan syariah yang telah diluncurkan sejak
2008 dan yang telah dikeluarkan ketentuannya pada tahun 2009. Pada tahun 2012,
penyempurnaan kodifikasi produk terus dilakukan agar dapat mengakomodir inovasi produk baru
yang diluncurkan oleh perbankan syariah. Kodifikasi ini menjadi panduan bagi bank syariah dalam
menerbitkan produk baru sehingga produk yang dikeluarkan bersifat standar meskipun memiliki
perbedaan dalam beberapa fitur layanan, tergantung dari kemampuan dan kreatifitas bank
masing-masing. Dengan demikian proses perizinan maupun pelaporan produk yang merupakan
ketentuan turunan dari Undang-undang Perbankan Syariah, dapat dilakukan secara lebih efisien.
Pada tahun 2012 juga, telah dibentuk working group pengembangan produk unggulan
perbankan syariah dalam rangka melakukan evaluasi dan menyusun rekomendasi bersama terkait
produk unggulan yang dapat disediakan oleh industri perbankan syariah, dengan keanggotaan dari
LPPS 2012

33

Bank Indonesia dan Industri perbankan syariah. Lebih lanjut mengenai working group produk ini,
dapat dilihat dalam Boks berikut ini.
























WORKING GROUP PRODUK PERBANKAN SYARIAH
Salah satu tantangan dalam pengembangan perbankan syariah Indonesia adalah relatif kurangnya
keragaman produk dimana jumlah produk bank syariah di Indonesia hanya sekitar 16 dibandingkan sekitar
27 produk bank konvensional. Sementara diketahui secara global produk bank syariah cukup banyak,
dimana di Malaysia saja terdapat sekitar 46 produk bank syariah (investasi penghimpunan dana,
pembiayaan, dan jasa). Dampak dari relatifnya kurang bervariasinya produk bank syariah adalah menjadikan
pilihan masyarakat akan layanan syariah yang relatif terbatas, sehingga tidak mendorong pembentukan
pendalaman finansial yang optimal. Hasil penelitian terhadap Persepsi Perbankan Syariah pada periode
Desember 2011-Januari 2012 yang berkaitan dengan produk diketahui dua hal yang mendasar bahwa:
pertama; produk perbankan syariah Indonesia tidak menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah
(termasuk usaha mikro kecil) sehingga fungsi sosial bank syariah dipandang masih kurang; kedua; produk
perbankan syariah Indonesia masih bersifat ekslusif dan kurang bervariasi, yang seharusnya bersifat terbuka
(inklusif), dan lebih beragam yang dapat menjangkau seluruh lapiran masyarakat. Padahal sebagaimana
nilai-nilai utama (Value Proposition) yang menjadi faktor penentu utama dari pengembangan model bisnis
perbankan syariah antara lain menginginkan adanya bank syariah yang beroperasi benar-benar sesuai
sharia compliance, dan sustainable growth yang dapat meningkatkan taraf hidup serta mengentaskan
kemiskinan maupun peningkatan akses masyarakat ke sektor keuangan (financial inclusion).
Pada tanggal 25 April 2012 dibentuk Working Group Produk Unggulan Perbankan Syariah dan
kemudian setelah melalui beberapa pertemuan intensif selama bulan Mei s.d. September 2012 diperoleh
masukan bahwa produk unggulan perbankan syariah perlu memperhatikan; segmen masyarakat yang
rasional dalam aspek pelayanan dan kelebihan finansial yang ditawarkan; memiliki diferensiasi, menarik dan
mudah diterima masyarakat luas; menggunakan pendekatan produk bukan akad, karena dalam satu produk
dapat digunakan beragam akad tergantung kebutuhan nasabah; mengakomodir nilai-nilai kearifan lokal
(local wisdom) yang ada di masyarakat Indonesia dan tentu saja penting sekali agar produk senantiasa
sesuai dengan aspek syariah. Berdasarkan pemetaan terhadap daya saing secara segmentasi penyaluran
pembiayaan perbankan syariah maka diketahui pemetaan persaingan usaha sekaligus penunjukan daya
saing bank syariah sebagai berikut:
LPPS 2012

34






































Berdasarkan kepada hasil pemetaan dan masukan dari WG perbankan syariah, Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia,
Komite Perbankan Syariah dan Dewan Syariah Nasional maka terdapat tiga rekomendasi produk unggulan
perbankan syariah yaitu: Tabungan Syariah, Pembiayaan Kepemilikan Aset Secara Bertahap (Musyaraqah
Mutanaqisah) dan Pembiayaan Mikro Syariah, dengan skim dan fitur sebagai berikut:
1. Tabungan-ku Syariah
Definisi
produk
Tabungan syariah dalam mata uang rupiah yang sangat terjangkau bagi dan semua kalangan masyarakat serta bebas
biaya administrasi.
Berdasarkan prinsip syariah dengan akad mudharabah (bagi hasil) atau wadiah (titipan).
Fitur produk Prosedur sederhana dan cepat.
Setoran awal minimum yang rendah dan dapat disetor di semua outlet Bank Syariah,.
Akses penyetoran dan penarikan yang mudah (interkoneksi seluruh ATM dengan iB Net).
Jumlah saldo tidak berkurang
Bebas biaya dan Gratis biaya administrasi untuk semua saldo
Dapat memberikan hadiyah
Saldo minimum : Rp 20.000, biaya seluruh jenis transaksi ATM maks Rp.1000/transaksi. biaya kartu ATM maksimal
Rp.20.000,-.
Minimum penarikan : Rp 20.000, Biaya rekening tidak aktif : Rp 1.000/bulan, Bebas biaya penutupan
Persyaratan Identitas Nasabah WNI : KTP/SIM/Paspor yang masih berlaku
Identitas Pelajar : Menggunakan KTP/SIM/Paspor orang tua /kartu pelajar
Masyarakat atau pelajar dibawah 17 tahun dapat membuka rekening
Setoran pembukaan minimum kisaran : Rp 20.000 Rp.50.000.
Pengaturan Menggunakan jaringan switching ATM yang luas: ATM Bersama, Prima, Link.
TabunganKu iB untuk menampung pembayaran gaji karyawan, pembayaran SPP sekolah Islam, tabungan haji,
tabungan umrah, transaksi KUA, dana masjid, dana lembaga Islam.
Segmen Mass market
Faktor
penting
Insentif (a.l. pajak, biaya interkoneksi ATM)
Pelajar dibawah 17 tahun dapat langsung buka rekening dengan ID Kartu Pelajar.
Ada Key Performance Indicator (KPI) untuk office chanelling.

2. Pembiayaan Mikro Syariah

Definisi produk Pembiayaan untuk modal usaha berdasarkan prinsip syariah (mudharabah, musyarakah, murabahah, ijarah, qardh)
kepada nasabah usaha mikro untuk semua sektor industri yang tidak bertentangan dengan syariah, baik secara
langsung maupun melalui llembaga atau koperasi yang tidak sedang menerima pembiayaan atau kredit dari
Perbankan dan/atau kredit program, lainnya
Fitur pembiayaan Fleksibel untuk berbagai bentuk usaha produktif nasabah mikro.
Tidak mengutamakan agunan selain objek yang dibiayai, jaminan kelompok dan agunan tambahan kebendaan.
Prosedur yang sederhana dan cepat.
Asuransi mikro untuk perlindungan terhadap ahli waris dan santunan jika pasangan meninggal dunia
Jaringan kantor sendiri atau kerjasama dengan lembaga lain.

Skema
pembiayaan
Pembiayaan modal usaha
Usia minimal 18 tahun dan maksimal 65 tahun.
Nasabah WNRI mempunyai fotocopy KTP/KK dan sejenisnya atau surat keterangan dari RT/RW/Kelurahan.
Mempunyai tempat usaha milik sendiri atau milik pihak lain atau sewa dan sejenisnya diwilayah domisili
nasabah.
Mempunyai pembukuan atau catatan usaha atau sarana lainnya untuk pemisahan dan pemantauan angsuran
dana pembiayaan , kebutuhan sehari-hari dan dana tabungan.
Maksimum bagi hasil atau margin atau sewa ijarah 1.5%/periode waktu perputaran usaha (mingguan, bulanan).
Jangka Waktu maks.imum 3 tahun.



LPPS 2012

35















































Pola pembiayaan
Grup/Kelompok
Membentuk grup atau kelompok
nasabah sebagai bentuk saling
rekomendasi nasabah perorangan
dalam grup.
Inti-Plasma
Terdapat keterikatan
produksi antara perusahaan
inti
Perusahaan Inti sebagai
penjamin pembelian atas
hasil usaha plasma
Jaminan pembiayaan dari
perusahaan inti dan/atau
nasabah
Kemitraan
Terdapat pola kemitraan terpadu antara
kelompok/perusahaan/koperasi dengan
nasabah
Terdapat hak dan kewajiban yang jelas
antara kelompok/perusahaan/koperasi
dengan nasabah
Jaminan pembiayaan dari
kelompok/perusahaan/koperasi dan/atau
nasabah.
Sistem dan
Pedoman
Pembiayaan
Bank memiliki sistem dan pedoman pembiayaan yang sekurangnya mencakup: seleksi nasabah, pembentukan grup
nasabah, pelatihan dasar nasabah, kelayakan pembiayaan, administrasi dan dokumentasi, verrifikasi nasabah,
penyaluran pembiayaan, pemantauan pembiayaan, struktur organisasi internal , dan mitigasi resiko.
Segmen yang
dituju
Lower mass dan mass market
52 jt nsb, Paling potensial: Jabodetabek, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Bali Sumsel, dan Lampung. Potensial: Sumut,
Sumbar, Riau, Kepri, Kalsel, Sulawesi.
Lainnya Agunan tetap diperlukan
Jumlah pembiayaan dinaikan menjadi maksimum Rp200 juta.
Proteksi BPRS dalam pembiayaan mikro.

3. Pembiayaan Kepemilikan Aset Bertahap (MMQ)
Definisi produk Pembiayaan Kepemiilikan Aset Bertahap (MMQ) adalah pembiayaan kepada perorangan atau lembaga dengan
menggunakan skema musyarakah mutanaqisah untuk kepemilikan aset
Dalam MMQ bank dan nasabah bersama-sama melakukan pembiayaan untuk pengadaan aset dan aset tersebut disewakan
kepada nasabah. Hasil sewa dibagihasilkan antara bank dan nasabah secara proporsional.
Selain membayar biaya sewa, nasabah juga mengambil alih porsi pembiayaan bank secara bertahap, sehingga pada akhir
aset tersebut dimiliki oleh nasabah secara penuh.
Fitur Fleksibel untuk berbagai bentuk pembiayaan aset nasabah termasuk untuk usaha kecil.
Prosedur yang sederhana dan cepat serta mudah diakses.
DP yang rendah min.10%.
Jk Waktu maks.10-15 tahun.
Penyaluran pembiayaan bank atau kerjasama dengan perush.pembiayaan.
Jenis aset Rumah tinggal, rumah susun, rumah toko, rumah kantor, apartemen, kendaraan bermotor, aset tetap atau benda bergerak lain.
Skema
pembiayaan
Mempunyai legalitas dan perijinan usaha sesuai ketentuan yang berlaku atau telah memiliki sumber pendapatan yang layak.
Usaha memenuhi ketentuan dan persyaratan Pembiayaan yang berlaku serta dinyatakan layak oleh bank.
Tidak termasuk dalam daftar kredit macet atau kredit bermasalah.
Kondisi Keuangan 2 tahun terakhir & rencana usaha 2 tahun ke depan
Bukti kepemilikan agunan.
Aset pembiayaan berbentuk properti wajib di APHT-kan.
Bentuk
transaksi
Transaksi langsung pembiayaan dari bank kepada nasabah end user/pemohon.
Transaksi tidak langsung pembiayaan PKAB kepada end user dengan melibatkan pihak ketiga sebagai mitra kerjasama
pembiayaan baik channeling maupun executing seperti dengan lembaga pembiayaan, koperasi atau lembaga lainnya.
Perusahaan
mitra
pembiayaan
Perusahaan pembiayaan atau koperasi milik pemerintah, BUMN, swasta yang tidak tercantum dalam DKM, track record
baik.
Telah berpengalaman minimal 3 tahun
Memiliki standar operasional penyaluran pembiayaan yang layak.
Untuk pengembang direkomendasikan oleh Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi)
serta tidak memiliki pembiayaan dengan status non lancar.
Untuk Dealer Kendaraan Bermotor memiliki outlet yang tersebar di Jabodetabek dan ibukota propinsi serta tidak memiliki
pembiayaan dengan status non lancar.
Segmen dituju Mass market dan Affluent Market
Lainnya Pembiayaan untuk properti yang ready stock dan non-ready stock sepanjang memiliki perencanaan/perizinan yang jelas.
Pembiayaan atas nama nasabah yang dilengkapi dengan perjanjian tambahan bahwa kepemilikan akan beralih sepenuhnya
setelah pembiayaan dilunasi nasabah.
Waad dalam akad pembiayaan (MM) harus bersifat mengikat (binding).
ATMR untuk pembiayaan MM sama seperti Murabahah.

LPPS 2012

36

Strategi Pengembangan Pasar

Di tengah terjadinya perlambatan perekonomian, perbankan syariah masih mengalami
kenaikan jumlah rekening pembiayaan yang relatif cukup tinggi (74%) selama setahun terakhir
(Desember 2012, yoy) serta jumlah rekening Dana Pihak Ketiga yang meningkat (31%). Hal ini
menunjukkan masih tumbuhnya minat dan permintaan terhadap produk perbankan syariah, serta
masyarakat telah semakin mengenal dan merasakan kemanfaatan dari kehadiran bank syariah.
Pertumbuhan industri yang pesat ini, tidak terlepas dari kegiatan sosialisasi dan edukasi (iB
campaign) yang telah dilaksanakan oleh Bank Indonesia bersama perbankan syariah, baik yang
diselenggarakan di bawah koordinasi Departemen Perbankan Syariah (DPbS) maupun oleh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Strategi pengembangan pasar perbankan syariah atau lebih sering disebut Program iB
Campaign telah dilakukan dengan mengacu kepada rekomendasi dari Grand Strategi
Pengembangan Pasar Perbankan Syariah 2008 dan Market Development Strategic Plan 2010 secara
berkesinambungan. Adapun berbagai program edukasi dan komunikasi perbankan syariah yang
dilakukan selama tahun 2012, lebih difokuskan pada komunikasi kesetaraan parity dan keunikan
distinctiveness produk perbankan syariah, dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat
terhadap produk perbankan syariah (iB financial literacy).
Sebagaimana yang dilakukan pada tahun 2011, Program iB Campaign 2012 juga
difokuskan untuk mendekatkan masyarakat langsung dengan produk-produk perbankan
syariah dengan strategi program Refocusing Festival Ekonomi Syariah (FES), yaitu partisipasi
perbankan syariah di beberapa event terkemuka di tingkat nasional dan terutama di daerah-daerah
dalam bentuk iB Paviliun. Konsep iB Paviliun merupakan penyediaan area khusus untuk stand-
stand perbankan syariah sebagai salah satu bentuk kegiatan iB Campaign, dengan melibatkan
seluruh bank-bank syariah termasuk yang mempunyai budget yang terbatas untuk kegiatan
promosi dan komunikasi. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dengan mendorong budget sharing
dari bank-bank syariah yang akan ikut serta dalam iB Paviliun tersebut.

Kegiatan iB Paviliun juga memiliki tujuan khusus untuk mendorong terjadinya transaksi riil
(activation) dan mengajak masyarakat untuk memanfaatkan produk perbankan syariah dengan
pola pendekatan segmen/komunitas masyarakat tertentu antara lain, segmen wanita dan keluarga,
segmen profesional muda dan pengusaha, segmen kaum muda, segmen akademisi dan ulama,
serta segmen pengguna internet atau netizen. Dalam upaya untuk terus mendorong pertumbuhan
perbankan syariah, pada 2012, strategi edukasi dan komunikasi yang dilakukan Bank Indonesia
meliputi:
a. Melanjutkan komunikasi & pencitraan baru perbankan syariah yang lebih inklusif, universal,
dengan message Lebih dari Sekedar Bank.
b. Melanjutkan kehadiran iB Paviliun dalam berbagai expo/event populer di kota-kota besar,
sebagai strategi menjemput bola dalam memperkenalkan produk bank syariah secara
konkrit.
c. Melanjutkan strategi Business Matching dan Business Gathering untuk mempertemukan
antara kebutuhan pengusaha dengan produk perbankan syariah.
LPPS 2012

37

d. Mensosialisasikan secara lebih intensif tentang parity in technology (kesetaraan layanan)
bank syariah dengan bank umum konvensional dalam hal teknologi dan jaringan layanan/ ATM
bank syariah yang sama modern, sama lengkap, dan sama luas.
e. Meluruskan salah persepsi (bahasa baku) dari key opinion leaders tentang kesyariahan aspek
konseptual dan operasional perbankan syariah (menghapus stigma bank syariah tidak
syariah).
f. Menampilkan distinctiveness perbankan syariah, sekaligus membangun karakter dari iB
(brand character): menghargai kerja keras dan kemitraan.
Beberapa kegiatan komunikasi, sosialisasi dan edukasi yang dilakukan Bank Indonesia pada
tahun 2012 melalui iB Campaign antara lain: dukungan terhadap film Negeri 5 Menara sebagai
ambassador iB Perbankan Syariah, menyelenggarakan Blogshop dan Lomba Menulis Blog
bekerjasama dengan Kompasiana (di Bandung, Surabaya dan Makasar), serta exposure media
terkait dukungan BI dan iB pada berbagai media.
Adapun dalam upaya mendorong pengembangan perbankan syariah, telah dilakukan kegiatan
Expo dan Bazaar baik bekerjasama dengan EO / Vendor maupun dengan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia di daerah. Beberapa kegiatan tersebut antara lain, kegiatan Bobo Fair 2012 di Jakarta
dan Surabaya (bekerjasama dengan perbankan syariah), dengan tujuan lebih mendekatkan
perbankan syariah dengan segmen keluarga yang memiliki anak-anak usia baru lahir sampai usia
sekolah menengah pertama. Selain itu, perbankan syariah juga turut berpartisipasi dalam acara
IFRA (International Franchise License & Business Concept Expo & Conference) yang merupakan
pameran waralaba terbesar di Indonesia bekerjasama dengan pihak Asosiasi Franchise Indonesia,
serta Focus Grup Discussion (FGD) mengenai Peluang Pembiayaan Syariah untuk Kelompok
Pengusaha di Bidang Properti dan Pertambangan kerjasama dengan Investor Daily. Tujuan dari
keikutsertaan dalam kegiatan tersebut adalah sebagai sarana sosialisasi brand image Perbankan
Syariah (iB) untuk meningkatkan awareness masyarakat / pengunjung terhadap perbankan syariah
serta untuk meningkatkan nilai transaksi terutama dukungan pembiayaan dan DPK bagi
perusahaan baik skala kecil maupun menengah. Untuk meluruskan salah persepsi mengenai
kesyariahan aspek konseptual dan operasional perbankan syariah, Bank Indonesia melakukan
berbagai sosialisasi dan edukasi dengan mengundang para tokoh terkemuka (key opinion leaders),
seperti KH. Maruf Amin (Ketua MUI), Halim Alamsyah (Deputi Gubernur BI), Anggito Abimanyu
(Dirjen Haji dan Umroh Kemenag) dan lain-lain.
Menjelang berakhirnya tahun 2012, dilaksanakan program Bulan Ekonomi dan Keuangan
Syariah pada bulan November-Desember 2012 yang diawali dengan kegiatan seminar Forum Riset
Ekonomi Syariah (bekerjasama dengan IAEI) di Pekanbaru serta diakhiri oleh Seminar Akhir Tahun
Perbankan Syariah, Bazar Perbankan Syariah dan Lecture Series Tokoh Keuangan Syariah
International bekerjasama dengan IDB di bulan Desember 2012. Beberapa Expo telah
diselenggarakan dalam rangka Bulan Ekonomi dan Keuangan Syariah di berbagai daerah antara
lain :Padang, Bandung, Banjarmasin, Lampung, Jambi dan lain-lain dengan nilai transaksi
keseluruhan mencapai Rp 96,5 Milyar.
Bank Indonesia juga mendukung kegiatan yang bersifat sosialisasi dan edukasi Perbankan
Syariah yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi dan media massa antara lain seperti Seminar
Umum Ekonomi Syariah-UNJ; Diskusi Jakarta Foreign Correspondence Club; Bincang-Bincang
LPPS 2012

38

Ramadhan dengan Jurnalis Ekonomi Syariah; The 3rd Muslim World Biz; dan Workshop ASBANDA.
Di samping itu, telah dilaksanakan kegiatan wawancara dengan berbagai media antara lain Majalah
Kontan, Majalah Investor, Bloomberg, Komunitas Jurnalis Radio, Jurnalis Ekonomi Syariah, Jurnalis
Kementerian Agama dan MQ TV.
Pelaksanaan Pengembangan Sumber Daya Insani
Sumber Daya Insani (SDI) merupakan faktor pendukung utama dalam pengembangan
perbankan syariah. Pertumbuhan industri yang tinggi dari tahun ke tahun, baik dari sisi total aset,
peningkatan penghimpunan dan penyaluran dana, serta penambahan jaringan kantor membutuhkan
sumber daya insani yang tangguh dan kompeten. Pemenuhan SDI perbankan syariah sangat strategis
untuk mendukung perluasan jaringan perbankan syariah yang telah menjangkau seluruh propinsi di
Indonesia. Dengan bertambahnya jaringan perbankan syariah, baik Bank Umum Syariah (BUS), Unit
Usaha Syariah (UUS) maupun Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), menuntut SDI yang memahami
aspek perbankan sekaligus aspek syariah.
SDI industri perbankan syariah, pada bulan Desember 2012, berjumlah 31.578 naik sekitar 14%
dari jumlah pada tahun 2011 yaitu 27.660. Pertumbuhan ini seiring dengan tumbuhnya aset
perbankan syariah. Untuk meningkatkan kompetensi SDI perbankan syariah, Bank Indonesia
bekerjasama dengan industri dan lembaga-lembaga terkait telah melakukan berbagai kegiatan untuk
meningkatkan kompetensi para pelaku perbankan syariah di semua level serta kepada calon-calon
pegawai bank syariah. Terkait dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah melakukan kerjasama
dengan ICDIF-LPPI melakukan Pelatihan Analisa Pembiayaan Perbankan Syariah, dan Pelatihan Dasar
Perbankan Syariah bagi BUS, UUS dan BPRS. Selama tahun 2012, program pelatihan bekerjasama
dengan ICDIF-LPPI dimaksud telah dilaksanakan sebanyak 6 (enam) kali. Selain itu, dilakukan pula
program TOT (Training of Trainers) bekerjasama dengan universitas-universitas di berbagai wilayah
Indonesia yang melibatkan stakeholders terkait, seperti dosen, guru SMA dan mahasiswa S2. Dalam
tahun 2012 telah dilakukan sebanyak 6 (enam) kali ToT serta program bantuan dalam rangka edukasi
Perbankan Syariah. Program-program tersebut yaitu:
a) Program Pelatihan Analisa Pembiayaan Bank Syariah bekerjasama dengan International Center for
Development in Islamic Finance Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (ICDIF-LPPI).
Program ini merupakan kerjasama antara Bank Indonesia dengan ICDIF-LPPI dalam bentuk
Pelatihan Financing Analysis of Islamic Bank case study : Micro Banking bagi pegawai analisis
pembiayaan atau account officer BUS, UUS dan BPRS; Financing Analysis of Islamic Bank case
study: Commercial Banking bagi pegawai analisis pembiayaan atau account officer BUS dan UUS;
Financing Analysis of Islamic Bank case study: Small and Medium Enterprises Syariah bagi pegawai
analis pembiayaan atau account officer BUS, UUS dan BPRS; serta Pelatihan Dasar Perbankan
Syariah bagi pegawai / pejabat BUS, UUS, BPRS dan Bank Konvensional.
Pelatihan ini dilakukan secara komprehensif agar SDI perbankan syariah memahami produk
pembiayaan bank syariah dan mampu melakukan analisa pembiayaan sehingga dapat
menyalurkan pembiayaan yang terjaga kualitasnya dan mempertahankan mutu pelayanan kepada
nasabah. Sedangkan, program Pelatihan Dasar Perbankan Syariah bertujuan untuk memberikan
pembekalan pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan, sehingga mampu memahami
prinsip dasar perbankan syariah dan memperoleh gambaran mengenai operasional bank syariah.
LPPS 2012

39

Melalui pelatihan-pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan keahlian SDI Perbankan Syariah
dan mampu berperan sebagai SDI yang berkualitas, berkompeten dan profesional.
Materi yang diberikan dalam Pelatihan Financing Analysis of Islamic Bank case study : Micro
Banking terdiri dari materi prospek bisnis mikro di Indonesia, pengenalan usaha mikro, analisa
risiko per jenis usaha mikro, akad produk pembiayaan mikro, analisa kelayakan usaha nasabah,
analisa kebutuhan nasabah, analisa sumber pengembalian, scoring system & linkage program,
jaminan dan pengikatan pembiayaan, penyelesaian pembiayaan bermasalah, strategi marketing
produk micro banking, banking to the poor dan program pendampingan usaha.
Sedangkan, materi yang diberikan dalam Pelatihan Financing Analysis of Islamic Bank case study:
Commercial Banking terdiri dari materi pengumpulan data dan verifikasi, analisa aspek
pembiayaan kualitatif (yuridis, manajemen, pemasaran, produksi), analisa aspek jaminan,
pengikatan struktur fasilitas & persetujuan pembiayaan, analisa rasio-rasio keuangan, analisa
perhitungan kebutuhan, project cost, perputaran modal kerja, cash flow, kelayakan investasi,
penyusunan studi kasus, monitoring & penyelesaian pembiayaan bermasalah, serta kajian
ketentuan Bank Indonesia tentang pembiayaan.
Adapun materi dalam Pelatihan Financing Analysis of Islamic Bank case study: SMEs terdiri dari
materi overview dan prospek bisnis SME di Indonesia, SME Business Model, Mapping Market dan
analisa per sektor usaha, pembiayaan SME dengan skema pembiayaan syariah, analisa kelayakan
usaha, jaminan dan pengikatan pembiayaan, penyelesaian pembiayaan bermasalah serta studi
kasus.
Sementara itu, materi yang diberikan dalam Pelatihan Dasar Perbankan Syariah terdiri dari materi
konsep dasar sistem ekonomi islam, konsep riba, interest dan uang menurut Islam, Fikih
Muamalah Maliyah, pengenalan perbankan syariah, prinsip penghimpunan dana dan jasa bank
syariah, penghitungan bagi hasil, prinsip investasi dan pembiayaan bank syariah, prinsip dan
pengelolaan likuiditas bank syariah, dasar-dasar akuntansi bank syariah serta kebijakan Bank
Indonesia dalam pengembangan perbankan syariah. Jumlah keseluruhan peserta mencapai 201
orang yang terdiri dari BUS, UUS dan BPRS.
b) Training of Trainers (TOT) bekerjasama dengan perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia
TOT Perbankan Syariah merupakan program terus menerus dilakukan oleh Bank Indonesia di
daerah-daerah yang berbeda dalam rangka sosialisasi dan peningkatan kompetensi serta
pemahaman tenaga trainers perbankan syariah kepada para dosen dan guru-guru yang
menangani pengajaran ekonomi dan keuangan syariah. Kegiatan ini terus dilaksanakan dari tahun
ke tahun.
Sepanjang tahun 2012 telah dilaksanakan ToT di 6 (enam) kota bekerjasama dengan STAIN
Bengkulu, Politeknik Swadharma Tangerang, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau,
Universitas Diponegoro Semarang, STAI Solok Nan Indah dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Wilayah III (Bali & Nusa Tenggara). Kegiatan TOT telah mencapai target pemahaman peserta yang
diharapkan, dan mendapat animo yang sangat baik dari peserta serta universitas/perguruan tinggi
penyelenggara. Diharapkan alumni TOT sepanjang tahun 2012 yang berjumlah lebih dari 330
orang dapat lebih memahami perbankan syariah dan dapat menjadi trainer perbankan syariah
LPPS 2012

40

yang handal.
c) Program Bantuan untuk mendukung Kegiatan Sosialisasi dan Edukasi Perbankan Syariah oleh
Perguruan Tinggi
Bank Indonesia juga mendukung kegiatan sosialisasi dan edukasi Perbankan Syariah yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi dan pihak media massa dalam berbagai bentuk, antara lain
seminar, diskusi panel, pelatihan, dan penerbitan literatur/media cetak sejenis. Sepanjang tahun
2012 terdapat 288 pengajuan permohonan program , yang sebagian dipenuhi oleh Bank Indonesia
sepanjang sesuai dengan program kerja Bank Indonesia.

2.2. PENGAWASAN BANK SYARIAH

2.2.1. Peningkatan Kualitas Pengawasan Melalui Forum Panel
Sejak tahun 2011 pelaksanaan supervisory quality assurance di perbankan syariah dilakukan
melalui Forum Panel Pengawasan Bank berdasarkan risiko. Tujuan Forum Panel tersebut adalah dalam
rangka meningkatkan kualitas pengawasan. Dalam forum Panel, terdapat panelis yang terdiri dari
pejabat pengawasan bank dari berbagai Departemen Pengawasan Bank di Bank Indonesia dan
keanggotaannya ditetapkan oleh Gubernur Bank Indonesia, yang akan menilai tindakan pengawasan
bank baik yang telah dilakukan maupun yang akan dilakukan oleh pengawas.
Pelaksanaan Forum Panel itu sendiri dilakukan melalui 2 tahap yang disebut Fase Pertama dan
Fase Kedua. Pada fase pertama, panelis melakukan penilaian atas pemahaman pengawas atas bank
yang diawasi (know your bank), hasil penilaian risiko dan tingkat kesehatan bank oleh pengawas.
Selanjutnya, panelis memberikan rekomendasi kepada pengawas baik berupa supervisory action atau
pemeriksaan. Sedangkan pada Forum Panel fase kedua, panelis akan menilai hasil pelaksanaan
rekomendasi yang telah ditindaklanjuti pengawas bank. Hasil penilaian Forum Panel untuk fase
pertama dan fase kedua berada dalam kisaran penilaian mulai dari Cukup Baik, Baik dan Sangat Baik.
Dengan Forum Panel ini diharapkan pengawas bank dapat melihat permasalahan bank dari sisi yang
lain yaitu dari sisi panelis, sehingga akan memperkaya analisa dan memperluas view pengawasan.
Pada tahun 2012, Forum Panel dilakukan pada seluruh bank umum syariah.
2.2.2. Pelaksanaan Pengawasan Bank Syariah
Pelaksanaan pengawasan bank syariah dilakukan berdasarkan risk based supervision yang
dilakukan secara off site supervision dan on site supervision. Tahapan-tahapan pengawasan bank
berdasarkan risiko melalui siklus sebagai berikut: (a) pemahaman terhadap bank (know your bank), (b)
penilaian risiko dan tingkat kesehatan (c) perencanaan pengawasan (supervisory plan), (d)
pemeriksaan berdasarkan risiko (risk based examination), (e) pengkinian profil risiko dan tingkat
kesehatan bank dan (f) tindakan pengawasan dan pemantauan (supervisory action and monitoring).

Off Site Supervision
Sebagaimana dimaklumi bahwa pengawasan berbasis risiko sangat tergantung kepada pemahaman
yang baik atas hal-hal antara lain: faktor-faktor yang dapat mempengaruhi profil risiko dan kinerja
LPPS 2012

41

bank (Know Your Bank), kemampuan analisis pengawas, penilaian yang cermat dan akurat
(judgement), serta didukung pula oleh fungsi kontrol dan penajaman kualitas pengawasan (check and
balance dan quality assurance). Penilaian tingkat kesehatan (rating bank) dan profil risiko bank
dilakukan setiap triwulan. Penetapan tingkat kesehatan tersebut kemudian dievaluasi setiap
triwulannya dan strategi pengawasan dilakukan secara dinamis berdasarkan permasalahan dan kinerja
bank.

Selanjutnya, berdasarkan tingkat kesehatan dan penilaian risiko masing-masing bank, disusun rencana
strategis pengawasan yang terdiri dari kegiatan pengawasan tidak langsung (off site) maupun
pengawasan langsung (on site). Sementara pemeriksaan terhadap bank syariah difokuskan pada risiko
yang dinilai signifikan mempengaruhi profil risiko secara keseluruhan, namun tetap memperhatikan
pemeriksaan terhadap aspek kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku termasuk kepatuhan
terhadap penerapan prinsip syariah.

Penilaian atas rating dan profil risiko bank dilakukan berdasarkan hasil penilaian pengawas atas
kondisi bank baik melalui laporan analisa keuangan maupun dari hasil pemeriksaan terhadap bank.
Penilaian terhadap bank tersebut menjadi dasar untuk melakukan tindak lanjut pembinaan kepada
bank untuk melakukan perbaikan dalam hal diperlukan. Pengawas dapat melakukan pemantauan
terhadap pelaksanaan perbaikan (komitmen) yang harus dipenuhi oleh bank sesuai dengan target
waktu yang ditetapkan. Hal lain juga dapat dilakukan oleh pengawas yaitu berupa pemberian sanksi
baik berupa surat teguran tertulis dan/atau sanksi berupa denda yang dikenakan karena bank
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan. Selain surat pembinaan dan denda, untuk pengawasan
bank syariah, perlu memperhatikan atas penerapan prinsip syariah dalam kegiatan usahanya.

Selama tahun 2012, status pengawasan bank syariah seluruhnya berada dalam kategori Pengawasan
Normal (100%). Hasil pengawasan tersebut dapat dipertahankan relatif sama dengan tahun
sebelumnya (2011).

On Site Supervision
Sebagai regulator perbankan, Bank Indonesia wajib melindungi kepentingan nasabah yang telah
menempatkan dananya dalam Dana Pihak Ketiga di perbankan. Bentuk perlindungan terhadap dana
nasabah dilakukan melalui pemeriksaan atas kondisi keuangan dan praktek perbankan. Sebagaimana
amanah Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah
beberapa kali dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, pasal 29 ayat (1) yang
berbunyi bahwa Bank Indonesia melakukan pemeriksaan Bank baik secara berkala maupun setiap
waktu apabila diperlukan. Selama kurun waktu 2012, untuk menjalankan amanah tersebut, pengawas
telah melaksanakan pemeriksaan umum terhadap 10 Bank Umum Syariah yang berada di bawah
pengawasan Departemen Perbankan Syariah dan 1 bank di bawah pengawasan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia.

Selain pemeriksaan umum, pengawas juga telah melakukan pemeriksaan pada aktivitas bank tertentu.
Berbeda dengan tahun 2011 dimana pemeriksaan dengan aktivitas tertentu ini dilakukan pada seluruh
bank syariah yaitu pemeriksaan Gadai, pemeriksaan aktivitas Wealth Management, dan pemeriksaan ke
LPPS 2012

42

kantor perwakilan bank syariah di luar negeri. Pada tahun 2012, pemeriksaan khusus dilakukan
berdasarkan risk assessment dan karakteristik usaha masing-masing bank. Pemeriksaan tersebut adalah
pemeriksaan terhadap teknologi informasi (TI), pemeriksaan khusus atas pembiayaan beragun emas, dan
pemeriksaan atas produk baru yang diajukan bank (pembiayaan mikro). Pemeriksan khusus TI dilakukan
pada bank yang melakukan migrasi sistem TI sehingga memunculkan beberapa permasalahan baru seperti
tidak sinkronnya data-data yang disampaikan bank ke Bank Indonesia. Pemeriksaan pembiayaan beragun
emas dilakukan agar bank senantiasa dapat menjaga pembiayaan beragun emas ini sesuai dengan maksud
diijinkannya pembiayaan ini yaitu untuk kebutuhan mendesak dan untuk sektor mikro. Bank diharapkan
dapat menjauhi maksud pengajuan pembiayaan nasabah untuk spekulasi mengingat emas dapat dijadikan
sebagai komoditas spekulatif. Sedangkan pemeriksaan terhadap pembiayaan mikro dilakukan kepada bank
yang mengajukan jenis pembiayaan produk mikro baru melalui jaringan outlet-outlet bank.

Pada pembiayaan beragun emas, beberapa temuan pengawas diantaranya adalah bank harus
memperbaiki standar operasional prosedur (SOP) dan fungsi internal control. Agar segmen pembiayaan ini
tidak berpotensi dimanfaatkan untuk tujuan spekulasi. Sementara itu, Bank Indonesia mengeluarkan
ketentuan mengenai pembiayaan beragun emas melalui Surat Edaran No. 14/7/DPbS tanggal 29 Februari
2012 tentang Produk Qardh Beragun Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Dengan
dikeluarkannya ketentuan tersebut, maka tujuan pembiayaan untuk tujuan sosial dan bukan untuk
mendapatkan keuntungan dari spekulasi harga emas yang meningkat cukup tajam khususnya di akhir
tahun 2011 sampai dengan awal tahun 2012. Selain itu, pembiayaan beragun emas hanya dapat diberikan
paling banyak Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) per nasabah dengan jangka waktu
pembiayaan paling lama 4 bulan dan dapat diperpanjang paling banyak 2 kali. Sedangkan Financing To
Value (FTV) paling banyak adalah sebesar 80% dari rata-rata harga jual emas 100 gram dan harga beli
kembali emas PT Antam (Persero) Tbk. Penyesuaian terhadap ketentuan ini paling lama 1 tahun sejak
berlakunya Surat Edaran tersebut.


Profil Risiko
Hasil penilaian profil risiko terhadap seluruh BUS selama tahun 2012 menunjukkan bahwa persentase
jumlah BUS yang memiliki profil risiko Moderate to High mencapai sebesar 9,1%, sedangkan BUS
lainnya memiliki profil risiko Moderate (90,9%). Penyebab dari meningkatnya profil risiko bank ini
berasal dari faktor manajemen. Pengawas telah meminta komitmen bank untuk memperbaiki sisi
manajemen bank.
Profil Risiko 2011
Moderate
100
Profil Risiko 2012
Moderate
Moderate to
High
90.9
9.1

Grafik 2.1 Profil Risiko BUS 2011 Grafik 2.2 Profil Risiko BUS 2012

Risiko yang secara signifikan mempengaruhi profil risiko bank syariah secara keseluruhan adalah risiko
kredit dan risiko operasional. Potensi risiko kredit pada bank syariah tersebut dapat dimitigasi antara
LPPS 2012

43

lain melalui peningkatan fungsi pengendalian dan pemantauan pembiayaan, pengurangan konsentrasi
penyaluran dana pada debitur inti atau sektor ekonomi tertentu, penyempurnaan kebijakan dan
prosedur, penguatan teknologi sistem informasi dan pemenuhan sumber daya manusia yang memiliki
kompetensi yang memadai. Selain itu bank syariah juga perlu meningkatkan pemahaman mengenai
akad syariah.

Tingkat Kesehatan (TKS)
Berdasarkan hasil penilaian TKS BUS selama tahun 2012, jumlah BUS yang tergolong Baik sebesar
72,7% dan Cukup Baik sebesar 27,3%. Hal tersebut menunjukkan perbaikan dibanding hasil penilaian
tahun sebelumnya (2011) dimana bank dengan peringkat Baik sebesar 54.6% dan Cukup Baik sebesar
45,4% (lihat Grafik 2.3 dan Grafik 2.4). Membaiknya BUS dari Cukup Baik menjadi Baik sebesar 18,2%
dari keseluruhan jumlah bank disebabkan karena membaiknya faktor Manajemen. Perbaikan itu dari
sisi strategi bank, pembenahan internal melalui konsolidasi internal antara direksi dan PSP,
penggantian Grup Head bank, dan pemenuhan komitmen perbaikan sebagai sebagaimana yang
diminta Bank Indonesia. Tidak terdapat BUS yang tergolong dalam predikat Sangat Baik maupun Tidak
Baik. Pada tahun-tahun berikutnya peringkat kesehatan bank dapat dipertahankan dan lebih
ditingkatkan agar dana masyarakat semakin aman diinvestasikan ke sistem perbankan.

Grafik 2.3. Tingkat Kesehatan BUS 2011 Grafik. 2.4. Tingkat Kesehatan BUS 2012

TKS 2012
Baik
Cukup Baik
72.72
27.28


Penerapan Good Corporate Governance (GCG)
Bank wajib menyampaikan laporan Self Assesment atas penerapan GCG kepada Bank Indonesia setiap
3 bulan setelah berakhirnya tahun penilaian (akhir Maret). Penilaian faktor Laporan Pelaksanaan GCG
meliputi: pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris, Direksi, Dewan Pengawas Syariah,
melaporkan kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite, pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan
penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa, penanganan benturan kepentingan,
penerapan fungsi kepatuhan Bank, fungsi audit intern dan audit ekstern, melaporkan Batas
Maksimum Penyaluran dana dan transparansi atas kondisi keuangan dan non keuangan, pelaksanaan
GCG dan pelaporan internal.

Dari 11 aspek penilaian GCG, hal-hal yang menjadi perhatian pengawas bank dalam penerapan GCG
selama tahun 2012 adalah peningkatan atas pengawasan terhadap direksi, komite-komite, kepatuhan,
audit internal, dan manajemen risiko. Selain itu, pada laporan GCG perbankan syariah terdapat
pelaporan atas peranan Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam menjalankan fungsi pengawasan atas

TKS 2011
Baik
Cukup Baik 54.55
45.45
LPPS 2012

44

33%
41%
11%
11%
4%
1 (Sangat Baik)
2 (Baik)
3 (Cukup Baik)
4 (Kurang Baik)
5 (Tidak Baik)
32%
34%
19%
10%
5%
1 (Sangat Baik)
2 (Baik)
3 (Cukup Baik)
4 (Kurang Baik)
5 (Tidak baik)
prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank, sehingga pemahaman DPS terhadap sistem operasional
bank dan kegiatan usaha bank yang memakai prinsip syariah sangat dibutuhkan.

Pelaksanaan Ketentuan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT)
pada Bank Syariah
Penerapan APU dan PPT pada bank syariah melibatkan pengawasan aktif dari para pengurus bank
untuk menetapkan kebijakan dan prosedur bank. Optimalisasi atas pengendalian internal dan fungsi
audit internal memegang peranan penting dalam penerapan APU dan PPT yang baik. Dalam rangka
meningkatkan pemahaman sumber daya manusia terhadap APU dan PPT maka perlu didukung dengan
pelatihan yang memadai. Sementara itu, selama tahun 2012 penilaian atas penerapan APU dan PPT
pada bank syariah relatif Baik yang meningkat dibanding tahun sebelumnya yang relative Cukup Baik.
Hal tersebut karena sebagian besar bank telah memperbaiki prosedur, mengisi data nasabah dengan
komplit, dan menjalankan review audit internal pada praktek penerapan APU dan PPT.

Tingkat Kesehatan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Penilaian Tingkat Kesehatan BPRS dipengaruhi oleh faktor-faktor kinerja keuangan dan
manajemen (CAEL+M; Capital, Asset Quality, Earning/ Rentability, Liquidity + Management), serta
hasil penilaian profil risiko oleh pengawas atas pemeriksaan BPRS selama tahun berjalan. Hasil
rumusan faktor pendukung tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2012 peringkat Tingkat
Kesehatan BPRS secara umum relatif tidak jauh berbeda secara signifikan dibandingkan tahun
sebelumnya, dengan adanya beberapa kenaikan maupun adanya penurunan tingkat kesehatan dari
BPRS yang ada. Hal ini menunjukkan dinamika yang terjadi dalam praktek dan operasional usaha BPRS
dalam menyikapi lingkungan dan kondisi persaingan. Persentase bank yang tergolong Kurang baik
telah menurun dari 11% pada tahun 2011 menjadi 10% di tahun 2012, sementara persentase bank
yang tergolong Cukup Baik telah meningkat dari sebelumnya 11% pada tahun 2011 menjadi sebesar
19% pada tahun 2012. Dilain pihak telah terjadi pula penurunan persentase bank yang tergolong Baik
turun dari 41% pada tahun 2011 menjadi 34% pada tahun 2012, serta penurunan sedikit persentase
BPRS yang tergolong Sangat Baik dari 33% pada tahun 2011 menjadi 32% di tahun 2012. Untuk lebih
jelasnya, dapat dilihat pada Grafik 2.5 dan Grafik 2.6.. Permasalahan yang dihadapi BPRS adalah
semakin meningkatnya persaingan dengan lembaga pembiayaan sejenis baik perbankan maupun non-
bank, yang berpengaruh terhadap penyaluran pembiayaan maupun pendanaan BPRS yang juga
berdampak terhadap kualitas pembiayaan sehingga dapat meningkatkan pembentukan PPA maupun
pembentukan permodalan pada akhirnya.

