0761050077 Case Report KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 4 FEBRUARI 2013 30 MARET 2013 RUMAH SAKIT TEBET JAKARTA IDENTITAS Nama : Ny. S Usia : 65 tahun Tempat/Tanggal Lahir : Kuningan / 10 Oktober 1947 Status Perkawinan : Menikah Pekerjaan : Pensiunan Alamat : Jl. Raya Ps. Minggu No. 100 A RT/RW 004/07, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan Jenis Kelamin : Wanita Agama : Islam Suku : Jawa Tanggal Masuk : 20 Februari 2013
ANAMNESIS Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 23 Februari 2013 Jam : 09.00 WIB Keluhan Utama: Sesak nafas sejak sejak 2 bulan SMRS Keluhan Tambahan: Nyeri ulu hati, pinggang kiri terasa nyeri Riwayat Penyakit Sekarang Skala Waktu (Time Line) 13/02/13 ke UGD RS Tebet Jumat sore, makan rujak Sabtu pagi, makan bubur ayam Minggu pagi, makan bubur ayam Minggu sore, BAB cair, lendir (+), darah (+) Riwayat Penyakit Dahulu (-) Cacar Air (-) Difteri (-) Batuk Rejan (-) Campak (-) Influenza (-) Tonsilitis (-) Khorea (-) Demam Rematik Akut (-) Pneumonis (-) Pleuritis (-) Tuberkulosis (-) Malaria
(-) Hernia (-) Wasir (-) Diabetes (-) Alergi (-) Tumor (-) Penyakit Pembuluh (-) Perdarahan Otak (-) Psikosis (-) Neurosis (-) Operasi (-) Kecelakaan Riwayat Penyakit Keluarga Hubungan Umur (tahun) Jenis Kelamin Keadaan Kesehatan Penyebab Meninggal Kakek sudah meninggal Tidak diketahui Nenek sudah meninggal Tidak diketahui Ayah Laki-laki Hipertensi Sakit Ibu Perempuan Sakit Adakah Kerabat yang Menderita? Penyakit Ya Tidak Hubungan Alergi Asma Tuberkulosis Artritis Rematisme Hipertensi Jantung Ginjal Lambung Diabetes Kanker Vertigo Riwayat Kebiasaan Pribadi Pasien tidak merokok dan minum alkohol. Olahraga tidak terlalu sering. Anamnesis Sistem (-) Bisul (-) Kuku
(-) Rambut (-) Kuning/ikterus
(-) Keringat malam (-) Sianosis (+) lemas Kepala (-) Trauma (-) Sinkop
(-) Sakit kepala (-) Nyeri pada sinus Mata (-) Nyeri (-) Sekret (-) Kuning /Ikterus
(-) Deformitas (-) Sianosis Berat badan Berat badan rata-rata (kg): 54 kg Berat tertinggi (kg): 57 kg
Berat badan sekarang: 54 kg Tinggi Badan : 155 cm
IMT: 22,48 kg/m2 (Normal) BBI: 49,5 kg
Pendidikan ( ) SD ( ) SLTP ( ) SLTA ( ) Sekolah Kujuruan ( ) Akademik ( ) S1 ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah
Kesulitan Keuangan : Tidak ada Pekerjaan : Tidak ada Keluarga : Tidak ada
Riwayat Olahraga Jenis olahraga : Jalan kaki, berenang Waktu : pagi / sore Setiap kali : kurang lebih 3 x seminggu
Riwayat Hidup Riwayat Kelahiran Tempat/ tanggal lahir: Semarang, 20 November1958 Tempat Lahir : ( ) Di rumah () Rumah Bersalin ( ) RS Bersalin Ditolong oleh : ( ) Dokter () Bidan ( ) Dukun ( ) dan lain-lain
Riwayat Makanan Frekuensi/hari : 1-3 x / Hari Variasi/hari : nasi, tempe, ikan asin, telur, ayam, sayur, buah, susu (-) Nafsu makan : Baik
II. Pemeriksaan Jasmani Pemeriksaan Umum Tinggi Badan : 155 cm Berat Badan : 54 kg Tekanan Darah : 130/80 mmHg Nadi : 80 kali/menit Suhu : 36,4 C Pernafasan : 20 kali/menit Keadaan Gizi : Cukup Kesadaran : Compos Mentis Sianosis : Tidak ada Udema Umum : Tidak ada BBI : 49,5 kg IMT : 22,48 (Normal)
Aspek Kejiwaan Tingkah Laku : Tenang Alam Perasaan : Biasa Proses Pikir : Wajar
Kulit Warna : Sawo matang Lembab/kering : Lembab Pertumbuhan rambut : Merata Effloresensi : Tidak ada Kelenjar Getah Bening Submandibula : tidak teraba membesar Leher : tidak teraba membesar Supraklavikula : tidak teraba membesar Ketiak : tidak teraba membesar Lipat paha : tidak teraba membesar
