Anda di halaman 1dari 115

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU DENGAN

BIOFILTRASI ANAEROB DALAM REAKTOR FIXED BED







TESIS




OLEH

AMIR HUSIN
047022001/TK




















SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU DENGAN
BIOFILTRASI ANAEROB DALAM REAKTOR FIXED BED





TESIS




OLEH

AMIR HUSIN
047022001/TK




















SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008


PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU DENGAN
BIOFILTRASI ANAEROB DALAM REAKTOR FIXED BED





TESIS



Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik
dalam Program Studi Teknik Kimia
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara



Oleh

AMIR HUSIN
047022001/TK














SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008

Judul Tesis : PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI
TAHU DENGAN BIOFILTRASI ANAEROB
DALAM REAKTOR FIXED BED
Nama Mahasiswa : Amir Husin
Nomor Pokok : 047022001
Program Studi : Teknik Kimia





Menyetujui
Komisi Pembimbing





(Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia) (Dr. Halimatuddahliana, ST, MSc)
Ketua Anggota




Ketua Program Studi, Direktur,





(Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)





Tanggal lulus : 17 April 2008




Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008



Telah diuji pada :
Tanggal 17 April 2008









PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia
Anggota : 1. Dr. Halimatuddahliana, ST, MSc.
2. Dr. Ir. Fatimah, MT
3. Drs. Chairuddin, MSc.
4. Mersi Suriani Sinaga, ST, MT
5. Zuhrina Masyithah, ST, MSc.


Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
ABSTRAK


Penelitian untuk mengetahui pengaruh konsentrasi COD influent, hydraulic
retention time (HRT) dan tinggi unggun terhadap % penurunan COD dan MLSS secara
biofiltrasi anaerob dari limbah cair industri tahu telah dilaksanakan dalam reaktor fixed-
bed dua tahap dengan media kerikil. Variabel operasi penelitian adalah konsentrasi COD
influent (2000, 3000 mg/L dan tanpa pengenceran), HRT (12, 18 dan 24 jam) dan tinggi
unggun (100 dan 125 cm). Hasil penelitian menunjukkan, bahwa peningkatan HRT
berpengaruh terhadap penurunan total COD tetapi tidak terhadap MLSS. Penurunan
konsentrasi COD umpan meningkatkan persentase reduksi total COD dan MLSS.
Reduksi total COD dan MLSS pada tinggi unggun 125 cm lebih tinggi dibanding tinggi
unggun 100 cm. Penggunaan HRT 18 24 jam dan konsentrasi COD influent 2000 mg/L
memberikan hasil yang terbaik untuk penurunan total COD (71,94% dan 59,85%
masing-masing untuk tinggi unggun 125 dan 100 cm). Sementara pada kondisi yang
sama penyisihan MLSS masing-masing sebesar 81,37% dan 75,98%.

Kata Kunci : limbah cair, biofiltrasi, anaerobik, reaktor fixed-bed
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
ABSTRACT


Study on the effect of varying influent COD concentration, hydraulic retention time
(HRT) of the reactor, and height of medium of the reactor to percentage reduction of
COD and mixed liquor suspended solid (MLSS) from tofu wastewater was conducted in
a two stages anaerobic biological filter reactor by using gravel packing medium. The
operation variables were the COD influent (2000, 3000 mg/L and without dilution), the
HRT (12, 18 and 24 hours) and the height of medium (100 and 125 cm). The results of
the analysis showed that the reduction of COD was affected by HRT, while the reduction
MLSS was not affected by HRT. The percentages of COD and MLSS removal were
increased as well as the decrease of the concentration of COD influent. Total reduction of
COD and MLSS at 125 cm bed height was higher than 100 cm bed height. The use of 18
to 24 hours HRT and the 2000 mg/L of COD influent gave the best percentage total
reduction of COD (71.94 and 59.85% for 125 and 100 cm the bed height, respectively).
At the same condition, the average of percentage MLSS removal was 81.37% and
75.98%.

Keywords : wastewater, biofiltration, anaerobic, fixed-bed reactor

Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan, serta salawat dan salam
kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW yang syafaatnya diharapkan di hari
kemudian.
Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Menteri Pendidikan Nasional yang telah
memberikan bantuan beasiswa BPPS sehingga saya dapat mengikuti pendidikan program
Magister di Universitas Sumatera Utara.
Secara khusus, saya ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia selaku Ketua
Program Studi Magister Teknik Kimia Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Utara, Kepala Laboratorium Proses Teknik Kimia Fakultas Teknik USU dan sekaligus
pembimbing utama yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan
dorongan, bimbingan, saran, waktu, izin penggunaan fasilitas laboratorium serta
pemikiran mulai sejak saya diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Magister
Teknik Kimia USU hingga selesainya penulisan tesis ini.
Tak lupa pula ucapan terima kasih saya kepada Dr. Halimatuddahliana, ST., MSc
selaku Sekretraris Program Studi Magister Teknik Kimia Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Co-Pembimbing yang telah banyak
memberikan bantuan dan dorongan, bimbingan, saran, waktu hingga selesainya penulisan
tesis ini.
Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H,
SpA(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister.
Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh
Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc atas kesempatan menjadi mahasiswa
Program Magister pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng selaku Dekan Fakultas Teknik USU
Ir. Renita Manurung selaku Ketua Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik
USU yang telah memberikan izin penggunaan fasilitas laboratorium.
Para staf pengajar pada Program Studi Magister Teknik Kimia Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Dalam kesempatan ini saya ingin mengenang ayahanda Abdul Muis Pulungan
(Almarhum) dan Ibunda Tiriam Harahap (Almarhumah) yang telah dengan susah payah
membesarkan dan mendidik saya agar kiranya dapat menjadi manusia yang berguna
ditengah-tengah masyarakat dan taat menjalankan perintah Allah SWT serta mendorong
saya tanpa bosan-bosannya untuk terus dengan gigih dalam meningkatkan ilmu
pengetahuan, semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosanya dan menerima segala amal
ibadah selama hidupnya dan ditempatkan di surga jannatul naim, Amin Ya Rabbal
Alamin.
Khusus kepada istriku yang tercinta, Dra. Deny Supriharti, MSc saya sampaikan
penghargaan dari lubuk hati yang paling dalam dan ucapan terima kasih yang setulus-
tulusnya atas kesetiaan dan kesabarannmu mendampingiku, pengorbananmu baik moril
maupun materil, pengertian dan dorongan yang telah engkau berikan kepadaku selama
ini. Kiranya Allah SWT senantiasa memberikan kesabaran, rahmat dan hidayahNya
kepada kita sekeluarga. Dan tak lupa kepada anakku Nayla Afifah, Faiza Azzahra dan
Muhammad Dzaqi Al Aqsha yang telah turut memberikan semangat kepada ayahanda
untuk menyelesaikan studi ini.
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Saya menyadari, bahwa sebagai manusia biasa tentunya masih banyak kekurangan-
kekurangan dalam penulisan tesis ini baik dari segi isi, bahasa maupun penyusunannya.
Untuk itu, saya mengharapkan masukan dan saran-saran untuk kesempurnaan tesis ini.

Medan, Pebruari 2008
Penulis
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sigalangan pada tanggal 15 Pebruari 1969. Penulis adalah anak ke
tiga dari pasangan Bapak Abdul Muis Pulungan (Almarhum) dan Ibu Tiriam Harahap
(Almarhumah).
Pendidikan SD ditempuh di SDN No. 142509 Sigalangan dari tahun 1976 1982.
Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri Sigalangan sampai tahun 1985 dan pada
tahun 1988 menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 3 Padang Sidimpuan Tapanuli
Selatan.
Pada tahun 1988 penulis diterima menjadi mahasiswa Universitas Sumatera Utara,
Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Kimia melalui jalur SIPENMARU, dan lulus
sarjana teknik pada tahun 1994. Sejak Tahun 1995 hingga sekarang penulis bekerja
sebagai staf pengajar pada Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik USU.
Pada Tahun 1997, penulis menikah dengan Dra. Deny Supriharti, MSc staf
pengajar Program Studi Biologi FMIPA USU Medan dan saat ini juga sedang
melaksanakan tugas belajar Program Doktor di Program Studi Bioteknologi Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Alhamdulillah Allah SWT telah
mengkaruniakan dua orang putri dan satu orang putra, masing-masing bernama Nayla
Afifah (9 thn), Faiza Azzahra (7 thn) dan Muhammad Dzaqi Al Aqsha (4 thn).
Pada tahun 2004, penulis memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan
Pascasarjana di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara pada Program Studi
Magister Teknik Kimia dengan biaya bersumber dari beasiswa BPPS, Direktorat
Pendidikan Tinggi (DIKTI), Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Di
samping itu, selama pendidikan program magister ini penulis juga menerima bantuan
dana pendidikan dari Rektor Universitas Sumatera Utara.



Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK .................................................................................................. i
ABSTRACT .................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN xiii
I. Pendahuluan . 1
1.1. Latar Belakang .... 1
1.2. Masalah Penelitian ................ 4
1.3. Tujuan Penelitian .. 5
1.4. Manfaat Penelitian . 5
1.5. Ruang Lingkup Penelitian 6
II. Tinjauan Pustaka ....... 7
2.1. Proses Pembuatan Tahu .................. 7
2.2. Limbah Cair Industri Tahu ..... 9
2.2.1. Karakteristrik Limbah Cair Industri Tahu. .. 10
2.3. Pengolahan Limbah Cair Industri .......... 12
2.4. Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerob ... 16
2.4.1. Biodegradasi Limbah Cair Secara Anaerob 18
2.5. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Biofilter Anaerob 22
2.5.1. Proses Pembentukan Biofilm 25
2.5.2. Proses Biodegradasi Bahan Organik Kompleks . 26
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Halaman
2.5.3. Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Proses
Biodegradasi Anaerob .......