Grafik 2.5. Tingkat Kesehatan BPRS 2011 Grafik 2.6. Tingkat Kesehatan BPRS 2012
LPPS 2012

45

Bagi BPRS dengan peringkat tingkat kesehatan Cukup Baik, Kurang Baik dan Tidak Baik telah
dimintakan action plan oleh Bank Indonesia antara lain berupa upaya penguatan permodalan dengan
menambah modal disetor minimal menjadi sesuai ketentuan kelembagaan BPRS dan atau tingkat
kesehatan BPRS , lalu upaya-upaya aktif dalam mengurangi pembiayaan bermasalah, dan melakukan
efisiensi biaya operasional serta meningkatkan ekspansi pembiayaan secara terukur dan hati-hati
dalam rangka meningkatkan rentabilitas bank.

2.3. PERIZINAN BANK SYARIAH
2.3.1. Perizinan Kelembagaan
Tahun 2012 masih tetap diwarnai dengan tingginya minat investor terhadap industri
perbankan syariah. Hal tersebut tercermin dengan banyaknya permohonan pendirian BPRS baru yaitu
sebanyak 11 bank termasuk 3 diantaranya adalah permohonan konversi dari BPR menjadi BPRS. Selain
itu terdapat pula beberapa bank konvensional yang menyatakan ketertarikannya untuk membuka Unit
Usaha Syariah (UUS), meskipun belum secara resmi mengajukan permohonan pembukaan UUS
tersebut.
Selama tahun 2012, Bank Indonesia telah memberikan izin operasional kepada 4 BPRS baru
yang salah satu diantaranya adalah izin konversi BPR menjadi BPRS. Ketiga BPRS yang telah
mendapatkan izin operasional di tahun 2012 yaitu PT BPRS Bahari Berkesan, PT BPRS Magetan, dan PT
BPRS Saka Dana Mulia. Ketiga BPRS baru tersebut masing-masing berlokasi di propinsi Ternate, Jawa
Timur dan Jawa Tengah. Sementara pada akhir tahun 2012, Bank Indonesia juga memberikan izin
perubahan kegiatan usaha BPR menjadi BPRS yaitu kepada PT BPRS Bakti Artha Sejahtera Sampang
yang berlokasi di Sampang, Jawa Timur.
Selain memberikan izin operasional berupa izin usaha berdirinya BPRS baru maupun izin
konversi BPRS, Bank Indonesia juga melakukan pencabutan izin usaha terhadap 1 BPRS di wilayah
Propinsi Sumatera Utara yaitu PT BPRS Kafalatul Ummah. Dengan adanya pemberian izin operasional
kepada 4 BPRS dan pencabutan izin usaha 1 BPRS, secara keseluruhan jumlah BPRS di Indonesia
sampai dengan akhir tahun 2012 tercatat sebanyak 158 BPRS, meningkat 3 dari tahun sebelumnya
yang tercatat sebanyak 155 BPRS.
Kegiatan perizinan kelembagaan BPRS yang lain yang dilakukan pada tahun 2012 adalah
diterbitkannya izin akuisisi untuk 2 BPRS yang ada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia yaitu
PT BPRS Attaqwa Garuda Utama dan PT BPRS Berkah Ramadhan. Akuisisi tersebut bertujuan untuk
memperkuat struktur permodalan BPRS agar dapat beroperasi secara sehat dan sustainable.
Sementara itu, dari sisi perizinan UUS dan BUS, selama tahun 2012 tidak terdapat
permohonan untuk pembukaan UUS, BUS maupun konversi BUK menjadi BUS. Namun, terdapat 1
permohonan penutupan UUS yaitu UUS HSBC yang sampai dengan akhir tahun 2012 masih dalam
proses perizinan, dimana penutupan tersebut terkait dengan kebijakan induk HSBC yang melakukan
penutupan beberapa unit usahanya di berbagai negara. Dengan demikian, jumlah Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS sampai dengan akhir tahun 2012 masih tercatat sebanyak 24 bank,
dimana 9 diantaranya merupakan UUS yang dimiliki oleh bank yang berkantor pusat di wilayah
Propinsi DKI Jakarta, sedangkan lima belas lainnya tersebar di Propinsi Riau, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,
Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan
Nusa Tenggara Barat.
LPPS 2012

46

Jaringan kantor perbankan syariah baik Bank Umum Syariah (BUS), UUS, maupun BPRS pada
tahun 2012 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu satu tahun, jaringan
kantor BUS meningkat pesat sebanyak 344 kantor dari semula berjumlah 1.401 kantor di akhir tahun
2011 menjadi 1.745 kantor di akhir tahun 2012. Sementara itu, jaringan kantor BPRS juga mengalami
peningkatan sebanyak 37 kantor dari 364 kantor menjadi 401 kantor pada akhir tahun 2012. Jaringan
kantor UUS juga mengalami peningkatan sejumlah 181 kantor dari semula 336 kantor menjadi 517
kantor pada akhir tahun 2012. Peningkatan jumlah kantor yang cukup signifikan terslebut selain
karena adanya beberapa bank yang melakukan ekspansi cukup besar dengan pembukaan KC, juga
disebabkan oleh adanya perubahan status kantor bank yaitu dari kantor cabang pembantu menjadi
kantor cabang. Peningkatan status kantor bank tersebut dilakukan antara lain dalam rangka efisiensi
biaya operasional sekaligus dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan kepada
nasabah.
Selain pelayanan melalui jaringan kantor baik berupa Kantor Cabang dan Kantor di bawah
Kantor Cabang (Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas), beberapa BUS juga memberikan pelayanan
kepada nasabah melalui delivery channel di kantor BUK yang memiliki hubungan kepemilikan dengan
BUS tersebut. BUK yang memiliki hubungan kepemilikan dengan BUS berfungsi sebagai agen dari BUS
dalam pelayanan produk atau jasa perbankan syariah, dengan menggunakan sarana serta SDM BUK.
Kesempatan untuk memanfaatkan jaringan kantor bank konvensional juga dapat dilakukan oleh UUS,
dimana UUS tidak hanya dapat memberikan pelayanan kepada nasabah melalui Kantor Cabang
Syariah (KCS) dan Kantor Cabang Pembantu Syariah (KCPS)/Kantor Kas Syariah (KKS), namun juga
dapat memiliki layanan syariah (office channeling) pada bank kantor bank konvensional induknya.
2.3.2. Fit and Proper test
Dalam rangka meyakini bahwa Bank Syariah dan UUS dikelola oleh pihak-pihak yang amanah,
memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi, Bank Indonesia melakukan proses uji kemampuan dan
kepatutan (fit and proper test) terhadap calon Pemegang Saham Pengendali, calon anggota Dewan
Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah. Selain itu, sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam PBI No.11/10/PBI/2009 tentang UUS, seluruh bank umum konvensional yang memiliki UUS
diminta untuk menunjuk salah satu anggota Direksinya sebagai Direktur yang bertanggungjawab
penuh terhadap UUS, maka Bank Indonesia juga melakukan wawancara terhadap Direktur UUS
dimaksud. Wawancara tersebut bertujuan untuk meyakini bahwa Direktur UUS yang ditunjuk memiliki
kompetensi dan komitmen yang tinggi dalam pengembangan UUS bank. Selain itu untuk
meningkatkan efektifitas peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam melakukan pengawasan
terhadap kegiatan bank agar selalu sesuai dengan prinsip syariah, maka Bank Indonesia melakukan
proses penilaian administratif dan wawancara terhadap calon anggota DPS Bank Syariah maupun Unit
Usaha Syariah.
Selama tahun 2012, Bank Indonesia telah melakukan Fit and Proper Test terhadap 36 calon
pemegang saham pengendali, anggota dewan komisaris atau anggota direksi Bank Syariah dan unit
usaha syariah, termasuk pula kepala Kantor Perwakilan Bank Asing. Dari 36 calon tersebut, 19 orang
merupakan calon pengurus BUS, 13 orang calon pengurus BPRS, 1 orang calon pemegang saham
pengendali BPRS, 1 orang calon pemimpin kantor perwakilan, dan 2 orang calon Direktur UUS.
Diantara 36 calon yang di-fit and proper, 3 orang yang merupakan calon pengurus Bank Syariah/BPRS
dinyatakan tidak lulus. Sedangkan untuk calon pemegang saham pengendali BPRS, pemimpin KPw dan
direktur UUS, seluruhnya dinyatakan lulus.
LPPS 2012

47

Bank Indonesia juga telah melakukan penilaian melalui proses wawancara terhadap 3 calon
DPS, dengan hasil seluruhnya dinyatakan layak. Disamping itu, terdapat 2 peralihan jabatan tanpa
melalui wawancara fit and proper test, dan terdapat 7 permohonan fit and proper test yang batal atau
tidak diproses lebih lanjut karena tidak sesuai dengan ketentuan.

2.3.3. Perkembangan Produk dan Jasa
Pada tahun 2012 produk dan jasa perbankan syariah semakin berkembang yang ditunjukkan
dengan adanya peningkatan permohonan produk dan jasa baru, baik yang dikategorikan sebagai
permohonan produk/jasa baru maupun sebagai laporan atas produk/jasa baru yaitu sebesar 30%
dibanding tahun 2011. Selama tahun 2012, permohonan produk/jasa baru di sisi pembiayaan lebih
besar dibandingkan dengan produk/jasa baru di sisi pendanaan. Permohonan produk/jasa baru di sisi
pembiayaan masih didominasi oleh produk konsumtif yaitu sebesar 68% dari total permobonan
produk/jasa di sisi pembiayaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Grafik 2.7 dan Grafik 2.8.
Grafik 2.7. Permohonan Produk Grafik 2.8. Produk Pembiayaan








Sepanjang tahun 2012, Bank Indonesia telah memberikan penegasan atas 26 laporan produk
baru bank syariah dan UUS serta memberikan 8 izin atas permohonan produk baru. Produk-produk
bank syariah dan UUS yang telah diberikan penegasan atas pelaporan rencana penerbitannya
seluruhnya merupakan produk yang telah ada di Buku Kodifikasi Perbankan Syariah yang tidak disertai
maupun yang disertai dengan tambahan fitur misalnya tabungan rencana dengan akad mudharabah,
bank garansi iB dengan akad kafalah, pembiayaan murabahah iB yang dilakukan dengan joint
financing dengan perantaraan multifinance menggunakan akad wakalah wal murabahah, anjak
piutang, dan pembiayaan perumahan dengan menggunakan multifinance. Sedangkan produk yang
diberikan izin adalah produk bank syariah dan UUS yang menggunakan akad yang belum tercantum
dalam Kodifikasi Produk Bank Syariah antara lain adalah produk dengan kepemilikan aset dengan akad
musyarakah mutanaqisah, pembiayaan modal kerja dengan akad musyarakah mutanaqisah, transaksi
mata uang asing untuk keperluan lindung nilai menggunakan akad sharf disertai dengan waad untuk
forward agreementnya, dan pembiayaan kepemilikan emas dengan akad murabahah yang mengacu
pada fatwa mengenai murabahah emas.
Proses pemberian izin bagi bank syariah dan UUS dilaksanakan dengan pertimbangan
pemenuhan persyaratan sesuai ketentuan yang berlaku dan pemenuhan terhadap batas waktu

LPPS 2012

48

penyelesaian proses perizinan. Dalam rangka menjaga kepentingan stakeholder dan menjaga kualitas
perizinan bank syariah dan UUS, Bank Indonesia senantiasa melakukan pemantauan terhadap proses
perizinan dengan mengukur lamanya proses perizinan kelembagaan maupun perizinan produk bank
Syariah dan UUS dilihat dari lamanya respon terhadap tiap permohonan. Pengukuran respon perizinan
dimaksud menggunakan rata-rata respon yang diberikan yaitu paling lambat selama 15 hari, namun
sepanjang tahun 2012 respon atas proses perizinan kelembagaan maupun perizinan produk bank
syariah dan UUS telah tercapai lebih cepat dari batas waktu yang ditetapkan.










LPPS 2012

49

BAB III. HUBUNGAN KERJASAMA DOMESTIK DAN INTERNASIONAL
3.1. KERJASAMA DENGAN LEMBAGA DOMESTIK
Dalam rangka promosi dan pengembangan perbankan syariah, Bank Indonesia senantiasa
berupaya mempertahankan dan meningkatkan kerjasama dengan lembaga-lembaga domestik untuk
mendukung pengembangan industri perbankan syariah nasional secara komprehensif. Beberapa
lembaga yang selama ini telah melakukan kerjasama dengan Bank Indonesia adalah : instansi
pemerintah, lembaga pendidikan, asosiasi industri dan profesi, lembaga yang memiliki peran khusus di
bidang perbankan syariah dan lembaga atau institusi yang memiliki perhatian dalam pengembangan
perbankan syariah nasional. Sampai dengan akhir tahun 2012 terdapat lebih dari 10 organisasi,
lembaga atau asosiasi yang memiliki keterkaitan dengan keuangan dan perbankan syariah
sebagaimana diuraikan dalam Tabel 3.1. Lembaga-lembaga tersebut ada yang terkait secara langsung
dengan perbankan Syariah namun terdapat juga lembaga lain yang secara tidak langsung menjadi
mitra dalam pengembangan perbankan dan keuangan syariah secara umum, seperti lembaga
pengawasan jasa keuangan (Bapepam-LK sekarang menjadi Otoritas Jasa Keuangan), Lembaga
Penjamin Simpanan, Badan Amil Zakat, Badan Wakaf Indonesia, dan Kementerian terkait yang
memiliki program pengembangan keuangan syariah.
Tabel 3.1.Lembaga/Organisasi yang Terkait dengan Perbankan Syariah 2012
NamaLembaga/Organisasi FungsiPokokKelembagaan/Organisasi
A. Lembaga Khusus Terkait Keuangan dan Perbankan Syariah
1. Dewan Syariah Nasional MUI Otoritas fatwa produk/jasa keuangan
syariah
2. Badan Arbitrase Syariah Nasional Badan penyelesaian perselisihan
hukum di luar peradilan
3. Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(Syariah) IAI
Penetapan standar akuntasi keuangan
syariah
4. Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah Forum koordinasi untuk edukasi dan
promosi ekonomi dan keuangan
syariah nasional
B. Asosiasi Industri
1. Asosiasi Bank Syariah Indonesia
(ASBISINDO)
Asosiasi industri perbankan syariah
2. Kompartemen Perbankan Syariah
Perbanas
Sub organisasi Perbanas yang
menangani isu perbankan syariah
3. Indonesia Islamic Global Market
Association (IIGMA)
Forum komunikasi pelaku pasar
keuangan syariah
C. Asosiasi Profesi
1. Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Komunitas pegiat ekonomi syariah
tingkat nasional
LPPS 2012

50

2. Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Asosiasi akademisi dan ahli di bidang
ekonomi syariah
3. Forum Silaturahmi Studi Ekonomi
Islam (FoSSEI)
Komunitas kelompok-kelompok studi
mahasiswa bidang ekonomi syariah
4. Asosiasi Akuntansi & Keuangan
Syariah Indonesia (AKSI)
Kelompok akuntan dan ahli keuangan
syariah
5. Asosiasi Wartawan Ekonomi Syariah Perhimpunan wartawan bidang
ekonomi syariah
D. Lembaga Terkait Lainnya
1. International Center for Development
of Islamic Finance (ICDIF) LPPI
Lembaga pengembangan program
training / pendidikan keuangan dan
perbankan syariah
2. Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Lembaga pengelola dana sosial (ZIS)
yang mengkoordinasi program iB
Peduli Perbankan Syariah
3. Lembaga Sertifikasi Profesi Lembaga
Keuangan Mikro (LSP LKM) CERTIF
Lembaga sertifikasi termasuk
sertifikasi Direksi BPRS

Beberapa bentuk kerjasama dan hasil kegiatan yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga mitra
strategis dalam pengembangan perbankan syariah selama tahun 2012 dibahas pada bagian berikut ini.
3.1.1. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
Sebagai salah-satu lembaga utama yang menopang perkembangan industri perbankan syariah
nasional, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI terus melakukan upaya-upaya yang secara signifikan
mampu mendorong pertumbuhan industri perbankan syariah nasional. Bank Indonesia sebagai
otoritas terus menjalin kerjasama dengan DSN-MUI dalam rangka mencapai tujuan tersebut,
khususnya dalam pelaksanaan penerbitan fatwa produk dan jasa perbankan syariah dan pelaksanaan
pemilihan anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) bank. Selain itu, kerjasama juga berupa permintaan
opini terkait dengan aspek-aspek yang memerlukan pertimbangan aspek pemenuhan prinsip syariah
dari berbagai peraturan perbankan syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Kerjasama erat Bank
Indonesia dengan DSN-MUI juga diwujudkan dalam bentuk program peningkatan kompetensi dan
program sosialisasi perbankan syariah. Program peningkatan kompetensi dilakukan dengan
mengikutsertakan anggota DSN-MUI dalam seminar atau konferensi internasional dan kegiatan study
visit ke lembaga-lembaga keuangan syariah di luar negeri. Sementara itu program sosialisasi dilakukan
dengan mengikutsertakan angota DSN-MUI sebagai narasumber dalam berbagai kegiatan training dan
program peningkatan pemahaman masyarakat khususnya kalangan ulama dan perguruan tinggi
agama dalam bentuk seminar/halaqah di berbagai kota.
Kerjasama Bank Indonesia dengan DSN-MUI telah dilakukan dari tahun ke tahun. Kerjasama ini
bertujuan dalam rangka mengembangkan perbankan syariah melalui kegiatan pengkajian,
peningkatan kapasitas dan DPS, saling tukar-menukar informasi dan jasa konsultasi serta kordinasi
dalam rangka penetapan fatwa yang akan dijadikan landasan bagi implementasi produk, jasa dan
transaksi serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan perbankan syariah. Pada tahun 2012, kerjasama
sebagaimana tahun sebelumnya dilakukan dalam bentuk program kerja Peningkatan Kapasitas dan
LPPS 2012

51

Sertifikasi DPS Perbankan, program kerja Penyusunan dan Pembahasan Fatwa terkait perbankan
syariah dan pelaksanaan kegiatan Ijtima Sanawi (Annual Meeting) Dewan Pengawas Syariah untuk
pembinaan DPS dalam bentuk workshop.
Program kerjasama yang dilaksanakan sepanjang tahun 2012, antara lain:
a) Penerbitan Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN-MUI dalam
versi Tiga Bahasa (Arab, Inggris dan Indonesia) pada Januari 2012. Ketiga versi terbitan tersebut
telah didistribuskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan di dalam maupun luar negeri.
b) Sertifikasi Dewan Pengawas Syariah (DPS) Level I untuk DPS Perbankan Syariah Angkatan VII
tahun 2012 telah dilaksanakan pada tanggal 14-16 Mei 2012 di Jakarta. Kegiatan tersebut
dilanjutkan lagi dengan pelaksanaan Sertifikasi Dewan Pengawas Syariah (DPS) Level I untuk DPS
Perbankan Syariah Anggkatan VIII pada tanggal 15 - 17 Oktober 2012. Kedua sertifikasi tersebut
telah diikuti oleh peserta yang berasal dari DPS BPD dan DPS BPRS. Cakupan materi yang
disampaikan dalam kegiatan ini antara lain mencakup Kebijakan Pengembangan Pengawasan
Bank Syariah, Fatwa-fatwa DSN-MUI yang terkait dengan perbankan syariah, Kelembagaan DSN,
DPS serta Kode Etik DPS dan GCG, Peraturan Bank Indonesia mengenai ke-DPS-an, Produk dan
Simulasi, Simulasi Pemeriksaan dan Teknik Pelaporan DPS.
c) Kegiatan Ijtima Sanawi (annual meeting) ke-8 tahun 2012 telah dilaksanakan pada tanggal 2-5
Desember 2012 di Jakarta. Kegiatan ini dilaksanakan mengingat peranan DPS menjadi semakin
strategis dalam menunjang pengembangan produk dan pengawasan aspek syariah dalam
kegiatan operasional perbankan/lembaga keuangan syariah, serta mengkinikan wawasan
pengetahuan para DPS dan menyampaikan isu-isu aktual dan fatwa-fatwa terbaru. Kegiatan ini
dihadiri oleh lebih dari 125 orang peserta dari DPS berbagai lembaga keuangan dan bisnis
syarah, serta dihadiri oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah, Menko
Perekonomian RI Hatta Rajasa, dan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad, serta
perwakilan dari instansi terkait.
Fatwa terkait keuangan dan bisnis syariah yang telah diterbitkan oleh DSN-MUI dalam tahun
2012 sejumlah lima fatwa yaitu; (1) Fatwa No. 83/DSN-MUI/VI/2012 Tentang Penjualan Langsung
Berjenjang Syariah Jasa Perjalanan Umrah, (2) Fatwa No.84/DSN-MUI/XII/2012 Tentang Metode
Pengakuan Keuntungan Attamwil Bi Al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan
Syariah, (3) Fatwa No. 85/DSN-MUI/XII/2012 Tentang Janji (Waad) dalam Transaksi Keuangan dan
Bisnis Syariah, (4) Fatwa No.86/DSN-MUI/XII/2012 Tentang Hadiah dalam Penghimpunan Dana
Lembaga Keuangan Syariah, (5) Fatwa No.87/DSN-MUI/XII/2012 Tentang Metode Pemerataan
Keuntungan (Income Smoothing) dan Cadangan Pemerataan Keuntungan (Profit Equalization Reserve)
dalam Bagi Hasil Dana Pihak Ketiga. Keempat fatwa terakhir merupakan tindak lanjut Rekomendasi
Working Group Perbankan Syariah (WGPS). Dengan demikian keseluruhan fatwa yang dikeluarkan
oleh DSN MUI sampai dengan akhir 2012 berjumlah 87 fatwa.
3.1.2. Working Group Perbankan Syariah (WGPS)
Pembentukan WGPS ini dilatarbelakangi oleh hasil penelitian DPbS di tahun sebelumnya yang
mencermati adanya fatwa yang belum atau tidak dapat diimplementasikan, sementara di sisi lain
terdapat fatwa yang diperlukan oleh pasar namun belum diterbitkan. Penyebab hal tersebut antara
lain karena belum optimalnya koordinasi antara otoritas pengawas Bank (BI), otoritas fatwa (DSN) dan
standard setter akuntansi (IAI). Untuk mengatasi hal tersebut maka telah dibentuk working group
LPPS 2012

52

yang keanggotaannya terdiri dari tiga institusi tersebut dengan tujuan untuk mengoptimalkan fatwa
dalam rangka mendorong inovasi produk dan meningkatkan daya saing perbankan syariah. Setelah
dibentuk secara resmi pada akhir tahun 2010, sepanjang tahun 2012 WGPS sudah mulai menjalankan
aktivitasnya.
Selama tahun 2012, WGPS yang dikukuhkan resmi pada akhir tahun 2010 sebagaimana tahun
sebelumnya telah menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi mengenai topik-topik permasalahan
yang berkaitan dengan operasional perbankan syariah sebanyak lima topik yaitu; (1) Hedging Bank
Syariah (Tahawuth), (2). Murabahah dan Investasi Emas, (3) Waad dalam Kontrak Multi Akad, (4)
Wadiah atau Qardh dalam Funding, dan (5) Hadiah dalam Penghimpunan Dana Lembaga Keuangan
Syariah.
Sementara untuk tahun 2013, WGPS telah mengagendakan pembahasan setidaknya mencakup
empat topik yang meliputi: (1) Refinancing dan Sekuritisasi Aset Bank Syariah, (2) Islamic Commercial
Deposit (Sertifikat Deposito Mudharabah Muqayyadah), (3) KPR iB Non-Ready Stock (Pembiayaan
Syariah KPR Indent), dan (4) Pembiayaan Sindikasi Musyarakah/Syirkah.
3.1.3. Komite Perbankan Syariah (KPS)
Komite Perbankan Syariah (KPS) yang pertama kalinya dibentuk di Bank Indonesia pada tahun
2011 merupakan implementasi amanat Undang-undang No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
dan beranggotakan 11 orang yang berasal dari unsur Bank Indonesia, Kementerian Agama, dan unsur
masyarakat yang berasal dari Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, DSN-MUI,
PBNU, PP. Muhammadiyah, DSAS IAI, Akademisi serta representasi pelaku pasar.
Selama tahun 2012, Bank Indonesia telah menyelenggarakan pertemuan KPS sebanyak 8 kali.
Topik utama yang dibahas dan direkomendasikan serta telah ditindaklanjuti antara lain mencakup:
(1) Pengembangan Produk. Pembahasan topik meliputi gadai emas, murabahah emas, Islamic
Hedging (Lindung Nilai Syariah), Model Pengembangan Produk Perbankan Syariah, dan Rancangan
Produk Perbankan Syariah. Pembahasan tersebut telah ditindaklanjuti antara lain dengan penerbitan
SE BI, dimasukkan sebagai bahan Rekomendasi Working Group Perbankan Syariah (WGPS) yang
selanjutnya menjadi bahan penyusunan Fatwa DSN-MUI, Standar Akuntansi DSAS-IAI dan Regulasi.
Selain itu juga telah ditindaklanjuti secara bersama oleh individu bank syariah dan masing-masing
pengawas bank yang bersangkutan untuk mendorong pencapaian RBB.
(2) Peningkatan Funding Bank Syariah. Pembahasan mencakup Pengelolaan Dana Haji di Bank Syariah
yang mendiskusikan Rancangan Undang-undang Keuangan Haji, Penempatan Dana Penyelenggaraan
Haji Di Bank Syariah, dan Pengelolaan Sukuk Negara terkait Penyerapan Dana Haji, disamping
pembahasan mengenai Pengelolaan Dana Sosial di Bank Syariah. Hasil pembahasan telah
ditindaklanjuti dengan menyampaikan rekomendasi KPS terkait RUU dimaksud untuk diteruskan ke
Panja RUU DPR RI, Penyampaian surat dari DG BI kepada Kemenag RI mengenai optimalisasi
pengelolaan dana haji di bank syariah. Selain itu juga ditindaklanjuti sebagai bahan rekomendasi KPS
dalam agenda fatwa MUI dalam forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se Indonesia di Cipasung
Tasikmalaya pada 28 Juni -2 Juli 2012 terkait dana haji dan pengelolaannya yang harus dilakukan
secara syariah. Hasil Presentasi Direktur Pembiayaan Syariah DJPU Kemenkeu dan hasil diskusi telah
dijadikan pertimbangan jika diperlukan untuk dijadikan bahan diskusi lebih lanjut dengan Dirjen
LPPS 2012

53

Perbendaharaan Negara dan Dirjen Haji Kemenag. Hasil pembahasan Review Harmonisasi
Amandemen Undang-Undang Zakat No.23 Tahun 2011 terkait Aktivitas Sosial Bank Syariah telah
dijadikan bahan masukan untuk penyesuaian bilamana diperlukan terhadap pengembangan system
pengawasan dan laporan publikasi serta transparansi bank terkait pelaporan Zakat Infaq dan Sedekah
(ZIS) .
(3) Pengelolaan Likuiditas Syariah. Pembahasan yang dilakukan mencakup Prinsip Dan Mekanisme
Jual Beli Komoditi Syariah yang mendiskusikan fatwa DSN MUI No. 82/DSN-MUI/VIII/2011 Tentang
Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah Di Bursa Komoditi, dan Pengembangan Instrumen
Syariah untuk peningkatan Pengelolaan Likuiditas Berdasarkan Prinsip Syariah. Hasil pembahasan
telah ditindaklanjuti dengan diterbitkannya SE tentang SIKA dalam PBI PUAS yang dikeluarkan oleh
DPM.
(4) Standar Akuntansi Syariah. Pembahasan topik meliputi Pengakuan Pendapatan Dari Murabahah
yang mendiskusikan penggunaan tingkat bunga efektif untuk pengakuan laba Murabahah dan Profit
Equalization Reserve dalam Rangka income smoothing Bagi Hasil. Hasil pembahasan telah disampaikan
kepada IAI berupa Usulan Perlakuan Akuntansi Atas Pengakuan Keuntungan Murabahah di samping
sebagai bahan penyusunan PAPSI. Demikian juga telah ditindaklanjuti dengan review kebijakan secara
lebih lanjut sebagai dasar pengaturannya oleh BI yang mendorong keluarnya fatwa DSN MUI
mengenai hal ini pada akhir tahun 2012 yaitu Fatwa No. 84/DSN-MUI/XII/2012 Tentang Metode
Pengakuan Keuntungan Attamwil Bi Al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan
Syariah.
(5) Pengembangan SDM. Pembahasan topik ini mencakup bahasan mengenai Penyiapan SDM
Berkualitas Tinggi dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Perbankan Syariah. Hasil pembahasan telah
ditindaklanjuti dalam pembahasan diskusi di Forum Komunikasi Perbankan Syariah (FKPS) dengan
mengundang pimpinan bank induk BUS/UUS dan dijadikan bahan seminar yang diselenggarakan oleh
Jurnalis Keuangan Syariah (JKS).
(6) Perpajakan Bank Syariah. Topik ini telah mengangkat pembahasan mengenai Insentif dan
Netralitas Pajak Bagi Perbankan Syariah. Hasil pembahasan telah ditindaklanjuti BI dengan
menyampaikan surat kepada BKF Kemenkeu mengenai hal tersebut.
(7) Rancangan Produk Unggulan Perbankan Syariah. Topik ini telah mengangkat presentasi dan
diskusi mengenai hasil FGD Bank Indonesia dengan pelaku industri perbankan syariah dengan tindak
lanjut hasil diskusi telah dijadikan bahan pengembangan berbagai produk dan program dalam rangka
meningkatkan DPK bank syariah.
(8) Produk Dana Talangan Haji di Perbankan Syariah. Masukan hasil diskusi telah dijadikan bahan
pembahasan lebih lanjut dengan Kemenag dan dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait.
(9) Permasalahan Pengaturan DP dan FTV pembiayaan KPR dan KKB Syariah. Topik ini mengangkat
usulan perlakuan khusus yang lebih longgar untuk Produk Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) dan
Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT). Hasil diskusi telah ijadikan bahan review ketentuan terkait FTV dan
DP yaitu sebesar 30% untuk MMQ dan IMBT yang diberlakukan pada Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah.
LPPS 2012

54

3.2. KERJASAMA DENGAN LEMBAGA INTERNASIONAL
Kondisi dan perkembangan perekonomian maupun keuangan di dunia internasional sedikit
banyak akan mempengaruhi situasi dan perkembangan keuangan maupun perbankan di Indonesia,
termasuk di dalamnya perbankan syariah. Terlebih dengan semakin terintegrasinya perekonomian
Indonesia kedalam perekonomian regional maupun global, maupun tren semakin membesarnya
pangsa perbankan dan keuangan syariah di berbagai jurisdiksi. Oleh karena itu menjadi bermanfaat
bagi sistem keuangan dan perbankan syariah Indonesia untuk dapat melakukan kerjasama dengan
berbagai institusi keuangan syariah internasional, dalam rangka mengikuti dan turut berpartisipasi
dalam pengembangan keuangan syariah internasional. Selain itu juga, dalam pilar kelima Blue Print
Pengembangan Perbankan Syariah memberi penekanan pada membangun aliansi strategis baik
dengan lembaga domestik maupun lembaga internasional. Aliansi strategis dalam lingkup
internasional yang diikuti oleh Bank Indonesia dilaksanakan dalam rangka turut terlibat dalam
perumusan kebijakan keuangan syariah internasional, harmonisasi pengaturan dan standarisasi
berbagai aspek kegiatan perbankan syariah internasional dalam menghadapi tantangan perekonomian
dunia yang mengarah kepada integrasi sistem keuangan global.
Peran serta Bank Indonesia dalam berbagai kegiatan institusi internasional bidang keuangan dan
perbankan syariah, diharapkan dapat memberikan kemanfaatan antara lain yaitu: (i) berkontribusi
dalam mendorong harmonisasi regulasi, pengembangan infrastruktur pendukung dan perumusan
standar best practices bagi operasional perbankan syariah internasional, (ii) memperoleh akses
informasi mengenai perkembangan terkini, kecederungan arah harmonisasi regulasi dan standar best
practices keuangan syariah global, (iii) mengukuhkan eksistensi Indonesia sebagai salah satu pemain
penting dalam keuangan dan perbankan syariah internasional, dan (iv) memanfaatkan keterlibatan
dalam lembaga internasional untuk peningkatan kompetensi dan pengetahuan regulator dan pelaku
pasar domestik agar dapat mengambil kemanfaatan dari berbagai kemajuan dalam perkembangan
keuangan syariah global.
Implementasi kerjasama berbagai kegiatan tersebut selama tahun 2012 antara lain dilakukan
Bank Indonesia dengan lembaga-lembaga terkait keuangan dan perbankan syariah seperti Islamic
Development Bank (IDB), Islamic Financial Services Board (IFSB), Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI), International Islamic Financial Market (IIFM)
dan International Islamic Liquidity management (IILM).

3.2.1. Islamic Development Bank (IDB)
IDB didirikan pada tahun 1975, dengan tujuan to foster the economic development and social
progress of member countries and Muslim communities individually as well as jointly in accordance
with the principles of Shari'ah dengan memiliki salah satu strategic thrust-nya adalah
mempromosikan Expansion of the Islamic financial industry. Selama ini IDB telah terlibat dalam
berbagai aktivitas mempromosikan perbankan dan keuangan syariah di dunia internasional, seperti
turut aktif dalam pembentukan Islamic Financial Services Board (IFSB), International Islamic Centre for
Reconciliation & Arbitration (IICRA) dan General Council of Islamic Banks & Financial Institutions
(CIBAFI). Selain itu, juga melakukan penyusunan berbagai masterplan/report perbankan dan
keuangan syariah internasional bekerjasama dengan institusi keuangan syariah internasional lain
LPPS 2012

55

seperti Islamic Financial Services Industry Development Ten-Year Framemork and Strategies (IDB-IFSB,
2006) dan Islamic Finance & Global Finance Stability Report, IDB-IRTI-IFSB, April 2010.
Dalam kaitannya dengan Indonesia, kerangka acuan yang menjadi referensi utama dalam
hubungan kerjasama dan keterlibatan IDB Group di Indonesia saat ini adalah dokumen Member
Country Partnership Strategy (MCPS) Indonesia 2011-2014. MCPS disusun dan disahkan bersama
antara IDB dan Pemerintah Republik Indonesia. Dengan cakupan isi MCPS antara lain : (i) komitmen
financing IDB baik untuk sektor pemerintah maupun sektor swasta, (ii) bantuan teknis (TA) dalam
bentuk hibah, fungsi advisory, promosi investasi dan fungsi fasilitasi oleh IDB Group.
MCPS mengarisbawahi pilar penting kerjasama IDB dengan Indonesia yaitu: (i) Islamic finance,
(ii) Partnership, (iii) Capacity development, dan (iv) Reverse linkage. Dengan cakupan kerjasama antara
lain seperti untuk Islamic finance, IDB akan pro-aktif dalam membantu Indonesia mengembangkan
Islamic finance seperti bantuan pengembangan medium term vision (arsitektur sistem keuangan
syariah) dimana Bank Indonesia menjadi salah satu narasumber, memfasiltasi dan membawa partners
dari luar Indonesia untuk transfer best practices, skill and resource. Selain itu juga seperti untuk
Reverse linkage, IDB akan mendorong peran center of excellent di Indonesia untuk melakukan
partnership dalam rangka berbagi pengetahuan dan pengalaman serta best practices yang dimiliki dan
dicapai Indonesia kepada negara anggota IDB yang lain.
Untuk tahun 2012, beberapa kegiatan yang dilakukan IDB dalam rangka mempromosikan
pengembangan perbankan dan keuangan syariah, dimana Bank Indonesia juga turut serta terlibat
sebagai narasumber antara lain adalah pembahasan : (i) Host Country Agreement (HCA) IDB dengan
Indonesia, (ii) pembukaan Gateway Office IDB di Indonesia, (iii) penyusunan risk management tools
for the Islamic financial industry bekerjasama dengan Global Association of Risk Professionals (GARP)
dan (iv) Financial Sector Assessment Program For Islamic Financial Industry (iFSAP). Selain itu juga,
Bank Indonesia menyelenggarakan IDB Regional Lecture Series di Indonesia dengan menampilkan
pemenang IDB Prize on Islamic Banking and Finance.
3.2.2. Islamic Financial Services Board (IFSB)
IFSB sebagai lembaga internasional yang memformulasikan dan menerbitkan standar regulasi
untuk industri keuangan syariah, per akhir tahun 2012 telah memiliki anggota berjumlah 184
organisasi, terdiri atas 55 regulatory and supervisory authorities, 8 international inter-governmental
organizations, serta 121 market players, professional firms and industry associations dari 42 yurisdiksi
/ negara.
Dalam tahun 2012, IFSB telah menerbitkan 2 (dua) standar baru yaitu (i) Guiding Principles on
Liquidity Risk Management for Institutions offering Islamic Financial Services (IFSB-12), dan (ii) Guiding
Principles on Stress Testing for Institutions offering Islamic Financial Services (IFSB-13). Selain kedua
standar tersebut, IFSB juga tengah menyusun standar mengenai revisi standar capital adequacy bagi
perbankan syariah, standar manajemen risiko bagi takaful dan revisi standar supervisory review
process bagi perbankan syariah serta proposal penyusunan Guidance note on disclosure requirement
for Islamic capital market products. Penyusunan standar dan pedoman tersebut merupakan bagian
dari rencana IFSB dalam rangka menjaga relevansi perubahan standar perbankan dan keuangan
internasional, khususnya pasca krisis keuangan internasional yang dampaknya masih berlanjut hingga
periode laporan. Lebih jauh, IFSB juga telah mulai melakukan pembahasan untuk melakukan Review
LPPS 2012

56

of the Islamic Financial Services Industry Development: Ten-Year Framework and Strategies yang
dikeluarkan pada tahun 2006, selain berbagai research and survey yang dilakukan seperti terkait
dengan BCBS/IAIS revised core principles, review of Global Islamic Financial Services Industry Stability
report. Standar IFSB yang dikeluarkan pada tahun 2012 terkait perbankan syariah, dapat dilihat lebih
jauh dalam Boks pada akhir Bab ini.
Sementara terkait dengan kerjasama antar institusi internasional, dalam tahun 2012 juga IFSB
telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan Asian Development Bank (ADB) dan SESRIC-OIC
terkait dengan promosi dan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Serta dengan BIBF
Bahrain dan INCEIF Malaysia dalam kerjasama Islamic finances research and training collaboration.
Salah satu tujuan pendirian IFSB adalah secara aktif melaksanakan program diseminasi dan
edukasi perbankan dan keuangan syariah termasuk standar IFSB yang telah dihasilkan melalui
rangkaian workshop dan seminar ke berbagai Negara dalam rangka antara lain untuk memperoleh
masukan dari otoritas dan industri mengenai best practices serta kemungkinan penyempurnaan
program dan standar IFSB dimaksud. Program mempromosikan keuangan syariah dan fasilitasi standar
oleh IFSB tersebut, antara lain dilakukan bekerjasama dengan European Central Bank (ECB)
menyelenggarakan workshop on Islamic Finance di Frankfurt, Jerman tanggal 3 Februari 2012 lalu di
benua Afrika seperti di Mauritius dan Mesir (bekerjasama dengan World Bank) kemudian di UAE dan
Malaysia. Selain itu, sejak tahun 2012 IFSB juga menyelenggarakan workshop regional programmes,
dimana programnya disesuaikan dengan kebutuhan regional dari host country. Pada periode laporan,
IFSB telah menyelenggarakan 28 workshop/seminar termasuk didalamnya 3 workshop yang khusus
bagi otoritas. Kedepan, IFSB akan melanjutkan program workshop dan seminar tersebut yang
diperkuat dengan beberapa inisiatif baru antara lain train the trainers program dan e-learning
modules.
3.2.3. International Islamic Financial Market (IIFM)
IIFM sebagai organisasi penyusun standar internasional untuk pasar keuangan syariah
khususnya Islamic Capital and Money Market segment of Islamic Financial Services Industry (IFSI)
memiliki peran utama dalam menyusun standarisasi produk dan dokumentasi, sekaligus mendorong
harmonisasi proses-proses terkait dengan pasar modal dan pasar uang syariah. Oleh karena itu,
organisasi yang pada tahun 2012 memiliki 53 anggota yang terdiri dari otoritas keuangan dan pasar
modal, lembaga-lembaga keuangan syariah dan lembaga terkait lainnya, selama periode laporan telah
menerbitkan standarisasi Interbank wakalah agreement, Use of sukuk as collateral dan Three Party
Arrangement for Islamic Securities - Iaadat Al Shiraa (Repo Alternative). Hal ini merupakan tidak
lanjut program standarisasi dokumentasi dan produk pasar keuangan syariah, dokumentasi atau
kontrak/akad yang telah dimulai dalam tahun-tahun sebelumnya.
Dalam rangka mendorong penerapan standar yang telah diterbitkan, IIFM secara aktif
melakukan sosialisasi melalui berbagai forum seminar, sekaligus melakukan review proses adaptasi
dan implementasi standar yang dilakukan di berbagai yurisdiksi. Pada periode laporan, sejumlah
kegiatan sosialisasi dilakukan antara lain melalui Briefing on Islamic Hedging and Liquidity
Management Instruments di Singapura pada bulan Juni 2012, lalu seminar di Turkey pada bulan
September 2012 yaitu Seminar on Collateralization and Tri-Party Arrangement for Islamic Securities
dan di Bahrain pada bulan Desember 2012 yaitu IIFM Industry Seminar on Islamic Capital Market,
LPPS 2012

57

Liquidity Management and Risk Mitigation Instruments. Bank Indonesia selaku founding member IIFM
juga senantiasa aktif dalam setiap pertemuan Board of Directors IIFM untuk membahas standar yang
diterbitkan IIFM.
3.2.4. Accounting and Auditing for Islamic Financial Institution (AAOIFI)
AAOIFI yang berkedudukan di Manama, Bahrain dan didirikan sejak tahun 1990 adalah
organisasi yang menyusun dan menerbitkan standar akuntansi, audit, governance & ethic serta sharia
standard untuk lembaga keuangan syariah yang beranggotakan sekitar 200 institusi dari 45 negara.
Hingga akhir periode laporan AAOIFI telah menerbitkan 82 standar yang terdiri atas paling kurang
41 standar accounting, auditing, ethics, dan governance bagi lembaga keuangan syariah, serta paling
kurang 41 sharia standards. Dalam periode laporan, telah dikeluarkan standar baru yaitu Financial
Accounting Standar No.26 Investment in Real Estate yang efektif berlaku untuk periode keuangan
mulai 1 Januari 2013.
Disamping penerbitan standar, AAOIFI setiap tahun menyelenggarakan Annual Sharia
Conference, yang pada periode laporan diselenggarakan pada tanggal 7 - 8 Mei 2012 di Bahrain. Selain
berpartisipasi dalam berbagai seminar/ conference bekerjasama dengan institusi lain seperti World
Bank. Selain itu, sejak 2007 AAOIFI juga melakukan sertifikasi di bidang akuntansi, audit dan Islamic
banking. Terdapat 2 jenis sertifikasi yang telah ditawarkan yaitu CIPA (certified Islamic professional
accountant) dan CSAA (certified sharia auditor and adviser). Sejak tahun 2010 AAOIFI juga merintis
contract certification program bagi lembaga keuangan yang menawarkan produk keuangan syariah
(AAOIFI sebagai independen reviewer atas sharia compliance).
3.2.5. International Islamic Liquidity Management (IILM)
Sepanjang tahun 2012, IILM masih dalam proses melakukan konsolidasi internal diantara para
anggotanya dalam rangka mencari struktur program yang tepat untuk sukuk IILM yang akan
diterbitkan. Tujuan utama IILM yaitu untuk menambah ketersediaan instrumen keuangan syariah
jangka pendek yang berkualitas tinggi, likuid dan dapat diperdagangkan secara internasional dengan
rating tinggi (A-1/P-1) untuk memenuhi kebutuhan investor yang ingin berinvestasi di produk
keuangan syariah.
Struktur program Sukuk IILM yang baru serupa dengan Asset Backed Commercial Paper (ABCP)
dengan melibatkan 3 kontrak yaitu: (i) kontrak antara asset provider dengan asset poolling SPV, (ii)
antara asset poolling SPV dengan issuer SPV, dan (iii) antara issuer SPV dengan investor. Hal baru yang
terdapat dalam struktur program IILM yaitu pada pendukung utama liquidity provider yang
menggunakan jalur Primary Dealers (PDs) untuk menjamin pembelian seluruh outstanding sukuk IILM
di primary market dan tersedianya kuotasi harga jual dan beli yang wajar di secondary market.
Struktur program tersebut telah mendapat preliminary rating A-1 dari Standard and Poors (S & P)
pada 2 Juli 2012. IILM berencana akan menerbitkan sukuk sepanjang tahun 2013 sejumlah USD1.5
milyar dengan penerbitan pertama di kuartal I-2013.
Sepanjang tahun 2012, IILM telah mengoptimalkan perangkat organisasinya yang terdiri atas
General Assembly (GA), Governing Board (GB), Board of Executive Committee (BEC), Board Risk
LPPS 2012