Kepala Ekspresi Wajah : baik Simetris Muka : simetris Rambut : tidak mudah dicabut Pembuluh Darah Temporal : teraba
Mata Eksoftalmus : tidak ada Enoftalmus : tidak ada Kelopak : baik Lensa : tidak keruh Konjungtiva : tidak anemis Visus : baik Sklera : tidak ada ikterik Gerakan mata : ke segala arah Lapangan Penglihatan : luas Tekanan bola mata : baik Deviatio Konjungasi : tidak ada Nystagmus : tidak ada
Telinga Tuli : tidak ada Selaput Pendengaran: intak Lubung : lapang Penyumbatan: tidak ada Serumen : tidak ada Perdarahan : tidak ada Hidung Bagian Luar : baik Selaput lendir : tidak ada Septum : tidak ada deviasi Penyumbatan : tidak ada Sekret : tidak ada Perdarahan : tidak ada Deformitas : tidak ada Mulut Bibir : baik Tonsil: T1/T1 tidak hiperemis Langit-langit : intak Bau pernafasan : tidak berbau Gigi-geligi : baik Trismus : baik Faring : baik Selaput lendir : baik Lidah : baik Leher Kelenjar Gondok : tidak membesar Trakea : baik Kaku Kuduk : tidak ada Tekanan v.jugularis : 5 3 cm Tumor : tidak ada Dada Bentuk : laterolateral lebih besar dari anterior posterior Pembuluh darah : tidak terlihat melebar Buah dada : tidak ada massa Paru-Paru Depan Belakang Inspeksi Kiri : gerakan dinding dada simetris Kanan : gerakan dinding dada simetris Palpasi Kiri : gerakan dinding dada simetris, vocal fremitus sama kanan dan kiri Kanan : gerakan dinding dada simetris, vocal fremitus sama kanan dan kiri Perkusi Kiri : sonor kanan dan kiri Kanan : sonor kanan dan kiri Auskultasi Kiri : bunyi nafas dasar vesikuler, rales -/-, wheezing -/- Kanan : bunyi nafas dasar vesikuler, rales -/-, wheezing -/- Jantung Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat Palpasi : iktus kordis teraba ICS 6 midklavikula sinistra Perkusi : batas jantung kanan garis parasternal, jantung kiri garis midklavikula Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-) Pembuluh Darah Arteri Temporalis : pulsasi teraba Arteri Kartolis : pulsasi teraba Arteri Brakhialis : pulsasi teraba Arteri Radialis : pulsasi teraba Arteri Femoralis Arteri Poptlitea : pulsasi teraba Arteri Tibilasi Posterior : pulsasi teraba Arteri Dorsalis Pedis : pulsasi teraba Perut Inspeksi : datar Auskultasi : BU + Palpasi : supel, nyeri tekan (-) -Hati : tidak teraba membesar -Limpa : tidak teraba membesar -Ginjal : nyeri ketok CVA -/- , Ballotement -/- Perkusi : timpani Refleks dinding perut : baik
Alat Kelamin (tidak dilakukan pemeriksaan)
Anggota Gerak Lengan Kanan Kiri Otot Tonus normotonus normotonus Inflamasi tidak ada tidak ada Sendi Gerakan baik baik Kekuatan baik baik Tungkai dan Kaki Luka : tidak ada Varises : tidak ada Otot : eutrofi Sendi : baik Gerakan : baik Kekuatan : 5555/5555 Edema : tidak ada
Refleks Kanan Kiri Bisep + + Trisep + + Patela + + Achiles + + Refleks Patologis - - Ringkasan Pasien adalah seorang wanita berumur 53 tahun. Datang dengan keluhan BAB cair lebih dari 6 kali sejak 3 hari SMRS. BAB cair berlendir, ada darah, volume BAB 25 cc 50 cc , BAB air saja tidak ada ampas, mulas dirasakan sebelum dan saat BAB, terdapat nyeri perut. Keluhan tambahannya adalah demam yang dirasakan sumeng-sumeng 3 hari SMRS. Mual (-), muntah (-). BAK tidak ada kelainan.