29
2.6. Mikroorganisme yang Terlibat dalam Proses degradasi Anaerob 33
III. Metode Penelitian dan Bahan 37
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 37
3.2. Bahan dan Alat 37
3.2.1. Bahan 37
3.2.2. Alat ....... 38
3.3. Rancangan Percobaan 39
3.4. Prosedur Percobaan .... 41
3.4.1. Persiapan Bahan Baku Limbah Cair Industri Tahu ... 41
3.4.2. Pembuatan Starter ................................................................. 42
3.4.3. Pembuatan Biofilm (Aklimatisasi) ....... 43
3.4.4. Pelaksanaan Percobaan .... 43
3.5. Prosedur Analisis .. 45
3.5.1. Analisis COD .. 45
3.5.2. Analisis MLSS .. 46
IV. Hasil dan Pembahasan ........ 47
4.1. Hasil Percobaan ............................................................................. 47
4.2. Hubungan Antara Waktu Operasi Terhadap COD .......................... 48
4.3. Pengaruh Waktu Tinggal Cairan (Hydraulic Retention Time) ....... 51
4.3.1. Pengaruh Variasi HRT Terhadap COD .................................... 51
4.3.2. Pengaruh Variasi HRT Terhadap COD dalam Reaktor I dan II 55
4.3.3. Pengaruh Variasi HRT Terhadap MLSS ................................ 59
4.4. Pengaruh Konsentrasi COD Awal .................................................... 61
4.4.1. Pengaruh Variasi Konsentrasi COD Awal Terhadap COD ..... 61
4.4.2. Pengaruh Variasi Konsentrasi COD Awal Terhadap MLSS .. 65
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Halaman
4.5. Pengaruh Tinggi Unggun .................................................................. 68
4.5.1. Pengaruh Tinggi Unggun Terhadap COD ................................. 68
4.5.2. Pengaruh Tinggi Unggun Terhadap MLSS ............................... 70
V. Kesimpulan dan Saran ......................................................................... 72
5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 72
5.2. Saran .................................................................................................... 73
Daftar Pustaka ........ 74














Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
DAFTAR TABEL


Nomor Judul Halaman

2.1. Prakiraan Kebutuhan Air pada Pengolahan Tahu dari 3 kg
Kedelai .................................................................................

9
3.1. Variasi Percobaan yang Dilakukan ..................................... 41
4.1. Hasil Perhitungan Persentase Reduksi Total COD dan MLSS
di Seluruh Sistem ....................................................................

47
4.2. Hasil Perhirungan Persentase Reduksi COD pada Reaktor I
dan Reaktor II .........................................................................

58




Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
DAFTAR GAMBAR


Nomor Judul Halaman

2.1. Bagan Proses Pembuatan Tahu ................. 8
2.2. Tahapan Proses Anaerobik : Hidrolisis, Fermentasi dan
Metanogenesis ..........

21
3.1. Skema Alat Utama Penelitian ............ 39
4.1. Reduksi Total COD (%) di Dua Reaktor. ................................ 50
4.2. Pengaruh HRT Terhadap Reduksi COD (%), Tinggi Unggun 100
cm. ..................................................................................

52
4.3. Pengaruh HRT Terhadap Reduksi COD (%), Tinggi Unggun 125
cm. ....................................................................................

53
4.4. Reduksi COD (%) di R1 dan R2 ....................................................... 56
4.5. Penyisihan MLSS (%) dalam Reaktor. .................................... 60
4.6. Reduksi Total COD (%) di Seluruh Sistem Pada Konsentrasi
Awal 2000, 3000 mg/L dan Alamiah, Tinggi Unggun 100 cm
....................................................................................................


62
4.7. Reduksi Total COD (%) di Seluruh Sistem Pada Konsentrasi Awal
2000, 3000 mg/L dan Alamiah, Tinggi Unggun 125 cm ................


62
4.8. Penyisihan MLSS (%) dalam Reaktor Pada COD Awal 2000,
3000 mg/L dan Alamiah, Tinggi Unggun 100 cm ....................

66
4.9. Penyisihan MLSS (%) dalam Reaktor Pada COD awal 2000, 3000
mg/L dan alamiah, Tinggi Unggun 125 cm ......................

66
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008

Nomor Judul Halaman

4.10. Reduksi Total COD (%) di Seluruh Sistem pada Tinggi
Unggun 100 dan 125 cm. (a). HRT 12 jam, (b). HRT 18 jam
dan (c). HRT 24 jam ................................................................


69
4.11. Penyisihan MLSS (%) dalam Reaktor Pada Tinggi Unggun
100 dan 125 cm. (a). HRT 12 jam, (b). HRT 18 jam dan
(c). HRT 24 jam ............................................ .......................


70






Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
DAFTAR LAMPIRAN


Nomor Judul Halaman

A. Prosedur Analisis ...... ...... 81
B. : Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor :
Kep-51/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair
Bagi Kegiatan Industri .................................


85
C. Perancangan Bioreaktor .............. 87
D. Data Pengamatan ............................ 90
E. Photo Peralatan ............................... 102














Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar
kacang kedelai (Glysine spp) yang sangat akrab khususnya bagi masyarakat Indonesia
dan bahkan Asia umumnya. Sebagian besar produk tahu di Indonesia dihasilkan oleh
industri skala kecil yang kebanyakan terdapat di Pulau Jawa. Berdasarkan laporan Proyek
Environmental Managenet Development in Indonesia atau EMDI (Bapedal, 1994), pada
tahun 1990 jumlah industri tahu di Indonesia tercatat sebanyak 25.870 dan 63 diantaranya
merupakan industri skala besar dan menengah sedang sisanya berskala kecil.
Proses pembuatan tahu relatif sederhana, protein-nabati dalam bahan baku
diekstraksi secara fisika dan digumpalkan dengan koagulan antara lain batu tahu, asam
asetat atau whey tahu (Santoso, 1993). Whey tahu merupakan limbah cair tahu yang
diasamkan dengan cara penyimpanan dalam wadah terbuka selama 24 jam. Dalam
pemrosesannya, setiap tahapan proses umumnya menggunakan air sebagai bahan
pembantu dalam jumlah yang relatif banyak. Menurut Nuraida (1985), untuk tiap 1 kg
bahan baku kedelai dibutuhkan rata-rata 45 liter air dan akan dihasilkan limbah cair
berupa whey tahu rata-rata 43,5 liter. Whey mengandung bahan-bahan organik berupa
protein, karbohidrat, lemak dan minyak yang tinggi (Nurhasan dan Pramudyanto, 1987)
dan dapat segera terurai dalam lingkungan berair (EMDIBapedal, 1994) menjadi
senyawa-senyawa organik turunan yang dapat mencemari lingkungan. Tay (1990), BPPT
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
(1997a) dan Husin (2003) melaporkan, bahwa air buangan industri tahu mengandung
BOD, COD, TSS, nitrogen dan fosfor yang tinggi.
Suatu hasil studi tentang karakteristik air buangan industri tahu-tempe di Medan
(Bappeda Medan, 1993), dilaporkan bahwa air buangan industri tahu rata-rata
mengandung BOD, COD, TSS dan minyak/lemak berturut-turut sebesar 4583, 7050,
4743 dan 26 mg/l. Sementara EMDI Bapedal (1994) melaporkan kandungan rata-rata
BOD, COD dan TSS berturut-turut sebesar 3250, 6520 dan 1500 mg/l. Bila dibandingkan
dengan baku mutu limbah cair industri produk makanan dari kedelai menurut
KepMenLH No. Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Industri, kadar maksimum yang diperbolehkan untuk BOD
5
, COD dan TSS
berturut-turut adalah 50, 100 dan 200 mg/l, sehinga jelas bahwa limbah cair industri ini
telah melampaui baku mutu yang dipersyaratkan.
Upaya untuk menurunkan kandungan bahan organik dalam air buangan industri
tahu telah banyak dilakukan, diantaranya menggunakan metode fisika-kimia (Husin,
2003 dan Satyanaran et al, 2004), biologis aerob (Tay, 1990 dan Upe, 2001), dan
pemanfaatan gulma air (Lisnasari, 1995). Akan tetapi, penerapan ketiga metode tersebut
dalam skala riil khususnya di Indonesia relatif sulit karena beberapa alasan, antara lain :
metode dan operasi relatif kompleks, kebutuhan jumlah koagulan besar dan biaya energi
listrik untuk aerasi tinggi, serta lahan fasilitas pengolahan yang relatif luas (MetCalf dan
Eddy, 2003) serta produksi lumpur atau biomassa tinggi (Tobing dan Loebis, 1994).
Dengan demikian, para pengusaha industri tahu sering membuang limbah ke badan air
tanpa pengolahan terlebih dahulu. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah di atas,
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
diperlukan metode pengolahan alternatif baru yang efektif, murah dan efisien serta
mudah dioperasikan.
Biofilter merupakan suatu reaktor biologis film-tetap (fixed-film) menggunakan
packing berupa kerikil, plastik atau bahan padat lainnya dimana limbah cair dilewatkan
melintasinya secara kontinu. Adanya bahan isian padat menyebabkan mikroorganisme
yang terlibat tumbuh dan melekat atau membentuk lapisan tipis (biofilm) pada permukaan
media tersebut (MetCalf dan Eddy, 2003). Biofilter berupa filter dari medium padat
tersebut diharapkan dapat melakukan proses pengolahan atau penyisihan bahan organik
terlarut dan tersuspensi dalam limbah cair.
Filtrasi merupakan proses pemisahan padatanmaterial tersuspensi yang ada di
dalam air dengan melewatkannya melalui media berpori (Montgomery, 1985). Adanya
bahan organik dan aktivitas biologis menyebabkan terjadinya perubahan sifat pelekatan
material tersuspensi terhadap media filter.
Aplikasi metode biofiltasi telah banyak dilaporkan khususnya dalam pengolahan
limbah cair, seperti limbah cair industri tahu-tempe (BPPT, 1997a), limbah cair rumah
sakit (BPPT, 1997b), air buangan industri (Darmawan,1998), air sungai yang sangat
kotor (Laura, 1995; Hadi dan Santoso, 2000), limbah pabrik alkohol (Suwarno et al,
2003). Menurut Young (1991) dan Rittmann dan McCarty (2001), biofiltrasi juga dapat
diaplikasikan dalam pengolahan limbah cair bahan-bahan kimia, domestik, bahan
makanan, soft drink, landfill leachate dan industri farmasi.
Uji coba yang telah dilakukan di daerah Jakarta dalam mengolah limbah cair
industri tahu-tempe menggunakan packing dari bahan plastik berbentuk sarang tawon
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
dalam kondisi anaerob-aerob membuktikan adanya penurunan BOD, COD dan TSS yang
cukup signifikan (BPPT, 1997a). Akan tetapi, penggunaaan packing dari bahan plastik
mempunyai kelemahan yaitu biaya packing relatif tinggi (MetCalf dan Eddy, 2003) dan
kecenderungan kehilangan padatan biologis yang lebih besar (Rittmann dan McCarty,
2001).
Meskipun unjuk kerja biofilter secara anaerob-aerob memberikan hasil yang cukup baik seperti dilaporkan oleh BPPT
(1997a), tetapi pengujian proses tersebut khususnya untuk industri tahu berskala kecil secara individual di Indonesia dan penggunaan
media biofilter yang lain masih jarang.
Dalam penelitian ini, penyusun mencoba mempergunakan proses biofiltrasi anaerob dalam reaktor fixed-bed dua tahap dengan
batu kerikil berdiameter 1 2 cm yang diisi secara curah ke dalam reaktor sebagai media pembiakan mikroba. Penelitian ini dilakukan
pada skala laboratorium dengan laju alir umpan kontinu dan aliran downflow upflow pada temperatur ruang.