58

Management Committee (BRMC), Board Audit Committee (BAC), Shariah Committee (SC), dan Senior
Management Executives. Penjelasan fungsi dan kegiatan organ-organ IILM tersebut sebagai berikut :
1. General Assembly (GA) :
General Assembly (GA) adalah organ tertinggi pengambil keputusan dalam IILM antara lain
terkait: (i) review dan menyetujui proposal penambahan modal IILM, (ii) persetujuan perjanjian
dengan auditor eksternal, (iii) penyetujuan suspensi dan pembekuan operasi IILM dan distribusi
asetnya, (iv) persetujuan distribusi pendapatan dan surplus IILM yang diajukan Governing Board,
serta (v) amandemen AoA sesuai yang diajukan Governing Board. Pada tahun 2012, IILM telah
menyelenggarakan 2 (dua) kali GA meeting yaitu GA ke-2 di Bahrain dan ke-3 di Istanbul, Turki,
untuk menyetujui external auditor IILM untuk tahun 2012 dan hasil Final Audited Account dari
external auditor tahun 2011.
2. Governing Board (GB) :
Governing Board (GB) adalah organ tertinggi setelah GA yang memiliki kewenangan antara lain (i)
pembuat kebijakan dan strategi dalam IILM, (ii) menyetujui general rules dan by-laws IILM, (iii)
menerima anggota baru dan men-suspend anggota, (iv) menunjuk dan memberhentikan anggota
Board of Executive Committee, CEO, dan Shariah Committee, serta (v) pengajuan amandemen
AoA kepada General Assembly. Tanggung jawab anggota GB dilakukan secara kolegial yang salah
satunya tercermin dari mekanisme pengambilan keputusan secara voting dengan 1 man 1 vote.
Sepanjang tahun 2012, IILM telah menyelenggarakan 2 (dua) kali GB meeting dengan hasil antara
lain: menyetujui perubahan anggota komite BAC dan BEC IILM yang baru, mereview corporate
plan FY 2012-2014 dan mereview Board Comittee dan manajemen IILM.
3. Board of Executive Committee (BEC) :
Board of Executive Committee (BEC) adalah organ yang bertanggung jawab terhadap operasional
IILM, yang terdiri dari ketua dan enam anggota lain, serta memiliki kewenangan antara lain: (i)
mengusulkan kepada Governing Board kebijakan IILM dan general rules serta by-laws , (ii)
mengusulkan strategi operasional IILM, (iii) mengusulkan anggaran administrative tahunan,
serta (iv) mengusulkan amandemen AoA kepada Governing Board dan General Assembly.
Chairman yang sekarang dijabat oleh gubernur Bank Negara Malaysia. Pada tahun 2012, IILM
telah menyelenggarakan 1 (satu) kali BEC meeting dengan hasil antara lain: mempresentasikan
Business Model IILM yang baru.
4. Board Risk Management Committee (BRMC) :
Board Risk Management Committee (BRMC) adalah organ yang bertugas untuk : (i) mengawasi
risiko yang dihadapi IILM, dan (ii) memastikan berfungsinya proses manajemen risiko (termasuk
perangkat kebijakan, limit dan struktur governance), termasuk (iii) mengawasi manajemen IILM
dalam mengelola risiko kredit, pasar, likuiditas, operasional, reputasi dan risiko relevan lainnya,
maupun risiko IILM secara agregat. Ketua BRMC saat ini dijabat oleh Deputi Gubernur Bank
Indonesia. Dalam tahun 2012, IILM menyelenggarakan satu kali pertemuan BRMC untuk
membahas mandat dari GB meeting ke-6 antara lain mengenai perlu tidaknya IILM menerbitkan
unrated sukuk.
5. Board Audit Committee (BAC) :
Board Audit Committee (BAC) adalah organ yang bertugas untuk membantu GB dalam (i)
pengawasan pengelolaan dan pelaporan keuangan IILM, (ii) meng-assess efektivitas sistem
pengawasan internal (iii) pelaksanaan fungsi audit internal, dan (iv) review rekomendasi auditor
eksternal. Bank Indonesia juga menempatkan wakilnya di komite ini, dengan ketua BAC dijabat
perwakilan dari Turki. Sepanjang tahun 2012, IILM telah menyelenggarakan 3 kali pertemuan
LPPS 2012

59

BAC dengan agenda antara lain menyeleksi internal auditor, mengevaluasi hasil audit external
auditor, dan membahas kondisi keuangan IILM.
6. Shariah Committee (SC) :
Shariah Committee (SC) adalah organ yang bertugas untuk melakukan pengawasan penerapan
prinsip syariah dalam kegiatan IILM. Dimana keanggotaan minimum terdiri dari 3 orang, dengan
ketua diputuskan diantara anggota. Anggota SC saat ini terdiri dari 6 orang, termasuk 1 wakil dari
Bank Indonesia, dengan Ketua SC dijabat oleh perwakilan dari bank sentral Arab Saudi. Sepanjang
tahun 2012, IILM telah menyelenggarakan 3 kali SC meeting dengan agenda pokok menyetujui
akad yang akan digunakan dalam penerbitan sukuk IILM.
7. Senior Management Executives :
Senior Management Executives adalah legal representative dari IILM yang melakukan operasional
sehari-hari IILM di bawah arahan Governing Board/BEC, serta memiliki kewenangan dan
bertanggung jawab atas organisasi, pengangkatan/pemberhentian pegawai. Secara garis besar
organ dibawah senior management executives meliputi divisi keuangan, divisi kepatuhan & audit
internal, divisi manajemen risiko, divisi hukum dan divisi treasury.

Struktur organisasi dan governance IILM setelah lebih dari 1 (tahun) beroperasinya institusi ini
atau pada tahun 2012, dapat dilihat sebagaimana bagan berikut ini.
Bagan 1 - Struktur organisasi IILM (2012) :















General Assembly
The representative body of all members IILM
Governing Board
The policy-making body of the IILM
Sets the strategies and policies of the IILM

Board Audit&
Compliance
Committee
Board Risk
Management
Committee
Board Executive Committee
Delegated by Governing Board to have oversight on the
operations of the IILM
Other Board
Committees
CEO
In charge of day-to-day
operations of IILM
Senior Management
Executives
Legal division
led by Chief
Legal Officer
Risk
management
division led by
Chief Risk
Officer
Internal audit &
compliance
division led by
Chief Internal
Auditor
Finance division
led by Chief
Financial
Officer
Treasury division led
by Chief Treasury &
Asset Management
Officer
Shar`ah
Committee
LPPS 2012

60















































STANDAR ISLAMIC FINANCIAL SERVICES BOARD (IFSB) TERKAIT PERBANKAN SYARIAH TAHUN 2012 :
(i) Stress Testing, dan (ii) Liquidity Risk Management

1. Guiding Principles on Stress Testing for Institutions offering Islamic Financial Services
IFSB sebagai International Standard Setting Body untuk keuangan syariah telah mengeluarkan IFSB-13:
Guiding Principles on Stress Testing for Institutions offering Islamic Financial Services pada bulan Maret 2012.
Stress testing didefinisikan sebagai alat manajemen risiko di lembaga keuangan yang: (i) menyajikan forward
looking assessment terhadap risiko, (ii) merupakan solusi atas keterbatasan model dan data historis dalam
menangkap data-data yang low frequency tetapi berdampak luas, (iii) memberikan input bagi prosedur
perencanaan modal khususnya internal capital adequacy assessment process (ICAAP) dan perencanaan
likuiditas, (iv) memfasilitasi mitigasi risiko dan, (v) membantu pelaksanaan tata kelola perusahaan (corporate
governance).
Selama ini, perhitungan stress testing masih terbatas kepada pasar lokal dan belum mencakup
pengaruh internasional termasuk dampak contagion effect dan cross border systemic risk. Selain itu, walaupun
lembaga keuangan syariah mungkin tidak terkena dampak langsung (pertama) tekanan ekonomi namun
terkena dampak kedua yaitu apabila kualitas aset menurun yang menyebabkan terjadinya risiko kredit, risiko
operasional, risiko imbal hasil, risiko pelarian dana ke lembaga keuangan konvensional dan risiko likuiditas.
Acuan ini tidak dimaksudkan untuk menyajikan bentuk perhitungan yang baru namun untuk menyesuaikan dan
melengkapi perhitungan stress testing yang ada agar lembaga keuangan syariah kompetitif dan memiliki
standar stress testing yang komprehensif (lihat gambar 1 dan 2).
Gambar 1. Stress Testing untuk LKS Gambar 2. Stress Testing untuk Pengawas







Oleh karena itu, stress testing ini: (i) mempertimbangkan spesifikasi lembaga keuangan syariah
termasuk pelajaran dari krisis keuangan, (ii) membimbing lembaga keuangan syariah untuk menganalisa
tekanan/guncangan ekonomi dengan berbagai skenario stress testing, (iii) digunakan oleh regulator untuk alat
surveillance, identifikasi kerapuhan sistem keuangan dan pengawas kebijakan makro prudensial.
Metodologi Stress Testing
Existing Stress
Testing
Islamic Stress
Testing
Aspek Tata Kelola Stress Testing
Identifikasi Faktor-Faktor Risiko
dan Cakupan Skenario
Elemen Spesifik Lembaga
Keuangan Syariah di Stress
Frekuensi Stress Testing
Acuan Stress Testing
bagi Lembaga
Keuangan Syariah

Existing Stress
Testing
Islamic Stress
Testing
Acuan Stress Testing
bagi Otoritas
Pengawas
Analisa Rutin dan Komprehensif
terhadap Stress Testing
Lembaga Keuangan Syariah
Disain dan Implementasi Stress
Testing yang Menyeluruh,
Skenario Spesifik dan Frekuensi
Stress Testing
Langkah Penyesuaian
Berdasarkan Hasil Stress Testing
Diskusi Rutin Pengawas dengan
Lembaga Keuangan Syariah dan
Isu Lintas Negara dan Koordinasi
Internal
Keterbukaan dan Format
Laporan Stress Testing

LPPS 2012

61














































Secara detail, isu acuan stress testing bagi lembaga keuangan syariah dan otoritas pengawas sebagai berikut:
Bagi Lembaga Keuangan Syariah
Aspek Tata Kelola dari Kerangka Stress Testing
Stress testing merupakan bagian tak terpisahkan dari keseluruhan tata kelola lembaga keuangan syariah dan merupakan tanggung
jawab dewan direksi dan manajer senior. Hasil stress testing dapat mempengaruhi pengambilan keputusan di semua level
manajemen di lembaga keuangan syariah
Stress testing merupakan bagian dari kerangka manajemen risiko lembaga keuangan syariah dan didukung oleh infrastruktur yang
memadai
Penerapan stress testing harus dapat mengidentifikasi risiko dan melengkapi alat manajemen risiko lainnya
Lembaga keuangan syariah harus mempunyai: (i) kebijakan dan prosedur tertulis, (ii) tanggung jawab yang jelas dan, (iii) alokasi
sumber daya untuk memfasilitasi penerapan program stress testing.
Lembaga keuangan syariah harus selalu mengevaluasi (review) kerangka stress testing dan menilai efektifitasnya secara rutin dan
independen
Identifikasi Faktor-Faktor Risiko dan Cakupan Skenario
Stress testing yang dilakukan mencakup risiko-risiko yang relevan dan berpotensi mempengaruhi lembaga keuangan syariah
Stress testing yang dilakukan mencakup berbagai skenario termasuk skenario forward-looking dan mempertimbangkan interaksi
menyeluruh, efek umpan balik (feed back) dan dinamis.
Stress testing menganalisa event yang terkecualikan namun berpotensi terjadi atau frekuensinya rendah namun dampaknya besar
yang umumnya tidak ditangkap di dalam data historis.
Elemen Spesifik Lembaga Keuangan Syariah di Stress Testing
Stress testing yang dilakukan mencakup berbagai skenario untuk mencakup beragam perspektif rekening berbasis bagi hasil
Stress testing yang dilakukan mencakup elemen-elemen tertentu dari analisa modal (capital assessment) termasuk
perspektif unik di semua waktu dari skenario yang ditentukan.
Lembaga keuangan syariah harus mempertimbangkan risiko kredit seperti non performing financing dan highly leveraged
counterparties termasuk melakukan analisa potensi tekanan kredit di masa datang dan perubahan kebutuhan modal.
Lembaga keuangan syariah harus mempertimbangkan berbagai posisi instrumen keuangan syariah di dalam portofolio
perdagangan khususnya terhadap risiko pasar yang sistemik, tekanan likuiditas dan risiko legal
Lembaga keuangan syariah harus menganalisa kepada portfolio yang spesifik seperti portofolio kredit konsumsi, kredit
kepemilikan rumah, real estate, transaksi commodity Murabahah dan equity investment.
Lembaga keuangan syariah harus menganalisa beragam faktor penyebab risiko likuiditas dan perspektif unik terkait agar
dapat: (i) memenuhi kewajiban keuangannya dan, (ii) mengidentifikasi potensi tekanan likuiditas.
Stress testing yang dilakukan mencakup berbagai aspek risiko ketidaksesuaian kepada syariah (Sharia non-compliance risk)
dan dampak keuangan dari kerusakan reputasi.
Stress testing yang dilakukan mencakup tekanan off balance sheet.
Metodologi Stress Testing
Lembaga keuangan syariah harus menerapkan metodologi stress testing yang komprehensif yang mencakup: (i) analisa
sensitifitas (sensitivity) dan, (ii) analisa skenario.
Lembaga keuangan syariah harus menerapkan stress testing kebalikan (reverse) sebagai salah satu alat manajemen risiko
untuk melengkapi stress testing yang dilakukan.
Lembaga keuangan syariah harus selalu mengevaluasi metodologi stress testing yang diterapkan dengan
mempertimbangkan: (i) perubahan kondisi pasar, (ii) perubahan model bisnis dan aktifitas bisnis seperti ukuran dan
kompleksitasnya.
Frekuensi Stress Testing
Lembaga keuangan syariah harus melakukan stress testing secara rutin dan frekuensi yang sesuai di semua tingkatan
sejalan dengan risiko-risiko yang melingkupi portofolio perbankan.
Stress testing harus digunakan untuk mendukung beragam pengambilan keputusan dan lembaga keuangan syariah harus
menentukan langkah manajemen yang merespon hasil stress testing.
Lembaga keuangan syariah harus dapat menyediakan informasi utama baik kuantitatif maupun kualitatif dengan
metodologi yang sesuai.

LPPS 2012

62














































Bagi Otoritas Pengawas Lembaga Keuangan Syariah
Analisa Rutin dan Komprehensif terhadap Stress Testing Lembaga Keuangan Syariah
Otoritas pengawas harus melakukan analisa rutin yang komprehensif terhadap program stress testing lembaga keuangan
syariah dan mengevaluasi hasil stress testing lembaga keuangan syariah.
Otoritas pengawas harus mempunyai kapasitas dan skill yang memadai untuk menganalisa stress testing lembaga
keuangan syariah.
Disain dan Implementasi Stress Testing yang Menyeluruh, Skenario Spesifik dan Frekuensi Stress Testing
Otoritas pengawas harus mempertimbangkan kinerja keuangan individual maupun keseluruhan lembaga keuangan syariah
termasuk mengevaluasi dampak tekanan ekonomi pada sektor perbankan
Langkah Penyesuaian Berdasarkan Hasil Stress Testing
Otoritas pengawas harus mempertimbangkan kinerja keuangan individual maupun keseluruhan lembaga keuangan syariah
termasuk mengevaluasi dampak tekanan ekonomi pada sektor perbankan
Diskusi Rutin Pengawas dengan Lembaga Keuangan Syariah dan Industri
Otoritas pengawas harus secara rutin terlibat diskusi dengan lembaga keuangan syariah maupun industri untuk
mengidentifikasi kerapuhan sistemik di lembaga keuangan syariah.
Isu Lintas Negara dan Koordinasi Internal
Otoritas pengawas harus mempertimbangkan dampak lintas negara dari progam stress testing untuk menjamin koordinasi
aktifitas pengawasan.
Keterbukaan dan Format Laporan Stress Testing
Otoritas pengawas harus menentukan keterbukaan kualitatif dan kuantitatif dari hasil stress testing yang dilaporkan oleh
lembaga keuangan syariah di wilayah kewenangannya.


2. Guiding Principles on Liquidity Risk Management for Institutions offering Islamic Financial Services
Penyusunan standar internasional manajemen risiko likuiditas untuk lembaga keuangan syariah oleh
IFSB, dilatarbelakangi perkembangan perekonomian dan keuangan global, khususnya dengan terjadinya krisis
keuangan global yang kemudian berpengaruh kepada krisis ekonomi yang lebih luas, yang menyebabkan
ketatnya likuiditas dan kredit dalam pasar keuangan global. Sementara dengan semakin berkembang dan
terintegrasinya perbankan dan keuangan syariah didunia, sedikit banyak akan terpengaruh pula oleh kondisi
dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Kondisi perekonomian dan keuangan global dimaksud,
telah membuat BIS sebagai International Standard Setting Body perbankan mengeluarkan panduan
manajemen risiko likuiditas perbankan konvensional sejak tahun 2009. Sejalan dengan hal tersebut dan dalam
rangka pengelolaan manajemen risiko likuiditas bagi lembaga keuangan syariah, IFSB mengeluarkan IFSB-12,
Guiding Principles on Liquidity Risk Management for Institutions Offering Islamic Financial Services (IIFS) di
bulan Maret 2012.
Prinsip penyusunan IFSB Guiding Principles, sebagaimana sebelumnya tidak melakukan proses
reinventing the wheel sehingga tetap mengakomodasi prinsip manajemen risiko likuiditas yang berlaku
secara umum di lembaga keuangan, namun ditambah dengan penyesuaian keunikan keuangan syariah
didalamnya. Selain itu juga, IFSB menyadari bahwa praktek dan panduan pengelolaan manajemen risiko
likuiditas perbankan syariah di berbagai negara bervariasi, baik dalam karakteristik, cakupan dan infrastruktur
maupun instrumen/produk. Sehingga diharapkan otoritas masing-masing negara melakukan evaluasi dan
review terhadap praktek dan panduan pengelolaan manajemen risiko likuiditas maupun ketentuan yang ada
dengan standar IFSB ini menjadi referensi-nya.
Standar IFSB ini juga menjelaskan komponen yang diperlukan untuk pengelolaan manajemen risiko
likuiditas yang baik, dimana keberadaan infrastruktur terkait yang relevan dipandang sebagai komponen yang
penting, baik untuk pengembangan pasar keuangan syariah maupun stabilitas sistem keuangan secara
keseluruhan
LPPS 2012

63














































Pengertian infrastruktur likuiditas merujuk kepada pengaturan kelembagaan dan operasional yang ada,
dan dapat menyediakan lingkungan yang membantu pengelolaan likuiditas lembaga keuangan, baik dalam
kondisi normal maupun krisis.










Sementara prinsip-prinsip yang diatur dalam standar IFSB ini terbagi kedalam 2 bagian yaitu yang berlaku
untuk : (i) lembaga keuangan syariah dan (ii) otoritas pengawasan lembaga keuangan syariah. Dengan
prinsip-prinsip dimaksud adalah sebagai berikut :



Infrastruktur likuiditas :
Sistem hukum bisnis, mencakup pasar modal, trust, hutang publik, kontrak, kebangkrutan dan
penyelesaian aset (recovery asset).
Pengawasan makroprudensial yang memadai.
Sistem kliring dan pembayaran yang efisien dan aman.
Transparansi informasi dan disiplin pasar yang tepat dan relevan.
Kerangka governance yang luas (termasuk sharia governance) atas transaksi keuangan syariah.
Pasar uang syariah yang berfungsi baik dan jumlah memadai pemain dan instrumen yang sesuai
syariah.
Ketersediaan Jaring pengaman sistem keuangan, termasuk keuangan syariah.
Ketersediaan mekanisme dan kebijakan moneter sesuai syariah.
Pengelolaan yang baik atas pasar modal syariah termasuk didalamnya instrumen pemerintah/korporat
yang sesuai syariah.
Kerangka pengaturan mengatasi insolvency lembaga keuangan syariah.
Ketersediaan benchmark yang sesuai syariah untuk transaksi dan pricing produk/aktivitas lembaga
keuangan syariah.
Ketersediaan standar internasional akuntansi dan audit lembaga keuangan syariah.
Ketersediaan pemeringkat kredit/rating/kelembagaan keuangan syariah dalam rangka keterbukaan dan
disiplin pasar.
Lembaga Keuangan Syariah :
1. Prinsip Umum (bank harus memiliki kerangka
manajemen risiko likuditas yang komprehensif dan
baik/sound)
2. Peranan Dewan Direksi (Board of Directors)
3. Struktur Governance dan Peranan Manajemen Senior
(didalamnya termasuk DPS)
4. Identifikasi Risiko Likuiditas
5. Interaksi Risiko Likuditas dan Implikasi dengan Kontrak
Keuangan Syariah
6. Pengukuran Risiko Likuiditas
7. Sumber Pendanaan yang Terdiversifikasi
8. Manajemen Risiko Likuiditas yang terkonsolidasi (BUS
anak perusahaan BUK/UUS)
9. Pengelolaan cadangan Aset Likuiditas yang tinggi
10. Penyiapan Rencana Pendanaan Darurat (Contingency
Funding Plan/CFP)
11. Pengelolaan agunan Sesuai Syariah (Managing
Shari`ah-Compliant Collateral)
12. Kerjasama/Kolaborasi Perbankan Syariah
13. Pemenuhan Kewajiban Sistem Pembayaran dan
Settlement
14. Risiko Likuiditas Valuta Asing
15. Pelaporan dan Transparansi Risiko Likuiditas

Otoritas Pengawasan :
1. Tanggung Jawab atas Pengawasan dan
Risiko Likuiditas Lembaga Keuangan
Syariah.
2. Pengaturan Pengawasan Manajemen
Risiko Likuiditas Lembaga Keuangan
Syariah.
3. Peranan Otoritas sebagai Lender of the
Last Resort.
4. Pengawasan Konsolidasi Risiko Likuditas.
5. Pengumpulan Informasi Likuiditas dan
Tindakan Perbaikan.
6. Pengawasan Risiko Likuiditas yang cross-
sector dan melibatkan Home-Host
authorities.
7. Rencana Kontinjensi Otoritas untuk
Lembaga Keuangan Syariah.


LPPS 2012

64

BAB IV. PERKEMBANGAN OPERASI MONETER, PASAR KEUANGAN DAN
LEMBAGA KEUANGAN NON BANK SYARIAH

4.1. OPERASI MONETER SYARIAH (OMS)
Secara umum strategi Operasi Moneter Syariah (OMS) yang dilakukan BI selama tahun 2012
tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu dengan aktif melakukan
penyerapan likuiditas perbankan syariah. Diversifikasi instrumen penyerapan Reverse Repo SBSN yang
mulai dilakukan sejak tahun 2011 terus dilanjutkan pada tahun 2012, meskipun perkembangannya
relatif lambat. BI tetap berkomitmen untuk menyediakan instrument OMS dengan tenor diantara
FASBIS overnight dan SBIS 9 bulan untuk mendukung optimalisasi pengelolaan likuiditas perbankan
syariah.
Pengaruh likuiditas yang signifikan terjadi pada tahun 2012 dengan adanya penarikan dana haji
oleh pemerintah yang selama ini ditempatkan pada perbankan syariah untuk dikonversikan
penempatannya dalam bentuk penerbitan Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI). Pada mulanya penarikan
ini menimbulkan shocking likuiditas terutama pada BUS sehingga sekitar bulan April 2012 kondisi
likuiditas cenderung mengalami penurunan. Namun demikian, penyesuaian terus dilakukan oleh BUS,
bahkan situasi ini berdampak positif dengan meningkatnya aktivitas PUAS selama tahun 2012. Selain
itu, kondisi ini juga tidak mempengaruhi pertumbuhan bisnis perbankan syariah yang terus mengalami
kenaikan yang tercermin dari meningkatnya DPK dan pembiayaan di tahun 2012.
Perkembangan posisi rata-rata OMS selama tahun 2012 mengalami peningkatan, terutama
pada instrumen Deposit Facility Syariah (FASBIS) dan SBIS masing-masing meningkat 45% dan 5%.
Namun demikian, apabila dilihat dari posisi OMS akhir Desember 2012 dibandingkan posisi yang sama
pada tahun sebelumnya, terlihat penurunan sekitar -9,5%. Penurunan likuiditas selama tahun 2012
dialami oleh industri perbankan secara keseluruhan yang tercermin pada posisi instumen operasi
moneter bank konvensional yang mengalami penurunan signifikan sekitar -15% pada semua
instrumen utama SBI, Tem Deposit (TD) dan Deposit Facility (FASBI).
Tabel 4.1. Indikator Perbankan (Rp. Miliar)
2011 2011 2011 2011 2012* 2012* 2012* 2012* Growth (%) Growth (%) Growth (%) Growth (%) 2011 2011 2011 2011 2012* 2012* 2012* 2012* Growth (%) Growth (%) Growth (%) Growth (%)
Aset Aset Aset Aset 3.652.832 4.262.587 16,69% 145.466 195.018 34,06%
Li kui di tas (Gi ro & Posi si OM) Li kui di tas (Gi ro & Posi si OM) Li kui di tas (Gi ro & Posi si OM) Li kui di tas (Gi ro & Posi si OM) 679.459,03 642.520,50 -5,44% 26.866,72 26.575,17 -1,09%
Gi ro di BI Gi ro di BI Gi ro di BI Gi ro di BI 194.908,43 232.477,13 19,28% 5.777,62 7.479,47 29,46%
GWM (Akhir Periode) 192.759,34 216.782,59 12,46% 5.338,04 6.794,80 27,29%
GWM (Rata-Rata) 176.156,76 207.267,56 17,66% 4.296,87 5.931,45 38,04%
Excess Reserve (Akhir Periode) 2.149,09 15.694,53 630,29% 439,58 684,67 55,75%
Excess Reserve (Rata-Rata) 2.330,46 2.854,66 22,49% 344,72 408,06 18,37%
Posi si Operasi Moneter Posi si Operasi Moneter Posi si Operasi Moneter Posi si Operasi Moneter 484.550,60 410.043,37 -15,38% 21.089,10 19.095,70 -9,45%
Posi si Operasi Moneter Syari ah Posi si Operasi Moneter Syari ah Posi si Operasi Moneter Syari ah Posi si Operasi Moneter Syari ah
(Rata-Rata) (Rata-Rata) (Rata-Rata) (Rata-Rata) 446.734,40 377.821,02 -15,43% 9.377,90 12.488,76 33,17%
SBI/SBIS (Akhir Periode) 119.777,00 78.872,50 -34,15% 3.476,00 3.455,00 -0,60%
SBI/SBIS (Rata-Rata) 180.021,06 86.930,85 -51,71% 2.883,45 3.025,96 4,94%
FASBI/S (Akhir Periode) 152.512,40 69.039,60 -54,73% 17.403,10 15.582,20 -10,46%
FASBI/S (Rata-Rata) 46.686,66 103.060,96 120,75% 6.494,46 9.420,68 45,06%
Term Deposit (Akhir Periode) 154.381,10 180.797,50 17,11% - - -
Term Deposit (Rata-Rata) 193.240,04 120.094,16 -37,85% - - -
Reverse Repo (Akhir Periode) 57.880,10 81.333,77 40,52% 210,00 58,50 -72,14%
Reverse Repo (Rata-Rata) 26.786,63 67.735,04 152,87% - 42,12 -
I ndi kator I ndi kator I ndi kator I ndi kator
Bank Konvensi onal Bank Konvensi onal Bank Konvensi onal Bank Konvensi onal Bank Syari ah Bank Syari ah Bank Syari ah Bank Syari ah


Pada tahun 2012 total OMS secara rata-rata mengalami peningkatan dari Rp 9,4 triliun menjadi
Rp 12,5 triliun atau meningkat sekitar 33%. Komposisi OMS didominasi oleh penempatan BUS/UUS
pada instrumen jangka pendek (FASBIS) sebesar rata-rata Rp 9,4 triliun atau sekitar 75% dari total
LPPS 2012

65

OMS. Secara historis rata-rata penempatan BUS/UUS pada instrument SBIS 9 bulan sebesar Rp 3
triliun, dan Reverse Repo SBSN sebesar Rp 42 miliar.
Pada periode laporan, kecenderungan perbankan syariah menempatkan likuiditas masih pada
penempatan instrumen berjangka pendek yaitu FASBIS 1 hari (overnight). Penambahan instrumen
Reverse Repo SBSN sebagai alternatif outlet baru dengan tenor jangka pendek sekitar 1 bulan, belum
terlalu menarik minat perbankan syariah, dengan posisi masih relatif kecil rata-rata sekitar Rp 42
miliar.
Adapun gambaran perkembangan komposisi OMS dan OM Konvensional per posisi tanggal 31
Desember 2012 dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun 2011, dapat dilihat pada grafik
dibawah ini.

Grafik 4.1. Komposisi Instrumen Operasi Moneter (kontraksi)-Syariah vs Konvensional
Instrumen OM Konvensional Instrumen OMS
2011
SBI; 24,71%
Deposit Fac;
31,46%
TD; 31,85%
Reverse Repo;
11,97%

SBIS; 16,48%
FASBIS;
82,52%
Rev Repo
SBSN; 1,00%

2012
SBI; 19,24%
Deposit Fac;
16,84%
TD; 44,09%
Reverse Repo;
19,84%

SBIS; 18,09%
FASBIS;
81,60%
Rev Repo
SBSN; 0,31%

Sumber : BI, data diolah

4.1.1. Pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka Syariah
Pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka (OPT) syariah dilakukan oleh BI dengan melakukan lelang
SBIS tenor 9 bulan secara reguler bulanan dan lelang Reverse Repo SBSN tenor 1 bulan secara
sewaktu-waktu (non-reguler).

1. SBIS
Berdasarkan pelaku, dari 35 BUS dan UUS terdapat 13 BUS dan UUS yang menempatkan
dananya pada instrumen SBIS selama 2012. Pada beberapa BUS terjadi penurunan siginifikan jumlah
penempatan pada SBIS antara lain karena penarikan dana haji oleh Pemerintah sebagaimana telah
dijelaskan di atas. Secara umum posisi rata-rata SBIS selama tahun 2012 sekitar Rp. 3 triliun.

LPPS 2012

66

2. Reverse Repo SBSN
Dalam rangka meningkatkan volume Reverse Repo SBSN untuk optimalisasi penggunaan SUN
dan SBSN dalam pengelolaan moneter, Bank Indonesia menempuh langkah dengan menambah
portofolio SPN Syariah dalam jumlah besar melalui lelang perdana SPN Syariah dan lelang Greemshoe.
Selama 2012, BI telah melakukan 3 kali pembelian SPN Syariah dengan total sebesar Rp858.5 miliar.
Namun demikian kecukupan pasokan SBSN tersebut belum dapat mendorong minat perbankan
syariah pada lelang Reverse Repo SBSN.
Sepanjang tahun 2012, BI secara berkesinambungan meningkatkan pelaksanaan lelang Reverse
Repo SBSN menjadi 10 kali dengan tenor 21, 27 dan 28 hari. Tercatat dari 35 BUS dan UUS hanya 4
BUS sebagai peserta lelang Reverse Repo SBSN. Secara umum terdapat beberapa faktor yang masih
menjadi kendala sehingga mempengaruhi rendahnya minat perbankan syariah pada lelang Reverse
Repo SBSN. Faktor-faktor tersebut antara lain pemahaman transaksi repo/reverse repo yang relatif
masih rendah sehingga menganggap instrumen ini lebih tinggi resikonya, preferensi
penempatan/pengelolaan dana pada instrumen lain (seperti FASBIS, deposito antar bank) yang lebih
sederhana dengan tingkat imbalan yang lebih menarik, kendala ketentuan internal (SOP) bank yang
belum tersedia, dan pelaksanaan lelang Reverse Repo SBSN yang tidak regular.
Selain kendala dari sisi peserta, permasalahan juga dihadapi BI yaitu kendala untuk melakukan
pelaksanaan lelang Reverse Repo SBSN secara regular yang disebabkan keterbatasan stock
kepemilikan SBSN. Meskipun upaya pembelian SBSN jangka pendek (SPNS) telah dilakukan secara
aktif melalui keikutsertaan BI dalam lelang di pasar perdana yang diadakan DJPU-Kemenkeu selama
tahun 2012, namun dari rencana lelang SPNS sebanyak 13 kali DJPU hanya memenangkan lelang
sebanyak 4 kali, sehingga upaya penambahan stock kepemilikan SBSN oleh BI menjadi terbatas.
Demikian pula upaya pembelian SBSN di pasar sekunder juga mengalami kendala karena umumnya
investor SBSN mengklasifikasikan kepemilikan SBSN dalam portofolio investasi.
Meskipun terdapat kendala tersebut di atas, pada tahun 2013 ke depan BI tetap berkomitmen
dalam meningkatkan lelang Reverse Repo SBSN, karena strategi ini diyakini dapat menjadi benchmark
instrumen bagi pelaku pasar terutama BUS dan UUS, serta mendorong pendalaman dan likuiditas
pasar SBSN serta diversifikasi instrumen OMS.
3. Standing Facilities Syariah (SFS)
a. Deposit Facility - FASBIS
Volume FASBIS cenderung menurun pada periode Januari-Juli 2012 dibandingkan volume
akhir tahun 2011 dalam rangka antisipasi perbankan syariah untuk ekspansi pembiayaan. Selain itu,
faktor lain yang mempengaruhi penurunan volume FASBIS pada periode tersebut adalah penarikan
dana haji dari perbankan syariah ke Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) di bulan April 2012. Volume
FASBIS kembali meningkat pada periode bulan Juli-Desember 2012. Peningkatan pada periode
tersebut dipengaruhi oleh transaksi-transaksi Pemerintah seperti penyetoran dan pembayaran biaya
haji (ONH), melambatnya ekspansi pembiayaan perbankan syariah setelah mencapai posisi tertinggi
pada bulan September 2012 yaitu sebesar 102,10%. Kenaikan volume FASBIS secara signifikan pada
bulan Desember disebabkan oleh posisi pembiayaan perbankan syariah yang menurun (pada bulan
Desember FDR sebesar 100%), tidak adanya penempatan/perpanjangan SDHI, dan peningkatan
belanja Pemerintah.

LPPS 2012

67

Grafik 4.2. Perkembangan Posisi FASBIS dan Excess Reserve
0
4
8
12
16
20
3
-
J
a
n
-
1
1
3
1
-
J
a
n
-
1
1
2
-
M
a
r
-
1
1
3
0
-
M
a
r
-
1
1
2
8
-
A
p
r
-
1
1
2
7
-
M
a
y
-
1
1
2
7
-
J
u
n
-
1
1
2
6
-
J
u
l-
1
1
2
4
-
A
u
g
-
1
1
2
8
-
S
e
p
-
1
1
2
6
-
O
c
t
-
1
1
2
3
-
N
o
v
-
1
1
2
1
-
D
e
c
-
1
1
1
-
J
a
n
-
1
2
1
-
F
e
b
-
1
2
1
-
M
a
r
-
1
2
1
2
-
A
p
r
-
1
2
1
-
M
a
y
-
1
2
6
-
J
u
n
-
1
2
1
-
J
u
l-
1
2
1
2
-
A
u
g
-
1
2
1
-
S
e
p
-
1
2
1
0
-
O
c
t
-
1
2
8
-
N
o
v
-
1
2
1
0
-
D
e
c
-
1
2
Rp T FASBIS SBIS ER Syariah

Sumber : BI, data diolah

b. Financing Facility - Repo Dengan Bank Indonesia
Meskipun selama tahun 2012 perbankan syariah mengalami kondisi ekses likuiditas, namun
beberapa saat pasca penarikan dana haji oleh pemerintah dari perbankan syariah menyebabkan
beberapa BUS kekurangan likuiditas. Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas tersebut, terdapat
pengajuan fasilitas repo overnight, dengan total pengajuan fasilitas repo sebesar Rp71 miliar selama
periode 2012.

4.1.2. Perkembangan Aset Likuid Perbankan Syariah
Secara umum, perkembangan posisi aset likuid perbankan syariah selama tahun 2012
menunjukkan tren yang menurun dibanding posisi pada tahun 2011. Dalam hal ini, komponen utama
aset likuid perbankan syariah yang dilihat adalah penempatan pada BI yaitu ekses reserve pada giro,
instrumen OMS (SBIS, FASBIS dan Reverse Repo SBSN), dan penempatan pada pemerintah dalam
bentuk aset SBSN.
Secara total posisi aset likuid BUS dan UUS posisi per Desember 2012 mengalami sedikit
penurunan 4,07% dibandingkan tahun sebelumnya dari Rp.24,6 triliun menjadi 23,6 triliun, dimana
titik terendah posisi aset likuid terjadi pada bulan Juli 2012 sebesar Rp.14,2 triliun. Penurunan posisi
aset likuid ini dipengaruhi oleh penurunan signifikan penempatan pada FASBIS khususnya pada
periode semester I, penurunan jumlah penempatan dana pada SBIS, jatuh temponya beberapa seri
SBIS dan tidak ditempatkan kembali pada instrumen operasi moneter dan seiring dengan
meningkatnya ekspansi pembiayaan. Penurunan pemeliharaan kelebihan likuiditas di Bank Indonesia
ini sejalan dengan fokus perbankan syariah untuk melakukan ekspansi pembiayaan. Sementara
kebijakan Loan to Value pada perbankan konvensional, menyebabkan ekspansi pembiayaan bank
syariah lebih besar daripada ekspansi kredit bank konvensional, turut mempengaruhi penurunan
posisi aset likuid perbankan syariah.
Untuk melihat gambaran kemampuan perbankan syariah dalam memenuhi kewajiban segera
apabila terjadi penarikan dana secara besar-besaran oleh nasabah atau faktor lainnya terkait
kebutuhan likuiditas, dapat digunakan indikator rasio aset likuid yaitu perbandingan posisi aset likuid
sebagaimana dijelaskan di atas terhadap posisi GWM yang harus dijaga oleh perbankan syariah.
LPPS 2012

68

Grafik 4.3. Perkembangan Rasio Aset Likuid
Rp. Triliun

Sumber: BI, diolah

Secara total rata-rata rasio aset likuid BUS dan UUS pada akhir tahun 2012 juga mengalami
penurunan menjadi 352,45% dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2011 sebesar 460,12%.
Penurunan rasio aset likuid ini, terutama dipengaruhi oleh peningkatan DPK yang cukup tinggi pada
tahun 2012 sehingga kewajiban bank untuk memelihara GWM turut meningkat. Meskipun demikian,
perbankan syariah masih dalam posisi aman, mengingat rata-rata rasio aset likuid masih jauh di atas
angka psikologis (100%).

4.2. PERKEMBANGAN PASAR UANG SYARIAH
Pasar uang antar bank merupakan sarana yang penting bagi perbankan dalam pengelolaan
likuiditas untuk menghadapi berbagai risiko yang mungkin muncul akibat terjadinya liquidity
mismatch. Demikian halnya dengan pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah (PUAS) bagi
perbankan syariah. Aset, DPK, dan pembiayaan bank syariah yang terus bertambah membuat PUAS
dibutuhkan sebagai sarana pendukung pengelolaan likuiditas jangka pendek oleh bank syariah.
4.2.1. Volume dan Frekuensi Transaksi PUAS
Aktivitas PUAS kembali meningkat signifikan setelah menurun cukup tajam pada tahun 2011.
Secara keseluruhan, volume transaksi PUAS pada tahun 2012 naik sebesar 188,12% (yoy) dari Rp13,9
triliun menjadi Rp40,2 triliun, hampir 3 kali lipat dari tahun 2011. Demikian juga dengan rata-rata
harian (RRH) volume PUAS yang naik sebesar 168,33% dari Rp64,2 miliar menjadi Rp172,5 miliar.
Sedangkan dari segi frekuensi transaksi, peningkatan yang terjadi lebih kecil yaitu sebesar 53,73%.
(Tabel 4.2).


LPPS 2012

69

Tabel. 4. 2. Volume dan Frekuensi Transaksi PUAS (Rp miliar)
Indikator 2010 2011 2012
Keseluruhan
(Rp miliar)
Volume 33.622,10 13.950,40 40.193,30
Rata-rata harian 152,83 64,29 172,50
Overnight
(Rp miliar)
Volume 12.330,70 5.011,40 15.417,20
Rata-rata harian 85,27 35,63 93,44
Frek. Tanam
Total 1.083 858 1.319
Rata-rata 5 4 6
Sumber: Bank Indonesia, data diolah
Peningkatan aktivitas PUAS pada tahun 2012, baik volume maupun frekuensi transaksi,
mengindikasikan berkurangnya kelonggaran likuiditas perbankan syariah yang dialami tahun 2011.
Peningkatan tersebut sudah mulai terlihat pada triwulan I, namun aktivitas PUAS baru meningkat
signifikan pada triwulan II yang berlanjut hingga triwulan III, dan kemudian sedikit menurun di
triwulan IV (Grafik 4.4).