JENIS PEMERIKSAAN Hasil Satuan Nilai Normal Clorida 108,0 mmol/L 97 - 110 KIMIA KLINIK DIABETES Glukosa Darah Sewaktu 86 Mg / dl <200 Reduksi Negatif Negatif FUNGSI HATI SGOT 24 U/L < 31 SGPT 20 U/L < 31 FUNGSI GINJAL BUN 9, 93 Mg/dl 6 20 Kreatinin 0,80 Mg/dl 0,60 1,13 Asam urat 5,76 Mg/dl 2,6 6,0 URINE URINE ANALISYS Warna Kuning Kuning Hasil Laboratorium
JENIS PEMERIKSAAN Hasil Satuan Nilai Normal Kejernihan Agak Keruh Jernih PH 6,00 4,5 8,0 Berat Jenis 1,025 1,005 1,025 Protein Positif 1 Negatif Reduksi Negatif Negatif Bilirubin Negatif Negatif Urobilinogen 0,2 UE < 0,2 Keton Trace Negatif Blood Trace Negatif Leukosit Negatif /lpb 0 5 Nitrit Positif Negatif MIKROSKOPIS URINE Leukosit 1-2 /lpb 0 5 Eritrosit 3-4 /lpb 0 3 Silinder 0 /lpb Sel Epitel 2-3 /lpk 5 15 Bakteri Positif Negatif Kristal Negatif /lpb Negatif Jamur Negatif Negatif Trichomonas Negatif Negatif Hasil Laboratorium ( 14 Februari 2013) JENIS PEMERIKSAAN Hasil Satuan Nilai Normal FESES FAECES RUTIN Makroskopis Feses Warna coklat Coklat Konsistensi Lembek Lembek Lendir Positif Negatif Darah Negatif Negatif Mikroskopis Feses Lekosit 100 /lpb Eritrosit 2 3 /lpb Epitel 4 5 Amoeba Negatif Negatif Sisa makanan Negatif Telur Cacing Negatif Negatif Jamur Positif Negatif E. Coli Trofozoit Negatif Negatif E. Histolitika Trofozoit Negatif Negatif Serat Tumbuhan Negatif Negatif Hasil Laboratorium JENIS PEMERIKSAAN Hasil Satuan Nilai Normal E. Coli kista negatif Negatif E. Histolitika kista Negatif Negatif Serat otot Negatif Negatif Pewarnaan gram Gram positif coccus Negatif Negatif Gram negatif basil Positif Negatif Metilen blue Leukosit 100 /lpb DARAH SAMAR FAECES
Transferin Positif Negatif HEMOSTASIS Lama pendarahan/BT 2,14 Menit < 5 Lama Pembekuan/CT 9,28 Menit 8- 15 Protrombin Time 15,90 detik 10,8 14,4 1,32 Protrombin Time control 15,20 control 1,24 DIAGNOSA 1. Sindroma disentri - amebiasis - shigellosis Dd/ Kolitis ulserosa Crohn kolitis Divertikulitis colon Salmonelosis Kolitis invective e.c E.coli; salmonela. 2. HT stage II Rencana pemeriksaan Lab : DPL, Faeces Rutin, elektrolit, Masa perdarahan Kolonoskopi Anjuran pengobatan Diet lunak, tidak merangsang IVFD: RL/ 8 jam MM/ metronidazol 3 x 750 mg cefotaxim 3 x 1 g sulfasalaazine 3 x 500 mg amlodipin 1 x 5 mg valsartan 1 x 80 mg new diatab 3 x 1 paracetamol 3 x 1 (k/p)
Rontgen Thorax Expertise Kedua sinus, diafragma baik. Mediastinum superior tak melebar. Cor : CTR < 50 %, aorta baik. Pulmo : Corakan Bronchovasculer kasar. Bercak infiltrat paracardial kanan dan curiga infiltrat apex pulmo bilateral. Kedua hilus tidak prominent. Soft Tissue dan Tulang-tulang baik.