1.2. Masalah Penelitian
Limbah cair industri tahu mengandung bahan organik yang tinggi, bila dibuang ke
lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu akan menimbulkan dampak negatif berupa
penurunan kualitas badan air penerima. Upaya penanganan dampak dengan cara
pengolahan limbah cair industri tahu menggunakan metode koagulasi flokulasi, proses
lumpur aktif dan gulma air belum memberikan hasil yang memuaskan.
Uji coba pengolahan limbah cair industri tahu-tempe secara biofiltrasi anaerob
menggunakan packing bahan plastik berbentuk sarang tawon yang telah dilakukan di
daerah Jakarta menunjukkan adanya penurunan BOD, COD dan TSS yang cukup
signifikan (BPPT, 1997a). Akan tetapi, penggunaaan packing dari bahan plastik masih
mempunyai kelemahan antara lain biaya packing relatif tinggi dan kecenderungan
kehilangan padatan biologis yang lebih besar. Metode pengolahan limbah cair secara
biofiltrasi anaerobik menggunakan packing batu kerikil diharapkan akan dapat menjawab
permasalahan tersebut.
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh hydraulic retention time
(HRT), konsentrasi COD awal limbah dan tinggi media unggun terhadap reduksi
kandungan COD dan MLSS limbah cair industri tahu secara biofiltrasi anaerob
menggunakan reaktor fixed-bed dua tahap dengan packing dari bahan kerikil.

1.4. Manfaat Penelitian
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan dalam mengolah limbah cair
industri tahu
b. Sebagai bahan masukan baik bagi pengusaha industri tahu maupun peneliti,
bahwa biofiltrasi anaerobik dapat digunakan untuk mendegradasi bahan organik
dalam limbah cair industri tahu.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dan pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut :
(1). Pada penelitian ini digunakan limbah cair industri tahu yang terdapat di sekitar
daerah Padang Bulan Medan.
(2). Parameter uji yang diamati adalah chemical oxygen demand (COD) dan mixed
liquor suspended solid (MLSS).
(3). Kondisi operasi percobaan dilakukan pada temperatur ruang dengan pH awal
limbah cair alamiah, dengan variasi percobaan sebagai berikut :
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
a. Hydraulic retention time (HRT) atau waktu tinggal cairan : 12 ; 18 dan 24
jam.
b. Konsentrasi COD awal limbah masuk ke reaktor : 2000 dan 3000 mg/L dan
alamiah (tanpa pengenceran).
c. Tinggi unggun media filter : 100 dan 125 cm.

















Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Proses Pembuatan Tahu
Kedelai dan produk makanan yang terbuat dari kacang kedelai merupakan sumber
bahan makanan yang dapat diperoleh dengan harga yang murah serta kandungan protein
tinggi. Bagi penduduk dunia terutama orang Asia, tahu merupakan makanan yang umum.
Di Indonesia, peningkatan kualitas kesehatan secara langsung merupakan bagian dari
peningkatan produk makanan yang terbuat dari kedelai, seperti tahu, tempe, kecap dan
produk lain yang berbasis kedelai.
Industri tahu di Indonesia berkembang pesat sejalan dengan peningkatan jumlah
penduduk. Namun di sisi lain industri ini menghasilkan limbah cair yang berpotensi
mencemari lingkungan. Industri tahu membutuhkan air untuk pemrosesannya, yaitu
untuk proses sortasi, perendaman, pengupasan kulit, pencucuian, penggilingan, perebusan
dan penyaringan. Secara umum, skema proses pembuatan tahu dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
Air buangan dari proses pembuatan tahu ini menghasilkan limbah cair yang menjadi
sumber pencemaran bagi manusia dan lingkungan. Limbah tersebut, bila dibuang ke
perairan tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat mengakibatkan kematian makhluk hidup
dalam air termasuk mikroorganisme (jasad renik) yang berperan penting dalam mengatur
keseimbangan biologis air, oleh karena itu penanganan limbah cair secara dini mutlak
perlu dilakukan.
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Kedelai




































Sumber : Santoso, 1993; Bapedal, 1994 dan BPPT, 1997a



Gambar 2.1. Bagan Proses Pembuatan Tahu


Tahu
Perebusan Air
air rebusan
Pencetakan/pengepresan/pemotongan
Air tahu
Penggumpalan
Batu tahu
Asam Asetat
atau Whey
Limbah cair
(BOD, TSS)
Penyaringan
Air tahu/ whey
(TSS, BOD)
Pengupasan Kulit Air
Kulit kedelai
Limbah Cair
(BOD, TSS)
Perendaman Air
Sortasi dan pembersihan
Air
Kotoran
Limbah Cair
(3 12 jam)
Pencucian
Air
Limbah cair
(30-40 menit)
Penggilingan
Air
- Air hangat ( 8 : 1)
Pemasakan bubur kedelai Air
air hangat, 100
o
C, 15 30 menit
FILTRAT
Penyaringan
Air Ampas tahu
air hangat
30 menit
80
o
C
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
2.2. Limbah Cair Industri Tahu
Limbah industri tahu terdiri dari dua jenis, yaitu limbah cair dan padat. Dari kedua
jenis limbah tersebut, limbah cair merupakan bagian terbesar dan berpotensi mencemari
lingkungan. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan bersumber dari cairan kental
yang terpisah dari gumpalan tahu pada tahap proses penggumpalan dan penyaringan yang
disebut air dadih atau whey. Sumber limbah cair lainnya berasal dari proses sortasi dan
pembersihan, pengupasan kulit, pencucian, penyaringan, pencucian peralatan proses dan
lantai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sebanding
dengan penggunaan air untuk pemrosesannya. Menurut Nuraida (1985) jumlah kebutuhan
air proses dan jumlah limbah cair yang dihasilkan dilaporkan berturut-turut sebesar 45
dan 43,5 liter untuk tiap kilogram bahan baku kacang kedelai. Pada beberapa industri
tahu, sebagian kecil dari limbah cair tersebut (khususnya air dadih) dimanfaatkan kembali
sebagai bahan penggumpal (Dhahiyat, 1990). Perincian pengggunaan air dalam setiap
tahapan proses dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Perkiraan kebutuhan air pada pengolahan tahu dari 3 kg kedelai
Tahap Proses Kebutuhan Air (Liter)
Pencucian 10
Perendaman 12
Penggilingan 3
Pemasakan 30
Pencucian ampas 50
Perebusan 20
Jumlah 135
Sumber : Nuraida (1985)
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik kompleks yang tinggi
terutama protein dan asam-asam amino (EMDI Bapedal, 1994) dalam bentuk padatan
tersuspensi maupun terlarut (BPPT, 1997a). Adanya senyawa-senyawa oeganik tersebut
menyebabkan limbah cair industri tahu mengandung BOD, COD dan TSS yang tinggi
(Tay, 1990; BPPT, 1997a; dan Husin, 2003) yang apabila dibuang ke perairan tanpa
pengolahan terlebih dahulu dapat menyebabkan pencemaran.