Grafik. 4. 4. Rata-rata Harian Volume dan Grafik. 4. 5. Pembiayaan dan DPK
Frekuensi Transaksi PUAS

0
50
100
150
200
250
0,0
50,0
100,0
150,0
200,0
250,0
300,0
350,0
400,0
J
a
n
M
a
r
M
e
i
J
u
l
S
e
p
N
o
p
J
a
n
M
a
r
M
e
i
J
u
l
S
e
p
N
o
p
J
a
n
M
a
r
M
e
i
J
u
l
S
e
p
N
o
p
2010 2011 2012
Rp miliar
RRH Volume (LHS) Total Frekuensi (RHS)
75%
80%
85%
90%
95%
100%
105%
-
20
40
60
80
100
120
140
160
J
a
n
-
1
2
F
e
b
-
1
2
M
a
r
-
1
2
A
p
r
-
1
2
M
e
i
-
1
2
J
u
n
-
1
2
J
u
l
-
1
2
A
g
u
s
t
-

S
e
p
-
1
2
O
k
t
-
1
2
N
o
p
-
1
2
D
e
s
-
1
2
Rp triliun Pembiayaan DPK FDR (rhs)

Sumber: BI, data diolah kembali Sumber: BI, data diolah kembali
Peningkatan transaksi PUAS yang signifikan terjadi pada triwulan II dipengaruhi oleh
pemindahan dana haji dari perbankan ke Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) yang dilakukan oleh
Kementerian Keuangan pada bulan Maret, April, Mei, dan Juni. Di samping itu, siklus penyaluran
pembiayaan yang biasanya meningkat di pertengahan tahun juga mempengaruhi berkurangnya
kelonggaran likuiditas bank syariah terutama di jangka pendek. Hal ini terlihat dari FDR yang
meningkat cukup tinggi pada triwulan II (Grafik 4.5). Kedua hal inilah yang dianggap menjadi faktor
utama yang mendorong peningkatan aktivitas PUAS.
Argumen mengenai berkurangnya kelonggaran likuiditas jangka pendek yang dialami oleh
bank syariah tidak hanya tercermin dari peningkatan aktivitas transaksi PUAS. Argumen tersebut juga
didukung oleh perkembangan kondisi likuiditas perbankan syariah yang digambarkan oleh Grafik 4.6.
Penempatan dana bank syariah pada BI terlihat menurun semenjak awal tahun, terutama pada FASBIS
yang menurun drastis. Penurunan signifikan pada volume FASBIS yang berjangka waktu overnight
LPPS 2012

70

mengonfirmasi berkurangnya kelonggaran likuiditas jangka pendek bank syariah dibandingkan dengan
tahun sebelumnya.
Grafik. 4.6. Likuiditas Perbankan Syariah
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
20.000
Jan-10 Jul-10 Jan-11 Jul-11 Jan-12 Jul-12
Rp miliar
Vol FASBIS
SBIS
ER
Vol PUAS Total

4.2.2. Tingkat Imbalan di PUAS
Grafik 4.7. Pergerakan Tingkat Imbalan PUAS
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
Jan-10 Jun-10 Des-10 Jun-11 Des-11 Jul-12 Des-12
%
RRT PUAS Keseluruhan
BI Rate
Repo
FASBIS
SBIS
RRT PUAB Keseluruhan

Sumber: BI, data diolah kembali
Bila dibandingkan dengan RRT suku bunga PUAB, tingkat imbalan PUAS terlihat lebih
berfluktuasi meskipun dengan trend yang sama (Grafik 4.7). Meskipun selama semester pertama tahun
2012 RRT PUAS terlihat tidak berfluktuasi terlalu besar, namun RRT PUAS keseluruhan kembali
berfluktuasi pada awal semester kedua. Pada awal tahun 2012 pula RRT PUAS masih berada di sekitar
koridor bawah BI Rate atau tingkat imbalan FASBIS. Peningkatan RRT PUAS mulai terjadi di sekitar
triwulan II. Harga yang meningkat menunjukkan bahwa likuiditas jangka pendek semakin dibutuhkan
oleh bank syariah. Hal ini mengonfirmasi terjadinya penurunan kelonggaran likuiditas jangka pendek
yang dialami oleh bank syariah.
4.2.3. Pelaku Transaksi di PUAS
Adanya pembentukan 1 UUS baru membuat jumlah pelaku transaksi bank syariah bertambah
pada tahun 2012 menjadi 35 (11 BUS dan 24 UUS). Jika dilihat dari sisi pelaku transaksi PUAS, terjadi
sedikit peningkatan jumlah pelaku PUAS dari 34 bank pada tahun 2011 menjadi 35 bank (terdiri dari
LPPS 2012

71

18 bank syariah dan 17 bank konvensional) pada tahun 2012. Hal ini lebih disebabkan oleh
bertambahnya jumlah bank konvensional yang menanamkan dananya di PUAS sebagaimana terlihat
dari Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4. 3. Perkembangan Pelaku Transaksi PUAS
Indikator
2010 2011 2012
Syariah Konv Syariah Konv Syariah Konv
Jumlah Bank Syariah 34 34 35
Jumlah Pelaku Transaksi
- Penanam dana
- Pengelola dana
20
17
13
12
12
-
19
18
12
15
15
-
18
17
12
17
17
-
Rata-rata Volume 152,83 64,29 172,50
Rata-rata Frekuensi 5 4 6
Sumber: Bank Indonesia, data diolah
Jika dilihat dari komposisi pelaku secara keseluruhan (Tabel 4.4), bank konvensional kembali
memiliki share yang cukup besar pada transaksi PUAS. Setelah mengalami penurunan pada tahun
2011, share perbankan konvensional pada PUAS meningkat di tahun 2012 menjadi 48,49%. Demikian
pula dengan sisi frekuensi, share perbankan konvensional meningkat menjadi 28,35%. Meningkatnya
kontribusi bank konvensional dalam transaksi PUAS sebagai penanam dana, menunjukkan kondisi
perbankan syariah yang kurang likuid, terutama untuk jangka pendek, sehingga peminjaman dana
kepada bank konvensional meningkat.
Tabel 4. 4. Komposisi Pelaku Transaksi PUAS
Tahun
Share Volume Share Frekuensi
Bank
Syariah
Bank
Konvensional
Bank
Syariah
Bank
Konvensional
2010 35,40% 64,60% 62,50% 37,50%
2011 83,27% 16,73% 85,08% 14,92%
2012 51,51% 48,49% 71,65% 28,35%
Sumber: Bank Indonesia, data diolah
Apabila membandingkan PUAS dengan instrumen penempatan dana bank syariah pada BI,
perkembangan menunjukkan bahwa meskipun penempatan pada BI relatif stabil, namun komposisi
PUAS meningkat. Terjadi peningkatan pada indikator perbandingan PUAS terhadap instrumen
moneter, baik secara keseluruhan maupun per jenis instrumen. Hal ini menunjukkan kelebihan dana
yang ada banyak digunakan untuk sesama pelaku pasar sehingga memiliki efek lebih dekat dengan
sektor riil, dibandingkan dengan hanya ditempatkan pada BI sebagai dana idle.


LPPS 2012

72

Tabel 4.5. Rasio PUAS
(triliun Rp)
Syariah Konvens'l Syariah Konvens'l Syariah Konvens'l
Total Asset 97,5 3.008,85 145,5 3.652,83 195,0 4.262,59
a. Rasio Aset (Syariah : Konvens'l)
Rata-rata harian PUAS & PUAB 0,154 8,97 0,065 10,61 0,173 9,34
b. Rasio PUAS & PUAB thd Aset 0,16% 0,30% 0,04% 0,29% 0,09% 0,22%
Instrumen Moneter - Total 12,17 473,75 21,09 484,50 19,10 410,04
c. Rasio PUAS/PUAB to Inst Moneter 1,27% 1,89% 0,31% 2,19% 0,90% 2,28%
SBIS & SBI 3,00 200,11 3,48 119,78 3,46 78,87
d. Rasio PUAS/PUAB thd SBIS/SBI 5,14% 4,48% 1,87% 8,85% 4,99% 11,85%
Rrh FASBI/S 3,91 27,52 6,49 46,69 9,42 103,07
e. Rasio PUAS/PUAB thd FASBIS/FASBI 3,95% 32,58% 1,00% 22,72% 1,83% 9,07%
Rata-rata harian Excess Reserve (ER) 0,231 1,94 0,345 2,64 0,408 2,80
f. Rasio PUAS/PUAB thd ER 66,67% 461,53% 18,86% 401,41% 42,28% 333,44%
Rata-rata bulanan FDR 94,37% 75,45% 94,33% 79,18% 97,16% 81,98%
2012 2012 2012 2012
4,58% 3,24%
Indikator Indikator Indikator Indikator
2010 2010 2010 2010 2011 2011 2011 2011
3,98%


4.3. PERKEMBANGAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA
Sejak kelahiran UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, Pemerintah
mulai menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebagai alternatif pembiayaan belanja
negara. Sebagai instrumen yang diterbitkan oleh Pemerintah cq Kementerian Keuangan (Kemenkeu),
SBSN merupakan salah satu instrumen keuangan syariah yang mendominasi pasar keuangan syariah di
Indonesia hingga saat ini.
Tabel 4.6. Surat Berharga Syariah Negara
Seri
Tgl.
Penerbitan
Tgl. Jatuh
Tempo
Imbalan/
Kupon
(%)
Outstanding
(Rp miliar)
Tradable
IFR0001 26/08/2008 15/08/2015 11,80 2.714,70
IFR0002 26/08/2008 15/08/2018 11,95 1.985,00
IFR0003 29/10/2009 15/09/2015 9,25 2.632,00
IFR0004 12/11/2009 15/10/2013 9,00 550,00
IFR0005 21/01/2010 15/01/2017 9,00 1.171,00
IFR0006 01/04/2010 15/03/2030 10,25 2.175,00
IFR0007 21/01/2010 15/01/2025 10,25 1.547,00
IFR0008 15/04/2010 15/03/2020 8,80 252,00
IFR0010 03/03/2011 15/02/2036 10,00 4.110,00
PBS001 16/02/2012 15/02/2018 4,45 5.920,00
PBS002 02/02/2012 15/01/2022 5,45 1.208,00
PBS003 02/02/2012 15/01/2027 6,00 2.847,00
LPPS 2012

73

Seri
Tgl.
Penerbitan
Tgl. Jatuh
Tempo
Imbalan/
Kupon
(%)
Outstanding
(Rp miliar)
PBS004 16/02/2012 15/02/2037 6,10 6.739,00
SR-002 10/02/2010 10/02/2013 8,70 8.033,86
SR-003 23/02/2011 23/02/2014 8,15 7.341,41
SR-004 21/03/2012 21/09/2015 6,25 13.613,81
SPN-S
03042013
04/10/2012 03/04/2013 - 90,00
SPN-S
17042013
18/10/2012 17/04/2013 - 105,00
Total SBSN Tradable 63.034,78
Non - Tradable
SDHI2013A 17/05/2010 17/05/2013 7,55 4.250,00
SDHI2014A 09/08/2010 09/08/2014 7,36 2.855,00
SDHI2014B 25/08/2010 25/08/2014 7,30 336,00
SDHI2014C 07/10/2010 07/10/2014 7,13 2.000,00
SDHI2014D 11/02/2011 11/02/2014 7,85 6.000,00
SDHI2021A 11/04/2011 11/04/2021 8,00 2.000,00
SDHI2021B 17/10/2011 17/10/2021 7,16 3.000,00
SDHI2017A 21/03/2012 21/03/2017 5,16 2.000,00
SDHI2019A 21/03/2012 21/03/2019 5,46 3.000,00
SDHI2022A 21/03/2012 21/03/2022 5,91 3.342,00
SDHI2016A 27/04/2012 27/04/2016 5,03 1.000,00
SDHI2020A 27/042012 27/04/2020 5,79 1.500,00
SDHI2018A 30/05/2012 30/05/2018 6,06 2.500,00
SDHI2015A 28/06/2012 28/06/2015 5,21 1.000,00
SDHI2020B 28/06/2012 28/06/2020 6,20 1.000,00
Total SBSN Non - Tradable 35.783,00
Total SBSN Domestik 98.817,78
SBSN Valas
SNI14 (USD) 23/04/2009 23/04/2014 8,80
USD 650
juta
SNI18 (USD) 21/11/2011 21/11/2018 4,00
USD 1000
juta
SNI22 (USD) 21/11/2012 21/11/2022 3,30
USD 1000
juta
Total SBSN Valas (equivalen) 25.625,50
Grand Total 124.443,28
Sumber: Kemenkeu, data diolah

Volume outstanding SBSN kembali meningkat di tahun 2012 setelah sebelumnya mengalami
peningkatan yang cukup drastis di tahun 2011. Pada akhir tahun 2012, volume outstanding SBSN
domestik adalah sebesar Rp98,82 triliun (Tabel 4.6), meningkat 27,13% dari posisi akhir tahun 2011.
Dari segi issuance, pada tahun 2012 Pemerintah menerbitkan SBSN sebesar Rp57,12 triliun. SBSN yang
diterbitkan pada tahun 2012 terdiri dari re-opening seri IFR 0010 sebesar Rp 400 miliar, penerbitan
jenis SBSN baru yaitu Project Based Sukuk (PBS) sebesar Rp16,7 triliun, seri SR baru sebesar Rp 13,6
LPPS 2012

74

OCBC NISP
UUS; 2,99%
BCA
Syariah;
1,76%
BNI Syariah;
13,01%
BJB Syariah;
0,31%
Syariah BRI;
1,89%
Syariah
Bukopin;
0,19%
Syariah
Mandiri;
23,03%
Victoria
Syariah;
2,53%
CIMB Niaga
UUS; 4,70%
DKI UUS;
0,02%
Muamalat;
39,71%
Sinarmas UUS;
0,56%
Mega Syariah;
9,31%
triliun, penerbitan SPN-S sebesar Rp 1,38 triliun, penerbitan SDHI baru sebesar Rp 15,3 triliun, dan
penerbitan Sukuk Global (SBSN valas) sebesar Rp 9,7 triliun. Jika dilihat dari jumlah hasil lelang IFR,
PBS dan SPN-S sepanjang 2012, absorpsi oleh perbankan syariah di pasar perdana hanya 4,97%, atau
sebesar Rp0,92 triliun, yaitu dimenangkan oleh Muamalat, BNI Syariah, Victoria Syariah, dan UUS
Sinarmas. Selebihnya, lelang SBSN dimenangkan oleh bank konvensional dan lembaga keuangan non-
bank lainnya.
Dilihat dari segi kepemilikan berdasarkan outstanding SBSN (Grafik 4.8), SBSN domestik
tradable terbanyak dimiliki oleh Bank Konvensional sebesar 20,7%, diikuti oleh Asuransi sebesar
12,43%, dan Perorangan sebesar 9,16%. Sedangkan kepemilikan non-residen turun dari 6,28% (2011)
menjadi 5,28% (2012).
Grafik 4.8. Kepemilikan SBSN Berdasarkan Outstanding

Setelah mengalami penurunan pada tahun sebelumnya, persentase kepemilikan SBSN oleh
perbankan syariah meningkat dari 3,03% di tahun 2011 menjadi 4,89% di tahun 2012. Secara volume,
kepemilikan perbankan syariah terhadap SBSN pun meningkat dari Rp1,9 triliun menjadi Rp4,8 triliun.
Kepemilikan perbankan syariah terhadap SBSN tersebut tidak tersebar secara merata. Sekitar 75% dari
total SBSN yang dimiliki oleh bank syariah tersebut hanya dimiliki oleh 3 bank syariah (BUS),
sedangkan sisanya dimiliki oleh 10 bank syariah lainnya (BUS dan UUS). Ke depannya diharapkan SBSN
dapat menjadi alternatif utama untuk penempatan secondary reserve bagi bank syariah.

Grafik 4.9. Kepemilikan SBSN oleh Bank Syariah






Bank
Konvensional;
20,7%
Bank
Syariah;
4,89%
Asuransi;
12,43%
Dana
Pensiun;
5%
Korporasi;
1%
Lemb.
Keuangan;
3%
Perorangan;
9,16%
Reksadana;
3%
Non Residen;
5,28%
Kemenag;
36%
LPPS 2012

75

Semakin berkembangnya volume SBSN menandakan bahwa SBSN masih menjadi instrumen
investasi yang menarik di pasar, terutama pasar keuangan syariah. Hal ini juga ditandai oleh semakin
meningkatnya transaksi SBSN di pasar sekunder. Selama 2012, total volume transaksi SBSN adalah
sebesar Rp98,4 triliun (RRH Rp400,1 miliar), meningkat sekitar 126,28% dari volume transaksi tahun
sebelumnya yang sebesar Rp43,5 triliun. Sama halnya dengan frekuensi transaksi SBSN pada tahun
2012 sebanyak 17.050 kali (RRH 69 kali) yang meningkat sekitar 44,47% dari tahun sebelumnya yang
sebanyak 11.802 kali.
Perkembangan pasar SBSN juga terlihat dari turnover ratio transaksi. Turnover ratio
merupakan tolak ukur likuiditas suatu obligasi yang menunjukkan tingkat perdagangan di pasar
sekunder relatif terhadap jumlah obligasi yang beredar. Sehingga semakin tinggi nilai turnover ratio
SBSN menandakan pasar sekunder SBSN yang semakin aktif. Turnover ratio pasar SBSN dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


Turnover ratio transaksi SBSN meningkat dari 1,22 pada tahun 2011 menjadi 1,78 pada tahun
2012. Selain itu, gap antara turnover ratio SBSN dengan SUN di tahun 2012 pun mengecil. Pada tahun
2011, turnover ratio transaksi SBSN sebesar 1,22 dan untuk transaksi SUN sebesar 2,59. Sedangkan
pada tahun 2012, turnover ratio transaksi SBSN sebesar 1,78 dan untuk transaksi SUN sebesar 2,41.
Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas pasar sekunder SBSN berkembang mendekati pasar SUN.
Apabila dilihat lebih jauh per seri SBSN, SR merupakan SBSN yang paling sering ditransaksikan.
Dari keempat seri SR yang sudah diterbitkan, SR004 menjadi seri SBSN yang paling menarik di pasar,
tercermin baik dari frekuensi maupun turnover ratio transaksi SR004 yang tertinggi dibandingkan seri
SBSN lainnya (ritel dan non-ritel). Sepanjang 2012, SR004 ditransaksikan sebanyak 10.595 kali dengan
turnover ratio sebesar 3,87. Sedangkan untuk SBSN seri fixed rate yang aktif ditransaksikan di pasar
sekunder adalah PBS001 dengan turnover ratio sebesar 1,47, disusul PBS004 dengan turnover ratio
sebesar 1,34. Untuk sukuk negara dengan tenor di bawah 1 tahun, yang aktif ditransaksikan adalah
SPNS14092012 (yang telah jatuh tempo di tahun 2012) dengan turnover ratio sebesar 1,41 (Tabel 4.7).
Tabel 4.7.10 SBSN yang Aktif Ditransaksikan
Seri SBSN Seri SBSN Seri SBSN Seri SBSN Turnover Ratio Turnover Ratio Turnover Ratio Turnover Ratio
SR004 3,87
PBS001 1,47
SPNS14092012 1,41
PBS004 1,34
PBS002 1,21
SR002 1,16
IFR0006 0,82
SR003 0,80
IFR0010 0,61
SPNS24022012 0,50

Pada bulan November 2012, Pemerintah kembali masuk ke pasar keuangan syariah
internasional dengan menerbitkan Sukuk Global (SNI22) sebesar US$1 miliar berjangka waktu 10
LPPS 2012

76

tahun dengan imbal hasil tetap. Sukuk tersebut menggunakan struktur ijarah sale and leased back
dengan underlying asset berupa Barang Milik Negara (BMN). SNI22 mendapatkan rating Baa3 dari
Moodys, BB+ dari S&P dan BBB- dari Fitch. Penerbitan dilakukan setelah melalui serangkaian
pertemuan dengan para investor di Timur Tengah dan Asia sebelumnya.
Penerbitan Sukuk Global dilakukan oleh Pemerintah sejalan dengan rencana pembiayaan
Pemerintah di tahun 2012 dan sekaligus untuk memperkokoh posisi Indonesia di pasar keuangan
syariah global. Penerbitan ini mendapat respon yang sangat baik oleh para investor global dan lokal
dengan penawaran yang kompetitif hingga mencapai US$5,3 miliar dari sekitar 250 investor. Tingkat
imbal hasil (yield) ditetapkan sebesar 3,30%, 20 bps lebih rendah dari harga perkiraan awal yang
berada di kisaran 3,50%. Yield ini juga lebih rendah dibandingkan dengan yield Sukuk Global yang
diterbitkan tahun 2011 yang sebesar 4,00%. Turunnya yield menunjukkan Sukuk Global yang
ditawarkan oleh Pemerintah RI semakin diminati oleh investor sehingga return yang diminta pun
menurun.

4.4. PERKEMBANGAN PASAR MODAL SYARIAH
4.4.1. Kebijakan Pengembangan Pasar Modal Syariah
Di tahun 2012, strategi kebijakan yang dilakukan dalam rangka pengembangan pasar modal
syariah tetap mengacu pada salah satu tujuan yang tertuang pada Master Plan Pasar Modal dan
Industri Keuangan Non Bank Tahun 20102014, yaitu menjadikan Pasar Modal dan Industri Keuangan
Non Bank sebagai Sarana Investasi yang Kondusif dan Atraktif serta Pengelolaan Risiko yang Handal.
Untuk mendukung tujuan tersebut, kebijakan yang dilakukan difokuskan pada 4 (empat) program
berikut:
1. Pengembangan kerangka regulasi yang mendukung pengembangan pasar modal berdasarkan
prinsip syariah.
2. Pengembangan produk pasar modal berdasarkan prinsip syariah.
3. Pengupayaan kesetaraan produk keuangan syariah dengan produk konvensional, dan
4. Peningkatan pengembangan sumber daya manusia di pasar modal berdasarkan prinsip syariah.
1. Pengembangan kerangka regulasi yang mendukung pengembangan pasar modal berdasarkan
prinsip syariah.
Selama tahun 2012, Bapepam-LK melakukan penyempurnaan atas 2 (dua) peraturan
terkait pasar modal syariah. Pertama, revisi Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan
Penerbitan Daftar Efek Syariah, melalui Surat Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-
208/BL/2012 tanggal 24 April 2012. Penyempurnaan peraturan dilatarbelakangi oleh adanya
dinamika industri dan kesesuaian dengan praktik internasional. Tujuan utama penyempurnaan
tersebut adalah untuk mendukung kebutuhan industri pasar modal syariah dalam menyediakan
portofolio efek syariah yang layak investasi. Salah satu pokok penyempurnaan yang dilakukan
adalah penyesuaian rasio keuangan khususnya terkait rasio utang berbasis bunga. Sebelum
peraturan disempurnakan, rasio utang berbasis bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak
lebih dari 82%, kemudian diubah menjadi rasio utang berbasis bunga dibandingkan dengan total
asset tidak lebih dari 45%. Batasan rasio tersebut tetap mengacu kepada fatwa DSN-MUI
No.20/DSN-MUI/IV/2001 dan fatwa DSN-MUI No.40/DSN-MUI/X/2003.
LPPS 2012

77

Kedua, revisi Peraturan Nomor IX.A.14 tentang Akad-Akad yang Digunakan dalam
Penerbitan Efek Syariah Di Pasar Modal, melalui Surat Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor:
KEP-430/BL/2012 tanggal 1 Agustus 2012. Penyempurnaan peraturan ini dilatarbelakangi
dinamika industri yang membutuhkan variasi akad yang dapat digunakan dalam penerbitan efek
syariah, khususnya penerbitan sukuk. Tujuan utama penyempurnaan peraturan ini adalah untuk
mendukung dan memfasilitasi industri pasar modal syariah dalam mengembangkan produk
dengan pilihan basis akad yang lebih bervariasi. Salah satu pokok penyempurnaan yang dilakukan
adalah terkait penambahan akad baru yaitu akad Musyarakah dan akad Istishna.
Di samping itu, pada tahun 2012 Bapepam-LK juga telah menerbitkan Surat Edaran Nomor:
SE-13/BL/2012 tanggal 19 September 2012 tentang Prospektus dalam Rangka Penawaran Umum
Obligasi dan Sukuk yang Dilakukan Secara Bersamaan. Surat Edaran tersebut menyatakan bahwa
Emiten yang mengajukan Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum Obligasi dan
Penawaran Umum Sukuk dalam waktu bersamaan, memiliki pilihan untuk menyampaikan
informasi penawaran umum tersebut dalam satu prospektus atau dalam dua prospektus secara
terpisah. Hal ini dimaksudkan agar biaya penerbitan sukuk dan obligasi yang dilakukan dalam
waktu bersamaan dapat lebih efisien bagi Emiten.
2. Pengembangan produk pasar modal berdasarkan prinsip syariah,
Sebagai salah satu implementasi upaya strategi pengembangan produk berbasis syariah di
Pasar Modal, Bapepam-LK pada tahun 2012 telah menerbitkan 2 kali Daftar Efek Syariah (DES)
periodik yaitu melalui Surat Keputusan Ketua Bapepam-LK nomor Kep-282/BL/2012 tanggal 24
Mei 2012 dan melalui Surat Keputusan Ketua Bapepam-LK nomor Kep-635/BL/2012 tanggal 22
November 2012. Penerbitan DES periodik tersebut telah menggunakan kriteria rasio keuangan
yang telah disempurnakan berdasarkan revisi Peraturan Bapepam-LK Nomor II.K.1 tentang
Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
Efek yang termasuk dalam DES periode II tahun 2012 terdiri dari 319 saham yang termasuk
dalam kategori efek syariah. Dari 319 saham syariah tersebut, 317 saham berdasarkan hasil
penelaahan DES periodik per tanggal 22 November 2012 dan 2 saham dari hasil penelaahan DES
insidentil bersamaan dengan efektifnya pernyataan pendaftaran Emiten yang melakukan
penawaran umum perdana (IPO).
Di samping itu, pada tahun 2012, Bapepam-LK juga melakukan diskusi dan pembahasan
terkait rencana penerbitan Exchange Trade Fund (ETF) syariah yang diajukan oleh salah satu
manajer investasi. Rencana penerbitan ETF syariah tersebut dipandang akan dapat menjadi
tonggak baru pengembangan produk investasi syariah yang menarik bagi investor, mengingat
keberadaan produk ini akan menjadi produk ETF syariah yang pertama kali di Indonesia. Produk
investasi ini diharapkan dapat menambah keberagaman produk syariah di Pasar Modal. Selain itu
rencana penerbitan ETF syariah ini akan menjadi perhatian penting bagi regulator mengingat
produk ini akan menjadi benchmark dalam penerbitan ETF syariah lainnya.
Selain pengembangan produk berbasis syariah, Bapepam-LK juga telah menyusun kajian
mengenai pasar sekunder sukuk. Penyusunan kajian ini bertujuan untuk mencari faktor faktor
yang mempengaruhi masih rendahnya likuiditas perdagangan sukuk korporasi di pasar sekunder.
Berdasarkan hasil penelitian, faktor utama yang mempengaruhi likuiditas perdagangan sukuk
LPPS 2012

78

yaitu masih rendahnya penerbitan sukuk, kurang pahamnya investor dan calon issuer mengenai
efek sukuk, underlying asset sukuk, market maker serta karakteristik investor sukuk yang
cenderung hold to maturity. Selanjutnya, kajian tersebut juga merekomendasikan variasi sukuk
korporasi melalui penerbitan sukuk korporasi ritel. Penerbitan sukuk korporasi yang bersifat ritel
tersebut merupakan salah satu alternatif investasi seiring dengan meningkatnya jumlah
masyarakat kelas menengah di Indonesia. Adanya alternatif investasi ini diharapkan dapat
meningkatkan perkembangan pasar modal Indonesia secara keseluruhan.
3. Pengupayaan kesetaraan produk keuangan syariah dengan produk konvensional
Salah satu kegiatan yang telah dilakukan Bapepam-LK selama tahun 2012 guna mencapai
kesetaraan produk syariah dengan produk konvensional adalah dengan menyusun kajian terkait
Simplifikasi Penerbitan dan Prosedur Pengelolaan Efek Syariah. Fokus pembahasan kajian ini
terbagi menjadi 2 (dua) yaitu simplifikasi penerbitan sukuk korporasi dan simplifikasi prosedur
pengelolaan reksadana syariah.
Rekomendasi dari kajian tentang simplifikasi penerbitan sukuk, antara lain adalah
menyempurnakan Standard Operating Procedures (SOP) layanan proses penerbitan efek syariah
yang bertujuan untuk mempersingkat waktu. Salah satu usulan dalam rekomendasi terkait waktu
layanan proses penerbitan efek adalah dengan membedakan waktu layanan penerbitan efek
syariah antara Emiten baru dengan Emiten yang sudah pernah menerbitkan efek dan pernah
menyampaikan dokumen dalam pernyataan pendaftaran di Bapepam-LK. Selanjutnya, diusulkan
pula agar Emiten yang sudah terdaftar di Bapepam-LK tidak perlu menyampaikan semua
dokumen pendaftaran kepada Bepapam-LK, namun hanya dokumen yang mengalami perubahan
dibandingkan dokumen sebelumnya. Di samping itu, untuk mendukung pengembangan pasar
modal syariah, kajian ini juga mengusulkan untuk membentuk Sukuk Desk, yaitu jalur khusus
(greenline) bagi Emiten yang hanya menerbitkan Sukuk (tidak berbarengan dengan penerbitan
obligasi), sehingga waktu pemrosesan dapat menjadi lebih cepat.
Sedangkan rekomendasi yang diusulkan pada kajian tentang simplifikasi prosedur
pengelolaan reksadana syariah adalah menerbitkan Reksadana Penyertaan Terbatas (RDPT)
berbasis syariah sebagai alternatif investasi produk syariah di pasar modal dan mengusulkan
melakukan relaksasi persentase batasan portofolio investasi.
4. Peningkatan pengembangan sumber daya manusia di pasar modal berdasarkan prinsip syariah.
Peningkatan pengembangan sumber daya manusia di pasar modal berdasarkan prinsip
syariah merupakan program berkelanjutan yang dilakukan oleh Bapepam-LK dalam rangka
mendorong akselerasi pengembangan pasar modal syariah secara keseluruhan. Program tersebut
diselenggarakan bekerjasama dengan pihak-pihak terkait baik internal Bapepam-LK maupun
pihak eksternal. Program sosialisasi dan edukasi yang telah dilaksanakan selama tahun 2012
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan Konferensi Internasional Pasar Modal Syariah tahun 2012.
Konferensi Internasional ini terselenggara atas kerjasama Bapepam-LK dengan Islamic
Research and Training Institute, Islamic Development Bank (IRTI-IDB). Bersamaan dengan
kegiatan konferensi ini, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) juga mengadakan expo tentang
investasi syariah di pasar modal. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh
LPPS 2012

79

peranan pasar modal syariah dalam sistem keuangan dan menjadi salah satu sarana untuk
memperkenalkan potensi pasar modal syariah di Indonesia kepada dunia internasional.
Selain itu, melalui konferensi ini diharapkan terwujudnya hubungan yang erat antara
Bapepam-LK sebagai regulator dengan para regulator negara lain dan para pelaku pasar
dalam pengembangan pasar modal syariah.
2. Peluncuran website Pasar Modal Syariah dalam Bahasa Inggris.
Peluncuran website pada tanggal 19 Juni 2012 ini bertujuan untuk memberikan informasi
yang lebih luas mengenai pasar modal syariah di Indonesia, khususnya kepada stakeholders
internasional.
3. Focus Group Discussion (FGD).
Kegiatan yang dilakukan bekerja sama dengan Perusahaan Pembiayaan pada tanggal 27
November 2012 ini bertujuan untuk mendorong perusahaan pembiayaan untuk menerbitkan
sukuk korporasi sebagai sarana alternatif pendanaan melalui pasar modal.
4. Kegiatan sosialisasi dan edukasi.
Kegiatan ini dilakukan bekerjasama dengan perguruan tinggi maupun PT Bursa Efek
Indonesia (BEI) dalam bentuk penyelenggaraan Sekolah Pasar Modal Syariah. Tujuan dari
kegiatan ini untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terkait pasar
modal syariah.
4.4.2. Perkembangan Produk Syariah di Pasar Modal
1. Sukuk Korporasi
Selama kurun waktu tahun 2012 terdapat penerbitan 6 sukuk yang telah memperoleh
Pernyataan Efektif dari Bapepam-LK dengan total nilai emisi mencapai Rp 1,87 triliun. Selain itu,
terdapat pelunasan 4 sukuk yang telah jatuh tempo dan 1 sukuk yang dilunasi dipercepat dengan total
nilai Rp 868 milyar.
Sampai dengan Desember 2012, jumlah sukuk yang beredar (outstanding) mencapai 32 sukuk
dengan nominal mencapai Rp 6,83 triliun. Dilihat dari jumlah efek yang beredar, jumlah sukuk
mencapai 9,7% dari total efek bersifat utang yang beredar. Sementara itu, dari sisi nilai nominal,
proporsi sukuk yang beredar terhadap total efek bersifat utang yang beredar mencapai 3,8%. Secara
kumulatif, sampai dengan Desember 2012 jumlah sukuk yang diterbitkan telah mencapai 54 sukuk
dengan total nilai nominal mencapai Rp 9,79 triliun.
Grafik 4.10. Perkembangan Sukuk

Sumber: www.bapepam.go.id
LPPS 2012

80

Grafik 4.11. Proporsi Sukuk terhadap Obligasi


2. Surat Berharga Syariah Negara
Tahun 2012 merupakan tahun yang kondusif dalam penerbitan sukuk korporasi maupun sukuk
negara atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Pada tahun ini, pemerintah Republik Indonesia
kembali menerbitkan 16 SBSN yang terdiri atas 8 SBSN yang bersifat tradable dan 8 sukuk negara yang
non tradable. Penerbitan tersebut meningkatkan nilai outstanding SBSN menjadi Rp 124,44 triliun,
atau meningkat 60,1% dibanding tahun 2011 sebesar Rp 77,73 triliun.
Grafik 4.12. Perkembangan Oustanding SBSN

Sumber: www.dmo.or.id
Grafik 4.13. Proporsi Outstanding SBSN terhadap SUN


LPPS 2012

81

Jika dilihat berdasarkan proporsinya, penerbitan SBSN yang cukup agresif di tahun 2012
tersebut meningkatkan proporsi outstanding jumlah dan nilai sukuk negara terhadap Surat Utang
Negara (SUN). Per Desember 2012, proporsi jumlah outstanding SBSN terhadap SUN mencapai 27%,
atau meningkat 8 % dibanding tahun 2011. Sedangkan proporsi nilai outstanding SBSN terhadap SUN
mencapai 9%, atau meningkat 2% dibandingkan tahun 2011.
3. Reksadana Syariah
Pada tahun 2012 industri reksadana syariah mengalami perkembangan yang cukup signifikan.
Hal ini ditandai dengan adanya 18 penerbitan reksadana syariah yang telah memperoleh Pernyataan
Efektif dari Bapepam-LK. Sampai dengan Desember 2012, terdapat 65 reksadana syariah yang beredar
atau meningkat 30% dibanding tahun 2011 yang berjumlah 50 reksadana syariah. Peningkatan ini
sudah termasuk pembubaran 3 reksadana syariah.
Grafik 4.14. Perkembangan Reksa Dana Syariah
Sumber: www.bapepam.go.id
Jika dilihat berdasarkan jenisnya, mayoritas dari reksa dana syariah yang beredar tersebut
merupakan reksadana terproteksi (38%), reksadana campuran (26%) serta reksadana saham (22%).
Sedangkan dari sisi nilai Nilai Aktiva Bersih (NAB), total NAB reksadana syariah mencapai Rp.8,05
triliun atau meningkat 44,6% dibandingkan tahun 2011 yang hanya mencapai Rp.5,56 triliun. NAB
reksadana syariah ini didominasi oleh reksadana saham (35%), reksadana campuran (33%), dan
reksadana terproteksi (19%).
Grafik 4.15. Komposisi Reksa Dana Syariah

RD Syariah
Campuran
33%
RD Syariah
Indeks
4%
RD Syariah
Pendapata
n Tetap
9%
RD Syariah
Saham
35%
RD Syariah
Terproteksi
19%
Reksadana Syariah Berdasarkan
Nilai Aktiva Bersih

LPPS 2012

82

Perkembangan reksadana syariah tersebut berdampak pula pada peningkatan proporsi
reksadana syariah dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2012, proporsi jumlah reksadana
syariah terhadap total reksadana adalah menjadi sebesar 8,62%, meningkat dari tahun 2011 yang
hanya 7,74%. Sedangkan dari sisi nilai NAB, proporsi reksadana syariah terhadap total reksadana
meningkat menjadi 3,79% dibandingkan tahun 2011 yang hanya 3,31%.
Grafik 4.16. Kontribusi Reksa Dana Syariah

RD Syariah
3.79%
RD
Konvensional
96,21%
Kontribusi Reksadana Syariah Berdasarkan
Nilai Aktiva Bersih

4. Saham Syariah
Untuk saham yang dikategorikan dalam saham syariah, pada akhir tahun 2012 terdapat
peningkatan jumlah saham sebesar 26% menjadi 319 saham syariah jika dibandingkan pada akhir
tahun 2011 (253 saham syariah). Mayoritas saham syariah bergerak dalam bidang industri
Perdagangan, jasa dan investasi (25%), Properti, Real Estate & Konstruksi (16%), serta Industri Dasar
dan Kimia (15%).
Grafik 4.17. Perkembangan Saham Syariah

*) DES periode II tahun 2012 terdiri dari 317 saham hasil penelaahan DES periodik dan 2 saham hasil
penelaahan DES insidentil bersamaan dengan penawaran umum perdana (IPO).
Sumber: www.bapepam.go.id

LPPS 2012

83

Grafik 4.18. Bidang Industri Saham Syariah

Pada tanggal 28 Desember 2012, Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) ditutup pada 144,99
poin atau meningkat sebesar 15,6% dibandingkan posisi indeks ISSI pada akhir Desember 2011
(125,35 poin). Pertumbuhan indeks ISSI pada tahun 2012 ini lebih baik dibandingkan pertumbuhan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang hanya meningkat 12,94%.
Sementara itu, kapitalisasi pasar saham yang tergabung dalam ISSI per 28 Desember 2012
sebesar Rp2.451,33 triliun atau 68,35% dari total kapitalisasi pasar seluruh saham sebesar Rp4.126,99
triliun. Kapitalisasi pasar saham ISSI pada 2012 tersebut mengalami peningkatan sebesar 24,5% jika
dibandingkan kapitalisasi saham ISSI pada akhir Desember 2011 sebesar Rp1.968,09 triliun.
Grafik 4.19. Perkembangan dan Kapitalisasi Pasar ISSI


Pada saat yang sama, Jakarta Islamic Index (JII), ditutup pada 594,78 poin atau meningkat
sebesar 10,75% dibandingkan pada akhir Desember 2011 sebesar 537,03 poin. Sedangkan kapitalisasi
pasar untuk saham-saham yang tergabung dalam JII sebesar Rp 1.745 triliun atau 42,28% dari total
kapitalisasi pasar seluruh saham. Kapitalisasi pasar saham yang tergabung dalam JII pada tahun 2012
LPPS 2012

84

tersebut mengalami peningkatan sebesar 23,32% jika dibandingkan kapitalisasi saham JII pada akhir
Desember 2011 sebesar Rp.1.414,98 triliun.

Grafik 4.20. Perkembangan dan Kapitalisasi Pasar Jakarta Islamic Index



5. Layanan Syariah
Selain mengalami perkembangan dari sisi produk syariah di pasar modal, industri pasar modal
syariah juga mengalami perkembangan dari aspek layanan syariah. Sampai dengan akhir tahun 2012,
terdapat 6 Perusahaan Sekuritas yang memiliki sistem layanan online trading syariah, yang merupakan
8,9% dari total perusahaan sekuritas yang memiliki layanan online trading. Hal ini merupakan fasilitas
yang disediakan mengingat semakin banyaknya investor yang menginginkan bertransaksi di pasar
modal yang sesuai dengan prinsip prinsip syariah. Di samping itu, terdapat 8 bank yang pernah
memberikan jasa kustodi atas penerbitan efek syariah, yang merupakan 41% dari total bank
kustodian. Selanjutnya, terdapat 21 perusahaan penjamin emisi efek yang pernah terlibat sebagai
penjamin atas penerbitan sukuk, dimana jumlah tersebut merupakan 14,5% dari total penjamin emisi
yang pernah terlibat sebagai penjamin atas penerbitan efek. Untuk manajer investasi, terdapat 21
manajer investasi yang telah memiliki produk reksadana syariah, yang merupakan 30,1% dari total
manajer investasi. Selain itu, terdapat 1 pihak yang telah mendapatkan persetujuan Bapepam-LK
untuk dapat menerbitkan Daftar Efek Syariah (DES) khusus untuk Efek di luar negeri, yaitu CIMB
Principal Asset Management.
Bagan 2. Layanan Syariah Industri Pasar Modal


LPPS 2012

85

4.5. PERKEMBANGAN PERASURANSIAN SYARIAH
4.5.1. Kebijakan Pengembangan Asuransi Syariah

Pada Tahun 2012 perkembangan Industri Keuangan Non Bank Syariah adalah sebagaimana
dituangkan di dalam Master Plan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank Tahun 2010-2014.
Salah satu tujuan dari 5 tujuan yang telah ditetapkan Bapepam-LK untuk Tahun 2010-2014 adalah
menjadikan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank sebagai Sarana Investasi Yang Kondusif dan
Atraktif serta Pengelolaan Risiko Yang Handal. Tujuan ini selanjutnya dijabarkan di dalam 6 strategi,
yang salah satu strateginya adalah Strategi 3 Mengembangkan Pasar Modal dan Industri Keuangan
Non Bank Berbasis Syariah. Berdasarkan strategi inilah pada Tahun 2012, pengembangan kebijakan
untuk Usaha Asuransi Syariah, sebagai salah satu pengembangan kebijakan untuk Industri Keuangan
Non Bank Berbasis Syariah, masih akan terfokus kepada pelaksanaan program-program sebagaimana
telah dilakukan pada tahun 2011.
1. Mengembangkan Kerangka Regulasi yang Mendukung Pengembangan Usaha Asuransi
Berdasarkan Prinsip Syariah
Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentang
Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip
Syariah pada tanggal 25 Januari 2010 diharapkan memberikan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah bagi pihak-pihak yang
memiliki kepentingan terhadap usaha Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah.
Selanjutnya, telah dilakukan amandemen PMK dimaksud pada tahun 2012 untuk diselaraskan dengan
fatwa Dewan Syariah Nasional. Perubahan pengaturan diprioritaskan untuk diarahkan bagi
penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi syariah yang mengedepankan penerapan
prinsip-prinsip syariah secara konsisten, kinerja operasional yang sehat melalui penerapan disiplin
pasar, dan penerapan tata kelola perusahaan serta manajemen risiko yang pruden. Selama Tahun
2012 telah diterbitkan 2 (dua) Peraturan Menteri Keuangan, yaitu:
i. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 227/PMK.010/2012 tanggal 26 Desember 2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 tentang penerapan
prinsip dasar penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah. PMK
Nomor 227 dikeluarkan sebagai penyesuaian terhadap fatwa DSN no 81/DSN-MUI/III/2011
mengenai pengembalian dana tabarru bagi peserta asuransi yang berhenti sebelum masa
perjanjian berakhir. PMK 18 pasal 4 ayat 1 huruf d diubah menjadi bahwa dana tabarru dapat
dikembalikan kepada peserta meski telah melewati free look period;
ii. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.010/2012 tanggal 26 Desember 2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 Tentang Kesehatan
Keuangan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah. PMK 228 adalah
perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 yang penyusunannya
dilatarbelakangi oleh diperlukannya penundaan penerapan ketentuan mengenai perhitungan
penyisihan kontribusi untuk polis jangka panjang;
Untuk memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi penyelenggaraan usaha asuransi dan
usaha reasuransi dengan prinsip syariah, serta untuk menetapkan arah kebijakan yang akan ditempuh
LPPS 2012

86

bagi penyelenggaraan usaha asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah di masa yang akan
datang, maka di dalam Rancangan Undang Undang tentang Usaha Perasuransian, yang akan
menggantikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, telah dirumuskan ketentuan yang antara lain:
Definisi Asuransi Syariah diusulkan didefinisikan sebagai suatu mekanisme pembagian risiko
(risk-sharing) diantara para peserta sesuai prinsip syariah, yang dikelola oleh pihak lain selaku
operator, dan;
Uji Kemampuan dan Kepatutan terhadap anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) diusulkan
mencakup pengetahuan mengenai tugas dan fungsi DPS dan pemahaman tentang usaha asuransi,
bukan pengetahuan dan keahlian di bidang syariah (fiqih).