Kesan : Cor besar dalam batas normal, aorta baik. Pulmo : Susp TB dupleks. Kolonoskopi Kolonoskopi Follow Up (18/02/13) S ) mencret (-), demam (-) O) KU : TSR Kes : Composmentis TD : 130/80 mmHg Nadi : 80 x/menit Suhu : 36.7C Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Leher : KGB tidak teraba membesar
Abdomen : Inspeksi : Perut tampak datar Palpasi : Supel, Hepar/Lien tidak teraba membesar, nyeri tekan epigastrium - Perkusi : Timpani, nyeri ketok -, nyeri ketok CVA /- Auskultasi : BU + 3x/menit (normoaktif) HASIL KOLONOSKOPI Scope bisa masuk sampai flexura hepatica, penderita kesakitan sewaktu scope didorong masuk. Terlihat adanya hyperemia, erosi, dan ulcerasi pada daerah recto sigmoid dan colon desendens. Sepanjang mukosa kolon terlihat adanya erosi dan hiperemia, juga haemorrhoid interna. Dilakukan biopsi pada daerah colon desendens, recto sigmoid.
Pendahuluan Sindroma disentri terdiri dari gejala: diare, tinja mengandung lendir dan darah, perut mulas dan melilit pada saat mau dan sesudah berak (tenesmus). Keluhan-keluhan ini adalah akibat peradangan ulseratif pada daerah kolon.
Shigellosis Peradangan colon (colitis) karena infeksi shigella disebut juga disentri basiler.
Etiologi - Kuman shigellae, ramping, gram negatif, tidak bergerak - Terdapat 4 macam : S. dysenteriae, flexneri, boydii dan sonnei - Sifat : Menyerang epitel usus. Mengeluarkan toksin yg sitotoksik
Epidemiologi 140 juta orang /tahun, 600.000 meninggal terutama pada daerah berkembang. Penderita yang terbanyak adalah anak-anak. Penularan : fekal-oral, pencemaran makanan, air minum dan bekas muntahan penderita. Pada lingkungan asrama, rumah jompo, kapal pesiar, homoseksual fekal-oral.
Patogenesis Kuman menginvasi epitel mukosa kolon berkembangbiak di dalamnya perluasan invasi kuman ke sel eksudat berisi enterosit yang rusak, neutrofil dan eritrosit mukosa rusak, lamina (tunica ) propria edema dan perdarahan disertai infiltrasi lekosit kerusakan arsitektur jaringan dan ulserasi mukosa Proses terjadi pada kolon distal, namun dapat menjalar ke proksimal mencapai ileum.
Gejala Klinis - Masa inkubasi 1- 4 hari - Kuman 10 menyebabkan penyakit. - Demam 40 - 41 o C - Diare 20-40 x sehari - Tinja keluar sedikit, lendir, darah dan nanah. - Perut nyeri. - Mules (tenesmus) - Prolapsus anus. - Endoskopi ulserasi + perdarahan mukosa
Komplikasi ekstra intestinal terutama pada pasien yang kurang gizi : 1. Sepsis 2. Sindrom hemolitik ureumia gejala - Anemia, Hematokrit menurun, trombositopeni <30.000 /mm3 - Oliguri - Anuria, gagal ginjal - Gagal jantung - Hiponatremia dan hipoglikemi - Gangguan sistem saraf pusat : kejang, kesadaran
Pemeriksaan mikroskop elektron dr ginjal komplek imun, deposit fibrin trombosit, lesi pada sel endotel kapiler, nekrosis dari tubulus dan glumerulus. 3. Reaksi leukomoid dari disentri Shiga (S.dysentrie 1) terdapat netrofil yang meningkat >50.000 mm 3
Diferensial diagnosis : Desentri ameba Colitis ulserosa Penyakit Crhn.