2.2.1. Karakteristik Limbah Cair Industri Tahu
Secara umum karakteristik air buangan dapat digolongkan atas sifat fisika, kimia
dan biologi. Akan tetapi, air buangan industri biasanya hanya terdiri dari karakteristik
kimia dan fisika. Menurut Eckenfelder (1989), parameter yang digunakan untuk
menunjukkan karakter air buangan industri adalah :
a. Parameter fisika, seperti kekeruhan, suhu, zat padat, bau dan lain-lain.
b. Parameter kimia, dibedakan atas :
b.1. Kimia Organik : kandungan organik (BOD, COD, TOC), oksigen terlarut (DO),
minyak/lemak, Nitrogen-Total (N-Total), dan lain-lain.
b.2. Kimia anorganik : pH, Ca, Pb, Fe, Cu, Na, sulfur, H
2
S, dan lain-lain.
Beberapa karakteristik limbah cair industri tahu yang penting antara lain :
(1). Padatan tersuspensi, yaitu bahan-bahan yang melayang dan tidak larut dalam
air. Padatan tersuspensi sangat berhubungan erat dengan tingkat kekeruhan air,
semakin tinggi kandungan bahan tersuspensi tersebut, maka air akan semakin
keruh (MetCalf & Eddy, 2003).
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
(2). Biochemical Oxygen Demand (BOD), merupakan parameter untuk menilai
jumlah zat organik yang terlarut serta menunjukkan jumlah oksigen yang
diperlukan oleh aktivitas mikroba dalam menguraikan zat organik secara
biologis di dalam limbah cair (MetCalf & Eddy, 2003). Limbah cair industri
tahu mengandung bahan-bahan organik terlarut yang tinggi.
(3). Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimiawi merupakan
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh oksidator (misal kalium dikhromat) untuk
mengoksidasi seluruh material baik organik maupun anorganik yang terdapat
dalam air (MetCalf & Eddy, 2003). Jika kandungan senyawa organik dan
anorganik cukup besar, maka oksigen terlarut di dalam air dapat mencapai nol
sehingga tumbuhan air, ikan-ikan dan hewan air lainnya yang membutuhkan
oksigen tidak memungkinkan hidup.
(4). Nitrogen-Total (N-Total) yaitu fraksi bahan-bahan organik campuran senyawa
kompleks antara lain asam-asam amino, gula amino, dan protein (polimer asam
amino). Dalam analisis limbah cair, N-Total terdiri dari campuran N-organik,
N-amonia, nitrat dan nitrit (Sawyer et al, 1994). Nitrogen organik dan nitrogen
amonia dapat ditentukan secara analitik menggunakan metode Kjeldahl,
sehingga lebih lanjut konsentrasi total keduanya dapat dinyatakan sebagai Total
Kjeldahl Nitrogen (TKN). Senyawa-senyawa N-Total adalah senyawa-senyawa
yang mudah terkonversi menjadi amonium (NH
4
+
) melalui aksi mikroorganisme
dalam lingkungan air atau tanah (MetCalf dan Eddy, 2003). Menurut
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Kuswardani (1985) limbah cair industri tahu mengandung N-Total sebesar
434,78 mg/L.
(5). Derajat Keasaman (pH). Air limbah industri tahu sifatnya cenderung asam
(BPPT, 1997a), pada keadaan asam ini akan terlepas zat-zat yang mudah
menguap. Hal ini mengakibatkan limbah cair industri tahu mengeluarkan bau
busuk.
Berdasarkan hasil studi Balai Perindustrian Medan terhadap karakteristik air
buangan industri tahu di Medan (Bappeda Medan, 1993), diketahui bahwa limbah cair
industri tahu rata-rata mengandung BOD (4583 mg/l); COD (7050 mg/l), TSS (4743
mg/l) dan minyak atau lemak 26 mg/l serta pH 6,1. Sementara menurut Laporan EMDI
Bapedal (1994) limbah cair industri tersebut rata-rata mengandung BOD, COD dan
TSS berturut-turut sebesar 3250, 6520, dan 1500 mg/l.
Penggunaan bahan kimia seperti batu tahu (CaSO
4
) atau asam asetat sebagai
koagulan tahu juga menyebabkan limbah cair tahu mengandung ion-ion logam.
Kuswardani (1985) melaporkan bahwa limbah cair industri tahu mengandung Pb (0,24
mg/l); Ca (34,03 mg/l); Fe (0,19 mg/l); Cu (0,12 mg/l) dan Na (0,59 mg/l).

2.3. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu
Berbagai upaya untuk mengolah limbah cair industri tahu telah dicoba dan
dikembangkan. Secara umum, metode pengolahan yang dikembangkan tersebut dapat
digolongkan atas 3 jenis metode pengolahan, yaitu secara fisika, kimia maupun biologis.
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Cara fisika, merupakan metode pemisahan sebagian dari beban pencemaran
khususnya padatan tersuspensi atau koloid dari limbah cair dengan memanfaatkan gaya-
gaya fisika (Eckenfelder, 1989 dan MetCalf & Eddy, 2003). Dalam pengolahan limbah
cair industri tahu secara fisika, proses yang dapat digunakan antara lain adalah filtrasi dan
pengendapan (sedimentasi). Filtrasi (penyaringan) menggunakan media penyaring
terutama untuk menjernihkan dan memisahkan partikel-partikel kasar dan padatan
tersuspensi dari limbah cair. Dalam sedimentasi, flok-flok padatan dipisahkan dari aliran
dengan memanfaatkan gaya gravitasi.
Cara kimia, merupakan metode penghilangan atau konversi senyawa-senyawa
polutan dalam limbah cair dengan penambahan bahan-bahan kimia atau reaksi kimia
lainnya (MetCalf & Eddy, 2003). Beberapa proses yang dapat diterapkan dalam
pengolahan limbah cair industri tahu diantaranya termasuk koagulasi-flokulasi dan
netralisasi.
Proses netralisasi biasanya diterapkan dengan cara penambahan asam atau basa
guna menetralisir ion-ion terlarut dalam limbah cair sehingga memudahkan proses
pengolahan selanjutnya.
Dalam proses koagulasi-flokulasi menurut Mysels (1959), partikel-partikel koloid
hidrofobik cenderung menyerap ion-ion bermuatan negatif dalam limbah cair melalui
sifat adsorpsi koloid tersebut, sehingga partikel tersebut menjadi bermuatan negatif.
Koloid bermuatan negatif ini melalui gaya-gaya Van der Waals menarik ion-ion
bermuatan berlawanan dan membentuk lapisan kokoh (lapisan stern) mengelilingi
partikel inti. Selanjutnya lapisan kokoh stern yang bermuatan positif menarik ion-ion
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
negatif lainnya dari dalam larutan membentuk lapisan kedua (lapisan difus). Kedua
lapisan tersebut bersama-sama menyelimuti partikel-partikel koloid dan membuatnya
menjadi stabil. Partikel-partikel koloid dalam keadaan stabil menurut Davis dan Cornwell
(1991) cenderung tidak mau bergabung satu sama lainnya membentuk flok-flok
berukuran lebih besar, sehingga tidak dapat dihilangkan dengan proses sedimentasi
ataupun filtrasi.
Koagulasi pada dasarnya merupakan proses destabilisasi partikel koloid bermuatan
dengan cara penambahan ion-ion bermuatan berlawanan (koagulan) ke dalam koloid,
dengan demikian partikel koloid menjadi netral dan dapat beraglomerasi satu sama lain
membentuk mikroflok. Selanjutnya mikroflok-mikroflok yang telah terbentuk dengan
dibantu pengadukan lambat megalami penggabungan menghasilkan makroflok
(flokulasi), sehingga dapat dipisahkan dari dalam larutan dengan cara pengendapan atau
filtrasi (Eckenfelder, 1989; Farooq dan Velioglu, 1989).
Koagulan yang biasa digunakan antara lain polielektrolit, aluminium, kapur, dan
garam-garam besi. Masalah dalam pengolahan limbah secara kimiawi adalah banyaknya
endapan lumpur yang dihasilkan (Ramalho, 1983; Eckenfelder, 1989; MetCalf dan Eddy,
2003), sehingga membutuhkan penanganan lebih lanjut.
Selain kedua metode tersebut di atas, metode gabungan fisika-kimia mencakup
flokulasi yang dikombinasikan dengan sedimentasi juga telah dicoba digunakan dalam
skala laboratorium antara lain oleh Husin (2003) dan Satyanaran et al (2004). Namun,
penerapan metode fisika, kimia atau gabungan keduanya dalam skala riil hasilnya kurang
memuaskan khususnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan beberapa faktor antara lain :
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
metode pengolahan fisika-kimia terlalu kompleks, kebutuhan bahan kimia cukup tinggi,
serta lumpur berupa endapan sebagai hasil dari sedimentasi menjadi masalah penanganan
lebih lanjut.
Cara biologi dapat menurunkan kadar zat organik terlarut dengan memanfaatkan
mikroorganisme atau tumbuhan air. Pada dasarnya cara biologi adalah pemutusan
molekul kompleks menjadi molekul sederhana. Proses ini sangat peka terhadap faktor
suhu, pH, oksigen terlarut (DO) dan zat-zat inhibitor terutama zat-zat beracun.
Mikroorganisme yang digunakan untuk pengolahan limbah adalah bakteri, algae, atau
protozoa (Ritmann dan McCarty, 2001). Sedangkan tumbuhan air yang mungkin dapat
digunakan termasuk gulma air (aquatic weeds) (Lisnasari, 1995).
Metode biologis lainnya juga telah dicoba diterapkan dalam penanganan limbah
cair industri tahu. Tay (1990) mencoba menggunakan proses lumpur aktif (activated
sludge) untuk mendegradasi kandungan organik dalam limbah cair tahu dan susu kedelai.
Hasil yang dicapai dilaporkan secara teknis cukup memuaskan, dimana diperoleh
penurunan BOD terlarut, nitrogen dan fosfor berturut-turut sebesar 95%, 67% dan 57%.
Akan tetapi melihat tingkat pengetahuan para pengrajin tahu khususnya di Indonesia
yang relatif minim dalam hal penanganan limbah dan faktor-faktor teknis lainnya, seperti
biaya investasi dan operasi cukup tinggi, luas lahan yang diperlukan cukup besar, serta
pengendalian proses yang relatif kompleks. Sehingga, penerapan metode ini khususnya di
Indonesia kurang berdaya guna. Hal ini dapat dilihat, bahwa banyak di antara pengrajin
tahu membuang limbahnya ke perairan tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu
(Lisnasari, 1995).
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, perlu dicari metode pengolahan limbah
cair yang lebih sederhana, efektif dan murah dan mudah dioperasikan, sehingga dapat
diterima dan diterapkan di Indonesia. Berdasarkan laporan EMDI Bapedal (1994)
metode pengolahan biologis yang juga patut dipertimbangkan untuk mengolah limbah
cair tahu di antaranya adalah proses aerob dan anaerob di samping metode penimbunan
pada tanah dan penyemprotan irigasi. Berdasarkan informasi tersebut, salah satu cara
pengolahannya adalah menggunakan proses anaerob. Pemilihan metode ini sesuai dengan
gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh Eckenfelder (1989) dan Tobing (1989), bahwa
untuk limbah cair pekat dengan kandungan BOD
5
> 1000 mg/l metode pengolahan yang
lebih layak adalah dekomposisi anaerob.