2. Mengembangkan Produk Asuransi Berdasarkan Prinsip Syariah
Berkembangnya produk asuransi syariah diyakini akan memperkuat dan melengkapi
ketersediaan produk-produk syariah di sektor industri keuangan secara keseluruhan. Jika
dibandingkan dengan produk asuransi konvensional, pada saat ini produk asuransi syariah tidak
sebanyak produk asuransi konvensional. Sementara itu, potensi dan kebutuhan masyarakat akan
produk yang berbasis syariah diperkirakan akan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Salah
satu kendala dalam pengembangan pasar asuransi syariah adalah keterbatasan jenis-jenis produk
asuransi syariah. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan produk-produk asuransi yang sesuai
dengan prinsip syariah dengan cara mendorong perusahaan asuransi untuk merancang produk-produk
baru yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan sesuai dengan prinsip syariah. Salah satu hal
yang dilakukan Bapepam-LK untuk mendorong pengembangan produk-produk investasi jangka
panjang sesuai syariah adalah dengan melalui penetapan peraturan yang mengijinkan perusahaan
asuransi yang memiliki usaha syariah untuk berinvestasi pada instrumen investasi jangka panjang
sebagai sarana pengelolaan dana yang bersumber dari produk asuransi syariah. Hal ini tertuang di
dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 tanggal 12 Januari 2011
tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang
Menyelenggarakan Usaha dengan Prinsip Syariah dan sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 228/PMK.010/2012 tanggal 26 desember 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.010/2011 Tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi Dan Usaha
Reasuransi Dengan Prinsip Syariah.
3. Mengupayakan Kesetaraan Produk Asuransi Syariah dengan Produk Konvensional
Usaha asuransi syariah merupakan suatu usaha yang relatif masih baru, sehingga diperlukan
upaya untuk dapat mempercepat perkembangan dan pertumbuhan usaha asuransi syariah ini.
Pengaturan yang memberikan perlakuan yang setara dengan usaha asuransi konvensional diharapkan
dapat menjadikan usaha asuransi syariah ini dapat berkembang dan tumbuh berdampingan dengan
usaha asuransi konvensional. Arah kebijakan ini diharapkan akan mendorong kompetisi yang
seimbang dan sehat antara produk asuransi syariah dengan produk asuransi konvensional. Diawali
sejak tahun 2011, Bapepam-LK telah melakukan pembahasan-pembahasan dan perumusan awal
tentang pengaturan mengenai Produk dan Distribusinya, sebagai upaya penyempurnaan peraturan
yang dapat menunjang kesetaraan perkembangan produk-produk asuransi syariah dengan produk-
produk asuransi konvensional. Selain itu, pada tahun 2012 telah dilakukan sosialisasi dan edukasi
kepada pelaku pasar maupun masyarakat tentang konsep dan produk dari usaha asuransi dengan
LPPS 2012

87

prinsip syariah ini. Hal ini akan dilakukan secara terus menerus berkesinambungan baik melalui
program-program sosialisasi dan edukasi yang diprakarsai oleh Bapepam-LK sendiri maupun dalam
bentuk dukungan keterlibatan di dalam acara-acara kampanye asuransi yang diselenggarakan oleh
asosiasi-asosiasi di industri asuransi.
4. Meningkatkan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Bidang Usaha Asuransi Syariah
Percepatan perkembangan usaha asuransi syariah akan sangat bergantung kepada
ketersediaan SDM yang cukup baik dari sisi kuantitas maupun dari sisi kualitas. Untuk itu diperlukan
upaya yang sungguh-sungguh di dalam pengembangan SDM yang komprehensif serta didukung oleh
infrastruktur yang memadai, sehingga SDM yang jumlahnya cukup dan dengan kualitas yang memadai
diyakini akan meningkatkan inovasi-inovasi pengembangan produk asuransi syariah dan meningkatkan
tingkat kepatuhan terhadap peraturan dan pemenuhan prinsip-prinsip syariah.
Pengembangan SDM yang komprehensif diharapkan akan menciptakan keseimbangan
pemahaman dan pengetahuan bagi para pelaku di industri asuransi khususnya di usaha asuransi
syariah yang terdiri dari para profesional, ulama, ahli syariah dan regulator. Selain itu, pengembangan
regulasi yang dapat mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas SDM di bidang asuransi syariah
akan terus dilakukan. Pada tahun 2012 telah disahkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
152/PMK.010/2012 tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian.
Konsekuensi dari penerbitan peraturan tersebut bagi industri asuransi syariah adalah diwajibkannya
Dewan Pengawas Syariah untuk mengikuti ujian Penilaian Kemampuan dan Kepatutan. Tujuan dari
pengaturan ini adalah untuk meingkatkan Sumber Daya Manusia di bidang Asuransi Syariah dengan
melakukan diskusi dan pembahasan dengan pihak asosiasi-asosiasi di industri asuransi.
Sejak tahun 2011 telah dilakukan pembahasan mengenai pentingnya standardisasi dalam
ujian profesi (a.l. tenaga ahli asuransi syariah dan agen asuransi syariah). Pendidikan dan ujian profesi
yang lebih baik diarahkan kepada pengembangan standar kualifikasi dan sertifikasi baik bagi para
profesional, dan hal ini telah dilaksanakan mulai tahun 2012. Selanjutnya, telah dilakukan pula
kerjasama penyelenggaraan pendidikan dan latihan di bidang asuransi syariah dengan beberapa
lembaga pendidikan baik dalam rangka pelaksanaan program edukasi masyarakat tentang asuransi
maupun dalam rangka memenuhi permintaan atas adanya kebutuhan untuk memberikan
pemahaman tentang usaha dan regulasi di bidang asuransi syariah.

4.5.2. Perkembangan Usaha Asuransi Syariah dan Usaha Reasuransi Syariah
Jumlah Pelaku Usaha
Jumlah perusahaan asuransi dan reasuransi yang menyelenggarakan usaha dengan prinsip
syariah pada akhir tahun 2012 mencapai 45 perusahaan, dengan rincian sebagaimana tabel berikut:




LPPS 2012

88

Tabel 4.8. Perkembangan Usaha Asuransi dan Reasuransi Syariah
No. Keterangan / Description 2008 2009 2010 2011 2012
1. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah
2 2 3 3 3
Life Insurance Company

2. Perusahaan Asuransi Kerugian Syariah
1 1 2 2 2
Non Life Insurance Company

3. Unit Syariah Perusahaan Asuransi Jiwa
13 17 17 17 17
Sharia Unit of Life Insurance Company

4. Unit Syariah Perusahaan Asuransi Kerugian
19 19 20 18 20
Sharia Unit of Non Life Insurance Company

5. Unit Syariah Perusahaan Reasuransi
3 3 3 3 3
Sharia Unit of Reinsurance Company

TOTAL 38 42 45 43 45

Pada Tahun 2012 jumlah perusahaan asuransi yang menyelenggarakan usaha dengan prinsip
syariah mengalami kenaikan dibandingkan dengan jumlah penyelenggara usaha di Tahun 2011. 2 Unit
Syariah, dan 1 Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah telah mencatatkan diri. Selain itu, 1 Perusahaan
Asuransi Jiwa Syariah telah dicabut ijin usahanya. Penyebab pencabutan perusahaan syariah dimaksud
adalah perusahaan tidak dapat memenuhi ketentuan mengenai kesehatan keuangan dan tidak dapat
memperbaikinya sampai batas waktu yang ditentukan.
Kekayaan dan Investasi
Kekayaan
Total kekayaan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah per 31 Desember 2012
mencapai Rp13.069 miliar. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 42,80% dibandingkan
dengan posisi pada akhir tahun 2011. Total kekayaan tersebut mencapai 3,99% dari total kekayaan
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi pada periode yang sama.

Tabel 4.9. Kekayaan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah
Dalam Miliar Rupiah / in Billion Rupiah
2008 2009 2010 2011 2012*
Seluruh Asuransi Jiwa 102,405 141,646 188,422 228,798 259,420
Asuransi Jiwa Syariah 1,967 3,900 5,632 7,246 9,835
Share Asuransi Jiwa Syariah 1.92% 2.75% 2.99% 3.17% 3.79%
Seluruh Asuransi Kerugian & Reasuransi 34,790 40,164 48,240 57,880 67,844
Asuransi Kerugian & Reasuransi Syariah 702 903 1,342 1,906 3,234
Share Asuransi Kerugian & Reasuransi Syariah 2.02% 2.25% 2.78% 3.29% 4.77%
Seluruh Asuransi & Reasuransi 137,195 181,810 236,663 286,678 327,263
Asuransi & Reasuransi Syariah 2,669 4,803 6,974 9,152 13,069
Share Asuransi & Reasuransi Syariah 1.95% 2.64% 2.95% 3.19% 3.99%
Keterangan

*) Aset Tahun 2012 hanya konvensional posisi Desember 2012 (unaudited)
*) 2 (dua) perusahaan konvensional belum menyampaikan laporan keuangan Triwulan IV 2012
LPPS 2012

89

Investasi
Jumlah investasi usaha asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah per 31 Desember 2012
mencapai Rp11.215 miliar. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 44,36% dibandingkan
dengan posisi pada akhir tahun 2011. Total investasi tersebut mencapai 4,01% dari total investasi
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi pada periode yang sama.

Tabel 4.10. Investasi Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah (Rp.mio)
2008 2009 2010 2011 2012*
Seluruh Asuransi Jiwa 90,688 128,299 167,714 203,061 230,822
Asuransi Jiwa Syariah 1,513 3,215 4,903 6,430 8,972
Share Asuransi Jiwa Syariah 1.67% 2.51% 2.92% 3.17% 3.89%
Seluruh Asuransi Kerugian & Reasuransi 65,373 28,695 35,237 42,421 48,871
Asuransi Kerugian & Reasuransi Syariah 449 640 895 1,339 2,243
Share Asuransi Kerugian & Reasuransi Syariah 0.69% 2.23% 2.54% 3.16% 4.59%
Seluruh Asuransi & Reasuransi 156,061 156,994 202,951 245,482 279,693
Asuransi & Reasuransi Syariah 1,962 3,855 5,799 7,769 11,215
Share Asuransi & Reasuransi Syariah 1.26% 2.46% 2.86% 3.16% 4.01%
Keterangan

*) Aset Tahun 2012 hanya konvensional posisi Desember 2012 (unaudited)

*) 2 (dua) perusahaan konvensional belum menyampaikan laporan keuangan Triwulan IV 2012

Portofolio Investasi
Sebagian besar investasi usaha asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah ditempatkan
dalam bentuk deposito syariah, yaitu mencapai 42,1% dari total investasi. Lima jenis investasi terbesar
dari usaha asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah per 31 Desember 2012 adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.11. Portofolio Investasi Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Syariah (Rp. Mio)
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1 Deposito / Deposits 2,850 31.8% 1,872 83.5% 4,723 42.1%
2 Saham / Stocks 2,685 29.9% 7 0.3% 2,692 24.0%
3 Reksa dana syariah / Mutual Fund 1,937 21.6% 163 7.3% 2,101 18.7%
4 Sukuk Korporasi / Corporate Sukuk 625 7.0% 125 5.6% 751 6.7%
5 SBSN / Government Sukuk 803 8.9% 54 2.4% 857 7.6%
6 Investasi lainnya 72 0.8% 20 0.9% 92 0.8%
Jumlah Lima Jenis Investasi Terbesar 8,900 99% 2,223 99% 11,123 99%
Jumlah Seluruh Investasi 8,972 100% 2,243 100% 11,215 100%
NO. Jenis Investasi
Asuransi Jiwa Syariah
As. Kerugian &
Reasuransi Syariah
Total Asuransi dan
Reasuransi Syariah


Kontribusi dan Manfaat
Kontribusi Bruto
Jumlah kontribusi bruto usaha asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah sampai dengan
akhir triwulan IV tahun 2012 adalah sebesar Rp6.452 miliar. Jumlah kontribusi bruto tersebut
LPPS 2012

90

mengalami kenaikan sebesar 26,99% dibandingan dengan kontribusi bruto yang diperoleh selama
tahun 2011. Total kontribusi yang diperoleh dari usaha asuransi dan usaha reasuransi syariah selama
tahun 2012 tersebut mencapai 4,41% dari total premi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi
pada periode yang sama.
Tabel 4.12. Kontribusi Bruto Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah (Rp. Mio)
2008 2009 2010 2011 2012*
Seluruh Asuransi Jiwa
50.435 61.726 75.596 96.435 103.513
Asuransi Jiwa Syariah
2.028 2.509 3.022 4.084 4.816
Share Asuransi Jiwa Syariah 4,02% 4,06% 4,00% 4,23% 4,65%
Seluruh Asuransi Kerugian & Reasuransi
26.934 28.985 32.047 38.834 42.936
Asuransi Kerugian & Reasuransi Syariah
497 520 668 997 1.637
Share Asuransi Kerugian & Reasuransi Syariah 1,84% 1,79% 2,09% 2,57% 3,81%
Seluruh Asuransi & Reasuransi
77.369 90.711 107.644 135.268 146.448
Asuransi & Reasuransi Syariah 2.525 3.029 3.690 5.081 6.452
Share Asuransi & Reasuransi Syariah 3,26% 3,34% 3,43% 3,76% 4,41%
Keterangan

*) Aset Tahun 2012 hanya konvensional posisi Desember 2012 (unaudited)

*) 2 (dua) perusahaan konvensional belum menyampaikan laporan keuangan Triwulan IV 2012

Penetrasi kontribusi usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah sampai
dengan akhir triwulan IV tahun 2012 mencapai 0,08% dari total GDP nasional. Sedangkan densitas
kontribusi bruto sampai dengan akhir tahun 2012 mencapai Rp26.123 per penduduk.
Tabel 4.13. Penetrasi dan Densitas Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah
2008 2009 2010 2011 2012*
GDP (mi l i ar Rupi ah) 4.954.000 5.581.900 6.422.900 7.427.100 8.241.900
Kontri busi Bruto (mi l i ar Rupi ah) 2.525 3.029 3.690 5.081 6.452
Juml ah Penduduk (juta) 229 231 238 241 247
2008 2009 2010 2011 2012
Penetrasi 0,05% 0,05% 0,06% 0,07% 0,08%
Densi tas (Rupi ah)
11,026 13,113 15,504 20,631 26,123
Penetrasi = Premi Bruto/GDP
* Kontribusi bruto menggunakan data unaudited
Densitas = Premi Bruto/Jumlah penduduk

Manfaat Bruto
Jumlah manfaat bruto usaha asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah sampai dengan
akhir triwulan IV tahun 2012 adalah Rp1.762 miliar. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar
23,78% dibandingkan manfaat bruto pada tahun 2011. Total manfaat bruto yang diperoleh dari usaha
asuransi dan usaha reasuransi syariah tersebut mencapai 1,96% dari total klaim perusahaan asuransi
dan perusahaan reasuransi pada periode yang sama.


LPPS 2012

91

Tabel 4.14. Manfaat Bruto Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah (Rp.mio)
2008 2009 2010 2011 2012*
Seluruh Asuransi Jiwa
31,531 38,788 52,011 59,831 70,219
Asuransi Jiwa Syariah
676 694 1,040 1,043 1,266
Share Asuransi Jiwa Syariah 2.14% 1.79% 2.00% 1.74% 1.80%
Seluruh Asuransi Kerugian & Reasuransi
9,915 12,431 13,914 14,940 19,715
Asuransi Kerugian & Reasuransi Syariah
180 236 325 381 496
Share Asuransi Kerugian & Reasuransi Syariah 1.82% 1.90% 2.33% 2.55% 2.52%
Seluruh Asuransi & Reasuransi
41,446 51,220 65,925 74,771 89,934
Asuransi & Reasuransi Syariah 856 930 1,365 1,424 1,762
Share Asuransi & Reasuransi Syariah 2.07% 1.82% 2.07% 1.90% 1.96%
Keterangan
*)
Aset Tahun 2012 hanya konvensional posisi Desember 2012 (unaudited)
*) 2 (dua) perusahaan konvensional belum menyampaikan laporan keuangan Triwulan IV 2012




4.6. PERKEMBANGAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
Seiring dengan perkembangan bisnis pembiayaan, beberapa perusahaan pembiayaan mulai
menjalankan kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah telah diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Nomor PER-03/BL/2007 tanggal 10 Desember 2007 tentang Kegiatan Perusahaan
Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dan Nomor PER-04/BL/2007 tanggal 10 Desember 2007
tentang Akad-akad yang Digunakan dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip
Syariah. Kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang dapat dilakukan oleh perusahaan
pembiayaan antara lain Murabahah, Ishtisna, Salam, Wakalah Bil Ujrah, Ijarah, dan Ijarah
Muntahiyah Bittamlik.
Sampai dengan akhir 2012, jumlah perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibawah pengawasan Bapepam-LK adalah sebanyak 35
perusahaan, meningkat dari tahun lalu yang berjumlah 14 perusahaan.
Tabel 4.15. Perusahaan Pembiayaan yang Menjalankan Kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah
2008 s.d. 2012
Keterangan 2008 2009 2010 2011 2012
Perusahaan Pembiayaan yang murni syariah 2 2 2 2 2
Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai Unit
Usaha Syariah
2 5 9 12 33
Jumlah 4 7 11 14 35

Sepanjang tahun 2012, industri perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
mengalami perkembangan yang cukup baik, dilihat dari perkembangan total aset dan piutang
pembiayaan yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Sampai pada akhir Desember 2012
nilai total aset perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah Rp22.664,34 miliar, naik
LPPS 2012

92

427,68% dari tahun sebelumnya (tahun 2011) yang mencapai nilai Rp4.295,09 miliar. Salah satu
penyebab kenaikan total aset ini adalah bertambahnya jumlah perusahaan pembiayaan yang
menjalankan kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yaitu dari 14 perusahaan pada tahun
2011 menjadi 35 perusahaan pada tahun 2012. Penyaluran piutang pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah pun sampai dengan akhir 2012 menunjukkan kinerja yang meningkat dibanding tahun
sebelumnya, yaitu mencapai Rp19.760,85 miliar atau sekitar 87,19% dari total aset.
Grafik 4.21. Perkembangan Total Aset dan Piutang Pembiayaan Syariah Tahun 2008 s.d. 2012


Jika dibandingkan dengan total aset perusahaan pembiayaan konvensional, total aset
perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang berjumlah Rp22,66 triliun tersebut masih
memiliki porsi yang cukup kecil yaitu sebesar 6,63% dari total aset perusahaan pembiayaan
konvensional yang berjumlah Rp319,11 triliun. Begitu pula dengan total piutang perusahaan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang berjumlah Rp19,76 triliun, juga masih memiliki porsi
yang cukup kecil yaitu sebesar 6,54% dari total piutang pembiayaan konvensional yang berjumlah
Rp282,32 triliun.
Grafik 4.22. Perbandingan Porsi Aset Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah
dengan Perusahaan Pembiayaan Konvensional Tahun 2012



LPPS 2012

93

Grafik 4.23. Perbandingan Porsi Piutang Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah
dengan Perusahaan Pembiayaan Konvensional Tahun 2012


Tabel 4.16. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Syariah Tahun 2008 s.d. 2012
Keterangan 2008 2009 2010 2011 2012
Total Aktiva 556,05 639,11 2.364,65 4.295,09 22.664,34
Kegiatan Pembiayaan Syariah (netto): 490,23 540,77 2.148,76 3.944,48 19.760,85
- Piutang Murabahah 396,39 427,90 2.014,92 3.726,04 18.519,55
- Piutang Istishna' 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
- Piutang Salam 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
- Piutang Hiwalah 6,85 7,29 7,29 3,10 0,00
- Aktiva Ijarah 0,00 0,00 11,61 8,86 53,57
- Aktiva Ijarah Muntahiyah Bittamlik 86,99 105,59 114,94 206,48 1.187,73
- Aktiva Ijarah Musyarakah Muntanaqisah 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Penyertaan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Persediaan 0,00 0,00 0,19 0,07 4,00
Simpanan pada Bank 19,65 23,79 55,56 112,02 599,57
Efek Syariah yang Dimiliki 3,75 3,75 3,75 3,75 8,00
Sumber Pendanaan: 283,90 341,88 1.815,50 3.495,87 12.148,33
- Pendanaan Mudharabah 0,00 39,33 399,33 689,69 5.764,96
- Pendanaan Mudharabah Muqayyadah 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
- Pendanaan Musyarakah 46,71 55,30 322,15 763,71 809,10
- Fasilitas Pendanaan Murabahah 228,62 245,33 1.089,29 2.021,10 4.214,31
- Ijarah Sukuk 0,00 0,00 0,00 0,00 70,68
- Pendanaan Lain Berbasis Syariah 8,57 1,92 4,72 21,36 1.289,27
Saldo Laba 5,55 25,31 110,57 173,75 366,95
Laba Rugi Periode Berjalan 18,95 14,85 57,88 151,52 489,88
Piutang Pihak Ketiga atas Penyaluran
Pembiayaan Bersama: 0,00 0,00 106,40 1.820,41 6.876,39
- Chanelling 0,00 0,00 32,28 665,34 2.470,00
- Joint Financing 0,00 0,00 74,12 1.155,06 4.387,91
- Lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00 18,48
Jumlah Perusahaan (satuan) 4 7 11 16 31*)
*) Jumlah perusahaan yang wajib menyampaikan laporan sampai dengan tahun 2012 sebanyak 31 perusahaan
(dalam miliar Rupiah)

Dalam tahun 2012, terdapat 3 jenis penyaluran piutang pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan yaitu Murabahah, Ijarah, dan Ijarah Muntahiyah
Bittamlik. Piutang pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang disalurkan oleh industri perusahaan
pembiayaan masih didominasi oleh kegiatan Murabahah, yaitu sebesar Rp18.519,55 miliar atau
sekitar 93,72% dari total pembiayaan. Hal ini menunjukkan semakin meningkatnya ketertarikan
konsumen pada jenis pembiayaan Murabahah untuk memenuhi kebutuhan barang-barang yang
bersifat konsumtif, seperti kendaraan bermotor, yang juga didukung dengan persyaratan pemberian
LPPS 2012

94

kredit yang cukup mudah dan pemrosesan pemberian kredit yang cepat. Sedangkan nilai kegiatan
Ijarah Muntahiyah Bittamlik dan Ijarah sampai akhir 2012 masing-masing adalah sebesar Rp1.187,37
miliar dan Rp53,57 miliar dengan persentase terhadap total piutang pembiayaan masing-masing
sebesar 6,01% dan 0,27%.
Grafik 4.24. Komposisi Jenis Kegiatan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah Tahun 2012

Dari sisi pendanaan dapat diketahui bahwa semua sumber-sumber pendanaan syariah dalam
tahun 2012 mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan sumber pendanaan yang sama
dalam tahun 2011. Sumber pendanaan yang mengalami peningkatan cukup tajam adalah pendanaan
Mudharabah. Selanjutnya berturut-turut adalah fasilitas pendanaan Murabahah, pendanaan lain
berbasis syariah, pendanaan Musyarakah, dan Ijarah Sukuk.
Perbandingan masing-masing sumber pendanaan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012
disajikan sebagai berikut.
Grafik 4.25 Sumber Pendanaan Kegiatan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah (2008-2012)


LPPS 2012

95

Penyempurnaan Peraturan Industri Perusahaan Pembiayaan
Untuk mendukung peningkatan kesehatan industri perusahaan pembiayaan sehubungan
dengan mayoritas industri perusahaan pembiayaan konsumen khususnya untuk pembiayaan
kendaraan bermotor, pada tanggal 21 Desember 2012 kebijakan tersebut telah ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 220/PMK.010/2012 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.010/2012 Tentang uang Muka Pembiayaan Konsumen
Untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan. Kebijakan ini bertujuan agar perusahaan
pembiayaan dapat memelihara kualitas aset pembiayaan yang disalurkan sekaligus juga bertujuan
untuk meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan kepada konsumen
khususnya untuk pembiayaan kendaraan bermotor.
Dalam rangka efisiensi dan meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik, telah dilakukan
penyesuaian ketentuan kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Penyesuaian
ketentuan dimaksud ditetapkan dalam Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor Per-06/BL/2012
tentang Perubahan atas Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor Per-03/BL/2007 tentang Kegiatan
Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah.

LPPS 2012

96

BAB V . PROSPEK DAN ARAH KEBIJAKAN
Kinerja perbankan syariah secara keseluruhan selama tahun 2012 tetap menunjukkan kinerja
yang relatif tetap terjaga baik, tercermin dari perkembangan aset, pencapaian profitabilitas,
peningkatan efisiensi dan fungsi intermediasi yang relatif tetap berjalan secara optimal. Walaupun
sepanjang tahun 2012 dampak krisis keuangan global cenderung melambatkan laju pertumbuhan
ekonomi di berbagai negara, namun memiliki pengaruh yang relatif minimal terhadap industri
perbankan syariah nasional. Hal ini antara lain terlihat dari pertumbuhan aset perbankan syariah
selama tahun 2012 yang relatif masih tinggi, walaupun sejak bulan Maret 2012 mengalami
perlambatan yang relatif signifikan, yang dipengaruhi menurunnya sumber pendanaan khususnya
DPK. Pada akhir tahun 2012, total aset perbankan syariah mencapai Rp199,7 triliun, meningkat
sebesar Rp50,7 triliun (34,0%) dari Rp149 triliun pada tahun sebelumnya. Aset perbankan syariah
tersebut merepresentasikan 4,6% dari keseluruhan aset industri perbankan nasional, meningkat
dibandingkan posisi tahun lalu yang baru mencapai 4%. Selain itu, jangkauan pelayanan perbankan
syariah juga telah semakin meluas dari sebelumnya berjumlah 2.101 kantor menjadi 2.663 jaringan
kantor termasuk di dalamnya kantor di luar negeri. Sementara dari sisi komposisi industri, sebesar
98% aset perbankan syariah masih didominasi oleh BUS dan UUS sementara sisanya oleh BPRS.
Beberapa indikator keuangan lain juga menunjukkan posisi yang relatif terjaga dengan baik,
seperti fungsi intermediasi perbankan syariah yang dicerminkan melalui posisi penyaluran
pembiayaan BUS dan UUS sebesar Rp147,5 triliun, meningkat Rp44,8 triliun atau 43,7% (yoy) dengan
kualitas pembiayaan yang terjaga, tercermin dari NPF (gross) BUS dan UUS sebesar 2,2%. Peningkatan
pembiayaan tersebut mencerminkan demand yang masih cukup tinggi sesuai siklus pembiayaan yang
secara historis meningkat pada akhir tahun berjalan. Sementara penghimpunan DPK BUS dan UUS
pada periode yang sama mencapai Rp147,5 triliun atau meningkat sebesar Rp32,1 triliun (27,8%, yoy).
Begitu pula dengan rentabilitas dan efisiensi perbankan syariah mengalami perbaikan dimana ROA
BUS dan UUS telah meningkat signifikan dari 1,8% pada tahun sebelumnya menjadi 2,1%, serta lebih
efisiennya perbankan syariah yang tercermin dari rasio BOPO BUS dan UUS dari tahun sebelumnya
85,6% menjadi 82,5%. Rasio-rasio keuangan tersebut mencerminkan ketahanan dan prospek industri
perbankan syariah mampu berkompetisi dan dapat berkembang lebih besar dalam peta perbankan
Indonesia.
Dalam rangka memanfaatkan peluang dan potensi pertumbuhan serta mengantisipasi
berbagai tantangan yang akan dihadapi ke depan, sejumlah kebijakan akan ditetapkan dengan tujuan
agar visi pengembangan perbankan syariah yang sehat, kuat dan dapat berkontribusi dengan lebih
optimal dalam mendukung tujuan pembangunan perekonomian nasional dapat dicapai secara lebih
baik. Arah kebijakan umum perbankan syariah dijabarkan pada bagian terakhir dari Bab ini.

5.1. PROSPEK KONDISI PEREKONOMIAN 2013
IMF dalam World Economic Outlook Update (January, 2013) memperkirakan pertumbuhan
ekonomi dunia pada tahun 2012 adalah sebesar 3.2% sementara menurut World Bank dalam Global
Economic Prospect (January 2013) pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2012 diprakirakan
sebesar 3.0 %. Namun pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi dunia diprakirakan akan membaik
LPPS 2012

97

menjadi sekitar 3.4 3.5% (IMF, World Bank), dimana Bank Indonesia memprakirakan volume
perdagangan dunia tumbuh sebesar 4,1% serta harga komoditas nonmigas diprakirakan juga akan
mengalami peningkatan walaupun masih relatif terbatas.
Prospek ekonomi negara maju di Eropa dan Amerika diprakirakan sedikit lebih baik
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, walaupun masih relatif rendah dan diliputi oleh
ketidakpastian yang tinggi. Konsolidasi fiskal, masih tingginya tingkat pengangguran, dan masih
rendahnya keyakinan konsumen serta pelaku usaha, diperkirakan masih akan menjadi faktor penahan
pertumbuhan ekonomi negara maju pada tahun 2013. Aktivitas perekonomian AS pasca krisis
keuangan tahun 2008 menunjukkan tren kinerja yang membaik. Namun, laju pertumbuhan ekonomi
AS masih rapuh mengingat masih ada beberapa isu penting baik dari sisi eksternal, maupun dari sisi
domestik, seperti isu pemotongan belanja pemerintah (automatic spending cut) dan pagu utang (debt
ceiling). Di kawasan Eropa, beberapa langkah sudah diambil untuk mengatasi dampak krisis keuangan,
akan tetapi masih ada beberapa permasalahan yang perlu diselesaikan, antara lain kapasitas negara-
negara terkait untuk melakukan penyesuaian fiskal dan struktur perekonomian. Selain itu, kesiapan
institusi di masing-masing negara untuk mengimplementasikan kebijakan yang berlaku di kawasan
Eropa serta kesiapan ECB dan European Financial Stability Facility / European Stability Mechanism
(EFSF/ESM) dalam merespons risiko pemburukan ekonomi, juga masih menjadi pertanyaan.
Ekonomi Asia menunjukkan ketahanannya di tengah dampak krisis global. Tercermin dari
pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dibandingkan kawasan lain di dunia (lihat tabel 5.1), inflasi
relatif rendah, sistem keuangan yang sehat, dan keseimbangan fiskal yang sehat. China diprakirakan
masih menjadi lokomotif pertumbuhan. Hal itu terkait dengan rencana pembangunan proyek
infrastruktur untuk keperluan publik dan reformasi jaring pengaman sosial yang dapat meningkatkan
konsumsi. Selain itu, ekonomi India juga diperkirakan tumbuh lebih tinggi sejalan dengan adanya
perbaikan persepsi terhadap perekonomian India terkait dengan berbagai program reformasi yang
akan ditempuh. Wilayah Asia diprakirakan akan tetap memainkan peran utama untuk mendukung
ekonomi global. Hal ini didukung antara lain oleh : (i) keberhasilan dalam mengatasi dampak krisis
1997/98 melalui restrukturisasi kredit dan rekapitalisasi bank-bank di Asia membuat sektor keuangan
Asia jauh lebih sehat dan terbukti tahan dalam menghadapi krisis 2008-2009, (ii) dasar fundamental
yang kuat dalam kebijakan makroekonomi dan keuangan yang sehat, dimana kebijakan
makroekonomi terwujud dalam kebijakan moneter yang diarahkan untuk mencapai stabilitas harga
guna mendukung pertumbuhan ekonomi, maupun optimalisasi peran lembaga intermediasi keuangan
yang menunjang perekonomian dan (iii) strategi perekonomian terbuka untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Tabel 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi (%)
IMF
World Economic
Outlook
(Januari 2013)
World Bank
Global Economic
Prospect
(January 2013)
ADB
(Asian Development
Outlook, December
2012)
2011 2012 2013e 2011 2012 2013e 2011 2012 2013e
World 3.9 3.2 3.5 3.8 3.0 3.4 - - -
USA 1.8 2.3 2.0 1.8 2.2 1.9 1.8 2.2 2.1
Euro Area 1.4 -0.4 -0.2 1.5 -0.4 -0.1 1.4 -0.4 0.2
LPPS 2012

98

Japan -0.6 2.0 1.2 -0.7 1.9 0.8 -0.7 1.7 1.6
Developing Asia
China 9.3 7.8 8.3 9.3 7.9 8.4 9.3 7.7 8.1
India 7.9 4.5 5.9 6.9 5.1 6.1 6.5 5.4 6.5
ASEAN-5 4.5 5.7 5.5 - - - 4.5 5.9 5.8
Indonesia - - - 6.5 6.1 6.3 6.5 6.3 6.6
Thailand - - - 0.1 4.7 5.0 0.1 5.2 5.0
Malaysia - - - - - - 5.1 4.6 4.8
Philipines - - - - - - 3.7 5.5 5.0
Vietnam - - - - - - 5.9 5.1 5.7
Latin American 4.5 3.0 3.6 4.3 3.0 3.5 - - -
Brazil 2.7 1.0 3.5 2.7 0.9 3.4 - - -
Mexico 3.9 3.8 3.5 3.9 4.0 3.3 - - -
Middle East and
North Africa
3.5 5.2 3.4 -2.4 3.8 3.4 - - -
Sumber : IMF, World Bank, ADB, diolah; Asian Development Outlook, October 2012
Indonesia sebagai salah satu negara di Asia mempunyai pertumbuhan ekonomi terstabil di
Asia bahkan salah satu yang terstabil dunia dalam 20 (dua puluh) triwulan terakhir. Perekonomian
Indonesia pada tahun 2012 tumbuh sebesar 6,2%, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata sepuluh
tahun terakhir yaitu sebesar 5,5%. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa perekonomian Indonesia
sanggup mempetahankan momentum pertumbuhan ditengah kinerja perekonomian global yang
melambat, dimana investasi tumbuh tinggi sebesar 9,8%, melebihi rata-rata pertumbuhan pada
sepuluh tahun terakhir yaitu sebesar 7,5%. Hal ini antara lain didukung oleh iklim usaha yang kondusif
maupun optimisme dari para pelaku usaha.
Selain itu, Indonesia sebagai pelopor dalam penerapan bauran kebijakan moneter dan
makroprudensial yang efektif, sehingga mampu memitigasi risiko kredit dan mencegah pelarian
modal, tanpa harus menaikkan suku bunga. Sejak Oktober 2011, Bank Indonesia merupakan bank
sentral pertama di kawasan Asia yang menurunkan suku bunga kebijakan. Dalam tiga tahun terakhir
laju inflasi menunjukkan tren menurun, nilai tukar menunjukkan fluktuasi dalam batas wajar dan
selaras dengan nilai fundamentalnya. Dengan dinamika risiko makro yang menurun dan stabilitas
sistem keuangan yang kuat, saving-investment menjadi berkontributif terhadap penguatan fondasi
struktural perekonomian. Rasio investasi terhadap PDB melampaui levelnya sebelum krisis 1997/1998.
Daya tahan perbankan yang kuat menjadi peredam guncangan (shock absorber) bagi perekonomian.
Daya redam ini ditopang oleh kekuatan modal yang memadai dalam menyerap risiko dan efektifnya
pengaturan dan pengawasan perbankan. Ketahanan dan sistem pengawasan perbankan yang efektif
telah mendorong perbankan menjalankan fungsi intermediasi penyaluran pembiayaan secara
maksimal dan disertai dengan tingkat kredit bermasalah yang masih terkendali.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang secara konsisten relatif cukup tinggi didukung oleh
kelas menengah dengan tingkat konsumsi yang tinggi, dan ditunjang oleh peningkatan daya beli riil
masyarakat yang bersumber dari peningkatan pendapatan serta tingkat inflasi yang stabil. Secara
agregat, peningkatan penghasilan tercermin dalam pendapatan perkapita yang mencapai US$ 3.563
pada tahun 2012 atau hampir 4 (empat) kali lipat dari tahun 2002 (US$ 912), dimana dengan tingkat
pendapatan perkapita tersebut, berdasarkan standar World Bank maka Indonesia semakin dekat ke
batas bawah negara berpenghasilan menengah atas (upper middle income). Daya beli masyarakat
juga diprakirakan akan membaik terkait adanya kebijakan pemerintah untuk menaikkan Pendapatan

LPPS 2012

99

Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp18 juta per tahun menjadi Rp24 juta per tahun. Peningkatan
pendapatan terutama dinikmati oleh kelompok kelas menengah (middle income) yang terus
meningkat dalam jumlah dan porsi, dimana dalam 1 tahun (2009 2010) persentase kelas menengah
Indonesia tumbuh dari semula 93 juta orang atau 42,7% menjadi sekitar 134 juta orang atau 56,6%
penduduk. Selain itu juga, Indonesia diuntungkan oleh struktur demografi yang didominasi penduduk
usia produktif yang mencapai 68% dari seluruh penduduk.
Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2013 mencapai
kisaran 6,2% - 6,6% sejalan dengan peningkatan kinerja perekonomian dunia dan harga komoditas
internasional. Permintaan domestik diprakirakan tetap menjadi kontributor utama pertumbuhan
ekonomi ke depan, baik dari sisi konsumsi maupun investasi. Salah satu faktor yang mendorong
pertumbuhan ekonomi domestik lebih tinggi yaitu aktivitas persiapan dan penyelenggaraan Pemilu
tahun 2014. Dari sisi eksternal, pertumbuhan perekonomian dunia yang lebih tinggi dan peningkatan
harga komoditas akan meningkatkan permintaan produk ekspor, sehingga kontribusi ekspor dalam
pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan lebih tinggi. Dengan kondisi permintaan dari sisi domestik
dan eksternal yang membaik, investasi diprakirakan tumbuh cukup tinggi.
Dari sisi lapangan usaha, sektor-sektor utama, yakni sektor industri pengolahan, sektor
perdagangan, hotel dan restoran (PHR) dan sektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan tetap
mendominasi perkembangan perekonomian nasional. Secara umum, perkembangan sektoral akan
membaik seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian domestik dan global. Sementara dari sisi
permintaan, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sejalan dengan upaya Pemerintah untuk
meningkatkan kualitas penyerapan anggaran sehingga kontribusi konsumsi riil pemerintah pada tahun
2013 diprakirakan meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kebijakan belanja barang yang
akan ditempuh oleh Pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat, menjaga alokasi anggaran sesuai dengan kebutuhan, serta pemeliharaan rutin
infrastruktur. Pemerintah juga akan melanjutkan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan anggaran dan
belanja di masing-masing kementerian dan lembaga agar lebih terarah dan tepat waktu. Dengan
kondisi tersebut, pertumbuhan konsumsi riil pemerintah pada tahun 2013 diprakirakan mencapai
10,0% - 10,5%. Investasi pada tahun 2013 diprakirakan tumbuh 10,2% - 10,7%. Prakiraan lebih
tingginya pertumbuhan investasi dibandingkan dengan tahun sebelumnya didasarkan pada tren
pertumbuhan konsumsi rumah tangga domestik yang menguat serta prospek kinerja ekspor yang
membaik. Selain itu, prakiraan meningkatnya investasi pada tahun 2013 juga didukung oleh
meningkatnya alokasi belanja modal pemerintah, serta membaiknya optimisme investor dan
iklimusaha domestik. Dengan pertumbuhan investasi yang meningkat tersebut, tren peningkatan rasio
investasi terhadap PDB diprakirakan terus berlanjut melebihi rasio tahun sebelumnya.
Pada tahun 2013, inflasi di Indonesia diprakirakan dapat diarahkan pada kisaran sasarannya
sebesar 4,5%1%. Prakiraan inflasi yang tetap terkendali tersebut juga didukung oleh kondisi ekonomi
makro yang kondusif dan prakiraan perbaikan produksi dan distribusi bahan makanan. Meneruskan
keberhasilan pencapaian sasaran inflasi pada tahun sebelumnya, pada tahun 2013 Bank Indonesia dan
Pemerintah akan terus mempererat koordinasi baik di tingkat pusat dan daerah serta melanjutkan
penguatan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial dengan tujuan utama untuk menjaga
inflasi dalam kisaran 4,5%1% dengan tetap memperhatikan kesinambungan pertumbuhan ekonomi.
Bank Indonesia mengarahkan kebijakannya untuk mencapai sasaran inflasi dengan mengelola
permintaan domestik agar sejalan dengan upaya untuk menjaga keseimbangan eksternal.
LPPS 2012

100

Sementara berkenaan dengan prospek neraca pembayaran Indonesia, tekanan atas defisit
transaksi berjalan relatif terhadap PDB diperkirakan menurun seiring ekspektasi pemulihan kondisi
perekonomian global dan membaiknya harga komoditas internasional. Kinerja perdagangan nonmigas
diperkirakan akan lebih baik, didukung oleh meningkatnya volume perdagangan dunia dan harga
komoditas ekspor. Ekspor nonmigas diperkirakan dapat tumbuh lebih tinggi daripada pertumbuhan
impor nonmigas, seiring dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi China dan India yang lebih baik serta
prospek meningkatnya investasi di sektor publik di Jepang terkait dengan adanya stimulus. Disisi
transaksi modal dan finansial, arus masuk modal investasi langsung asing (PMA) diperkirakan masih
meningkat seiring dengan investasi domestik yang tetap kuat.
Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan melalui lima pilar kebijakan sebagai
berikut: (i) kebijakan moneter diarahkan agar suku bunga tetap mampu merespons pergerakan inflasi
sesuai dengan sasaran, (ii) kebijakan nilai tukar diarahkan untuk stabilisasi nilai tukar agar pergerakan
nilai tukar rupiah tersebut sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Dalam hal ini, Bank Indonesia akan
melakukan intervensi apabila nilai tukar bergerak secara berlebihan, jauh dari kondisi
fundamentalnya, (iii) kebijakan makroprudensial diarahkan untuk menjaga kestabilan sistem keuangan
dan mendukung terjaganya keseimbangan internal maupun eksternal, (iv) penguatan strategi
komunikasi kebijakan untuk mengelola ekspektasi inflasi, (v) penguatan koordinasi Bank Indonesia dan
Pemerintah, dalam mendukung pengelolaan ekonomi makro, khususnya dalam memperkuat struktur
perekonomian, memperluas sumber pembiayaan ekonomi, penguatan respons sisi penawaran, serta
pemantapan Protokol Manajemen Krisis (PMK). Kebijakan tersebut akan dilengkapi oleh kebijakan-
kebijakan lain di bidang mikroprudensial perbankan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang. Di
bidang perbankan, kebijakan difokuskan pada tiga koridor utama yaitu : (i) pemeliharaan stabilitas
sistem keuangan, (ii) penguatan ketahanan dan daya saing perbankan, dan (iii) penguatan fungsi
intermediasi.

5.2. DAMPAK MAKRO EKONOMI TERHADAP PERBANKAN DAN PERBANKAN SYARIAH
Secara nasional, kondisi ekonomi makro yang positif diharapkan mampu mendorong kinerja
industri perbankan nasional lebih baik pada tahun 2013. Sementara itu, sepanjang tahun 2012
stabilitas sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan tetap terjaga dengan baik. Kinerja
industri perbankan yang solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy
Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8% (17,3% per Desember 2012) dan terjaganya rasio kredit
bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5% (1,9% per Desember 2012). Pertumbuhan
kredit hingga akhir Desember 2012 mencapai 23,1% (yoy). Pertumbuhan kredit berdasarkan
penggunaannya yang tertinggi adalah kredit investasi yang mencapai 27,4% (yoy), kedua adalah pada
kredit modal kerja yang tumbuh sebesar 23,2% (yoy) sementara kredit konsumsi tumbuh yang paling
rendah yaitu sebesar 19,9% (yoy). Diharapkan pertumbuhan kredit perbankan yang relatif cukup tinggi
ini dapat meningkatkan kapasitas perekonomian nasional. Perbankan ke depan masih mendominasi
sistem keuangan berdasarkan total aset lembaga keuangan di Indonesia. Dari sisi ketahanan
permodalan bank, sampai dengan akhir tahun 2012 perbankan terindikasi masih mampu menyerap
risiko memburuknya ekonomi Eropa dan AS. Hal ini terutama dikarenakan jumlah eksposur aset
perbankan yang berasal dari luar negeri tidak terlalu signifikan dibandingkan total aset perbankan dari
dalam negeri.
LPPS 2012

101

Grafik 5. 1. FDR, CAR Dan NPF Perbankan Syariah (BUS+UUS) 6 Tahun Terakhir


Sepanjang tahun 2012 dampak makro ekonomi berupa krisis keuangan global yang cenderung
melambatkan laju pertumbuhan ekonomi di banyak negara di dunia, diyakini memiliki pengaruh
minimal terhadap industri perbankan syariah nasional. Hal ini terlihat dari pertumbuhan volume usaha
dan kinerja perbankan syariah yang masih relatif baik. Pertumbuhan volume usaha perbankan syariah
tahun 2012 yang mencapai 34,0% (yoy) masih relatif lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan volume
usaha perbankan nasional (16,7%, yoy) dalam periode yang sama. Selain itu, kinerja industri
perbankan syariah nasional, dalam hal ini BUS dan UUS, relatif cukup baik, tercermin dari : (i) fungsi
intermediasi berada pada tingkat yang optimal dengan rata-rata FDR sebesar 97,2%; (ii) tingkat
kecukupan modal (CAR) masih jauh di atas minimum 8% dengan rata-rata CAR sebesar 15,2%; dan
(iii) tingkat pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF) dibawah 5% dengan rata-rata
sebesar 2,7% (posisi per Desember 2012 mencapai 2,2%).
Grafik 5.2. Break Down Pembiayaan Perbankan Syariah


Sementara itu, alokasi pembiayaan perbankan syariah secara sektoral bergerak ke arah yang
relatif identik dengan alokasi kredit perbankan nasional, dimana pembiayaan di sektor konsumtif
(Lain-lain), jasa dunia usaha dan perdagangan mendominasi (lihat grafik 5.2). Dengan demikian,
LPPS 2012

102

kondisi perekonomian global yang membaik dan geliat ekonomi domestik yang semakin positif
diharapkan memberikan lingkungan usaha yang kondusif bagi pertumbuhan industri perbankan
nasional yang lebih baik pada tahun 2013. Sehingga secara umum dapat diperkirakan bahwa
perbaikan kondisi perekonomian pada tahun 2013 akan berdampak positif dan diperkirakan mampu
mendorong pertumbuhan industri yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi tahun 2012.