Diagnosis Px darah lengkap perifer menunjukkan : lekositosis Px tinja dg metilen biru menunjukkan banyak neutrofil. Kultur feses uji resistensi dl media Salmonella - Shigella (SS) agar ,atau xylose-lysine- deoxycholate XLD agar Terapi Oralit Kotrimoksasol (Trimethoprim + Sulfamethoxazole ) 2 x 1 gr/h, 5 hari. Quinolon (tidak dianjurkan pada anak < 17 tahun karena khawatir kerusakan tulang rawan) Norfloksasin 2 x 400 gr,5 hari Ciprofloxacin 2 x 500 mg, hari Kloramfenikol 4 x 500 mg, 5 hari. Ampisilin 4 x 5 mg, 5 hari
Pencegahan Perbaiki higiene lingkungan dan pribadi Pakaian pasien harus direbus Tinja harus dibuang ketempat khusus. Setiap selesai menolong orang sakit perawat dan dokter harus cuci tangan. Bersihkan stetoscope dan alat-alat lain sehabis dipergunakan untuk memeriksa penderita disentri.
Amebiasis Pendahuluan Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, kolitis ameba) adalah penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba histolytica. Penyakit ini tersebar hampir di seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini disebabkan karena faktor kepadatan penduduk, higiene individu, dan sanitasi lingkungan hidup serta kondisi sosial ekonomi dan kultural yang menunjang. Epidemiologi Penyakit ini ditularkan secara fekal oral baik secara langsung (melalui tangan) maupun tidak langsung (melalui air minum atau makanan yang tercemar). Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amuba yang berasal dari carrier (cyst passer). Di Indonesia, laporan mengenai insidens amebiasis sampai saat ini masih belum ada. Tetapi, berdasarkan laporan mengenai abses hati ameba pada beberapa rumah sakit tinggi, dapat diperkirakan insidensnya cukup tinggi. Penularan dapat terjadi lewat beberapa cara, misalnya: pencemaran air minum, pupuk kotoran manusia, juru masak, vektor lalat dan kecoa, serta kontak langsung seksual oral-anal pada homoseksual. Sekitar 10% populasi hidup terinfeksi entamoeba, kebanyakan oleh entamoeba dispar (E.dispar) yang non infeksius.
Persamaan dan Perbedaan Sifat E.histolytica dan E.dispar Persamaan Kedua spesies dibedakan lewat adanya infeksius kista (cyste). Kista dari kedua spesies tersebut secara morfologi sama (identik). Kedua spesies ini mengkolonisasi intestinal luar. Perbedaan Hanya E.histolytica yang dapat mengakibatkan penyakit. Hanya E.histolytica yang menunjukkan serologi ameba positif. Kedua spesies mempunyai perbedaan sekuensi mRNA. Kedua spesies mempunyai perbedaan antigen permukaan dengan masker isoantigen. Sal/SalNAC lectin dapat dipakai untuk membedakan kedua spesies dalam stool ELISA. E.dispar tidak mempunyai kapasitas menyebabkan penyakit infeksi. Etiologi E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus hidup ameba ada 2 macam bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista. Bentuk trofozoit ada 2 macam, trofozoit komensal (<10 mm) dan trofozoit patogen (>10 mm). Trofozoit komensal Dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Pada pemeriksaan tinja dibawah mikroskop tampak trofozoit bergerak aktif dengan pseudopodinya dan dibatasi oleh ektoplasma yang terang seperti kaca. Didalamnya ada endoplasma yang berbentuk butir- butir kecil dan sebuah inti di dalamnya. Trofozoit patogen Dapat dijumpai di lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun di luar usus (ekstraintestinal), mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di dalamnya, karena trofozoit ini sering menelan eritrosit (haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap timbulnya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia. Bentuk kista ada 2 macam yaitu kista muda dan kista dewasa. Kista muda berinti satu mengandung satu gelembung glikogen dan badan-badan kromatoid yang berbentuk batang berujung tumpul. Kista dewasa berinti empat. Kista hanya terbentuk dan dijumpai di dalam lumen usus, tidak dapat terbentuk di luar tubuh dan tidak dapat dijumpai di dalam dinding usus atau di jaringan tubuh di luar usus. Bentuk kista bertanggung jawab terhadap penularan penyakit, dapat hidup lama di luar tubuh manusia, tahan terhadap asam lambung, dan kadang klor standard di dalam sistem air minum. Diduga faktor kekeringan akibat penyerapan air sepanjang usus besar, menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista.