2.4. Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerobik
Pengolahan limbah cair dengan proses anaerob pada dasarnya sama dengan proses
aerobik, dimana sama-sama memanfaatkan aktivitas mikroorganisme atau metabolisme
sel untuk menurunkan atau menghilangkan substrat tertentu terutama senyawa-senyawa
organik biodegradable dalam air buangan. Proses metabolisme sel dapat dipisahkan atas
2 jenis proses, yaitu katabolisme dan anabolisme (Davis dan Cornwell, 1991; Manahan,
1994 ; Rittmann dan McCarty, 2001). Katabolisme adalah semua proses biokimia yang
terlibat dalam degradasi atau oksidasi substrat menjadi produk akhir yang disertai dengan
pelepasan energi. Energi yang dilepas dalam proses oksidasi tersebut ditransfer ke energy
carrier yang kemudian menyimpannya, dan selanjutnya digunakan oleh bakteri tersebut
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
untuk pergerakan sel, maintenance sel serta kebutuhan energi proses lainnya (Rittmann
dan McCarty, 2001).
Anabolisme adalah termasuk semua proses biokimia yang dilakukan bakteri untuk
sintesa sel baru atau komponen seluler dari sumber karbon. Proses sintesa ini digerakkan
oleh energi yang telah tersimpan atau tersedia dalam energy carrier (Davis dan Cornwell,
1991). Jadi suatu organisme dapat menggunakan proses metabolisme baik untuk
menghasilkan energi maupun untuk memodifikasi senyawa-senyawa biomolekuler
(Manahan, 1994).
Berdasarkan pemanfaatan oksigen dalam proses metabolisme sel, pengolahan
limbah cair secara biologis dapat dikelompokkan atas 2 kelompok, yaitu proses aerob dan
anaerob. Pada proses aerob, katabolisme senyawa organik berlangsung dengan
memanfaatkan oksigen bebas yang terdapat dalam lingkungan sebagai penerima elektron
terakhir. Pada proses anaerob atau disebut respirasi anaerob, katabolisme senyawa
organik berlangung tanpa oksigen bebas dalam lingkungan dan penguraian terjadi dengan
memanfaatkan senyawa organik sebagai penerima elektron terakhir (Rittmann dan
McCarty, 2001).
Dalam perlakuan biologis, prinsip biologi diterapkan untuk mengolah limbah cair
dengan bantuan mikroorganisme yang dapat diperoleh secara alamiah (Rittmann dan
McCarty, 2001; MetCalf & Eddy, 2003) atau seleksi (Tobing dan Loebis, 1994). Sistem
ini cukup efektif dengan biaya pengoperasian rendah dan dapat mereduksi BOD hingga
90% (Fardiaz, 1992). Oleh karena itu, pengolahan limbah cair secara biologis merupakan
cara yang sangat menarik dan menguntungkan. Keuntungan lainnya adalah lumpur yang
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
dihasilkan dari pengolahan limbah khususnya proses anaerob relatif sedikit (Rittmann
dan McCarty, 2001; MetCalf dan Eddy, 2003).
Perlakuan anaerobik untuk degradasi senyawa organik kompleks dalam limbah cair
tahu muncul sebagai pilihan yang logis dan menarik, karena biodegradasi senyawa-
senyawa organik kompleks dapat dilakukan dalam sistem anaerob. Dalam proses
anaerob, senyawa-senyawa organik kompleks (protein, karbohidrat dan minyak/lemak)
berantai panjang mula-mula didegradasi menjadi asam lemak dan asam amino sederhana
dan berantai pendek serta sejumlah kecil gas hidrogen (Parkin dan Owen, 1986; Ridlo,
1996; MetCalf dan Eddy, 2003). Selanjutnya asam-asam organik dan asam-asam amino
sederhana diuraikan lebih lanjut menjadi gas metan (CH
4
), karbon dioksida (CO
2
) dan
sejumlah kecil H
2
, hidrogen sulfida (H
2
S) dan nitrogen serta biomassa (Balch et al, 1977;
Speece, 1983).

2.4.1. Biodegradasi Limbah Cair Secara Anaerobik
Biodegradasi senyawa-senyawa organik kompleks dalam limbah cair secara
anaerob atau disebut juga proses destabilisasi (Tobing dan Loebis, 1994) dapat
menghasilkan produk intermediet berupa asam lemak volatil, asam amino sederhana
seperti asam asetat, asam propionat, butirat, glysin, leusin dan lain-lain. Beberapa
literatur tentang proses penguraian substrat organik kompleks dalam limbah cair secara
anaerob dilaporkan oleh Andrews et al (1962); McCarty dan Smith (1986); Damayanthie
(2000); Archer dan Kirsop (1990) dan Tobing dan Loebis (1994).
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Andrews et al (1962) mempelajari kinetika dan karakteristik degradasi limbah cair
organik menggunakan reaktor batch dalam keadaan anaerob. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan, bahwa :
(1). Pada awal proses degradasi anaerob, pH cairan mengalami penurunan karena di
dalam sistem terjadi pembentukan asam-asam organik. Setelah tahap ini berakhir
terjadi fermentasi metana, dimana asam-asam organik dipecah akibatnya pH
campuran mengalami kenaikan. Proses ini mulai terjadi setelah operasi
berlangsung kurang lebih 2 hari.
(2). Setelah periode penahanan yang lama, hampir seluruh asam-asam organik volatil
dikonversi menjadi gas metan dan karbon dioksida.
Dhamayanthie (2000) mencoba meneliti pengolahan limbah cair industri tekstil
dengan proses anaerob-aerob menggunakan reaktor alir kontinu. Hasil penelitian
dilaporkan bahwa dalam tahap anaerob dengan temperatur ruang dan waktu tinggal 12
24 jam dihasilkan penurunan COD 21,76 29,56 % dan BOD 14,80 41,91%.
Berdasarkan grup bakteri yang berperan, proses biodegradasi bahan organik
kompleks secara anaerob menjadi gas metana dapat dibagi atas tiga tahap seperti terlihat
pada Gambar 2.2 (Polprasert dan Hoang, 1983; Spaan, 1983; Ridlo, 1996; Rittmann dan
McCarty, 2001; dan MetCalf & Eddy, 2003).
Pada tahap hidrolisis, mikro organisme hidrolitik akan mendegradasi bahan organik
kompleks menjadi monomer-monomer. Produk akhir pada proses hidrolisis ini terutama
monosakarida, asam lemak, asam amino serta purin dan pirimidin (Spaan, 1983; Speece,
1983; Polprasert dan Hoang, 1983; Ridlo, 1996; dan MetCalf & Eddy, 2003) dan bahan-
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
bahan organik yang sukar terhidrolisis (Tobing dan Loebis, 1994). Akan tetapi hasil
proses ini tidak merubah nilai COD (Eckenfelder, 1989).
Dalam tahap fermentasi (asidifikasi), monomer-monomer hasil proses hidrolisis
didegradasi lebih lanjut oleh bakteri asidogenik menjadi asam lemak volatil seperti asam
propionat, butirat, valerat dan sebahagian kecil asam asetat, H
2
dan CO
2
MetCalf &
Eddy, 2003), etanol, amoniak dan hidrogen sulfida (Tobing dan Loebis, 1994; dan Ridlo,
1996) . Asam-asam organik yang molekulnya lebih berat dari asam asetat akan diubah
lebih lanjut oleh bakteri asetogenik menjadi asam asetat, H
2
dan CO
2
(Parkin dan Owen,
1986). Eckenfelder (1989) dan McCarty dan Smith (1986) melaporkan bahwa penguraian
asam-asam organik seperti propionat, butirat dan valerat oleh bakteri asetogenik hanya
dapat terjadi bila konsentrasi H
2
sangat rendah, yaitu jika tekanan parsial gas H
2
< 10
- 4

atm. Produk akhir tahap fermentasi ini merupakan perintis dalam pembentukan gas
metana.

















Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008





Tahap
hidrolisis






Tahap
fermentasi






BAHAN ORGANIK KOMPLEKS
(Protein, lipid, polisakarida, asam nukleat)
asam amino, asam lemak, monosakarida,
purin dan pirimidin
asam propionat
asam butirat
asam valerat
dll
asam asetat H
2
; CO
2















Tahap ketiga, yaitu tahap metanogenesis (metanasi) merupakan tahap pembentukan
gas metana dari asam asetat dan H
2
serta

CO
2
(Tobing, 1989; dan Ridlo, 1996). Proses
metanasi dilakukan oleh dua grup mikroorganisme yang secara kolektif disebut
metanogenik (Balch et al, 1977). Kedua jenis organisme metanogenik tersebut sama-
sama menghasilkan gas metana dan CO
2
. Grup pertama disebut asetilastik metanogen
(Balch et al, 1977) berfungsi mengubah substrat asam asetat menjadi metana dan CO
2

melalui reaksi :
CH
3
COOH CH
4
+ CO
2
.(1)
Grup kedua disebut bakteri metanogenik pengguna hidrogen atau methanogen
hidrogenotropik (Balch et al, 1977) menggunakan hidrogen (H
2
) sebagai elektron donor
dan CO
2
sebagai akseptor untuk membentuk metana seperti reaksi anaerobik.
CO
2
+ 4 H
2
CH
4
+ 2H
2
O

..... (2)
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Dalam proses anaeobik, tahap metanogenesis ini merupakan tahap yang paling
penting dalam pengolahan limbah cair, karena pada tahap ini terjadi reduksi COD atau
BOD cukup tinggi. Eckenfelder (1989) dan Rittman dan McCarty (2001) melaporkan
bahwa dalam proses ini, setiap 1 kg COD atau BOD

ultimate yang dihilangkan dan atau
diproses dihasilkan 0,35 m
3
gas metana pada temperatur dan tekanan standard.