5.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN PERBANKAN SYARIAH 2013
Proyeksi pertumbuhan industri perbankan syariah pada tahun 2012 relatif terpenuhi dari sisi
total aset, pembiayaan dan market share. Selanjutnya sebagaimana tahun 2012, untuk tahun 2013
proyeksi perkembangan perbankan syariah masih terdiri dari 3 skenario yaitu: (i) skenario baseline,
(ii) skenario moderat dan (iii) skenario optimis. Skenario baseline terjadi apabila ekspansi perbankan
syariah mengalami tekanan baik dari faktor internal maupun eksternal. Tekanan dari internal
bersumber antara lain dari semakin terbatasnya funding yang berhasil dihimpun dari publik khususnya
kemampuan beberapa bank tertentu dan cukup dominan, yang semakin menurun dalam
meningkatkan DPK. Dengan demikian ekspansi pembiayaan yang dilakukan menjadi semakin terbatas
dan dibutuhkan target funding baru untuk memperbesar operasi bank syariah seperti nasabah
korporasi dan pemerintah yang lebih besar. Tekanan dari faktor eksternal bersumber dari
menurunnya kinerja perekonomian nasional. Sementara kinerja pembiayaan Mudarabah dan
Musyarakah sensitif terhadap stabilitas perekonomian domestik. Perekonomian Eropa yang masih
dalam kondisi krisis, sedikit banyak berdampak kepada perekonomian nasional walaupun sejauh ini
perekonomian Indonesia masih tumbuh positif dengan kecepatan yang melambat.
Skenario moderat terjadi ketika akselerasi perbankan syariah saat ini terus berlanjut dan tidak
banyak mengalami tekanan atau tetap didukung oleh faktor-faktor organik. Ekspansi pembiayaan
terus berlanjut dan peningkatan DPK terus meningkat untuk mengimbangi sisi aset. Tahun 2013
Kementerian Agama disinyalir akan kembali menempatkan dana haji di perbankan syariah sebesar
30% bahkan berpotensi lebih besar dari persentase tersebut. Selain itu, penerapan ketentuan multiple
license industri perbankan nasional dapat membawa konsekuensi peningkatan kewajiban modal
pemilik di bank-bank umum termasuk di bank syariah. Hal ini tentunya mendukung ekspansi
perbankan syariah ke depan. Adapun skenario optimis terjadi apabila faktor-faktor non organik terjadi
bersamaan dengan faktor-faktor organik (skenario moderat) seperti dibukanya bank-bank syariah
baru, spin off UUS menjadi BUS, konversi bank konvensional menjadi bank syariah termasuk
meningkatnya penempatan dana pemerintah di bank syariah seperti dana haji dan sukuk.
Dengan berbagai skenario tersebut, total aset perbankan syariah tahun 2013 diproyeksikan
akan mencapai Rp255 triliun, atau tumbuh 27,7% sesuai skenario baseline, atau Rp269 triliun, tumbuh
34,7% sesuai skenario moderat, atau Rp296 triliun, tumbuh 48,2% dalam skenario optimis (lihat Grafik
5.3.). Sementara market share sebesar 5% diperkirakan akan tercapai pada semester I- 2013 dan
mencapai 6,5% pada akhir tahun 2013 (lihat Grafik 5.4.).

LPPS 2012

103

0
500,000,000
1,000,000,000
1,500,000,000
2,000,000,000
2,500,000,000
3,000,000,000
3,500,000,000
4,000,000,000
4,500,000,000
J
a
n
-
1
1
F
e
b
-
1
1
M
a
r
-
1
1
A
p
r
-
1
1
M
a
y
-
1
1
J
u
n
-
1
1
J
u
l
-
1
1
A
u
g
-
1
1
S
e
p
-
1
1
O
c
t
-
1
1
N
o
v
-
1
1
D
e
c
-
1
1
J
a
n
-
1
2
F
e
b
-
1
2
M
a
r
-
1
2
A
p
r
-
1
2
M
a
y
-
1
2
J
u
n
-
1
2
J
u
l
-
1
2
A
u
g
-
1
2
S
e
p
-
1
2
O
c
t
-
1
2
N
o
v
-
1
2
D
e
c
-
1
2
J
a
n
-
1
3
F
e
b
-
1
3
M
a
r
-
1
3
A
p
r
-
1
3
M
a
y
-
1
3
J
u
n
-
1
3
J
u
l
-
1
3
A
u
g
-
1
3
S
e
p
-
1
3
O
c
t
-
1
3
N
o
v
-
1
3
D
e
c
-
1
3
80,000,000
130,000,000
180,000,000
230,000,000
280,000,000
330,000,000
Asset CB (actual)
Asset CB (moderate)
Asset IB (actual)
Asset IB (pesimist)
Asset IB (moderate)
Asset IB (optimist)
actual
estimation
4.32%
4.26
5%
3.2
3.7
4.2
4.7
5.2
5.7
6.2
6.7
J
a
n
-
1
1
M
a
r
-
1
1
M
a
y
-
1
1
J
u
l-
1
1
S
e
p
-
1
1
N
o
v
-
1
1
J
a
n
-
1
2
M
a
r
-
1
2
M
a
y
-
1
2
J
u
l-
1
2
S
e
p
-
1
2
N
o
v
-
1
2
J
a
n
-
1
3
M
a
r
-
1
3
M
a
y
-
1
3
J
u
l-
1
3
S
e
p
-
1
3
N
o
v
-
1
3
market share (aktual)
market share (estimasi)
Grafik 5.3. Proyeksi dan Realisasi Total Asset








Grafik 5.4. Proyeksi Market Share

Sementara itu, total DPK pada akhir tahun 2013 diperkirakan menjadi sebesar Rp168 triliun
(11,6%, yoy) pada skenario baseline, Rp177 triliun (17,6%, yoy) pada skenario moderat, dan Rp186
triliun (23,6%, yoy) sesuai skenario optimis (lihat grafik 5.5). Sedangkan total pembiayaan tahun 2013
diperkirakan akan mencapai Rp200 triliun (32,4%, yoy) pada skenario baseline, Rp211 triliun (39,6%,
yoy) menurut skenario moderat, dan menjadi sebesar Rp222 triliun (46,9%, yoy) sesuai skenario
optimis (lihat Grafik 5.6). Proyeksi tersebut dapat dilihat secara lengkap pada tabel 5.2.
Grafik 5.5. Proyeksi dan Realisasi Total DPK
0
20,000,000
40,000,000
60,000,000
80,000,000
100,000,000
120,000,000
140,000,000
160,000,000
180,000,000
200,000,000
J
a
n
-
1
1
F
e
b
-
1
1
M
a
r
-
1
1
A
p
r
-
1
1
M
a
y
-
1
1
J
u
n
-
1
1
J
u
l-
1
1
A
u
g
-
1
1
S
e
p
-
1
1
O
c
t
-
1
1
N
o
v
-
1
1
D
e
c
-
1
1
J
a
n
-
1
2
F
e
b
-
1
2
M
a
r
-
1
2
A
p
r
-
1
2
M
a
y
-
1
2
J
u
n
-
1
2
J
u
l-
1
2
A
u
g
-
1
2
S
e
p
-
1
2
O
c
t
-
1
2
N
o
v
-
1
2
D
e
c
-
1
2
J
a
n
-
1
3
F
e
b
-
1
3
M
a
r
-
1
3
A
p
r
-
1
3
M
a
y
-
1
3
J
u
n
-
1
3
J
u
l-
1
3
A
u
g
-
1
3
S
e
p
-
1
3
O
c
t
-
1
3
N
o
v
-
1
3
D
e
c
-
1
3
DPK IB (actual)
DPK IB (pesimist)
DPK IB (moderate)
DPK IB (optimist)
actual
estimation
actual

LPPS 2012

104

50,000,000
70,000,000
90,000,000
110,000,000
130,000,000
150,000,000
170,000,000
190,000,000
210,000,000
230,000,000
250,000,000
J
a
n
-
1
1
F
e
b
-
1
1
M
a
r
-
1
1
A
p
r
-
1
1
M
a
y
-
1
1
J
u
n
-
1
1
J
u
l-
1
1
A
u
g
-
1
1
S
e
p
-
1
1
O
c
t
-
1
1
N
o
v
-
1
1
D
e
c
-
1
1
J
a
n
-
1
2
F
e
b
-
1
2
M
a
r
-
1
2
A
p
r
-
1
2
M
a
y
-
1
2
J
u
n
-
1
2
J
u
l-
1
2
A
u
g
-
1
2
S
e
p
-
1
2
O
c
t
-
1
2
N
o
v
-
1
2
D
e
c
-
1
2
J
a
n
-
1
3
F
e
b
-
1
3
M
a
r
-
1
3
A
p
r
-
1
3
M
a
y
-
1
3
J
u
n
-
1
3
J
u
l-
1
3
A
u
g
-
1
3
S
e
p
-
1
3
O
c
t
-
1
3
N
o
v
-
1
3
D
e
c
-
1
3
Financing IB (actual)
Financing IB (pesimist)
Financing IB (moderate)
Financing IB (optimist)
actual
estimation
actual
Grafik 5.6. Proyeksi dan Realisasi Total Pembiayaan
Tabel 5.2. Proyeksi dan Pertumbuhan Aset, DPK dan Pembiayaan Tahun 2013
Baseline Moderat Optimis
(Rp. Triliun) (%) (Rp. Triliun) (%) (Rp. Triliun) (%)
Aset 255 27,7% 269 34,7% 296 48,2%
DPK 168 11,6% 177 17,6% 186 23,6%
Pembiayaan 200 32,4% 211 39,6% 222 46,9%


5.4. ARAH KEBIJAKAN
Penetapan arah kebijakan perbankan syariah ke depan tidak dapat dilepaskan dari kebijakan
perbankan nasional sebagaimana telah disampaikan Gubernur Bank Indonesia dalam pertemuan
tahunan perbankan (Bankers Dinners) di akhir tahun 2012. Arah kebijakan perbankan syariah akan
mengacu kepada 3 (tiga) koridor yang saling terkait yaitu: (i) pemeliharaan stabilitas sistem keuangan,
(ii) penguatan ketahanan dan daya saing perbankan, dan (iii) penguatan fungsi intermediasi, termasuk
program keuangan inklusif, yang dapat lebih bermanfaat bagi perekonomian serta masyarakat yang
lebih luas.
Dalam rangka terus mendorong dan menjaga kesinambungan pengembangan perbankan
syariah, terlebih pada tahun 2013 yang merupakan tahun transisi pengawasan mikroprudential
perbankan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan yang mulai efektif pada tanggal 1
Januari 2014, Bank Indonesia memandang perlu dilakukannya langkah pengembangan dan kebijakan
perbankan syariah yang difokuskan pada hal-hal berikut :
1. Pembiayaan Perbankan Syariah yang Lebih Mengarah kepada Sektor Ekonomi Produktif dan
Masyarakat yang Lebih Luas.
Potensi Indonesia di tengah optimisme Asia sebagai mesin utama penggerak perekonomian
dunia dan bonus demografi Indonesia telah memberikan peluang yang besar tetap tumbuhnya
perekonomian Indonesia. Arah pengembangan yang sesuai untuk memberikan multiflier effect yang
lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah dengan turut menunjang pertumbuhan
perekonomian nasional. Dukungan pembiayaan kepada sektor produktif tidak hanya akan
LPPS 2012

105

meningkatkan market share perbankan syariah namun juga akan mendukung perekonomian nasional
yang lebih berdikari.
Seperti halnya arah perbankan syariah pada tahun sebelumnya, di tahun 2013 perbankan
syariah diarahkan untuk mengembangkan pembiayaan pada sektor-sektor produksi. Beberapa
terobosan yang dapat ditempuh antara lain dengan memasuki sektor-sektor yang mendapatkan
prioritas dari pemerintah seperti konstruksi, listrik dan gas, pertanian dan industri kreatif, sektor
produktif untuk start up business, dan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta proyek-
proyek dalam skala prioritas dalam inisiatif MP3EI (Master plan percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi Indonesia).
Pada tahun 2012, fokus pembiayaan kepada sektor produktif sudah mulai mendapatkan
perhatian perbankan syariah, hal mana terlihat dari terjadinya perlambatan pertumbuhan pangsa
pembiayaan jenis konsumsi dibandingkan jenis produktif (modal kerja + investasi) yaitu dari tahun
sebelumnya sebesar 25,05% (2011, yoy) menjadi hanya terjadi pertumbuhan pangsa pembiayaan
konsumsi sebesar 6,11% (2012, yoy) atau telah mengalami perlambatan pertumbuhan pangsa
pembiayaan jenis konsumsi sebesar 19% selama setahun (yoy, Desember).
Selain ke sektor produktif, pembiayaan perbankan syariah diarahkan juga agar lebih efektif
dan efisien. Bank Indonesia telah mendorong hal ini kepada bank syariah melalui langkah supervisory
action. Kedepan tidak menutup kemungkinan Bank Indonesia akan mengeluarkan regulasi terkait
dengan hal ini.
Berada pada level playing field yang sama dengan perbankan konvensional, yang telah
memiliki keunggulan struktur pendanaan yang lebih efisien dan jenis pembiayaan yang lebih familiar
bagi masyarakat merupakan tantangan tersendiri bagi perbankan syariah. Selain itu, dimaklumi bahwa
beberapa bank konvensional merupakan pemain yang handal dan lebih unggul dalam pembiayaan
produktif yaitu dalam segi permodalan dan infrastruktur baik dalam bentuk jaringan kantor maupun
teknologi informasi serta Sumber Daya Manusia. Selain membutuhkan kompetensi dari industri
syariah termasuk Sumber Daya Insani (SDI), perbankan syariah juga membutuhkan akses informasi
dalam mendapatkan market pembiayaan produktif. Kemampuan SDI berperan sangat strategis
dalam mendukung market inteligence baik dalam menganalisa pembiayaan maupun untuk
memasarkan produk-produk syariah yang tepat untuk sektor produktif dimaksud. Dalam hal ini, Bank
Indonesia akan turut menjembatani knowledge and skill gap yang masih menjadi kendala industri
perbankan syariah. Bentuk dukungan dari Bank Indonesia lebih lanjut antara lain berupa kajian model
bisnis perbankan syariah dan finalisasi indeks sektor riil yang menghasilkan informasi untuk dapat
lebih mencerminkan hasil usaha dari sektor riil yang nantinya akan dibiayai oleh perbankan syariah.
Beberapa upaya untuk memperkecil gap tersebut akan ditempuh baik melalui pelatihan,
workshop, seminar, maupun bentuk komunitas antar SDI perbankan syariah. Namun demikian,
keberhasilan perbankan syariah untuk lebih berani melakukan terobosan melalui pembiayaan sektor
produktif tentunya membutuhkan komitmen yang kuat dari industri perbankan syariah sendiri. Oleh
karena itu, perbankan syariah diharapkan dapat menyiapkan rencana pengembangan bisnis ke sektor-
sektor produktif. Disamping itu, perbankan syariah juga perlu mempersiapkan pengendalian risiko
terkait konsentrasi usahanya, antara lain melalui persiapan manajemen risiko produk.
LPPS 2012

106

Arah kebijakan ke sektor produktif tersebut juga harus diimbangi dengan pemerataan layanan
untuk memberikan inklusivitas perbankan syariah pada seluruh masyarakat yang melintasi batas-batas
daerah dan batas kemampuan ekonomi. Merujuk keberadaan perbankan syariah yang telah meliputi
33 propinsi di seluruh Indonesia dan kedekatan psikologis dengan lembaga Baitul Maal Wa Tamwil
(BMT) memberikan ciri khas inklusivitas bank syariah pada seluruh daerah masyarakat di Indonesia.
BMT dapat menjangkau daerah yang terpencil sekalipun. Kerjasama sinergis untuk memberikan
layanan perbankan yang inklusif dapat disediakan oleh bank syariah melalui pembiayaan kepada BMT
baik melalui skim channeling, executing maupun sebagai penyedia likuiditas terakhir (APEX bank) serta
technical assistance.
Kemudahan pembukaan loket layanan perbankan syariah di daerah-daerah baik di Jawa
maupun di luar Jawa akan digalakkan sebagai dukungan pemberdayaan daerah serta implementasi
financial inclusion oleh perbankan syariah. Dalam rangka memastikan fungsi intermediasi yang lebih
fokus kepada sektor produktif dan pembiayaan kepada masyarakat yang lebih luas, maka
sebagaimana perbankan konvensional akan ditetapkan target pembiayaan produktif termasuk
pembiayaan UMKM kepada perbankan syariah sebesar minimum 20%. Diharapkan bank syariah
dapat tumbuh bersama dengan tumbuhnya perekonomian masyarakat yang lebih merata di
Indonesia. Untuk itu, bank syariah diharapkan dapat mengoptimalkan berbagai opsi dalam kebijakan
pembukaan outlet layanan, dalam rangka perluasan jaringan dan meningkatkan market share
sekaligus berperan dalam program financial inclusion. Selain itu, kawasan di luar Jawa merupakan
kawasan yang menjanjikan untuk memperbesar pangsa perbankan syariah, yang terlihat dari mulai
tumbuhnya sentra-sentra pertumbuhan di luar Jawa selama periode tahun 2000 2010.
2. Pengembangan Produk yang Lebih Memenuhi Kebutuhan Masyarakat dan Sektor Produktif
Dengan berbagai pertimbangan seperti diversifikasi segmen nasabah, market share yang
tumbuh lebih cepat, dan multiflier effect yang lebih besar, Bank Indonesia akan memprioritaskan
dukungan bagi pengembangan produk-produk yang terkait sektor produktif dan dapat lebih
memenuhi kebutuhan masyarakat yang lebih luas. Dukungan tersebut antara lain diberikan melalui
penyempurnaan regulasi, proses perizinan produk, kajian produk dan diseminasi knowledge dan skill
untuk analis pembiayaan/sektor produktif melalui kegiatan seperti workshop, lokakarya, dan
seminar.
Pertumbuhan sektor produktif yang ekspansif dan berkesinambungan membutuhkan
prasyarat pengembangan infrastruktur dan struktur industri yang efisien dan dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat yang lebih luas. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia akan
melakukan kajian efisiensi dan cost structure perbankan syariah dan potensi pengembangan skim
pembiayaan Islamic Microfinance yang selama ini bergerak di sektor produktif dan menyasar sebagian
besar penduduk Indonesia. Selain itu juga arah pembiayaan ke sektor produktif dapat melalui
pengembangan sektor korporasi dan infrastruktur (termasuk untuk mendukung MP3EI), yang pada
pelaksanaannya memerlukan dukungan modal, manajemen risiko dan sumber dana serta dukungan
risk appetite pemilik/pengurus. Dalam hal ini, Bank Indonesia akan mendukung eksplorasi yang
dilakukan bank atau asosiasi perbankan syariah untuk mendapatkan pendanaan maupun
menyalurkan pembiayaan dengan produk yang lebih sophisticated termasuk, jika diperlukan,
menjajaki opsi regulatory approach (seperti insentif pembiayaan produktif dan disinsentif
pembiayaan konsumtif).
LPPS 2012

107

Bank Indonesia akan terus menyempurnakan regulasi terkait produk perbankan syariah.
Melanjutkan kebijakan pada tahun-tahun sebelumnya, Bank Indonesia menyelenggarakan forum
kerjasama tripartite dengan Dewan Syariah Nasional dan Ikatan Akuntan Indonesia dalam
mempercepat pengembangan produk-produk baru atau non standard serta relevan dengan
kebutuhan bank dan masyarakat.
Sebagaimana tahun sebelumnya, bank syariah diarahkan untuk memperkuat unit kerja
pengembangan produk guna mempercepat pengembangan aset dan mengakomodir kebutuhan
masyarakat secara lebih luas. Dalam pengembangan produk tersebut, bank syariah kadang kala tidak
seleluasa perbankan konvensional yang lebih bebas mengeksplorasi produk, sehingga acap kali
membatasi bank syariah dalam inovasi produk. Jika keterbatasan tersebut tidak berkaitan dengan
aspek kesyariahan, maka dapat dikaji bersama dengan regulator dan asosiasi. Namun jika
keterbatasan pada aspek syariah selain dikaji bersama dengan Dewan syariah Nasional, juga
semestinya dipahami bersama baik kalangan perbankan, regulator, maupun masyarakat bahwa
perbankan syariah memberikan nilai lebih pada sistem keuangan yang diberikan dan kemaslahatan
yang lebih arif.
3. Transisi Pengawasan yang Tetap Menjaga Kesinambungan Pengembangan Perbankan Syariah
Paska disahkannya Undang-undang Nomor. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
(UU OJK), fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan termasuk perbankan syariah yang
sebelumnya dilakukan oleh BI akan beralih kepada OJK pada akhir tahun 2013. Dengan demikian
tahun 2013 merupakan periode yang sangat krusial dalam mempersiapkan pengalihan fungsi
pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari BI ke OJK. Terbentuknya OJK, telah membagi dua
kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan termasuk perbankan Syariah, yaitu
mikroprudential di OJK dan makroprudential di Bank Indonesia. Dalam pelaksanaannya, terdapat
kemungkinan terjadinya overlapping antara kebijakan mikroprudential dengan makroprudential,
sehingga diharapkan dalam masa transisi pengawasan ini tidak akan mengganggu proses
pengembangan dan pertumbuhan perbankan syariah itu sendiri.
Masing-masing lembaga yang memiliki kepentingan dalam pengembangan dan pertumbuhan
perbankan syariah, dalam masa transisi sudah seharusnya melakukan proses review dan
menyelaraskan berbagai perangkat organisasi dan infrastrukturnya serta menyiapkan langkah-langkah
yang diperlukan dalam rangka mempersiapkan peranannya yang baru. Termasuk diantaranya adalah
menyiapkan berbagai infrastruktur yang dibutuhkan selain mekanisme dan proses koordinasi yang
baru antara berbagai lembaga yang ada baik nasional maupun internasional. Bank Indonesia sebagai
lembaga yang diamanahkan UU OJK untuk melakukan pengaturan dan pengawasan makroprudential
semestinya sudah mulai mempersiapkan segala sesuatunya terkait dengan hal tersebut. Peranan yang
baru tersebut, termasuk dalam kerangka arsitektur keuangan syariah Indonesia yang saat ini sedang
disusun bekerjasama dengan Islamic Development Bank (IDB), dimana masing-masing lembaga harus
mengetahui dan dapat berkontribusi dalam kerangka tersebut sesuai peranannya yang baru. Beberapa
kebijakan terkait makroprudential antara lain adalah penetapan kebijakan Financing to Value (FTV)
dan Down Payment (DP) di perbankan syariah dan penetapan permodalan yang dapat
mengakomodasi perubahan siklus bisnis dan perekonomian. Selain juga macrosurveillance dan fungsi
penyedia likuiditas perbankan, termasuk fungsi Lender of the Last Resort (LOLR) bagi perbankan
syariah tetap merupakan fungsi yang akan dijalankan oleh Bank Indonesia.
LPPS 2012

108

Beberapa infrastruktur yang sedang dan akan dipersiapkan Bank Indonesia, antara lain adalah
mempersiapkan infrastruktur pengawasan untuk BUS dan UUS yang dilengkapi dengan Sistem
Informasi Perbankan (SIP) Syariah yang menerapkan konsep baru tingkat kesehatan bank syariah
(RBBR Syariah) dengan menambahkan dua risiko terkait aspek syariah (Risiko Imbal Hasil dan Risiko
Investasi), dan dilengkapi pula dengan informasi statistik serta upaya melengkapi rencana sistem
pelaporan LBUS dengan menggunakan XBRL. Selain itu juga penyusunan berbagai ketentuan maupun
kebijakan perbankan syariah terkait dengan pengelolaan konsentrasi risiko dan governance seperti
permodalan bank syariah maupun guidance produk dan aktivitas baru serta efisiensi perbankan, yang
kesemuanya diharapkan dapat memperkuat ketahanan perbankan syariah selama masa transisi
maupun kedepannya. Hal-hal tersebut diperlukan dalam rangka dukungan infrastruktur untuk
pengawasan bank dan arus informasi pelaporan yang baik.
Selain itu juga, Bank Indonesia pada tahun 2013 akan mulai melakukan proses revisited cetak
biru perbankan syariah, dan turut berkontribusi dalam penyusunan arsitektur keuangan syariah
Indonesia. Revisited Cetak biru perbankan syariah dan arsitektur keuangan syariah Indonesia ini,
nantinya diharapkan dapat menjadi pegangan baik bagi OJK, Bank Indonesia maupun lembaga-
lembaga lain dalam melakukan pengembangan perbankan dan keuangan syariah Indonesia. Selain itu
juga, Bank Indonesia akan melakukan proses review kerjasama domestik dan internasional dengan
institusi lain sesuai dengan peranan Bank Indonesia yang baru. Review tersebut antara lain berupa
kerjasama dengan DSN-MUI dan Ikatan Akuntan Indonesia, serta dalam Komite Perbankan Syariah.
Sementara terkait dengan kerjasama dengan institusi keuangan syariah internasional seperti dalam
AAOIFI/IFSB/IILM/IIFM, Bank Indonesia akan melihat sejauh mana keanggotaan Bank Indonesia dalam
organisasi-organisasi tersebut masih sejalan dengan peranan baru Bank Indonesia dan
kemanfaatannya bagi perbankan dan keuangan syariah Indonesia. Namun secara umum, Bank
Indonesia tetap memandang perlu untuk tetap melanjutkan kerjasama dengan institusi keuangan
syariah internasional dalam rangka pengembangan keuangan syariah.
Dengan demikian diharapkan pada masa transisi maupun pada saat pengalihan pengawasan
nantinya, seluruh persiapan infrastruktur dan arus informasi dan koordinasi telah dipersiapkan dan
berjalan dengan baik. Semua lembaga yang terkait sudah mengetahui peranannya masing-masing,
dan tidak akan menimbulkan gangguan untuk kontinuitas pelaksanaan pengawasan maupun
pengembangan perbankan dan keuangan syariah di Indonesia.
4. Revitalisasi Peningkatan Sinergi Dengan Bank Induk
Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, strategi untuk memperluas jangkauan dan
meningkatkan aset perbankan syariah masih dititikberatkan pada strategi kerjasama sinergis antara
bank induk konvensional dengan bank syariah. Melalui strategi tersebut diharapkan perbankan syariah
bersama dengan bank induknya dapat lebih bersinergi dalam pemanfaatan fasilitas teknologi, jaringan
kantor dan SDM.
Pertumbuhan aset bank syariah secara umum lebih tinggi dibandingkan bank induknya.
Namun demikian, karena nominal aset bank konvensional induk pada umumnya jauh lebih besar,
maka meskipun pertumbuhan bank induk tidak setinggi bank syariah, pertambahan pangsa bank
syariah terhadap bank induknya hanya meningkat secara moderat. Hal ini terlihat perkembangan
pangsa bank syariah yang merupakan anak/unit usaha dari 10 (sepuluh) bank konvensional terbesar di
LPPS 2012

109

Indonesia, yang secara umum mengalami peningkatan pangsa terhadap induknya. Hal yang
menggembirakan adalah bertambahnya jumlah bank syariah yang memiliki pangsa di atas 6%, dari
semula hanya 1 bank (BSM), bertambah menjadi 3 bank yaitu BSM (9,8%), UUS Permata (8,1%) dan
UUS BTN (6,8%) (lihat Grafik 5.7). Hal ini mengindikasikan pelaksanaan strategi dan kebijakan
pengembangan anak/unit usaha berada pada koridor yang tepat dalam implementasi sinergi antara
bank syariah dengan bank induknya. Strategi dimaksud antara lain dilakukan bank syariah dengan
memanfaatkan jaringan dan SDM bank induk untuk sharing portfolio nasabah dan proses analisis yang
relatif kompleks seperti analisis pembiayaan kepada korporasi dan/atau manajemen risiko, dengan
tetap memperhatikan pemenuhan prinsip syariah.
Grafik 5.7. Pangsa Aset BUS-UUS terhadap 10 BUK induk terbesar (2010 2012)


Dalam rangka lebih meningkatkan share bank syariah dari bank induknya, diperlukan berbagai
langkah dan strategi baru. Strategi dan langkah dimaksud antara lain berupa peningkatan koordinasi
dalam pengawasan bank konvensional dan bank syariah agar tingkat penerapan strategi sinergi bank
induk dengan bank syariah sebagai salah satu upaya mendorong pertumbuhan bank syariah
meningkat. Selain itu juga regulatory incentives apabila diperlukan tetap akan dipertimbangkan,
seperti dalam kelembagaan maupun peningkatan penyediaan fasilitas layanan syariah dalam jaringan
bank induknya. Dengan demikian, kerjasama yang dilakukan selama ini akan dilanjutkan dengan
bentuk-bentuk inovasi yang lebih progresif, misalnya dalam bentuk dukungan permodalan dan
ekspansi bisnis secara reguler, hingga pengembangan cross selling dan penyetaraan produk dengan
dukungan infrastruktur seperti jaringan kantor dan IT, dan kebijakan SDM yang lebih integrated
termasuk diantaranya penilaian kinerja (key performance indicator) aktivitas layanan syariah oleh SDM
bank induk menjadi salah satu strategi yang dapat dijalankan dan diharapkan dapat meningkatkan
pertumbuhan perbankan syariah. Upaya lain yang tetap dapat dilakukan adalah dengan melakukan
sharing antara kompetensi unit BUK induk dalam mendesain dan menjual produk di satu sisi, dengan
pemahaman standar/akad syariah yang dimiliki bank syariah di sisi lain, sehingga produk dan layanan
syariah dapat diperluas untuk melayani segmen nasabah yang beragam, baik mikro, ritel maupun
komersial/korporasi.
(%)
LPPS 2012

110

Pola pengembangan perbankan syariah di Indonesia sejak awal mengedepankan
pengembangan kapasitas institusi termasuk dalam penyediaan infrastruktur jaringan, SDM dan produk
yang mendukung pembentukan reputasi dalam pemenuhan prinsip syariah selain pengembangan
infrastruktur kelembagaan bisnis syariah. Apabila diperlukan, akan dipertimbangkan berbagai
pemikiran seperti perluasan office channeling maupun delivery channel dengan bank induk dan/atau
bank satu grup. Namun hal ini tetap mesti sejalan dengan kebijakan pengembangan perbankan
syariah nasional yang telah diatur dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang
mendorong terwujudnya konsep perbankan syariah yang bersifat full-pledged dengan mendorong
UUS untuk di-spin off dan BUS untuk mengembangkan jaringan kantornya secara luas, serta adanya
semangat dalam UU dimaksud untuk menampilkan karakteristik khas perbankan syariah sebagai suatu
sistem baru layanan keuangan.
Penerapan kebijakan pemanfaatan dan perluasan jaringan dan layanan melalui bank induk
dan/atau bank dalam satu grup, namun tetap mendorong atau tidak menciptakan disinsentif
perluasan jaringan kantor bank syariah, perlu memperhatikan beberapa persyaratan dan
pertimbangan seperti: (i) peningkatan produktivitas atau efisiensi biaya namun dalam batas risiko
yang dapat diterima, (ii) kejelasan tanggung jawab dan terpenuhinya compliance serta akses
pengawas bank, (iii) terjaganya kontinuitas layanan, reputasi dan kemampuan bank untuk memenuhi
kewajibannya, dan (iv) kewajiban pembukaan kantor cabang syariah setelah terpenuhinya persyaratan
keuangan tertentu atas telah dibukanya layanan perluasan perbankan syariah di jaringan kantor bank
induk/bank dalam satu grup.
5. Peningkatan Edukasi dan Komunikasi dengan Terus Mendorong Peningkatan Kapasitas
Perbankan Syariah pada Sektor Produktif serta Komunikasi parity dan distinctiveness
Produk Perbankan Syariah
Kemanfaatan kehadiran bank syariah akan terus disosialisasikan agar masyarakat semakin
mengenal dan merasakan manfaatnya. Dari jumlah rekening yang dikelola perbankan syariah dalam 4
tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan (rata-rata 31%), bahkan
pertumbuhan periode 2011 2012 lebih tinggi dari pertumbuhan periode 2009 2010. Hal tersebut
menunjukkan citra inclusive perbankan syariah yang terus meningkat. Untuk menjaga trend
peningkatan jumlah masyarakat yang memanfaatkan produk dan layanan perbankan syariah (iB
financial literacy), program sosialisasi/edukasi publik Bank Indonesia pada 2013 akan lebih difokuskan
pada peningkatan kapasitas perbankan syariah di sektor produktif serta terus mengkomunikasikan
manfaat (benefit) dari produk dan akad bank syariah yang lebih variatif melalui peningkatan
komunikasi yang menekankan pada kesetaraan (parity) dan perbedaan khas yang menjadi keunggulan
(distinctiveness) produk perbankan syariah. Program dimaksud diimplementasikan melalui berbagai
media yang dinilai efektif dalam mendorong aktivasi penggunaan layanan perbankan syariah, sebagai
berikut:
Sosialisasi berbasis komunitas melalui berbagai event atau media seperti radio, micro-site dan
talkshow dengan mengambil tema peningkatan kapasitas sektor produktif perbankan syariah
seperti: program pelatihan kewirausahaan bagi mahasiswa dan masyarakat umum, serta
sosialisasi "skim kredit bagi wirausahawan pemula/start-up credit. Selain itu juga akan dilakukan
sosialisasi berbasis komunitas melalui berbagai event atau media seperti radio, micro-site dan
talkshow, yang sesuai dengan target segmen komunikasi iB yaitu komunitas muda dan
LPPS 2012

111

wanita/keluarga, pengusaha/profesional, akademisi, ulama/santri/ tokoh agama dan netizen
untuk dikedepankan dalam berbagai kegiatan edukasi tersebut antara lain, kesetaraan teknologi
dibalik fasilitas iB dan perencanaan keuangan melalui iB. Secara spesifik, untuk segmen akademisi
dan ulama, edukasi yang dilakukan yaitu melalui pola training for trainers di berbagai daerah.
Partisipasi perbankan syariah dalam pameran/expo untuk mendekatkan masyarakat umum
dengan produk bank syariah yang sesuai kebutuhannya, antara lain expo terkait sektor produktif
seperti konstruksi, maritim, pertambangan, pertanian, perkebunan, elektronik, pariwisata,
otomotif dan industri kreatif. Implementasi program tersebut di daerah akan difasilitasi dengan
format iB pavilliun dengan entry point expo/pameran pada bidang yang sebelumnya telah
dimasuki seperti di bidang properti, UMKM, elektronik, otomotif dan franchise. Kegiatan iB
campaign tersebut diarahkan dapat dilakukan bersama-sama dengan perbankan syariah secara
budget sharing untuk menumbuhkan kebersamaan dalam pengembangan industri dan juga
semangat co-opetition diantara bank-bank syariah maupun antara bank syariah dengan bank
induk.
Dialog dengan stakeholder perbankan syariah (pengelola bank syariah, asosiasi
industri/pengusaha, pemerintah daerah, akademisi, media, pengamat ekonomi dan perbankan,
organisasi masyarakat) yang dilakukan untuk mengenalkan dan menyelaraskan pandangan
terhadap perbankan syariah sekaligus memfasilitasi bank syariah untuk meningkatkan pelayanan
serta mendorong inovasi produk (co-creation).
Mendekatkan perbankan syariah dengan calon nasabah berskala kecil, menengah maupun besar
melalui berbagai kegiatan dan strategi seperti business gathering, focus group discussion dan
business matching. Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk lebih mendorong pada terjadinya
kerjasama (aktivasi transaksi) antara perbankan syariah dengan pengusaha.
Penguatan basic cultural perbankan syariah dengan ciri khas yang berazaskan prinsip bagi hasil
dengan berbagai kegiatan ekonomi yang berpola bagi hasil yang hidup dan tumbuh dalam
masyarakat melalui program reinvent the heritage.
Pengembangan produk yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Selain itu, sesuai strategi pengembangan pasar, komunikasi above the line melalui Iklan
Layanan Masyarakat dan program/rubrik khusus di berbagai media cetak, elektronik, media online
dan media luar ruang, dalam porsi lebih kecil dibandingkan program-program aktivasi tersebut diatas
juga tetap akan dilakukan.
Dalam upaya meningkatkan kompetensi SDM perbankan syariah, Bank Indonesia akan
melanjutkan kerjasama dengan ICDIF-LPPI melalui dukungan program pelatihan dan pendidikan
kepada SDM perbankan syariah yang diperlukan untuk meningkatkan ketrampilan/ kompetensi teknis
operasional serta kemampuan analisis dalam pemasaran produk perbankan syariah yang berbasis
prudential dan sharia compliance.

LPPS 2012

112


Daftar Singkatan
AAOIFI Accounting and Auditing for Islamic Financial Institution
ASBISINDO Asosiasi Bank Syariah Indonesia
BASYARNAS Badan Arbitrase Syariah Nasional
BAPEPAM-LK Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
BAZIS Badan Amil Zakat Infaq Shadaqah
BPRS Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
BUK Bank Umum Konvensional
BUS Bank Umum Syariah
DPK Dana Pihak Ketiga
DPS Dewan Pengawas Syariah
DSN Dewan Syariah Nasional
FDR Financing to Deposit Ratio (analog dengan LDR pada bank
konvensional)
GCG Good Corporate Governance
GWM Giro Wajib Minimum
IAI
IDB
Ikatan Akuntan Indonesia
Islamic Development Bank
IFSB Islamic Financial Services Board
IIFM International Islamic Financial Market
IILM
LDR
International Islamic Liquidity Management
Loan to Deposit Ratio
KCS Kantor Cabang Syariah
KCK Kantor Cabang Konvensional
KCPS Kantor Cabang Pembantu Syariah
KK Kantor Kas
KYC Know Your Customer
MP3EI

NPF
Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia
Non Performing Financing (Kredit bermasalah analog dengan NPL
pada perbankan konvesional)
OJK
PBI
Otoritas Jasa Keuangan
Peraturan Bank Indonesia
PLS Profit and Loss Sharing (Bagi Hasil)
PKES Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah
LPPS 2012

113

PUAS Pasar Uang Antar-bank berdasarkan prinsip Syariah
UUS Unit Usaha Syariah
UMKM Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
SBIS Sertifikat Bank Indonesia Berdasarkan Prinsip Syariah
SBSN Surat Berharga Syariah Negara
SIMA
SPN-S
BOPO
Sertifikat Investasi Mudharabah Antar-bank berdasarkan Syariah
Surat Perbendaharaan Negara Syariah
rasio biaya operasional dibagi pendapatan operasional
NOM net operational margin









LPPS 2012

114

Daftar Istilah Daftar Istilah Daftar Istilah Daftar Istilah
Bank Syariah mencakup bank umum syariah, BPR Syariah dan Unit Usaha Syariah
dari bank umum konvensional
Aktiva Produktif penanaman atau penempatan dana bank dalam rupiah berdasarkan
prinsip Syariah dalam bentuk Pembiayaan, Piutang, Ijarah, Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia, dan penempatan Dana Pada Bank Lain
BPRS Bank Pembiayaan Rakyat yang beroperasi berdasarkan prinsip
Syariah(juga disingkat menjadi BPR Syariah)

Mudharabah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal)kepada pengelola
dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu,dengan
pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and
loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara
keduabelah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya
Salam jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu
dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
Ijarah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upahmengupah
atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewaatau
imbalan jasa
Istishna jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan
pembayaran sesuai dengan kesepakatan
Murabahah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambahdengan margin
keuntungan yang disepakati
Musyarakah penanaman dana dari pernilik dana/modal untukmencampurkan
dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian
keuntungan berdasarkan nisbah yang telah
disepakatisebelumnya,sedangkan kerugian ditanggung semua pemilik
dana/modalberdasarkan bagian dana/modal masing-masing
Piutang tagihan yang timbul dari transaksi jual beli berdasarkan akad
Murabahah, Salam atau Istishna dan atau pinjam meminjam
berdasarkan akad Qardh
Qardh
Riba
pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak
peminjam mengembalikan pokok pinj aman secara sekaligus atau
cicilan dalam jangka waktu tertentu
secara harfiah berarti penambahan atas harta pokok pinjaman karena
unsur waktu. Dalam dunia perbankan, hal tersebut dikenal dengan
bunga
LPPS 2012

115

Shahibul maal dalam kontrak mudharabah, seseorang atau pihak yang
menginvestasikan modalnya
Syariah secara harfiah berarti jalan Allah seperti yang ditunjukkan dalam Al
Quran dan Sunnah Nabi Muhammad. Istilah ini dipakai untuk yang
berhubungan dengan hukum Islam.
Turnover ratio Perhitungan volume surat berharga di pasar sekunder dibagi dengan
rata-rata outstanding surat berharga tersebut dalam perode tertentu
Unit Usaha Syariah unit kerja di kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit syariah,
atau unit kerja di kantor cabang bank asing konvensional yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah
dan atau unit syariah
Tahawwut
Wadiah

hedging syariah
penitipan dana atau barang dari pemilik dana atau barang pada
penyimpan dana atau barang dengan kewajiban pihak yang menerima
titipan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-
waktu












LPPS 2012

116

LAMPIRAN 1 (L.1.)