Trophozoite of E.histolytica demonstrating a single nucleus with a central, dot like nucleolus (trichrome strain)
Cyst of E.histolytica showing three of the four nuclei (trichrome stain)
Patogenesis Trofozoit mula-mula hidup sebagai komensal di dalam lumen usus besar, dapat berubah menjadi patogen, menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Faktor yang menyebabkan perubahan sifat trofozoit sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi) ameba, maupun lingkungannya mempunyai peran. Faktor-faktor yang dapat menurunkan kerentanan tubuh misalnya kehamilan, kurang gizi, penyakit keganasan, obat-obat imunosupresif, dan kortikosteroid. Ameba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ulkus ameba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal dan mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus yang terjadi dapat menimbulkan perdarahan dan apabila menembus lapisan muskular akan terjadi perforasi dan peritonitis. Ulkus dapat terjadi di semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks, dan ileum terminalis. Infeksi kronik dapat menimbulkan reaksi terbentuknya massa jaringan granulasi yang disebut ameboma, yang sering terjadi di daerah sekum dan sigmoid. Dari ulkus di dalam dinding usus besar, ameba dapat mengadakan metastasis ke hati lewat cabang vena porta dan menimbulkan abses hati. Embolisasi lewat pembuluh darah atau pembuluh getah bening dapat pula terjadi ke paru, otak, atau limpa, dan menimbulkan abses di daerah tersebut, namun peristiwa tersebut jarang terjadi. E.Histolytica flask-shaped intestinal ulceration
Klasifikasi Berdasarkan berat ringannya gejala yang ditimbulkan maka amebiasis dapat dibagi menjadi: Carrier (cyst passer). Amebiasis intestinal ringan (disentri ameba ringan). Amebiasis intestinal sedang (disentri ameba sedang). Disentri ameba berat. Disentri ameba kronik. Manifestasi Klinis Carrier (Cyst passer) Tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena ameba yang berada di dalam lumen usus besar, tidak mengadakan invasi ke dinding usus. Amebiasis Intestinal Ringan (Disentri Ameba Ringan) Timbulnya penyakit perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut kembung, kadang-kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk dan kadang tinja bercampur darah dan lendir. Amebiasis Intestinal Sedang (Disentri Ameba Sedang) Keluhan dan gejala klinis lebih berat dibanding disentri ringan, tetapi pasien masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari, tinja disertai darah dan lendir. Pasien mengeluh perut kram, demam, dan lemah badan, disertai hepatomegali yang nyeri ringan. Disentri Ameba Berat Keluhan dan gejala klinis lebih hebat lagi. Penderita mengalami diare disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (40C 40,5C) disertai mual dan anemia. Disentri Ameba Kronik Gejala menyerupai disentri ameba ringan, serangan- serangan diare diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulan- bulan sampai bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala neurostenia. Serangan diare biasanya terjadi karena kelelahan, demam atau makanan yang sukar dicerna.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan tinja : tinja berbau busuk, bercampur darah, dan lendir. Dilakukan pemeriksaan berulang- ulang minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan sebelum diberikan pengobatan. Di dalam tinja akan ditemukan bentuk trofozoit. Pemeriksaan Penunjang Proktoskopi, sigmoidoskopi, dan kolonoskopi berguna untuk membantu diagnosa penderita dengan gejala disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan ameba. Tampak ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Pemeriksaan mikroskopis bahan eksudat atau bahan biopsi jaringan usus akan ditemukan trofozoit. Foto rontgen kolon tidak banyak membantu, karena sering ulkus tidak tampak. Kadang pada amebiasis kronik, foto rontgen kolon dengan barium enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan uji serologi Digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati amebik dan epidemiologis. Uji serologi positif apabila ameba menembus jaringan (invasif). Uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri ameba dan negatif pada earner. Hasil uji serologi positif belum tentu menderita amebiasis aktif tetapi, bila hasil negatif pasti bukan amebiasis.