2.5. Pengolahan Limbah Cair Secara Biofilter Anaerobik
Berdasarkan keadaan aggregat biakan mikroorganisme dalam medium limbah cair,
secara garis besar pengolahan limbah cair dapat dibedakan atas biakan tersuspensi
(suspended culture) dan biakan melekat (attached culture). Pada sistem dengan biakan
tersuspensi, kultur mikroba dibiakkan secara tersuspensi diseluruh volume limbah cair.
Sistem pengolahan yang menggunakan metode ini diantaranya adalah proses lumpur aktif
(activated sludge), step aerasi, stabilisasi kontak, proses campur sempurna (completely
mixed process) dan lain-lain.
Pada sistem pengolahan dengan biakan melekat (sering disebut biofilter), kultur
mikroba dibiakkan pada suatu media, sehingga mikroorganisme yang terlibat melekat
atau membentuk lapisan tipis (biofilm) pada permukaan media padat (MetCalf dan Eddy,
2003). Berdasarkan posisi media biofilter dalam bioreaktor, MetCalf dan Eddy (2003)
membagi proses pertumbuhan melekat atas 3 macam, yaitu non-submerged, suspended
growth process dengan fixed film packing dan submerged.
a. Proses pertumbuhan melekat dengan biakan tidak terendam (non-submerged)
merupakan proses pengolahan limbah secara biologis dimana media biakan tidak
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
terendam dalam bulk cairan. Unit proses yang termasuk ke dalam kelompok ini
antara lain adalah trickling filter (MetCalf dan Eddy , 2003).
b. Proses pertumbuhan tersuspensi dengan packing film tetap (suspended growth
process with fixed-film packing) pada dasarnya merupakan proses pengolahan
dengan biakan tersuspensi sebagaimana halnya dalam sistim lumpur aktif. Akan
tetapi penggunaan jenis bahan packing yang tersuspensi ke dalam tangki
menyebabkan mikroorganisme yang terlibat melekat pada bahan packing tersebut.
Di samping itu, bahan packing tetap yang sebahagian tercelup ke dalam tangki
seperti halnya rotating biological contactor (RBC) yang terendam sebagian dapat
digolongkan ke dalam pertumbuhan melekat. (WEF, 2000).
c. Proses pertumbuhan melekat dengan biakan terendam (submerged) merupakan
proses pengolahan limbah secara biologis dimana media biakan terendam
sepenuhnya dalam bulk cairan. Unit proses yang termasuk ke dalam kelompok ini
antara lain adalah reaktor biologis unggun-tetap aliran ke atas (upflow) dan aliran ke
bawah (downflow), unggun terfluida (fluidized bed), upflow anaerobic sludge
blanket (UASB), dan lain-lain (MetCalf & Eddy, 2003).
Dari ketiga jenis sistem biofilter tersebut, proses pertumbuhan melekat dengan
biakan terendam merupakan metode pengolahan limbah cair yang relatif baru khususnya
dalam pengolahan biologis anaerobik. Aplikasi proses ini pertama sekali dikemukakan
oleh Young dan McCarty pada tahun 1963 (Rittman dan McCarty, 2001; Bal dan Dhagat,
2001; MetCalf & Eddy, 2003). Young dan McCarty menggunakan sistem biofilter
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
anaerob dalam proses pengolahan limbah cair organik dalam skala laboratorium dan
mendapatkan bahwa biofilter mampu mendegradasi kandungan organik air limbah.
Sistem biofilter anaerob merupakan pengembangan dari sistem pengolahan limbah
anaerob dengan biakan tersuspensi, dimana dengan adanya filter tersebut konsentrasi
padatan biologis (biomassa) dalam reaktor dapat dipertahankan. Dengan penahanan
padatan biologis ini diperoleh sludge retention time (SRT) yang lebih lama meskipun
pada aliran limbah cair yang besar (Bal dan Dhagat, 2001). Dengan demikian, bila
dibandingkan dengan proses biakan tersuspensi, sistem biofilter atau biakan melekat
mempunyai beberapa keuntungan,antara lain :
(1). Proses degradasi substrat secara anaerob dalam limbah cair terjadi dalam 3 step
reaksi biokimia, yaitu hidrolisis, fermentasi dan metanasi. Ketiga proses tersebut
berhubungan langsung dengan SRT atau hydraulic retention time (HRT).
Semakin tinggi SRT maka semakin tinggi kemungkinan terjadinya ketiga reaksi
tersebut di atas. Bila SRT kurang dari SRT minimum, bakteri tidak dapat tumbuh
dengan cepat dan proses degradasi akan mengalami kegagalan (WEF, 1998).
(2). Adanya air buangan yang melalui media tumbuh biofilm lama-kelamaan
mengakibatkan tumbuhnya lapisan lendir yang menyelimuti packing atau disebut
biofilm. Selain berfungsi untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan BOD
dalam aliran limbah, biofilter juga mengurangi konsentrasi TSS (BPPT, 1997a
dan 1997b).
Sistem pengolahan limbah cair biofilter anaerobik dengan biakan terendam dapat
dioperasikan dengan berbagai cara, antara lain aliran ke atas (upflow), aliran ke bawah
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
(downflow), atau gabungan keduanya, unggun terekspansi dan unggun terfluida
(Rittmann dan McCarty, 2001).
2.5.1. Proses Pembentukan Biofilm
Biofilm atau biofilter pada dasarnya adalah sekumpulan aggregat mikroorganisme
atau produk polimer ekstrasellular yang melekat pada permukaan padatan dan/atau bahan
inert dalam lingkungan berair (Marshall, 1992; Behrendt, 2000; Rittmann dan McCarty,
2001) atau tergantung dengan antarmuka (Davey dan OToole, 2000). Menurut Costerton
et al (1985) populasi bakteri pada lingkungan berair paling banyak dijumpai dalam
keadaan aggregat yang dapat membentuk biofilm dari pada keadaan planktonik (bebas).
Bakteri dalam keadaan plaktonik bertindak sebagai suatu individu, sehingga tidak mampu
bersaing untuk mendapatkan ruang, oksigen dan faktor lainnya. Hal ini menyebabkan
bakteri dalam keadaan planktonik mempunyai tingkat kepadatan yang rendah. Dalam
keadaan aggregat dan molekul bakteri mampu memperoleh nutrisi lebih banyak.
Mekanisme pembentukan biofilm dimulai ketika sel melekat ke permukaan sel
lainnya dan/ atau bahan inert. Beberapa faktor yang berperan dalam proses pelekatan sel
pada permukaan suatu media adalah transportasi sel, adsorpsi reversible, adhesi
irreversible dan penggandaan sel (Schmindt dan Ahring, 1996). Proses pelekatan sel
bakteri dimulai dengan pembentukan butiran perintis (aggregat bakteri yang kecil) yang
cenderung tercuci (washout) dari reaktor dan kemudian tumbuh menjadi butiran-butiran
mikroorganisme (Callander dan Barford, 1983). Pada awal pelekatannya, bakteri tertarik
pada permukaan, namun tidak langsung melekat erat dan bakteri melakukan gerak Brown
(acak) serta dapat lepas kembali. Setelah menyesuaikan diri dengan permukaan, bakteri
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
selanjutnya melekat erat pada permukaan. Kecepatan pelekatan bakteri berbeda-beda
tergantung pada struktur dan daya rekatnya. Beberapa bakteri seperti substansi polimer
ekstra sellular dan fimbriae memiliki struktur dan daya rekat yang kuat, sehingga dengan
cepat akan melekat erat pada permukaan media. Tetapi ada juga bakteri yang
membutuhkan waktu kontak yang lama agar dapat melekat erat pada permukaan media
(Marshall, 1992).
2.5.2. Proses Degradasi Bahan Organik Kompleks dengan Biofiltrasi Anaerob
Upaya untuk menurunkan kandungan bahan organik kompleks dalam limbah cair
telah banyak dilakukan baik dengan cara aerob maupun anaerob. Proses yang banyak
dilakukan antara lain proses activated sludge (MetCalf & Eddy, 1930; Eckenfelder, 1989;
Mines Jr. dan Sherrard, 1989; Tay, 1990; dan Upe, 2001) dan Upflow Anaerobic Sludge
Blanket atau UASB (Speece, 1983; Lettinga et al, 1988; Vidal et al, 2001; Bal & Dhagat,
2001; Gomec et al, 2005) atau reaktor lainnya. Akan tetapi pengolahan limbah cair
industri tahu menggunakan biofilter anaerob dalam reaktor unggun tetap (fixed-bed
reactor) belum banyak dilakukan. Biofilter merupakan filter dari media kerikil, batu
apung, karbon aktif, plastik dan bahan padat lainnya diharapkan dapat melakukan proses
pengolahan atau penyisihan bahan organik kompleks terlarut atau tersuspensi dalam
limbah cair.
Young (1991) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja filter anaerob aliran-
vertikal, mendapatkan bahwa proses biofiltrasi dapat mendegradasi COD limbah cair
domestik 90 96% pada laju beban COD 0,2 0,7 kg COD/(m
3
.hari), 37
o
C dan
hydraulic retention time (HRT) 25 - 37 jam.
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Sachs et al (1978) mengolah limbah cair bahan organik sintesis dan mendapatkan
penghilangan COD 80% pada laju beban 0,56 kg COD/ (m
3
.hari), (35
o
C) dan HRT 36
jam. Sementara, Young (1991) memperoleh 80 90 % untuk laju beban COD 12 15 kg
COD / (m
3
. hari), 37
o
C dan HRT 0,9 1,3 hari.
Darmawan (1998) yang meneliti proses pengolahan air buangan industri dengan
menggunakan kerikil, pecahan genting dan batu apung sebagai media biofilter
mendapatkan, bahwa untuk bahan baku dengan kadar organik 80 mg/l dengan beban
permukaan 1,5 m/jam diperoleh efisiensi pemisahan organik rata-rata yang diyatakan
dalam bilangan permanganat masing-masing sebesar 83%, 86% dan 87%.
Studi kemampuan biofilter anaerob untuk menurunkan kadar BOD dan COD dalam
air sungai yang kotor juga telah dilakukan oleh Laura (1995) menggunakan media kerikil
dengan diameter media 9 mm 25 mm, variasi HRT 8 dan 12 jam. Hasil yang dicapai
menunjukkan bahwa air baku dengan kadar 25 1000 mg/l setelah dilewatkan reaktor
pada kecepatan filtrasi 1 10 m/jam diperoleh efisiensi pemisahan yang bervariasi antara
90 99%.
Uji coba penggunaan biofilter untuk mendegradasi bahan-bahan organik polutan
dalam limbah cair industri tahu-tempe dengan kombinasi anaerob dan aerob berkapasitas
10 16 m
3
/hari telah dilakukan oleh BPPT (1997a) menggunakan media plastik sarang
tawon. Proses yang dilakukan, mula-mula sistem dioperasikan secara anaerob, kemudian
kombinasi anaerob-aerob (khusus untuk tangki biofilter terakhir). Percobaan tersebut
dilakukan dengan memvariasikan HRT total 16 24 jam. Hasil yang dicapai
menunjukkan, bahwa pada proses anaerob dengan laju alir 6 10 m
3
/hari setelah proses
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
berjalan 4 minggu diperolah efisiensi penghilangan BOD 74,5%, COD 75,4% dan TSS
84%. Sedang pada proses kombinasi anaerob-aerob setelah proses berjalan 2 bulan
diperoleh efisiensi penurunan BOD 89,4%, COD 88,2% dan TSS 94%.
Dari sekian banyaknya referensi yang menyatakan kemampuan biofilter untuk
menurunkan kandungan organik dalam limbah cair, penulis belum menjumpai aplikasi
biofilter anaerobik dengan media batu kerikil dalam pengolahan limbah cair industri tahu.
Rittmann dan McCarty (2001), menyatakan bahwa proses biofiltrasi dalam kondisi
anaerob maupun aerob dapat dilakukan dengan menggunakan media kerikil, batu apung,
karbon aktif, plastik serta bahan padat inert lainnya. Di samping itu, proses biofiltrasi
anaerob dalam reaktor packed-bed baik aliran vertikal maupun horizontal dapat
diaplikasikan untuk pengolahan limbah cair antara lain limbah rumah tangga dan
perkotaan, limbah industri pengolahan bahan makanan, minuman, industri farmasi serta
industri bahan kimia.
Dari informasi-informasi tersebut penyusun menduga bahwa proses biofiltrasi
anaerob dengan media batu kerikil juga dapat diaplikasikan dalam pengolahan limbah
cair industri tahu. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini, penyusun mencoba
menggunakan biofilter anaerob dalam reaktor unggun diam (fixed-bed reactor) dua tahap
dengan media batu kerikil untuk mengolah kandungan bahan organik dalam limbah cair
industri tahu.
2.5.3. Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Proses Biodegradasi
Anaerobik
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Menururt MetCalf dan Eddy (2003), proses degradasi anaerob bahan organik
kompleks menjadi gas metan dan CO
2
dalam limbah cair selain ditentukan oleh jenis
mikroorganisme yang berperan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, antara
lain :
a. pH dan Alkalinitas
Proses anaerob sangat sensitif terhadap perubahan pH lingkungan, oleh karena itu
agar proses dapat berlangsung dengan baik, pH lingkungan harus mendekati netral,
yaitu 6,6 7,6. Bila nilai pH kurang dari 6,6 dapat menghambat aktivitas
metanogenik (Rittmann dan McCarty, 2001). Dalam tahap reaksi metanogenesis
dihasilkan gas metan dan CO
2
, sehingga dalam proses ini kandungan gas CO
2

cenderung meningkat dan dapat mencapai hingga 30 35%. Oleh sebab itu, untuk
memastikan pH mendekati netral diperlukan alkalinitas yang tinggi. Dalam beberapa
proses sering dijumpai konsentrasi alkalinitas dalam range 3000 5000 mg/L
sebagai CaCO
3
.
Untuk limbah cair yang mengandung protein dan asam-asam amino yang tinggi,
alkalinitas yang cukup dapat diperoleh dari peruraian senyawa-senyawa tersebut
menghasilkan NH
3
, dan bersama-sama dengan gas CO
2
dan H
2
O membentuk
alkalinitas sebagai NH
4
(CO
3
) (MetCalf dan Eddy, 2003). Dengan demikian tidak
diperlukan penambahan alkalinitas untuk mengontrol pH. Untuk aplikasi limbah cair
industri yang komponen substratnya hanya mengandung karbohidrat, diperlukan
penambahan alkalinitas agar diperoleh pH mendekati netral. Bahan alkalinitas yang
umum ditambahkan ke dalam limbah cair antara lain adalah soda (Ca(OH)
2
); sodium
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
bikarbonat (NaHCO
3
), soda abu (Na
2
CO
3
), sodium hidroksida (NaOH), amoniak
(NH
3
), atau asam bikarbonat (NH
4
HCO
3
).