IKHTISAR RINGKAS HASIL KAJIAN/ PENELITIAN

1. KAJIAN MODEL BISNIS PERBANKAN SYARIAH
Perkembangan bank syariah selama hampir 20 (dua puluh) tahun kehadirannya di Indonesia
menunjukkan kinerja yang semakin membaik, baik dari sisi kelembagaan maupun kinerja keuangan
termasuk peningkatan jumlah nasabah bank syariah. Namun demikian, tantangan pengembangan
industri perbankan syariah semakin meningkat termasuk operasional dan model-model bank syariah
yang dapat dikembangkan ke depan. Untuk itu, dibutuhkan model-model bisnis bank syariah ideal,
workable, dan prudent yang dapat melayani lebih banyak masyarakat, menjawab harapan berbagai
pihak, sesuai dengan karakter bisnis perbankan syariah Indonesia, berorientasi masa depan dan
comply dengan ketentuan syariah dan standar internasional.
Model bisnis bank syariah tersebut akan menjadi acuan (benchmark) bagi regulator untuk
pengembangan industri perbankan syariah ke depan, menjadi acuan bagi perbankan syariah dalam
menyusun kerangka bisnis operasional, dan pelaku industri lainnya (lembaga rating, takaful, dll) dalam
beraktifitas dan berhubungan dengan perbankan syariah. Selain memuat kerangka bisnis bank
syariah, model bisnis ini pun mencakup upaya linkage dan sinergi antara bank syariah dengan lembaga
keuangan non bank dengan mempertimbangkan aspek syariah, ekonomi dan sosial dan budaya
masyarakat Indonesia.
Secara operasional, model bisnis bank syariah mencakup aspek bisnis dan non bisnis (seperti
aspek syariah/sosial) dari beragam aktifitas ekonomi dan sosial masyarakat. Contoh aspek bisnis
adalah operasional bank syariah yang menguntungkan (profitable) bagi stakeholder dan
perekonomian nasional pada umumnya disamping memudahkan aktifitas bisnis masyarakat dan
mendorong pertumbuhan industri perbankan syariah dan perekonomian nasional. Sedangkan contoh
aspek syariah adalah kesesuaian model bisnis bank syariah Indonesia dengan maqasid al syariah yang
mengandung unsur keadilan, kemaslahatan dan keseimbangan guna mencapai masyarakat Indonesia
yang lebih sejahtera secara material dan spiritual.
Selain itu, model bisnis bank syariah diharapkan juga memberikan gambaran proses bisnis
operasional perbankan syariah yang pro sektor riil dan tahan terhadap krisis untuk kemaslahatan
masyarakat atau diistilahkan sebagai mainstream perbankan syariah Indonesia. Tentunya, model
tersebut sejalan dengan visi dan misi pengembangan bank syariah yang telah ditetapkan pada Cetak
Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia, menjadi bagian dari Arsitektur Perbankan Indonesia
(API) dan juga bagian dari kerangka besar Arsitektur Sistem Keuangan Syariah Indonesia (AKSI).
Artinya, selain beroperasi dengan kontrak-kontrak bisnis Islami, industri perbankan syariah Indonesia
juga tumbuh kondusif, sehat, efisien dan kompetitif dengan prinsip kehati-hatian yang sesuai dengan
karakteristik bisnis masyarakat Indonesia dan sesuai dengan standar yang ditetapakan di level
international.
Konstruksi model bisnis dimaksud mencakup beberapa hal diantaranya: (i) karakter budaya dan
sosial masyarakat indonesia, (ii) praktek perbankan syariah saat ini, (iii) mainstream perbankan syariah
Indonesia, (iv) potensi pengembangan industri perbankan syariah ke depan dan, (v) literatur terkait
model-model bisnis bank. Kemudian, model-model bisnis yang menjadi alternatif harus memenuhi
LPPS 2012

117

tidak saja aspek utama yaitu aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek syariah utamanya, model-model
tersebut juga harus memenuhi semua keinginan (mimpi) para stakeholders perbankan syariah.
Dari hasil pemetaan model-model bisnis yang ada, analisa dan diskusi yang dilakukan dengan
berbagai pihak mengenai model-model bisnis perbankan yang ada, diambil kesimpulan bahwa masing-
masing model bisnis yang dijalankan oleh perbankan, baik perbankan syariah maupun konvensional
mempunyai keunggulan dan tantangan tersendiri bagi perusahaan yang menjalankannya. Oleh karena
itu, untuk pengembangan model bisnis perbankan syariah ke depan, kajian ini merekomendasikan
beberapa alternatif model bisnis masa depan kepada bank-bank syariah yang sesuai dengan value
proposition, customer segment, infrastruktur yang dimiliki serta aspek keuangan (financial) yang
mendukung pengembangan model-model bisnis tersebut.
Untuk implementasi model bisnis bank syariah ke depan kajian ini mengusulkan 4 (empat)
tahapan implementasi (roadmap) yang merupakan sinergy antara model bisnis dengan Blue print
pengembangan perbankan syariah. Usulan tahapan-tahapan roadmap tersebut disusun
mempertimbangkan faktor-faktor pendorong utama dan Value Proposition (nilai lebih) yang dapat
ditawarkan perbankan syariah.

2. KAJIAN ISLAMIC BANKING BEHAVIOUR MODEL
Kajian ini melakukan pemodelan atas empat sektor di industri perbankan syariah yaitu model
liability yang mewakili perilaku nasabah bank syariah, model asset yang mewakili perilaku pengusaha
(real sector), model liquidity management yang mewakili perilaku bank syariah dalam mengelola
likuiditas dan model operasi moneter syariah yang mewakili kebijakan moneter syariah. Model
menemukan bahwa prilaku nasabah bank syariah dalam menempatkan dana di bank syariah
ditentukan oleh faktor internal bank syariah dan internal nasabah. Faktor pertama ditentukan oleh: (i)
return sharing yang diberikan bank syariah kepada nasabah saat ini, (ii) efisiensi bank syariah yang
tercermin dari pengelolaan biaya operasional selama 1-3 bulan terakhir dan, (iii) pendapatan
operasional paruh pertama setiap tahun. Faktor kedua ditentukan oleh evaluasi nasabah terhadap
simpanan yang telah ditempatkannya di bank syariah selama 1-2 bulan terakhir (jangka pendek).
Sementara itu, perilaku pengusaha dalam menerima pembiayaan dari bank syariah utamanya
ditentukan oleh: (i) pendapatan operasional pengusaha di jangka pendek (2-3 bulan terakhir), (ii)
pendapatan non operasional di jangka menengah, (iii) biaya operasional di setiap tengah tahun dan
(iv) komitmen return sharing bank syariah kepada nasabah. Selain itu, pengusaha juga melakukan
evaluasi terhadap performa pembiayaan yang dibiayai dana bank syariah dalam jangka pendek (1
kuartal).
Secara umum, perilaku nasabah dan pengusaha mencerminkan perilaku investasi dan
likuiditas jangka pendek yang kurang mendukung kinerja bank syariah ke depan utamanya apabila
bank syariah ingin melakukan ekspansi pembiayaan korporasi atau proyek berjangka menengah dan
panjang. Hal ini pun diperkuat oleh hasil assessment perilaku bank syariah dalam mengelola
likuiditasnya yang utamanya dipengaruhi oleh dua hal yaitu kinerjanya dalam jangka pendek dan
kemungkinan penarikan dana oleh nasabah. Kinerja bank syariah yang menjadi pertimbangan dalam
manajemen likuiditas bank syariah adalah: (a) pendapatan non operasional karena sifatnya yang likuid
dan kontinu, (b) total pembiayaan dalam 1 tahun terakhir dan (c) kemungkinan default pembiayaan
dalam jangka pendek. Sementara itu, kemungkinan penarikan dana oleh nasabah ditujukan oleh: (i)
LPPS 2012

118

return sharing yang dibayarkan bank syariah pada kuartal pertama dan, (ii) cadangan tunai (liquidity
reserve) yang disiapkan bank syariah dalam jangka pendek (1 bulan terakhir).
Kenyataan ini juga berdampak kepada pengelolaan moneter syariah, dimana Bank Indonesia
cenderung melakukan operasi moneter syariah yang searah dengan operasi moneter konvensional.
Utamanya, operasi moneter syariah mempertimbangkan: uang beredar (currency in circulation),
outstanding SBI/SBIS yang jatuh tempo dan cadangan likuiditas (GWM) bank syariah. Secara umum
temuan dari kajian adalah perilaku nasabah dan pengusaha belum sepenuhnya sejalan dan
mendukung operasi bank syariah yang mensyaratkan orientasi penempatan dana nasabah dan
investasi di proyek-proyek berjangka panjang. Sehingga, return sharing bank syariah dapat lebih baik
dan memberikan dampak ekonomi yang lebih luas dan signifikan. Untuk memperbaiki hal ini,
beberapa langkah dapat dilakukan utamanya:
Meningkatkan pemahaman nasabah bank syariah melalui sosialisasi dan edukasi yang lebih
intensif agar struktur sisi liability menjadi lebih baik, rasional dan mendukung operasi bank
syariah,
Menciptakan instrumen simpanan yang lebih berjangka panjang dengan return yang lebih
menarik agar orientasi pembiayaan dan evaluasi kinterja bank syariah menjadi berjangka
panjang,
Menempatkan dana di proyek jangka menengah panjang untuk memperbaiki struktur
financing bank syariah,
Menciptakan instrument moneter syariah yang berbeda dengan konvensional dan turut
mendukung operasi bak syariah di sektor riil.

3. KAJIAN REGULATORY INCENTIVES DALAM RANGKA MENGAKSELERASI PERTUMBUHAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH
Ditengah terpaan krisis keuangan termasuk krisis perbankan didalamnya, baik di tingkat global
maupun regional, perhatian pada pengembangan industri perbankan syariah semakin hari semakin
besar. Faktor yang membuat industri perbankan syariah ini layak dan diminati untuk dikembangkan
adalah karakter operasional perbankan syariah yang erat kaitannya dengan aktifitas ekonomi
produktif (sektor riil), sehingga perbankan syariah berperan optimal dalam meningkatkan fungsi
intermediasi sektor perbankan.
Karakter seperti itu tentu akan mendukung pencapaian stabilitas sistem keuangan. Selain itu, dengan
size dan share industri perbankan syariah yang cukup signifikan, diyakini daya tahan perbankan
syariah terhadap krisis eksternal (keuangan) akan semakin meningkat. Industri perbaknan syariah yang
masih baru (infant industry) masih membutuhkan dukungan dari banyak pihak khususnya otoritas
untuk menuju tahapan perkembangan yang lebih tinggi sebagai industri yang mapan (matured
industry).
Dalam rangka pencapaian hal-hal tersebut; optimalisasi fungsi intermediasi dalam aktifitas ekonomi
produktif, peningkatan size dan share industri, serta penjagaan karakteristik unik operasional
perbankan syariah, sangat diperlukan. Khususnya, diperlukan bentuk-bentuk mekanisme insentif
(incentive mechanism) berupa regulasi dan kebijakan untuk mendukung pengembangan industri
perbankan syariah. Mekanisme insentif tersebut dapat diberlakukan baik pada aspek operasional,
produk maupun pada aspek kelembagaan dari industri perbankan syariah. Namun dalam memastikan
LPPS 2012

119

optimalisasi fungsi intermediasi dan peningkatan pertumbuhannya, mekanisme insentif relatif akan
lebih dominan pada aktifitas penyaluran pembiayaan dan operasional internal bank syariah.
Incentive mechanism memiliki tujuan setidaknya pada 2 aspek, yaitu memelihara kepentingan sosio-
ekonomi/kemanfaatan ekonomi di sisi regulator dan kepentingan individual-komersial di sisi pelaku
bisnis. Untuk mendorong bank syariah memberikan kemanfaatan secara maksimal bagi
perekonomian, tentu dibutuhkan satu mekanisme regulasi yang mendukung maksud tersebut.
Regulasi diharapkan mampu memberikan dukungan baik pada aspek kelembagaan, permodalan,
pembiayaan (kredit) maupun pendanaan, agar bank dapat berperan optimal bagi kepentingan sosio-
ekonomi. Peran optimal bagi perekonomian diantaranya; jangkauan pelayanan yang luas, tingkat
harga produk yang terjangkau oleh sektor usaha, alokasi portfolio pembiayaan menyentuh semua
sektor ekonomi dan segmentasi pelayanan yang lebih luas bagi sektor usaha mikro-kecil karena sektor
tersebut dominan dalam perekonomian nasional.
Oleh sebab itu, kajian ini bertujuan untuk; (i) menganalisa dan menentukan parameter insentif dalam
pengembangan dan penentuan arah perkembangan perbankan syariah, khususnya pada aktifitas
penyaluran pembiayaan dan operasional internal bank syariah; (ii) mengidentifikasi dan
memformulasikan potensial instrumen regulasi seperti rasio-rasio keuangan bank syariah yang
berpotensi menjadi parameter/variabel/indikator ketentuan mekanisme insentif; (iii) menganalisa
tingkat efektifitas atau pengaruh potensial instrumen regulasi (rasio-rasio keuangan tertentu)
terhadap perilaku atau aktifitas operasional bank syariah; (iv) merekomendasikan instrumen regulasi
tertentu sebagai parameter dalam ketentuan mekanisme insentif. Disamping itu, perlu diidentifikasi
instrumen-instrumen alternatif yang tidak berada dalam wilayah regulasi sektor perbankan tetapi
memiliki implikasi signifikan dalam mencapai tujuan akselerasi pertumbuhan perbankan syariah
khususnya pada upaya optimalisasi fungsi intermediasi perbankan syariah. instrumen tersebut seperti
regulasi perpajakan, penempatan dana haji, kebijakan bank syariah milik bank BUMN dan lain
sebagainya.
Metode yang digunakan di dalam kajian ini adalah: (1) Desk study, teknik ini digunakan untuk (i)
melakukan identifikasi masalah seperti sasaran utama pem-berlakuan mekanisme insentif melalui
regulasi dan faktor terkait; (ii) kajian literatur terhadap teori insentif, konsep insentif dalam Islam,
konsep insentif dalam regulasi industri dan konsep insentif dalam perbankan; (iii) inventarisasi best
practices penerapan mekanisme insentif di negara lain; dan (iv) mendapatkan gambaran mekanisme
insentif yang telah ada di Indonesia (current practices) baik dalam wewenang Bank Indonesia atau
Otoritas Jasa Keuangan terkait perbankan syariah; (2) Survei bank and in-depth interview, teknik ini
digunakan untuk mendapatkan gambaran ekspektasi mekanisme insentif dari pelaku industri
perbankan syariah; (3) Focus Group Discussion (FGD), teknik ini digunakan untuk mendapatkan opini
pakar atau analis dalam bidang hukum perbankan, analis investasi dan strategi bisnis, keuangan dan
pasar modal, pakar syariah terutama terkait dengan masalah dampak kemungkinan insentif yang
diberikan oleh regulator; (4) Analisis Kuantitatif, teknik ini menggunakan Analytic Network Process
(ANP) dalam rangka mengetahui skala prioritas dari setiap alternatif kebijakan menggunakan opini
pakar; dan (5) Analisis deskriptif, untuk menyajikan atau mendeskripsikan hasil kajian literatur (desk
study) dan temuan lapangan (Survey & FGD).
Mekanisme insentif yang disusun ini berpedoman pada empat landasan pengembangan industri
perbankan syariah nasional, yaitu: (i) filosofi dan semangat ekonomi syariah; (ii) blueprint
pengembangan perbankan syariah; (iii) model bisnis bank syariah; (iv) perilaku bank syariah dalam
industri. Keempat pedoman tersebut memberikan panduan berupa arah kebijakan, target-target yang
LPPS 2012

120

ingin dicapai, tahapan yang harus dilalui dan informasi profil industri yang ada saat ini. Sehingga
rekomendasi insentif regulasi akan lebih terarah, sistematis dan terukur.
Kecenderungan kondisi perekonomian Indonesia yang positif dan ketahanannya terhadap guncangan
ekternal seperti krisis dan kemampuan dalam memenuhi permintaan domestik, memberikan peluang
dan kesempatan besar bagi perbankan syariah untuk berkontribusi dalam kegiatan konsumsi dan
perdagangan, maupun kegiatan investasi sektor produktif termasuk dalam rangka penyediaan
infrastruktur. Dengan kontribusi pembiayaan perbankan syariah terhadap UMKM yang melebihi 60%,
juga diharapkan bisa ikut berperan serta dalam mendukung percepatan pembangunan ekonomi
Indonesia termasuk dalam program Masterplan Percepatan Pembangunan dan Perluasan
Pembangunan Indonesia (MP3I).
Sebagai upaya pengembangan perbankan syariah ke depan, arah kebijakan Bank Indonesia untuk
tahun 2012 adalah sebagai berikut: (1) penguatan intermediasi perbankan syariah kepada sektor
ekonomi produktif, (2) pengembangan dan pengayaan produk yang lebih terarah, (3) peningkatan
sinergi dengan bank induk, (4) peningkatan edukasi dan komunikasi dengan fokus pada parity and
distinctiveness, (5) peningkatan good governance dan pengelolaan risiko, dan (6) penguatan sistem
pengawasan. Tahun 2012, telah disusun pula kajian Model Bisnis Perbankan Syariah yang
merekomendasikan bisnis model yang sebaiknya diambil oleh bank syariah berdasarkan periode
waktu tertentu (tahapan yang berjangka waktu pendek, sedang dan panjang) dengan
mempertimbangkan kondisi perekonomian, struktur usaha, kemampuan SDM dan dan karakter/profil
perekonomian lainnya.
Untuk memperkaya pengetahuan tentang alternatif bentuk insentif regulasi dipaparkan juga bentuk
insentif regulasi perbankan syariah di beberapa negara seperti; Malaysia, Singapura, Inggris, Lebanon
dan Pakistan. Bentuk insentif regulasi di negara-negara tersebut ternyata tidak hanya ada pada
kewenangan otoritas perbankan tetapi juga otoritas lainnya seperti otoritas perpajakan. Untuk lebih
komprehensif, rekomendasi insentif regulasi didukung pula dengan analisis lingkungan strategis atau
lingkungan usaha perbankan syariah yang secara umum dipengaruhi oleh lima kekuatan besar, yaitu:
(1) kondisi ekonomi; (2) kondisi sosio-kultural dan demografi/psikografi; (3) kondisi politik dan
pemerintahan; (4) perkembangan teknologi; dan (5) kondisi faktor-faktor kompetitif.
Potensi yang muncul dari tingginya pertumbuhan ekonomi dan positifnya kondisi perekonomian
nasional membutuhkan serangkaian kebijakan yang memberikan ruang bagi industri perbankan
syariah untuk tumbuh lebih cepat dengan tetap menjaga kualitas industri. Dalam jangka pendek,
pemberian insentif berupa relaksasi terhadap berbagai aturan yang sudah dikeluarkan menjadi
diperlukan untuk memperkuat positioning bank syariah dalam industri perbankan nasional.
Langkah ini harus diawali dengan mengeksplorasi permasalahan-permasalahan yang terjadi di
lapangan yang menghambat kemampuan bank dalam berinovasi untuk menumbuhkan aset secara
cepat. Untuk mencapai tujuan jangka pendek diatas, kajian ini terlebih dahulu mengidentifikasikan
potensi, peluang dan alternatif kebijakan dalam empat aspek, yaitu: 1) Aspek Pendanaan; 2) Aspek
Pembiayaan; 3) Aspek Kelembagaan, dan 4) Aspek Permodalan.
Selanjutnya pada bagian analisis kajian ini menginformasikan pedoman pengembangan industri
perbankan syariah, data kondisi industri dan ekonomi terkini, serta bentuk alternatif dari negara lain,
dilengkapi dengan survey lapangan dan FGD yang mencoba mengidentifikasi bentuk-bentuk insentif
yang diinginkan oleh pelaku pasar. Setelah bentuk-bentuk insentif regulasi pada semua aspek
perbankan syariah; pendanaan, pembiayaan, permodalan dan kelembangaan, dilakukan analisis untuk
LPPS 2012

121

menentukan skala prioritas dari tiap bentuk insentif dengan menggunakan pendekatan Analytic
Network Process (ANP). Kerangka ANP yang diperoleh dari hasil wawancara dan FGD kepada para
akademisi dan pakar.
Berdasarkan kajian kepada beberapa regulasi yang relevan, ditemukan beberapa regulasi yang
berpotensi menjadi beban bagi perbankan syariah, yaitu beban pajak yang sama antara bagi hasil DPK
dengan pendapatan bunga, tidak dimungkinkannya penggunaan akad selain wadiah dan mudharabah
dalam produk DPK, pengelolaan dana haji dan pembiayaannya oleh bank konvensional, tidak
diakuinya penempatan dana channeling/excecuting kepada BPRS sebagai pembiayaan dalam
perhitungan Rencana Bisnis Bank, kebijakan ijin produk baru, pembukaan kantor baru setelah adanya
KC di suatu wilayah kerja, bobot risiko pembiayaan kepada UMKM yang terlalu tinggi dibanding IFSB
dan BASEL dan kebijakan penyertaan modal di BPRS oleh bank syariah dengan mayoritas pemegang
saham asing.
Temuan kajian ini menunjukkan urutan prioritas aspek dalam penentuan kebijakan untuk
meningkatkan pertumbuhan dana peningkatan kualitas industri perbankan syariah yaitu: 1) aspek
kelembagaan; 2) aspek permodalan; 3) aspek pembiayaan; dan 4) aspek pendanaan. Sedangkan
prioritas solusi yang direkomendasikan sebagai bentuk insentif kebijakan dalam wewenang Bank
Indonesia adalah: (i) Co-location layanan bank syariah dengan kantor bank induk konvensional; (ii)
Bobot risiko pada pembiayaan UMKM pada perhitungan ATMR menjadi 75%; (iii) Hak eksklusif produk
tabungan dan pembiayaan haji dan umroh kepada bank syariah; dan (iv) Beban pajak produk bagi hasil
DPK bank syariah sama dengan pajak atas return obligasi.

4. PENGEMBANGAN MODEL DAN APLIKASI SISTEM PENGUKURAN INDEKS IMBAL HASIL SEKTOR
RIIL SEBAGAI ACUAN PRICING PRODUK PERBANKAN SYARIAH
Kebutuhan akan indeks imbal hasil acuan (reference rate) yang didasarkan pada profitabilitas sektor
riil yang akan dibiayai, sangat diperlukan oleh industri keuangan syariah agar dapat menetapkan
pricing pembiayaan secara lebih adil dan sejalan esensi dasar sistem keuangan syariah. Hingga saat ini
belum ada kajian yang menawarkan model dan aplikasi sistem pengukuran dimaksud. Sejumlah
lembaga seperti Dow Jones dan lembaga rating Standar & Poors (2011) telah menerbitkan indeks
return surat berharga syariah, namun ukuran indeks return ini didasarkan pada tingkat return dari
instrumen surat berharga yang diperdagangkan dipasar keuangan syariah, bukan profitabilitas dari
sektor riil ekonomi. Tidak diketahuinya tingkat imbal hasil sektor riil yang sesungguhnya dapat
membuat bank syariah membebani debitur dengan cost of fund yang melebihi batas kemampuan dan
ditetapkan nisbah bagi hasil pembiayaan syariah yang tidak optimal.

Terkait itu, Bank Indonesia sejak tahun 2009 telah memulai suatu kajian multiyears untuk
mengembangkan model perngukuran tingkat kinerja - imbal hasil sektor ekonomi riil. Pengembangan
konsep awal kajian (2009) menghasilkan dua alternatif model yaitu model structure conduct
performance (SCP) dan model struktur biaya (cost structure) yang mencerminkan rata-rata tertimbang
return perusahaan di suatu industri. Pada tahun 2010 kajian dilanjutkan dengan penyempurnaan
konsep dan model yang lebih sesuai. Kajian lanjutan tersebut merekomendasikan bahwa metode
pengukuran cash recovery rate (CRR) memiliki keunggulan dan lebih sesuai dalam mengukur imbal
hasil riil sektor-sektor usaha yang akan dipakai sebagai reference rate pembiayaan perbankan syariah
LPPS 2012

122

di Indonesia. CRR merupakan penghitungan imbal hasil bisnis yang menitikberatkan pada
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dari investasi yang dilakukan dengan mengabaikan
suku bunga (interest).

CRR (yang kemudian dikembangkan pula dengan Bank Gross CRR (BGCRR)) mampu mencerminkan
kinerja nyata dari sektor riil dan dapat dijadikan basis untuk pengambilan keputusan, seperti (i) acuan
umum dalam pricing produk pembiayaan, dan (ii) mengukur kualitas kinerja debitur/bank melalui
analisis efisiensi dan imbal hasil. CRR juga mampu digunakan untuk menangkap sensitifitas dan
dinamika pasar yang didasarkan pada analisis kinerja sektor riil dan lebih bersifat independen
terhadap berbagai kebijakan suku bunga. Pada kajian tahun 2010, metode CRR diuji-cobakan untuk
menghasilkan indeks imbal hasil dua sektor usaha yang dipriritaskan, yaitu: sektor pertanian dan
sektor pertambangan, dan hanya menggunakan data perusahaan yang telah tercatat (listed
companies) di pasar modal Indonesia (go-public).

Pada kajian lanjutan di tahun 2011, kajian tersebut dilanjutkan dengan memperluas cakupan
pengukuran ke seluruh (sebelas) sektor ekonomi serta menggunakan data perusahaan yang
dikumpulkan dari Laporan Keuangan debitur, baik bank syariah maupun bank konvensional. Data
Laporan Keuangan Perusahaan Debitur dikumpulkan dari 10 debitur terbesar untuk setipa sektor
ekonomi, selama 10 tahun terakhir (2001-2010) secara kuartalan. Selain itu digunakan pula data
laporan bisnis debitur (terkait perusahaan non-public) baik syariah maupun konvensional. Metode
stratified sampling digunakan untuk memilih sampel perusahaan non-public yang jadi debitur bank,
dengan didasarkan pada sektor ekonomi, skala usaha dan kriteria lainnya. Data primer sangat sulit
untuk dapat digunakan pada kajian ini, karena rentang waktu data yang panjang diperlukan untuk
menangkap pola imbal hasil. Pertimbangan lain adalah karena konsistensi dan kontinutas data tidak
didapatkan bila menggunakan data primer.

Selain menghitung CRR, untuk melihat imbal hasil sektoral dari perspektif bank syariah dilakukan juga
penghitungan Bank Gross Cash Recovery Rate (BGCRR). BGCRR dihitung untuk mengukur imbal hasil
yang ditetapkan bank terhadap debitur pembiayaan sektor tertentu. Kedua nilai yaitu CRR dan BGCRR
itulah yang diperbandingkan untuk melihat apakah bank menetapkan pricing atas sektor tersebut
sesuai dengan kinerja riil usaha di sektor tersebut. Hasil yang didapatkan dari perhitungan CRR dan
BGCRR terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai yang menunjukkan bahwa untuk sektor tertentu bank
memberikan pricing tidak sesuai dengan kinerja riil sektor tersebut.

Pokok-Pokok Hasil Kajian Tahun 2012

Kajian pada tahun 2012 menghasilkan:
(i) Pengembangan model perhitungan CRR dan BGCRR dengan memperhitungkan variabel lokasi
wilayah operasi perusahaan atau lokasi usaha debitur yang dibiayai bank. Hal ini penting
karena variabilitas tingkat imbal hasil disebabkan pula oleh faktor-faktor khas kewilayahan;
(ii) Rincian perhitungan tingkat imbal hasil (CRR-BGCRR) hingga sub-sektor usaha (sampai digit
keempat nomenklatur klasifikasi usaha) untuk sub-sub sektor terpenting dalam pembiayaan
bank syariah, dan
LPPS 2012

123

(iii) Rancang-bangun aplikasi system yang dapat digunakan untuk simulasi perhitungan indeks
imbal hasil CRR-BGCRR, termasuk kerangka updating dan proyeksi model, serta user-manual
yang mendokumentasikan alur kerja proto-type software aplikasi.

Pada kajian tahun 2012, dilakukan penambahan data perusahaan non-listed di BEI sebanyak 370
perusahaan, sehingga total sampel yang dihitung untuk menghasilkan indeks CRR adalah 865
perusahaan (pada tahun 2011 digunakan data 495 perusahaan). Sedangkan dalam menghitung
BGCRR digunakan data akumulasi nasabah pembiayaan selama 10 tahun (2000-2010) dengan jumlah
nasabah secara akumulatif 15.342.218 nasabah pembiayaan dengan berbagai jenis akad.

Analisis yang dilakukan meliputi: (i) perbandingan antara CRR-BGCRR-ROE-ROA per sektor usaha dan
sub-sektor usaha tertentu, (ii) analisis korelasi antara CRR-BGCRR-ROA-ROE, (iii) perhitungan spread
antara CRR-BGCRR 9 sektor usaha, (iv) Perhitungan spread CRR-BGCRR per wilayah geografis tertentu,
(v) Perhitungan spread CRR-BGCRR per sektor usaha dan wilayah geografis tertentu.

Hasil yang didapatkan dari perhitungan indeks sampai ke subsektor ekonomi memperlihatkan bahwa
terdapat pengaruh dominan dari subsektor terhadap sektor tertentu, sebagai contoh adalah sektor
pertanian. Tingginya imbal hasil sektor pertanian dikarenakan subsektor dominan yang
mempengaruhi sektor tersebut adalah subsektor perkebunan terutama komoditas kelapa sawit
sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa imbal hasil yang didapatkan dari subsektor tersebut cukup
tinggi.

Untuk melihat pengaruh variable-variabel makroekonomi terhadap pergerakan CRR dan BGCRR
dilakukan pula ujicoba model makroekonomi dengan memasukkan beberapa variable makroekonomi
yang diduga memiliki pengaruh terhadap CRR dan BGCRR. Indikator-indikator makroekonomi yang
dipilih untuk dimasukkan ke dalam model tersebut adalah GDP per sektor usaha, nilai tukar Rupiah
terhadap USD dan tingkat suku bunga SBI 1 bulan. Ketiga indikator makroekonomi tersebut memiliki
periode yang sama dengan CRR dan BGCRR. Sebelum masuk ke dalam pemodelan, terlebih dahulu
sampel debitur maupun bank yang ada pada CRR-BGCRR disesuaikan agar model regresi panel data
dapat diestimasi. Untuk debitur dan bank yang memiliki series CRR-BGCRR kurang dari 3 tahun tidak
dimasukkan dalam sampel. Sedangkan periode estimasi yang digunakan adalah periode 2004 2007
mengikuti periodisasi pada BGCRR.

Hasil yang didapatkan memperlihatkan bahwa indikator makroekonomi GDP memiliki pengaruh positif
secara signifikan terhadap CRR, namun tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap BGCRR.
Perubahan kinerja perekonomian yang lebih baik akan meningkatkan tingkat imbal hasil bagi
perusahaan publik maupun non publik karena secara tidak langsung mempengaruhi kinerja bisnis
mereka masing-masing. Tingkat suku bunga mempengaruhi secara signifikan pergerakan CRR maupun
BGCRR. Namun khusus untuk BGCRR, tingkat suku bunga memiliki pengaruh yang berbeda dengan
variable lain.
Pada debitur non publik, peningkatan tingkat suku bunga membuat tingkat imbal hasil yang diperoleh
menjadi lebih rendah sementara pada bank syariah, peningkatan tingkat suku bunga justru
meningkatkan tingkat imbal hasil yang diperoleh. Model makroekonomi yang telah diestimasi tersebut
masih memiliki beberapa keterbatasan. Jumlah sampel yang harus dikeluarkan karena tidak memiliki
CRR yang tidak kontinyu jumlahnya cukup banyak sehingga jumlah sampel yang dimasukkan dalam
LPPS 2012

124

estimasi model makroekonomi menjadi jauh berkurang. Analisis model makroekonomi berdasarkan
pemodelan time series belum dapat dilakukan mengingat masih terbatasnya periode observasi yang
ada. Namun, jika CRR maupun BGCRR dapat diterapkan dan berjalan secara berkelanjutan, analisis
time series semakin mungkin dilakukan seiring dengan semakin bertambahnya panjang data historis
yang dapat dianalisis.


LPPS 2012

125

LAMPIRAN 2 (L.2.)

IKHTISAR KETENTUAN
A. Ketentuan yang disusun oleh Departemen Perbankan Syariah
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/6/PBI/2012 tanggal 18 Juni 2012 tentang Uji Kemampuan
dan Kepatutan (Fit & Proper) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dan peraturan
pelaksanaannya Surat Edaran Nomor 14/25/DPbS tanggal 12 September 2012 tentang Uji
Kemampuan dan Kepatutan Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Tujuan : Dalam rangka meningkatkan kepercayaan dan perlindungan kepada masyarakat
terhadap industri perbankan, perlu dipastikan bahwa pengelolaan bank syariah
dilakukan oleh pihak yang mampu dan patut (Fit and Proper) sehingga pengelolaan
bank syariah dilakukan sesuai dengan tatakelola yang baik (good governance).
Ikhtisar :
Jenis uji kemampuan dan kepatutan fit and proper (FPT) dalam ketentuan ini meliputi 2 (dua)
macam yaitu:
a. Uji kemampuan dan kepatutan (FPT New Entry) yang harus dipenuhi oleh calon PSP, calon
anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi BUS dan BPRS, calon Direktur UUS yang
telah ditetapkan sejak awal hanya akan menjabat sebagai Direktur UUS, dan calon pemimpin
KPwBA.
b. Uji kemampuan dan kepatutan (FPT Existing) terhadap PSP, anggota Dewan Komisaris,
anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif BUS dan BPRS, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif
UUS, dan pemimpin KPwBA yang terindikasi memiliki permasalahan integritas, kelayakan
keuangan, reputasi keuangan dan/atau kompetensi. Uji kemampuan dan kepatutan (FPT
Existing) dilakukan setiap saat berdasarkan bukti, data dan informasi yang diperoleh dari
hasil pengawasan (off site supervision dan/atau on site supervision) maupun informasi
lainnya yang diperoleh Bank Indonesia.
Faktor yang dinilai dalam Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) adalah:
a. Integritas dan Kelayakan Keuangan untuk Pemegang Saham Pengendali (PSP).
b. Integritas, Kompetensi dan Reputasi Keuangan untuk anggota Dewan Komisaris, anggota
Direksi, Direktur UUS, Pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing, dan Pejabat Eksekutif.
Terdapat pengetatan sanksi dan konsekuensi Tidak Lulus dibandingkan dengan ketentuan
sebelumnya, sebagai berikut:
a. Jangka waktu sanksi tidak dikaitkan dengan dampak perbuatan pihak yang dinilai terhadap
kerugian yang berpengaruh pada permodalan, keuntungan dan/atau potensi kerugian bank
syariah namun dikaitkan dengan jenis dan frekuensi pelanggaran yang dilakukan.
b. Terdapat peningkatan jangka waktu sanksi bagi pihak yang Tidak Lulus yang tidak mematuhi
konsekuensinya.
Dalam hal terdapat pihak-pihak yang ditetapkan predikat Tidak Lulus setelah menjalani uji
kemampuan dan kepatutan (FPT) maka dilarang menjadi:
a. pemegang saham lebih dari 10% (sepuluh persen) dan/atau PSP pada seluruh Bank Syariah.
b. pemegang saham pada Bank Umum Konvensional atau Bank Perkreditan Rakyat.
c. anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, Direktur UUS, Pejabat Eksekutif, atau pemimpin
Kantor Perwakilan Bank Asing pada industri perbankan dalam jangka waktu tertentu.
LPPS 2012

126

Pihak-pihak yang telah ditetapkan predikat Tidak Lulus dapat kembali menjadi PSP, anggota
Dewan Komisaris, anggota Direksi, Direktur UUS, dan Pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing
apabila telah menjalani sanksi dan jangka waktu sanksi telah dilalui serta telah menjalani Uji
Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) terlebih dahulu.
LPS sebagai pengendali dari bank yang diselamatkan/ditangani tidak harus melalui Uji
Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) namun calon anggota Dewan Komisaris, calon
anggota Direksi dan calon Direktur UUS yang akan diangkat LPS wajib mengikuti Uji Kemampuan
dan Kepatutan (Fit And Proper Test).
Perbedaan mekanisme Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) bagi calon anggota
Dewan Komisaris, calon anggota Direksi dan calon Direktur UUS pada bank dalam
penyelamatan/penanganan LPS, yaitu persetujuan Bank Indonesia diberikan dalam 2 tahap yaitu:
tahap 1 merupakan persetujuan sementara dan tahap 2 merupakan persetujuan akhir.
Pada saat Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku, beberapa ketentuan dibawah ini dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku:
a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/31/PBI/2009 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan
(Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah;
b. ketentuan dalam Pasal 8 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah; dan
c. ketentuan dalam Pasal 58 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/20/PBI/2012 tanggal 17 Desember 2012 tentang
Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/24/PBI/2009 tentang Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah;
Tujuan : Ketentuan ini merupakan penyempurnaan PBI tentang Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek yang telah diterbitkan tahun 2009 dengan latar belakang karena kondisi
makro ekonomi dan stabilitas sektor keuangan serta kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan saat ini semakin membaik, sehingga dilakukan penyesuaian
persyaratan bank penerima Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS).
Ikhtisar :
Penyempurnaan ketentuan terutama terkait dengan:
a. persyaratan Bank yang dapat mengajukan permohonan,
b. persyaratan tentang agunan,
Bank yang dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh FPJPS adalah Bank Umum Syariah
(BUS) yang mengalami kesulitan jangka pendek, memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum (KPMM) paling rendah 8% dan modal sesuai dengan profil risiko bank, serta memiliki
agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya mencukupi.
Yang dapat dijadikan agunan FPJPS adalah:
a. Agunan yang berkualitas tinggi berupa surat berharga, meliputi:
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Surat Berharga yang diterbitkan badan hukum lain dengan persyaratan tertentu
yang ditetapkan Bank Indonesia (Obligasi Korporasi).
b. Agunan aset Pembiayaan yang hanya dapat dijadikan agunan apabila Bank tidak mempunyai
surat-surat berharga yang mencukupi atau Bank tidak memiliki surat-surat berharga yang
LPPS 2012

127

dapat diagunkan. Kriteria aset Pembiayaan yang berkualitas tinggi yaitu memenuhi
persyaratan:
Kualitas tergolong Lancar selama 12 (dua belas) bulan terakhir berturut-turut;
Bukan merupakan Pembiayaan konsumsi kecuali pembiayaan pemilikan rumah;
Pembiayaan dijamin dengan agunan tanah dan/atau bangunan dengan nilai paling
rendah 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon Pembiayaan;
Bukan merupakan Pembiayaan kepada pihak terkait;
Pembiayaan belum pernah direstrukturisasi;
Sisa jangka waktu jatuh tempo Pembiayaan paling singkat 12 (dua belas) bulan dari
saat persetujuan FPJPS;
Baki debet (outstanding) Pembiayaan tidak melebihi batas maksimum penyaluran
dana pada saat diberikan dan tidak melebihi plafon Pembiayaan;
Memiliki perjanjian Pembiayaan dan pengikatan agunan yang mempunyai
kekuatan hukum.
Haircut aset Pembiayaan yang dapat dijadikan agunan FPJPS paling kurang 200% (dua ratus
persen) dari plafon FPJPS.
Bank Indonesia menghentikan pencairan FPJPS dan/atau mengakhiri perjanjian FPJPS sebelum
jatuh waktu dalam hal terjadi pelanggaran persyaratan FPJPS oleh Bank. Penghentian pencairan
FPJPS dan/atau pengakhiran perjanjian FPJPS yang disebabkan karena pelanggaran persyaratan
agunan FPJPS dilakukan setelah Bank tidak dapat melakukan penggantian/penambahan agunan
FPJPS atau Bank telah melakukan penggantian/penambahan agunan FPJPS namun tetap tidak
dapat memenuhi persyaratan agunan FPJPS.
Bank wajib menyampaikan laporan daftar aset Pembiayaan yang memenuhi persyaratan untuk
menjadi agunan FPJPS kepada Bank Indonesia setiap 6 (enam) bulan sekali yaitu untuk posisi
akhir bulan Juni dan Desember, paling lambat tanggal 15 (lima belas) setelah posisi akhir bulan
bersangkutan. Untuk pertama kalinya laporan daftar aset Pembiayaan disampaikan untuk posisi
bulan Juni 2013. Bank dapat menyampaikan laporan nihil apabila tidak memiliki aset Pembiayaan
yang memenuhi persyaratan sebagai agunan FPJPS atau tidak mengalokasikan aset Pembiayaan
sebagai agunan untuk mengantisipasi kebutuhan FPJPS.
Bank Indonesia (BI) akan mendebet rekening giro Rupiah Bank penerima FPJPS di BI dalam hal:
a. FPJPS jatuh tempo (pendebetan sebesar nilai pokok dan imbalan FPJPS);
b. FPJPS belum jatuh tempo namun saldo rekening giro Bank di Bank Indonesia melebihi
kewajiban GWM (pendebetan paling tinggi sebesar nilai pokok FPJPS yang telah diterima
Bank); dan/atau
c. FPJPS diakhiri sebelum perjanjian jatuh tempo (pendebetan sebesar nilai pokok dan imbalan
FPJPS).
Dalam rangka pengawasan terhadap penggunaan FPJPS, Bank wajib menyampaikan Bank kepada
Bank Indonesia berupa laporan mengenai penggunaan FPJPS, kondisi likuiditas Bank, pemantauan
pemenuhan persyaratan FPJPS dan persyaratan agunan FPJPS pada setiap akhir hari kerja dan
rencana tindak perbaikan (action plan) untuk mengatasi kesulitan likuiditas paling lama 5 (lima)
hari kerja setelah pencairan FPJPS.
LPPS 2012

128

3. Surat Edaran Nomor 14/7/DPbS tanggal 29 Februari 2012 tentang Produk Qardh Beragun Emas
bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah;
Tujuan : Penerbitan SE ini karena adanya perkembangan produk Qardh Beragun Emas yang
sangat pesat sebagai dampak dari diterbitkannya Fatwa dewan Syariah Nasional
No. 79/DSN-MUI/III/2011 tanggal 8 Maret 2011 perihal Qardh dengan
Menggunakan Dana Nasabah, yang berpotensi meningkatkan risiko bagi perbankan
syariah. Penerbitan SE ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi perbankan
syariah dalam menjalankan produk Qardh Beragun Emas, yang merupakan
pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia No.10/17/PBI/2008 tentang Produk
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Ikhtisar :
Ketentuan ini berlaku untuk Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS).
Qardh Beragun Emas adalah salah satu jenis pembiayaan dengan menggunakan akad qardh
dengan agunan berupa emas yang diikat dengan akad rahn, dimana emas yang diagunkan
disimpan dan dipelihara oleh Bank Syariah atau UUS selama jangka waktu tertentu dengan
membayar biaya penyimpanan dan pemeliharaan atas dasar akad ijarah.
Produk Qardh Beragun Emas memiliki karakteristik (fitur) sebagai berikut:
a. Tujuan penggunaan adalah untuk membiayai keperluan dana jangka pendek atau tambahan
modal kerja jangka pendek untuk golongan nasabah Usaha Mikro dan Kecil (UMK).
b. Akad yang digunakan adalah akad qardh (untuk pengikatan pinjaman dana yang disediakan
Bank Syariah atau UUS kepada nasabah), akad rahn (untuk pengikatan emas sebagai agunan
atas pinjaman dana) dan akad ijarah ( untuk pengikatan pemanfaatan jasa penyimpanan dan
pemeliharaan emas sebagai agunan pinjaman dana).
c. Biaya yang dapat dikenakan oleh Bank Syariah atau UUS kepada nasabah antara lain biaya
administrasi, biaya asuransi, dan biaya penyimpanan dan pemeliharaan.
d. Sumber dana dapat berasal dari bagian modal, keuntungan yang disisihkan, dan/atau dana
pihak ketiga.
e. Tujuan penggunaan dana oleh nasabah wajib dicantumkan secara jelas pada formulir aplikasi
produk.
f. Emas yang akan diserahkan sebagai agunan Qardh Beragun Emas harus sudah dimiliki oleh
nasabah pada saat permohonan pembiayaan diajukan.
Bank Syariah dan UUS dalam menjalankan produk Qardh Beragun Emas wajib memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. Mengajukan permohonan izin terlebih dahulu kepada Bank Indonesia.
b. Memiliki kebijakan dan prosedur (Standard Operating Procedure/SOP) tertulis secara
memadai, termasuk penerapan manajemen risiko.
LPPS 2012