Komplikasi Komplikasi Intestinal Perdarahan usus. Terjadi apabila ameba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan merusak pembuluh darah. Perforasi usus. Terjadi apabila abses menembus lapisan muskular dinding usus besar. Sering mengakibatkan peritonitis. Peritonitis terjadi akibat pecahnya abses hati ameba. Ameboma. Terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasa terjadi di daerah sekum dan rektosigmoid. Sering mengakibatkan ileus obstruktif. Intususepsi. Sering terjadi di daerah sekum (caeca- colic). Penyempitan usus (striktura). Terjadi pada disentri kronik, akibat terbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma. Komplikasi Komplikasi Ekstra Intestinal Amebiasis Hati. Di daerah tropis terutama di Asia Tenggara, insidensnya berkisar 5-40%. Lebih banyak pada laki-laki daripada wanita tersering pada usia 30-40 tahun. Abses dapat timbul beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah infeksi ameba. Infeksi di hati terjadi akibat embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta. Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium dini abses hati timbul nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses) bergabung menjadi satu, membentuk abses tungga yang besar. Abses hati ameba banyak terdapat di lobus kanan. Abses berisi nanah kental yang steril tidak berbau, berwarna kecoklatan (chocolate paste) terdiri atas jaringan sel hati yang rusak bercampur darah. Pasien mengeluh nyeri di perut kanan atas, kalau berjalan posisinya membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Hati teraba di lengkung iga, nyeri tekan disertai demam tinggi yang bersifat intermitten atau remitten. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis moderat (15rb-25rb /mm).
Komplikasi Amebiasis pleuroplumonal. Terjadi akibat ekspansi langsung abses hati. Dapat timbul cairan pleura, atelektasis, pneumonia atau abses paru. Abses paru terjadi akibat ambolisasi ameba langsung dari dinding usus besar. Dapat terjadi hiliran (fistel) hepatobronkial, penderita batuk-batuk dengan sputum berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati. Abses otak, limpa, dan organ lain. Terjadi akibat embolisasi ameba langsung dan dinding usus besar maupun dari abses hati walaupun sangat jarang terjadi. Amebiasis kulit. Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar, dengan membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau di dinding perut. Dapat terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi ameba yang berasal dari anus. Pengobatan Carrier Asimtomatik (luminal agents): Iodoquinol (tablet 650 mg) dosis 650 mg tiga kali sehari selama 20 hari. Paromomycin (tablet 250 mg), dosis 500 mg tiga kali sehari selama 10 hari. Kolitis Akut Metronidazole (tablet 250 atau 500 mg), dosis 750 mg per oral atau intravena tiga kali sehari selama 5-10 kali ditambah dengan bahan luminal dengan dosis yang sama. Abses Hati Ameba Metronidazole, dosis 750 mg per oral atau intravena tiga kali sehari selama 5-10 hari. Tinidazole dosis 2 g per oral. Omidazole, dosis 2 g per oral. Pencegahan Makanan, minuman, dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat kesehatan. Air minum sebaiknya dimasak terlebih dahulu. Penting adanya jamban keluarga, isolasi, dan pengobatan carrier. Carrier dilarang bekerja sebagai juru masak atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan makanan.