129

c. Jumlah portofolio Qardh Beragun Emas Bank Syariah pada setiap akhir bulan paling banyak
adalah jumlah terkecil antara 20% dari jumlah seluruh pembiayaan yang diberikan atau 150%
dari modal bank (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum/KPMM) dan untuk UUS, sebesar
20% dari jumlah seluruh pembiayaan yang diberikan.
d. Jumlah pembiayaan paling banyak sebesar Rp250.000.000,00 untuk setiap nasabah, dengan
jangka waktu paling lama 4 bulan dan dapat diperpanjang paling banyak 2 kali. Khusus untuk
nasabah UMK dapat diberikan pembiayaan paling banyak sebesar Rp50.000.000,00, dengan
jangka waktu paling lama 1 tahun dengan angsuran setiap bulan dan tidak dapat
diperpanjang.
e. Jumlah pembiayaan dibandingkan dengan nilai agunan atau Financing to Value (FTV) paling
banyak 80% dari rata-rata harga jual emas 100 gram dan harga beli kembali (buyback) emas
PT. ANTAM (Persero) Tbk.
f. Bank Syariah atau UUS wajib menjelaskan secara lisan atau tertulis (transparan) kepada
nasabah antara lain karakteristik produk (antara lain fitur, risiko, manfaat, biaya, persyaratan,
dan penyelesaian apabila terdapat sengketa) dan hak dan kewajiban nasabah termasuk
apabila terjadi eksekusi agunan emas.
Bank Syariah dan UUS yang menjalankan produk Qardh Beragun Emas sebelum memperoleh zin
dari BI dikenakan sanksi teguran tertulis dan denda uang, dan bagi Bank Syariah atau UUS yang
menjalankan produk Qardh Beragun Emas yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
SE dapat dikenakan sanksi berupa penghentian produk tersebut.
Bagi Bank Syariah atau UUS yang telah telah menjalankan produk Qardh Beragun Emas sebelum
berlakunya SE ini wajib menyesuaikan:
a. Kebijakan dan prosedur dengan mengacu pada karakteristik dan fitur produk Qardh Beragun
Emas paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak berlakunya SE ini.
b. Jumlah portofolio Qardh Beragun Emas, jumlah dan jangka waktu pembiayaan setiap
nasabah, dan FTV paling lama 1 tahun terhitung sejak berlakunya SE ini.
4. Surat Edaran Nomor 14/16/DPbS tanggal 31 Mei 2012 tentang Produk Pembiayaan
Kepemilikan Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah;
Tujuan : Penerbitan SE ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi Bank Umum Syariah,
Unit Usaha Syariah, dan BPRS dalam menjalankan produk Kepemilikan Emas (PKE)
dalam rangka meningkatkan kehati-hatian bank yang menyalurkan produk PKE.
Ikhtisar :
Pembiayaan Kepemilikan Emas (PKE) adalah pembiayaan untuk kepemilikan emas dengan
menggunakan akad murabahah. Objek PKE meliputi emas lantakan (batangan) dan/atau
perhiasan. Agunan PKE adalah emas yang dibiayai oleh Bank Syariah atau UUS. Pokok-pokok yang
diatur dalam Pembiayaan Kepemilikan Emas (PKE) adalah sebagai berikut :
a. Bank Syariah atau UUS wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis secara memadai.
LPPS 2012

130

b. Agunan PKE adalah emas yang dibiayai oleh Bank Syariah atau UUS yang diikat secara
gadai, disimpan secara fisik di Bank Syariah atau UUS, dan tidak dapat ditukar dengan
agunan lain.
c. Bank Syariah atau UUS dilarang mengenakan biaya penyimpanan dan pemeliharaan atas
emas yang digunakan sebagai agunan PKE.
d. Jumlah PKE setiap nasabah ditetapkan paling banyak sebesar Rp150.000.000,00. Nasabah
dimungkinkan untuk memperoleh PKE dan Qardh Beragun Emas secara bersamaan,
dengan jumlah saldo secara keseluruhan paling banyak Rp250.000.000,00 dan jumlah saldo
untuk PKE paling banyak Rp150.000.000,00.
e. Uang muka PKE paling rendah 20% untuk emas lantakan (batangan) dan paling rendah
sebesar 30% untuk emas perhiasan.
f. Jangka waktu PKE paling singkat 2 tahun dan paling lama 5 tahun.
g. Pembayaran PKE dilakukan dengan cara angsuran dalam jumlah yang sama setiap bulan.
Pelunasan dipercepat dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
paling singkat 1 tahun setelah akad pembiayaan berjalan;
nasabah wajib membayar seluruh pokok dan margin (total piutang) dengan
menggunakan dana yang bukan berasal dari penjualan agunan emas; dan
nasabah dapat diberikan potongan atas pelunasan dipercepat namun tidak boleh
diperjanjikan dalam akad.
h. Apabila nasabah tidak dapat melunasi PKE pada saat jatuh tempo dan/atau PKE
digolongkan macet maka agunan dapat dieksekusi oleh Bank Syariah atau UUS setelah
melampaui 1 tahun sejak tanggal akad PKE. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan dengan
sisa kewajiban nasabah sebagai berikut:
apabila hasil eksekusi agunan lebih besar dari sisa kewajiban nasabah maka selisih
lebih tersebut dikembalikan kepada nasabah; atau
apabila hasil eksekusi agunan lebih kecil dari sisa kewajiban nasabah maka selisih
kurang tersebut tetap menjadi kewajiban nasabah.
i. Bank Syariah atau UUS harus menjelaskan secara lisan dan tertulis karakteristik produk PKE
terkait: persyaratan calon nasabah; biaya-biaya yang akan dikenakan; besarnya uang muka
yang harus dibayar nasabah; tata cara pelunasan dipercepat; tata cara penyelesaian
apabila terjadi tunggakan angsuran atau nasabah tidak mampu membayar; konsekuensi
apabila terjadi tunggakan angsuran atau nasabah yang tidak mampu membayar; dan hak
dan kewajiban nasabah apabila terjadi eksekusi agunan emas.
Bank Syariah atau UUS yang akan menyalurkan produk PKE harus memperoleh persetujuan
terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Tata cara, persyaratan, dan dokumen dalam rangka
permohonan persetujuan produk PKE mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai produk Bank Syariah dan UUS. Bank Syariah atau UUS wajib melaporkan realisasi
pengeluaran produk PKE paling lama 10 hari setelah dikeluarkannya produk PKE tersebut.
LPPS 2012

131

Bank Syariah dan UUS yang menjalankan produk PKE sebelum memperoleh izin dari BI dikenakan
sanksi teguran tertulis dan denda uang. Bagi Bank Syariah atau UUS yang menjalankan produk
PKE yang tidak sesuai dengan ketentuan dapat dikenakan sanksi berupa penghentian produk PKE
tersebut. Besarnya denda uang apabila bank menjalankan produk PKE sebelum memperoleh
persetujuan dari BI :
Untuk BUS dan UUS, paling banyak sebesar Rp 35.000.000,-
Untuk BPRS, paling banyak sebesar Rp 5.000.000,-
Bagi Bank Syariah atau UUS yang telah telah memperoleh persetujuan BI menjalankan produk
PKE sebelum berlakunya SE ini, maka:
Akad yang telah ada masih tetap berlaku dan tidak dapat diperpanjang; dan
Bank Syariah atau UUS tidak melayani nasabah baru sampai dengan mendapatkan
persetujuan produk PKE dari Bank Indonesia.
5. Surat Edaran Nomor 14/33/DPbS tanggal 27 November 2012 tentang Penerapan Kebijakan
Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan kendaraan Bermotor bagi Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Tujuan : Sebagaimana pada perbankan konvensional, pertumbuhan pembiayaan KPR iB
yang terlalu tinggi pada perbankan syariah dapat mendorong peningkatan harga
aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat
meningkatkan risiko kredit bagi bank yang memiliki eksposur pembiayaan properti
yang besar. Demikian pula untuk pembiayaan KKB iB bahwa pembiayaan KKB iB
yang terlalu ekspansif dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank.
Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dan peningkatan peran perbankan
syariah dalam mendukung pertumbuhan perekonomian nasional melalui
pembiayaan yang produktif maka sebagaimana yang telah diberlakukan untuk
perbankan konvensional, Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS)
perlu menetapkan kebijakan terkait dengan pembiayaan KPR iB dan KKB iB.
Kebijakan dalam pembiayaan KPR iB dan KKB iB pada perbankan syariah dilakukan
dengan tetap memperhatikan karakteristik produk perbankan syariah termasuk
fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI).
Ikhtisar :
Ruang lingkup KPR iB meliputi pembiayaan yang diberikan kepada nasabah perorangan dan tidak
berlaku untuk nasabah perusahaan. Ketentuan ini hanya berlaku untuk KPR iB berupa rumah
tinggal/apartemen/rumah susun yang memiliki luas diatas 70 m
2
, rumah dengan luas bangunan
sama atau kurang dari 70 m
2
tidak termasuk dalam ketentuan ini.
FTV diberlakukan terhadap KPR iB yang menggunakan akad murabahah atau akad istishna,
ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen). Nilai pembiayaan (financing) dihitung
dari harga pokok pembiayaan yang diberikan kepada nasabah sebagaimana tercantum dalam
LPPS 2012

132

akad pembiayaan, sedangkan nilai agunan (value) didasarkan pada penilaian BUS dan UUS pada
saat pengikatan agunan di awal pemberian pembiayaan.
Penyertaan (sharing) BUS atau UUS dalam rangka kepemilikan rumah diberlakukan terhadap KPR
iB dengan skema Musyarakah Mutanaqisah (MMQ). Penyertaan (sharing) BUS atau UUS
ditetapkan paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen) dari harga perolehan rumah. Uang
Jaminan (Deposit) dalam rangka kepemilikan rumah diberlakukan terhadap KPR iB dengan akad
IMBT, ditetapkan paling rendah sebesar 20% (dua puluh persen) dari harga perolehan rumah
yang disewakan kepada nasabah. Uang Jaminan (Deposit) dimaksud akan diperhitungkan sebagai
uang muka pembelian rumah pada saat akad IMBT jatuh tempo dalam hal nasabah mengambil
opsi untuk membeli rumah/bangunan yang dibiayai. Dalam hal nasabah tidak mengambil opsi
untuk membeli rumah/bangunan yang dibiayai, maka Uang Jaminan (Deposit) tersebut
dikembalikan kepada nasabah.
KPR iB dengan skema MMQ dan IMBT dikenakan pengaturan yang lebih ringan dari KPR iB
dengan akad murabahah atau istishna karena mengandung prinsip sharing atas risiko yang
merupakan jiwa ekonomi syariah, mendorong produk MMQ dan IMBT pada perbankan syariah
sehingga tidak didominasi Murabahah. Kebijakan untuk mendorong pembiayaan di luar
Murabahah juga sudah dilakukan antara lain dalam ketentuan penilaian kualitas aktiva dan
restrukturisasi untuk pembiayaan Musyarakah/Mudharabah. Produk MMQ dan IMBT yang
memungkinkan adanya penurunan harga (repricing) pada saat pembiayaan berjalan memberikan
keuntungan kepada nasabah dan bank sehingga produk tersebut menjadi lebih kompetitif.
Pengambilalihan pembiayaan (take over) tidak termasuk dalam cakupan KPR iB yang diatur dalam
ketentuan ini. Untuk pembelian (KPR iB) rumah susun atau apartemen, luas yang digunakan
adalah luas seluruh kesatuan unit (luas kotor). Pembiayaan beragun rumah tinggal selain KPR iB,
tidak termasuk yang diatur dalam ketentuan ini. Apabila nasabah telah memberikan tanda
persetujuan pembiayaan secara tertulis atas Surat Persetujuan Pemberian Pembiayaan yang
diberikan BUS atau UUS sebelum tanggal 1 April 2013, maka pembiayaan tersebut tidak termasuk
yang diatur dalam SE ini.
Yang dimaksud dengan KKB iB meliputi pembiayaan yang diberikan oleh BUS dan UUS kepada
nasabah untuk pembelian kendaraan bermotor, sehingga pembiayaan dengan agunan kendaraan
bermotor tidak termasuk dalam cakupan KKB iB yang diatur dalam ketentuan ini. Pembelian
kendaraan bekas juga termasuk yang diatur dalam ketentuan ini. Channeling adalah pinjaman
yang diberikan dari BUS atau UUS kepada nasabah melalui Perusahaan Pembiayaan yang
bertindak sebagai agen. Dalam pola ini, risiko kredit menjadi risiko bank sehingga ketentuan uang
muka yang diterapkan adalah ketentuan BI. Apabila pembiayaan dilakukan dengan kerjasama
antara BUS atau UUS dengan Perusahaan Pembiayaan dengan pola executing, yaitu pinjaman
yang diberikan dari BUS atau UUS kepada Perusahaan Pembiayaan yang kemudian
diteruspinjamkan kepada nasabah, dimana dalam pola ini risiko kredit menjadi risiko Perusahaan
Pembiayaan seluruhnya, maka ketentuan uang muka yang berlaku adalan ketentuan uang muka
Bapepam-LK.
Yang dimaksud uang muka dalam ketentuan ini tidak termasuk biaya administrasi, asuransi, fee,
komisi atau biaya lain yang tidak merupakan bagian dari pembiayaan tersebut. Bank
LPPS 2012

133

diperkenankan untuk menerima cicilan nasabah memenuhi persyaratan uang muka sesuai
ketentuan. Harga dalam ketentuan ini adalah harga on the road.

B. Ketentuan yang dibuat bersama dengan satuan kerja lainnya di lingkungan Bank Indonesia
Disamping melakukan penyusunan ketentuan dalam rangka mengakomodasi perkembangan
sesuai kondisi perbankan syariah dan/atau dalam rangka memberikan petunjuk pelaksanaan
Peraturan Bank Indonesia, terdapat pula beberapa ketentuan yang disusun oleh satuan kerja
lainnya di Bank Indonesia yang juga berlaku bagi perbankan syariah. Ketentuan yang disusun oleh
satuan kerja lain dimaksud telah mendapatkan masukan dan pertimbangan dari perbankan
syariah, sehingga selain berlaku bagi perbankan konvensional, ketentuan dimaksud berlaku pula
bagi perbankan syariah. Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut :
1. PBI No. 14/8/PBI/2012 tanggal 13 Juli 2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum.
2. PBI No. 14/12/PBI/2012 tanggal 15 Oktober 2012 tentang Laporan Kantor Pusat Bank Umum.
3. PBI No. 14/14/PBI/2012 tanggal 18 Oktober 2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan
Bank.
4. PBI No. 14/17/PBI/2012 tanggal 23 November 2012 tentang Kegiatan Usaha Bank Berupa
Penitipan dengan Pengelolaan (Trustee).
5. PBI No. 14/22/PBI/2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang Pemberian Kredit atau
Pembiayaan dan Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
6. PBI No. 14/26/PBI/2012 tanggal 26 Desember 2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan
Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank.









LPPS 2012

134

Lampiran 3 (L.3.)

Daftar Kegiatan Edukasi Publik di Bidang Perbankan Syariah Tahun 2012

No Lembaga/Instansi/Ormas

Acara Tempat
1 ICDIF LPPI Pelatihan: Financing Analysis of
Islamic Bank, Case Study Micro
Banking
Jakarta
2 ICDIF LPPI Pelatihan: Financing Analysis of
Islamic Bank, Case Study Commercial
Banking
Jakarta
3 ICDIF LPPI Pelatihan: Financing Analysis of
Islamic Bank, Case Study SMeS
Jakarta
4 ICDIF-LPPI Pelatihan Dasar Perbankan Syariah Jakarta
5 STAIN Bengkulu TOT Akuntansi Perbankan Syariah
untuk Dosen dan Mahasiswa S2
Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta
Bengkulu
6 Politeknik Swadharma TOT Akuntansi Perbankan Syariah
untuk Dosen, Guru dan Profesi
Terkait
Tangerang
7 Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Riau
TOT Akuntansi Perbankan Syariah
untuk Akademisi (Dosen, Guru SMA)
dan Wartawan
Pekanbaru
8 Universitas Diponegoro Semarang TOT Perbankan Syariah untuk Dosen
dan Akademisi
Semarang
9 STAI Solok Nan Indah TOT Akuntansi Perbankan Syariah
untuk Dosen dan Guru
Solok, Sumatra Barat
10 Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Wilayah III (Bali & Nusa
Tenggara)
TOT Perbankan Syariah Denpasar
11 ASBISINDO Sulawesi Selatan
Kerjasama dengan KPw Wilayah I
Sulampua
Seminar Nasional Perbankan Syariah
Membangun Kekuatan UMKM
Melalui Perbankan Syariah untuk
Kawasan Timur Indonesia yang Lebih
Baik
Makasar
12 Universitas Islam 45 Bekasi Seminar Temu Ilmiah Regional Bekasi
13 STAIN Pekalongan Seminar Peluang Bisnis Berbasis
Investasi Syariah Peluang,
Tantangan & Prospek Masa Depan
bagi Kalangan Akademisi & Praktisi
Pekalongan
14 Badan Semi Otonom Kelompok
Studi Ekonomi Islam Universitas
Negeri Jakarta
Kuliah Informal Ekonomi Syariah Jakarta
15 Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Jember
Seminar Perbankan Syariah Jember
16 Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Wilayah I (Sulawesi,
TOT Kebanksentralan bagi Dosen,
Topik: Perbankan Syariah
Makasar
LPPS 2012

135

No Lembaga/Instansi/Ormas

Acara Tempat
Maluku, Papua)
17 Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia
Pelatihan dan Seminar Antara
Dakwah dan Tantangan Masa
Depan
Cimacan, Jawa Barat
18 Kelompok Studi Ekonomi Islam
FEB Universitas Diponegoro
Sharia Economic Activity Feat Temu
Ilmiah Regional
Semarang
19 Universitas Muhammadiyah
Prof.Dr.Hamka
Seminar Ekonomi Islam
Memperkenalkan Mekanisme Bank
Syariah
Bogor
20 ICDIF-LPPI Seminar Gadai Emas di Bank
Syariah: Antara Investasi dan
Spekulasi
Jakarta
21 Universitas Trisakti Islamic Economic & Finance
Vaganza
Jakarta
22 IAEI Milad IAEI dan Rakernas IAEI Jakarta
22 Teachers Working Group
Indonesia (TWGI)
Seminar Pendidikan Nasional
Menjadi Guru Sukses Mulia
Jakarta
23 FoSSEI UIN Sultan Syarif Kasim
Riau
Temu Ilmiah Nasional XI FoSSEI 2012 Riau
24 Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Gorontalo
Workshop Perbankan Syariah Riba,
Konsep Dasar Perbankan Syariah,
Produk & Akad Bank Syariah dalam
Rangka Festival Ekonomi Syariah
Gorontalo
25 Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Yogyakarta
Seminar / Sosialisasi
Pengembangan dan Kebijakan
Perbankan Syariah serta Inovasi
Produk di BPRS
Jogjakarta
26 Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Wilayah V (Jawa
Tengah & Yogyakarta)
Sarasehan Perbankan Syariah Jawa
Tengah
Pati
27 Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi
Tenggara
Seminar Perbankan Syariah
Penguatan Ekonomi Nasional
Melalui Peran Perbankan Syariah &
Pengembangan UMKM
Kendari
28 Pusat Komunikasi Ekonomi
Syariah
Seminar Internasional Islamic
Economics & Finance Prospect &
Challenges
Yogyakarta
29 Forum Studi Islam FE Universitas
Indonesia
Kuliah Informal Ekonomi Islam 2012
Purifying Economic World and
Accelerating Human Welfare
Jakarta
30 Universitas Trisakti Konferensi Internasional Tahwidi
Methodology Applied to Institution
Market Dynamics for Development
Jakarta
31 Universitas Muhammadiyah
Tangerang
Seminar Ekonomi Syariah
Membangun Sinergitas Industri dan
Perguruan Tinggi dalam
Menghasilkan SDM Integrated Guna
Menumbuhkembangkan Ekonomi
Tangerang
LPPS 2012

136

No Lembaga/Instansi/Ormas

Acara Tempat
Syariah
32 Dewan Pimpinan Pusat Majelis
Dakwah Islamiyah (DPD MDI)
Seminar Peran Ekonomi Islam
dalam Memajukan Perekonomian
Nasional
Bandung
33 Universitas Muhammadiyah
Jember
Seminar Peranan Perbankan
Syariah dalam Dinamika
Perkembangan Perekonomian
Nasional
Jember
34 Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Purwokerto
Sarasehan Perbankan Syariah Banyumas
35 Universitas Gunadarma Gunadarma Sharia Economic Event Jakarta
36 LDK Al Arief Perbanas Institute Islamic Economic Highlights Jakarta
37 Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta
Festival Ekonomi Syariah Yogyakarta
38 ICDIF-LPPI Pelatihan Course on Sukuk and
Islamic Capital Market
Jakarta
39 Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Kediri
Workshop Pemahaman &
Pendalaman Prinsip Syariah
Kediri
40 Universitas Ibnu Khaldun Bogor Seminar Ekonomi Islam Optimalisasi
Peran Ekonomi Islam terhadap
Kesejahteraan Masyarakat
Bogor
41 LPPM SEBI Kampus STEI SEBI International Conference on Islamic
Finance and Investment Summit
Global Update on Islamic Micro
Finance and Retail Banking
Bandung
42 Universitas Bandar Lampung Seminar Nasional Eksistensi
Perbankan Syariah Indonesia dan
Penyelesaian Sengketanya di
Indonesia
Bandar Lampung
43 Universitas Padjajaran Bandung Seminar Ekonomi Syariah 2012
Indonesia Goes to Islamic
Macrofinance Center
Bandung
44 Universitas Islam Malang Seminar Nasional Meningkatkan
Peran Akuntansi Keuangan Syariah &
Hukum dalam Penguatan
Pertumbuhan Ekonomi Syariah
Malang
45 ASBISINDO Sulawesi Selatan Pendidikan Dasar Perbankan Syariah Makasar
46 Asosiasi Dana Pensiun Indonesia Seminar Strategi Investasi di
Reksadana, Saham, dan Produk
Perbankan Syariah bagi Dana
Yogyakarta
LPPS 2012

137

No Lembaga/Instansi/Ormas

Acara Tempat
Pensiun
47 Universitas Mercubuana Seminar Ekonomi Syariah dalam Al
Faruq Fair Kebijakan
Pengembangan Industri Keuangan
Syariah
Jakarta
48 FoSSEI Jabodetabek Workshop Ekonomi Islam dan Temu
Ilmiah Regional (TEMILREG) 2012
Bekasi
47 KSEI Universitas Diponegoro Sharia Economic Activity Feat Temu
Ilmiah Regional 2012 Membangun
Kemakmuran dengan Ekonomi
Islam
Semarang

48 Universitas Islam As Syafiiyah Seminar Nasional Perkembangan
Perbankan Syariah di Indonesia
Jakarta
49 ASBISINDO Lampung Pelatihan Akuntansi Lembaga
Keuangan Syariah se- Sumatra
Bandar Lampung
50 Universitas Pendidikan Indonesia Sharia Economics Festival &
Musyawarah Nasional X FoSSEI
Mengentaskan Kemiskinan dengan
Ekonomi Islam
Bandung
51 Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Wilayah XI (Sumatera
Utara & Aceh)
Pelatihan Wartawan Ekonomi dan
Bisnis Sumatra Utara Operasional
Perbankan Syariah
Samosir
52 ASBISINSO DPW Solo Raya Sosialisasi Perbankan Syariah dalam
Muzarakah Ulama se Solo Raya
Menjadikan Bank Syariah Pilihan
Umat
Solo
53 Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Wilayah IV (Jawa
Timur)
Sosialisasi Perbankan Syariah dan
Seminar
Mojokerto
54 Musyawarah Guru Perbankan
Syariah
Sosialisasi SMK Perbankan Syariah
beserta Tamatannya
Jakarta
56 Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah Maluku
Maluku Utara Expo dan Seminar Ternate
57 Direktorat Jenderal
Pengembangan Ekspor Nasional
Penerbitan Buku Made in Indonesia
Product Catalogue
Jakarta
58 PIPEBI Penerbitan Buletin INSANI Jakarta
59 Dewan Syariah Nasional MUI Penerbitan Direktori Resmi Syariah
Indonesia
Jakarta
60 Sekretaris Daerah Jambi Penerbitan Buku Peluang & Promosi
Investasi Provinsi Jambi
Jambi
61 Gubernur Sumatra Utara Penerbitan Buku
62 Lembaga Penerbitan Trisakti Penerbitan Buku Produk Perbankan
Syariah
Jakarta
63 CIMB Niaga Buku Saku Perbankan Syariah Jakarta
64 Universitas Padjajaran Bandung Penerbitan Buku Album 5 Dekade
Unpad dari Masa ke Masa
Bandung
LPPS 2012

138

No Lembaga/Instansi/Ormas

Acara Tempat
65 Dewan Syariah Nasional MUI Penerbitan Buku Kerja dan Kalender
Tahun 2013
Jakarta
66 MUI Wadah Musyawarah
Ulama Suama dan Cendekiawan
Muslim
Penerbitan Buku Kerja dan Kalender
Tahun 2013
Jakarta

No Lembaga/Instansi/Ormas

Acara Tempat
1 ICDIF - LPPI Pelatihan Dasar Perbankan
Syariah
Jakarta
2 Kajian muslimah Al Jannah Kajian Muslimah
Pegawai/Karyawati
Jakarta
3 Universitas Azzahra, Kampus
Unggulan, Jakarta
Training of Trainers bagi dosen-
dosen Perguruan Tinggi Fakultas
Ekonomi & Guru-guru SMK
Perbankan Syariah se DKI
Jakarta
Jakarta
4 HMJA FE UII Seminar Akuntansi Syariah Yogyakarta
5 STIE Riau Seminar internasional
"Membangun Ekonomi Islam"
Riau
6 Universitas Hasanuddin
Makassar
TOT Perbankan Syariah bagi
para dosen dan S2 dan S3
Makassar
7 Kunjungan - Universitas Bakrie Sosialisasi Perbankan Syariah
untuk Mahasiswa
Jakarta
8 HCDC - Bank Indonesia Pelatihan Dasar Perbankan
Syariah bagi Pegawai BI
Jakarta
9 KBI Medan Seminar Sehari Perbankan
Syariah bagi stakeholder
perbankan syariah, dalam
kegiatan Gebyar Ekonomi
Syariah dalam rangka Pekan
Raya Sumatera Utara ke 40
Medan
10 FAK. Ekonomi - Universitas
Padjadjaran (UNPAD)
TOT Akuntansi Perbankan
Syariah bagi para dosen
Akuntansi dan S2 dan S3
Bandung
11 Politeknik Negeri Bandung TOT Perbankan Syariah bagi
para dosen dan S2 dan S3
Bandung
12 LDK Al Arief Institut Keuangan
PERBANAS
Informal Class on Islamic
Economics (ICIE) Jabodetabek
2011
Jakarta
13 ASBISINDO - MES Makassar PDPS Angkatan I Makassar
14 Forum Studi Islam (FSI) FE UI

Syariah Economic Days
15 Kajian muslimah Al Jannah Kajian Muslimah
Pegawai/Karyawati
Jakarta
LPPS 2012

139

No Lembaga/Instansi/Ormas

Acara Tempat
16 Politeknik Negeri Medan Training of Trainers Perbankan
Syariah bagi para dosen
Medan
17 KBI Medan Sosialisasi ketentuan Bank
Syariah bagi Direksi/Komisaris
BPRS
Medan
18 Universitas Udayana Bali Sosialisasi Perbankan Syariah Denpasar
19 STAI Haji Agus Salim, Cikarang Training of Trainers Perbankan
Syariah bagi para dosen
Cikarang
20 BSO KSEI Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Jakarta
Sharia Economics Informal
Study (SEIS)
Jakarta
21 DPU Workshop Perbankan Syariah
bagi pelaku usaha
Sukabumi
22 Direktorat Penelitian &
Pengaturan Perbankan (DPNP)
Seremonial Kampanye Gerakan
Indonesia Menabung
TabunganKu di malang
Malang
23 KBI Kupang Sosialisasi Perbankan Syariah
kepada pengusaha, akademisi,
dll.
Kupang
24 KBI Malang Workshop Perbankan Syariah
untuk ulama di wilayah Malang
dan Sekitarnya
Pasuruan
25 Basis Sharia Economics
Campus Universitas
Muhammadiyah Jakarta (Base
Camp UMJ)
Seminar Ekonomi Syariah
Nasional 2011 (SEASON 11)
dengan tema Optimalisasi
Pembiayaan Syariah Sektor
Agribisnis dalam Meningkatkan
Swasembada Pangan Nasional
Jakarta
26 Kunjungan - Politeknik Negeri
Bandung
Sosialisasi Perbankan Syariah
untuk Mahasiswa
Jakarta
27 BEM Fakultas Syariah Institut
Agama Islam Ibrahimy
Situbondo
Pekan Ilmiah Syariyyah Tahun
2011
Situbondo
28 ICDIF - LPPI Seminar Nasional dengan tema
Menuju Indonesia sebagai
Trend Setter Perbankan Syariah
Global

29 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Seminar & Lokakarya Nasional
Reorientasi Pembidangan Ilmu
Ekonomi Islam
Yogyakarta
30 Yayasan Masduqie Ali Halaqoh Kyai Muda Cirebon
31 HCDC - Bank Indonesia Pelatihan Dasar Perbankan
Syariah bagi Pegawai BI
Jakarta
32 Kunjungan - IAIN Raden Intan
Lampung
Sosialisasi Perbankan Syariah
untuk Mahasiswa
Jakarta
33 KBI Kediri Workshop Perbankan Syariah Kediri
LPPS 2012

140

No Lembaga/Instansi/Ormas

Acara Tempat
bagi para ulama dan wilayah
Kediri dan sekitarnya
34 Institut Keuangaan Perbankan
dan Informatika PERBANAS
Jakarta
Workshop Perbankan Syariah
bagi Kepala Sekolah & Guru
SMA & SMK
Bogor
35 Direktorat Pengedaran uang -
Biro Kebijakan Pengedaran
uang (DPU - BKPU)
Workshop Perbankan Syariah
bagi Kepala Sekolah & Guru
SMA & SMK Se-Kab/Kota
Sukabumi
Sukabumi
36 Kunjungan - FE Universitas
Lampung
Sosialisasi Perbankan Syariah
untuk Mahasiswa
Jakarta
37 Direktorat Pengedaran uang -
Biro Kebijakan Pengedaran
uang (DPU - BKPU)
Workshop Perbankan Syariah
bagi Kepala Sekolah & Guru
SMA & SMK Se-Kab/Kota
Sukabumi
Sukabumi
38 Institut Keuangaan Perbankan
dan Informatika PERBANAS
Jakarta
Workshop Perbankan Syariah
bagi Kepala Sekolah & Guru
SMA & SMK
Banjarmasin
39 Kunjungan - UIN Sunan
Gunung Jati Bandung
Sosialisasi Perbankan Syariah
untuk Mahasiswa
Jakarta
40 Program Pasca Sarjana
Universitas Indonesia
Sosialisasi Perbankan Syariah Jakarta
41 DPU Sosialisasi Program Kerja Bank
Indonesia
Kudus
42 KBI Gorontalo Sosialisasi Perbankan Syariah Gorontalo
43 KBI Makassar Seminar Nasional 2011: "Isu2
terbaru Perkembangan
Perbankan Syariah di Indonesia
yang meliputi regulasi,
perkembangan terkini dan
tantangan kedepan Perbankan
Syariah"
Makassar
44 KBI Serang Expo Banten 2011 Serang
45 Universitas Negeri Jakarta ISC 2011 Jakarta
46 BSO KSEI FE UNJ Seminar Nasional Ekonomi
Syariah-Optimalisasi Pendidikan
dalam Memajukan Ekonomi
Islam di Indonesia 22-23/10/11
Jakarta
47 KBI Sibolga Sosialisasi/Seminar Perbankan
Syariah bagi para mubaligh
Sibolga
48 Kunjungan - SMK Kapin 2 Sosialisasi Perbankan Syariah
untuk Siswa SMK
Jakarta
49 Jurnalis Ekonomi Syariah Seminar Economic Outlook 2012
tema Membaca Peluang dan
Tantangan Industri Syariah
Jakarta
LPPS 2012

141

No Lembaga/Instansi/Ormas

Acara Tempat
50 Direktorat Pengelolaan
Moneter - BI
Sosialisasi Perbankan Syariah Bandung
51 STAIN Bukittinggi Training of Trainers Perbankan
Syariah bagi para dosen
Bukittinggi
52 UIN Ar Raniri, Banda Aceh Seminar Perbankan Syariah Banda Aceh
53 STAIN Ponorogo Sosialisasi Perbankan Syariah Ponorogo
54 Masyarakat Ekonomi Syariah
(MES)
Munas II MES Jakarta
55 ASBISINDO DPW Jabodetabek Muskerwil Jakarta
56 Badan Pengurus Himpunan
Mahasiswa Jurusan Ilmu
Ekonomi
Fakultas Ekonomi Universitas
Trisakti
Seminar Nasional dengan tema
Potensi Lembaga keuangan
Syariah dalam Mensejahterakan
Perekonomian Masyarakat
Jakarta
57 BSO KSEI FE UNJ sharia economics informal study
(SEIS) UNJ
Jakarta
58 Direktorat Pengedaran uang -
Biro Kebijakan Pengedaran
uang (DPU - BKPU)
Peringatan Hari jadi ke-429
Kabupaten Banyumas
Banyumas
59 Direktorat Pengedaran uang -
Biro Kebijakan Pengedaran
uang (DPU - BKPU)
Workshop / TOT Guru di Pasir
Muncang
Sukabumi
60 DPP PER GUJI melalui Humas -
Jakarta
Workshop Pemberdayaan
Ekonomi Kerakyatan
Jakarta
61 Economic Sharia Training
Center (ESTC) - RIAU
Short Course Pekanbaru
62 Fossei IAIN Raden Fatah
Palembang
Seminar Nasional dan Rapat
Kerja
Palembang
63 Fossei Univ Lambung
Mangkurat
Temilnas X Fossei
64 Himpunan Mahasiswa
Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Pasundan (HIMAK
FE-UNPAS)
Latihan Kepemimpinan Nasional
& Seminar nasional SAK
Bandung
65 ICDIF - LPPI Pelatihan Akad dan Aspek Legal
Syariah bagi para Notaris
Padang
66 Ikatan Kenoktariatan
Universitas Indonesia Andalas -
Padang
Seminar Penerapan Prinsip
Syariah
Padang
67 KBI Palangkaraya Sosialisasi Palangkaraya
68 Majelis Ulama Indonesia (MUI) Penerbitan agenda kerja dan
kalender MUI tahun
1432H/2012M
Jakarta
69 Paramadina Islamic
Management Institute (PIMI)
Jakarta Muslim Executive Forum
(JMEF)
Jakarta
LPPS 2012

142

No Lembaga/Instansi/Ormas

Acara Tempat
70 Program Pascasarjana Islamic
Economics and Finance,
Trisakti
The 8th International
Conference 2011
Jakarta
71 STAI Raden Rahmat Malang Seminar Nasional Malang
72 STEI SEBI 5th Gebyar Ekonomi Syariah Jakarta
73 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
(SM/IS)
Islamic banking training Yogyakarta
74 Universitas Diponegoro
Semarang
Kuliah Umum Semarang
75 Universitas Muslim Indonesia
Makassar
Pelaksana Musabaqoh Tilawatil
Quran Mahasiswa Nasional
(MTQMN) XII 2011
Makassar
76 Dewan Syariah Nasional MUI Penerbitan Direktori Resmi
Syariah Indonesia
Jakarta
77 Mabes TNI Penerbitan Buku Agenda Kerja
Puspen TNI Tahun 2011
Jakarta
78 IPHI Penerbitan Buku Informasi Haji
dan Umroh
Jakarta






LPPS 2012

I 143

Lampiran 4 (L.4)
INDIKATOR PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH
Keterangan 2008 2009 2010 2011 March-12 Jun-12 Sept-11 Dec-12
JARINGAN KANTOR
Jumlah Bank (KP) 163 169 190 190 190 191 191 193
Bank Umum
Syariah (BUS)
5 6 11 11 11 11 11 11
Unit Usaha
Syariah (UUS)
27 25 24 24 24 24 24 24
BPRS 131 138 155 155 155 156 156 158
Jaringan Kantor
(KP+KC+KCP+KK)
***)
1069 1258 2101 2101 2260 2377 2536 2663
Bank Umum
Syariah (BUS)
581 711 1401 1401 1460 1529 1650 1745
Unit Usaha
Syariah (UUS)
241 287 336 336 427 470 500 517
BPRS

247 260 364 364 373 378 386 401
Rincian Jaringan
Kantor (BUS +
UUS)
822 1001 1477 1737 1887 1999 2150 2262
KP 32 31 34 35 35 35 35 35
KC 273 339 421 456 469 483 507 524
LPPS 2012

I 144

KCP 283 344 778 976 1114 1215 1338 1434
KK 234 287 244 270 269 266 270 269
KEUANGAN BUS UUS
Total Aset 49.555.122 66.089.967 97.519.337 145.466.672 151.862.499 155.412.454 168.660.314 195.017.755
Total Aset Perb.
Nasional (Miliar)
****
2.310.557 2.534.106 3.008.853 3.652.832 3.708.726 3.891.116 4.009.368 4.262.587
Share dgn total
perbankan****
2,14% 2,72% 3,24% 3,98% 4,09% 3,99% 4,21% 4,58%
Pembiayaan Yang
Diberikan
38.198.724 46.886.354 68.181.050 102.655.215 104.238.607 117.592.355 130.357.469 147.505.141
Total Kredit Perb.
Nasional (Miliar)
****
1.307.688 1.437.930 1.765.845 2.200.094 2.282.724 2.470.380 2.573.056 2.725.674
Share dgn total
perbankan****
2,92% 3,26% 3,86% 4,67% 4,57% 4,76% 5,07% 5,41%
Jumlah Rekening 597.398 686.535 865.920 1.399.330 1.540.644 1.733.215 2.101.738 2.512.295
Mudharabah 6.208.034 6.596.864 8.630.980 10.228.868 10.039.162 10.903.609 11.359.341 12.022.575
Musyarakah 7.411.833 10.411.702 14.623.899 18.960.206 19.503.311 22.297.801 24.480.694 27.666.938
Piutang
Murabahah
22.486.186 26.320.737 37.507.956 56.364.516 59.165.088 67.752.066 77.153.044 88.004.167
Piutang Salam - - - - - - -
LPPS 2012

I 145

Piutang Istishna 368.758 422.776 346.771 325.878 312.465 322.490 361.072 376.235
Piutang Qardh 958.515 1.829.430 4.730.878 12.936.750 11.026.055 11.097.159 10.948.823 12.090.295
Ijarah 765.398 1.304.845 2.340.566 3.838.997 4.192.526 5.219.230 6.054.495 7.344.931
Dana pihak ketiga 36.852.148 52.271.295 76.036.387 115.414.645 114.317.691 119.279.417 127.677.684 147.512.319
Total DPK Perb.
Nasional (Miliar)
****
1.753.292 1.973.041 2.338.824 2.784.912 2.825.975 2.955.833 3.049.956 3.225.198
Share dgn total
perbankan****
2,10% 2,65% 3,25% 4,14% 4,05% 4,04% 4,19% 4,57%
Jumlah Rekening 3.766.067 4.537.565 6.053.658 8.187.428 9.076.134 9.241.090 9.974.491 10.889.007
Giro wadiah 4.238.337 6.201.594 9.055.554 12.006.360 12.508.956 12.715.154 13.776.224 17.708.350
Tabungan Wadiah 958.308 1.538.095 3.337.970 5.394.043 5.437.808 6.210.750 6.718.404 7.448.891
Tabungan
Mudharabah
11.512.644 14.937.075 19.570.358 27.208.353 28.141.069 31.465.516 33.678.080 37.623.469
Deposito
Mudharabah
20.142.859 29.594.531 44.072.505 70.805.889 68.229.858 68.887.997 73.504.976 84.731.609
Permodalan
Modal disetor **) 1.701.465 1.801.465 5.145.965 6.611.448 6.461.075 7.011.445 7.011.445 7.311.445
Cadangan 334.841 448.617 490.522 578.723 579.850 610.748 906.827 912.683
Laba/rugi tahun
lalu
151.902 315.188 526.982 1.300.764 2.483.428 1.901.726 1.438.204 2.037.216
LPPS 2012

I 146

Laba/rugi tahun
berjalan
432.496 790.332 1.051.357 2.037.216 515.360 1.295.625 2.368.015 3.408.897
Rasio Keuangan
CAR **) 12,81% 10,77% 16,25% 16,63% 15,33% 16,12% 14,98% 14,13%
ROA 1,42% 1,48% 1,67% 1,79% 1,83% 2,05% 2,07% 2,14%
ROE**) 38,79% 25,81% 17,58% 15,73% 20,78% 23,59% 24,94% 24,06%
NPF Gross 3,95% 4,01% 3,02% 2,52% 2,76% 2,88% 2,74% 2,22%
NPF Net 2,18% 1,84% 3,02% 1,34% 1,69% 1,86% 1,81% 1,34%
BOPO 81,75% 84,39% 80,54% 85,63% 85,27% 83,52% 83,20% 82,51%
STM (3 bulan) 52,25% 17,02% 19,65% 24,15% 22,23% 22,96% 18,66% 18,04%
FDR 103,65% 89,70% 89,67% 88,94% 91,18% 98,59% 102,10% 100,00%
Rasio Keuangan
perbankan
nasional

CAR 16,76% 17,42% 17,18% 16,05 15,33% 17,49 17,33 17,32
ROA 2,33% 2,60% 2,86% 3,03 3,05 3,16 3,09 3,11
NPL 3,20% 3,31% 2,56% 2,17% 2,27% 2,08% 2,06 1,86
BOPO****) 88,59% 86,63% 86,14% 85,42 76,68 74,68 83,00 82,33
LPPS 2012

I 147

Aktiva thdp pasiva
liquid (1 bulan)
4,49% 4,03% 3,99% 3,80 20,45 18,98 18,23 18,45
LDR 74,58% 72,88% 75,50% 79,00% 80,78% 83,58% 84,36 84,51
KEUANGAN BPRS
Total Asset BPRS 1.694.046 2.122.187 2.738.745 3.520.417 3.788.705 4.061.428 4.370.039 4.698.952
Share dgn total
BPR ****
4,95% 5,35% 5,65% 5,90% 6,21% 6,34% 6,45% 6,52%
Total Pembiayaan
BPRS
1.256.610 1.586.919 2.009.093 2.675.930 2.910.280 3.218.420 3.404.739 3.553.520
Jumlah Rekening 115.047 131.200 148.997 170.098 183.013 194.780 203.304 180.295
Share dengan
total BPR ****
4,70% 5,36% 5,74% 6,11% 6,26% 6,46% 6,56% 6,66%
Total DPK BPRS 975.815 1.250.353 1.603.778 2.095.333 2.318.437 2.480.775 2.686.937 2.937.802
Jumlah Rekening 439.374 517.936 558.927 656.439 684.167 717.110 756.018 787.923
Share dengan
total BPR ****
4,37% 4,66% 4,87% 5,20% 5,56% 5,77% 5,95% 6,15%
Rasio Keuangan
CAR***** 30,3% 30,0% 27,5% 23,5% 24,9% 24,3% 25,3% 25,16%
ROA 2,8% 3,5% 3,5% 2,7% 2,7% 2,7% 2,6% 2,64%
ROE 14,5% 20,9% 22,1% 19,0% 19,7% 20,7% 20,0% 20,54%
NPF Gross 8,4% 7,1% 6,5% 6,1% 6,42% 6,39% 6,87% 6,15%
LPPS 2012

I 148

NPF Net 6,2% 5,6% 5,4% 5,1% 5,4% 5,2% 5,6% 5,0%
BOPO****) 80,9% 77,0% 78,1% 85,1% 85,5% 85,4% 86,4% 86,25%
FDR 128,8% 126,9% 125,3% 127,7% 125,5% 129,7% 126,7% 120,96%
NPL Nasional 9,88% 6,90% 6,12% 5,27% 5,61% 5,34% 5,45%
LDR Nasional 119,37% 109,64% 108,09% 108,7% 111,3% 115,9% 115,0%

**) hanya data BUS saja
***) Mulai Januari 2009, sumber data jaringan kantor dari LBUS dan LB BPRS (sebelumnya dari data bagian perizinan)
****) Data share perbankan untuk bulan Juli 2012 sesuai dengan infomrasi sementara DPIP
****) BOPO merupakan rasio beban operasional dan bagi hasil dibagi dengan pendapatan operasional


LPPS 2012

I 149


PENYUSUN PENYUSUN PENYUSUN PENYUSUN MATERI MATERI MATERI MATERI: :: :

Bank Indonesia:
Dewi Astuti
Muhamad Irfan Sukarna
R.Eko A. Irianto
Rifki Ismal
Dhani Gunawan Idat
Setiawan Budi Utomo
Pingki Rita Dewi
Siti Yayuningsih
Andri Gunawan K.P
Iwan Kurniawan
Maulana Harris Muhajir
Siti Nurfalinda
Annisaa Prima Astuti
Krisjanuardi Aditomo
Isnah Sati

Otoritas Jasa Keuangan:
Indriani Widyastuti
Vanita Handani
Muhammad Fathoni

Anda mungkin juga menyukai