b. Senyawa Inhibitor
Menurut Parkin dan Owen (1986) kehadiran beberapa senyawa baik organik
maupun anorganik dapat menjadi inhibitor atau bersifat toksik dalam proses anaerob.
Garam-garam (seperti Na
+
, K
+
, Ca
2+
, Mg
2+
, Cu
2+
, Cr(4), Zn
2+
, Ni
2+
dan lain-lain),
bahan organik (seperti fenol, formaldehid, propanol, etil asetat, dan lain-lain) dan
bahan anorganik (seperti NH
4
+
; H
2
S dan lain-lain) dapat menghambat laju reaksi
metanogenik bila konsentrasinya cukup tinggi. Misalnya, amonium (NH
4
+
) dengan
konsentrasi diatas 3000 mg/l merupakan inhibitor yang kuat dalam proses
metanogenesis (McCarty dan McKinney, 1961). Keracunan sulfida merupakan
masalah yang sering dijumpai dalam pengolahan limbah cair yang mengandung
konsentrasi sulfat yang tinggi. Dalam proses anaerob, sulfat lebih disukai sebagai
akseptor elektron dan akan dikonversi menjadi sulfida. Keracunan sulfida cenderung
menjadi problem bila konsentrasi sulfida terlarut mencapai lebih kurang 200 mg/l
(McCarty, 1964).
c. Solid Retention Time
Solid retention time (SRT) merupakan periode waktu rata-rata sludge tertahan di
dalam sistem. Solid retention time merupakan landasan desain dan parameter operasi
bagi semua proses anaerobik. Ketiga reaksi biokimia dalam proses degradasi anaerob
secara langsung berhubungan dengan SRT. Jika SRT kurang dari SRT minimum,
bakteri tidak dapat tumbuh cukup cepat, sehingga proses degradasi biologis akan
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
gagal (WEF, 1998). Secara umum, untuk proses anaerobik diperlukan nilai SRT > 20
hari pada 30
o
C agar diperoleh kinerja pengolahan yang efektif.
d. Hydraulic Retention Time
Hydraulic retention time (HRT) merupakan periode waktu rata-rata penahanan
cairan di dalam sistem. Sama halnya dengan SRT, HRT juga merupakan landasan
desain dan parameter operasi proses anaerobik. Semakin tinggi HRT, cairan semakin
lama berada di dalam sistem, akibatnya waktu kontak antara biomassa dalam reaktor
dengan substrat dalam aliran umpan semakin lama. Dengan demikian, diharapkan
proses degradasi biologis anaerob berlangsung semakin baik. Akan tetapi, dalam
operasional biorekator, HRT yang tinggi akan membutuhkan volume reaktor yang
besar. Oleh karena itu untuk memperoleh efisiensi pengolahan yang efektif, nilai
HRT harus ditentukan serendah mungkin dengan konversi setinggi mungkin.
e. Temperatur
Dalam proses degradasi anaerob, temperatur merupakan faktor penting dalam
penentuan laju degradasi, terutama laju hidrolisis dan pembentukan metana.
Pemilihan temperatur operasi sangat penting, karena bakteri terutama pembentuk
metana merupakan mikroorganisme yang sensitif terhadap perubahan temperatur.
WEF (1998) menyarankan perubahan temperatur operasi harus kurang dari
0,5
o
C/hari agar tidak berpengaruh terhadap kinerja proses. Secara umum, kebanyakan
sistem anaerobik dirancang beroperasi dalam range temperatur mesofilik, antara 30
38
o
C. Sistem yang lain didesain untuk beroperasi dalam range temperatur termofilik
(50 57
o
C).
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
f. Bahan Nutrisi
Meskipun proses anaerobik menghasilkan sedikit lumpur, sehingga kebutuhan
senyawa nitrogen dan fosfor untuk pertumbuhan biomassa sedikit, namun pada
kebanyakan limbah cair industri, jumlah kebutuhan nutrien sering tidak mencukupi.
Oleh sebab itu, sering diperlukan penambahan senyawa nitrogen dan fosfor. Secara
umum, untuk menjaga agar aktivitas metanogenik maksimum, disarankan bahwa
konsentrasi nitrogen, fosfor, dan sulfur dalam fase cair berturut-turut tidak kurang
dari 50 , 10 dan 5 mg/L (Speece, 1983).
2.6. Mikroorganisme Yang Terlibat Dalam Proses Degradasi Anaerobik
Pengolahan limbah cair dengan biofilter anaerobik melibatkan mikroorganisme
untuk mendegradasi substrat dalam limbah cair menjadi bahan yang tidak mengakibatkan
pencemaran. Secara umum, di dalam air limbah ditemukan banyak sekali jenis
mikroorganisme yang diantaranya termasuk bakteri uniseluler, jamur, virus, protozoa,
alga dan rotifera. Sebagaimana makhluk hidup lainnya, mikroorganisme ini juga
membutuhkan nutrisi untuk keperluan pertumbuhan dan fungsinya. Menurut MetCalf dan
Eddy (2003), kebutuhan tersebut antara lain :
a. Sumber energi dapat berupa cahaya (mikroba fototrof) atau senyawa kimia
(mikroba khemototrof).
b. Sumber karbon dalam bentuk bahan-bahan organik (mikroba heterotrof) atau
bentuk karbon dioksida (mikroba autotrof).
c. Nutrient dalam bentuk anorganik ( N, S, P, K, Mg, Ca, Fe, Na, dan Cl) dan
nutrient minor termasuk Zn, Mn, Mo, Se, Cu, dan Ni (Madigan et al, 2000).
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
d. Faktor Pertumbuhan atau nutrient organik dalam bentuk asam-asam amino,
senyawa-senyawa berbasis nitrogen (seperti purin dan pirimidin) serta vitamin.
e. Air, karena semua nutrient harus berada dalam keadaan terlarut sebelum masuk ke
dalam sel mikroorganisme (Damayanthie, 2000).
Selain membutuhkan nutrisi (Damayanthie, 2000; Rittmann dan McCarty, 2001;
MetCalf dan Eddy, 2003), mikroorganisme juga membutuhkan kondisi lingkungan yang
sesuai untuk keperluan pertumbuhan dan fungsinya secara normal. Adanya kandungan
nutrisi yang cukup dan seimbang dalam limbah cair disertai kondisi lingkungan yang
sesuai, dapat menjadikan air limbah sebagai media pertumbuhan bagi mikroorganisme
tertentu. Dalam kondisi demikian, mikroorganisme akan mendegradasi bahan-bahan
organik dan anorganik dalam limbah cair melalui metabolisme sel dan metabolisme
energi.
Dalam proses fermentasi anaerob, proses degradasi bahan-bahan organik kompleks
menjadi gas metan, CO
2
dan biomassa terjadi dalam 3 tahapan reaksi biokimia, yaitu
hidrolisis, fermentasi asam dan metanogenesis (Ridlo, 1983; Spaan, 1983; dan Polprasert,
1989). Mikroorganisme yang terlibat dalam tiap tahap proses degradasi tersebut dapat
dikelompokkan atas 2 jenis mikroorganisme (MetCalf dan Eddy, 2003), yaitu :
a. Mikroorganisme yang merespon proses hidrolisis dan fermentasi . Mikroorganisme
ini termasuk dalam grup non-metanogenik terdiri dari bakteri fakultatif dan obligat
anaerob. Baketri fakultatif adalah bakteri yang mempunyai kemampuan untuk
tumbuh pada kondisi ada atau tanpa molekul-molekul oksigen. Sedangkan obligat
anaerob adalah organisme yang membangkitkan energi dengan fermentasi dan
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
dapat eksis hanya dalam lingkungan yang tidak terdapat oksigen (Rittmann dan
McCarty, 2001).
Beberapa organisme yang diisolasi dari digester anaerob termasuk :
Clostridium spp, Peptococcus anaerobus, Bifidobacterium spp, Corynobacterium
spp, Lactobacillus, Actinomycetes, Staphylococcus, dan Escheria Coli (Polprasert
dan Hoang, 1983; Speece, 1983). Grup fisiologis lain yang ada termasuk
diantaranya yang memproduksi proteolytic, lipolytic, ureolytic, atau enzyme
cellulytic (MetCalf dan Eddy, 2003).
b. Mikroorganisme yang merespon untuk produksi metana. Mikroorganisme ini
diklasifikasikan sebagai archaea merupakan obligat anaerob. Kebanyakan
mikroorganisme metanogenik yang diidentifikasi dalam digester anaerob sama
dengan yang dijumpai dalam perut hewan mammalia dan sedimen yang diambil
dari dasar danau dan sungai (MetCalf dan Eddy, 2003). Genera utama
mikroorganisme yang telah teridentifikasi pada kondisi mesofilik termasuk bakteri
berbentuk batang (Methanobacterium, Methanobacillus) dan bakteri berbentuk bola
(Methanococcus, Methanothrix, dan Methanosarcina) (Lettinga et al, 1988).
Diantara mikroorganisme methanogenik tersebut, hanya Methanosarcina dan
Methanothrix (juga disebut Methanosaeta) saja yang mampu menggunakan asetat
untuk menghasilkan methana dan CO
2
. Sedangkan mikroorganisme yang lain
mengoksidasi hidrogen dengan CO
2
sebagai elektron akseptor untuk memproduksi
metana (Balch et al, 1977). Mikroorganisme metanogen pengguna asetat juga
terobservasi dalam reaktor thermofilik (Van Lier, 1996 ; Zinder dan Koch, 1984;
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
dan Ahring, 1995). Beberapa spesies Methanosarcina terinhibisi oleh temperatur
pada 65
o
C, sebaliknya yang lain tidak (MetCalf dan Eddy, 2003).





















Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
III. METODE PENELITIAN DAN BAHAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proses Teknik Kimia Fakultas Teknik
USU Medan dengan lama waktu penelitian selama 6 (enam) bulan dari Bulan Juli sampai
Desember 2007.

3.2. Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam percobaan adalah limbah cair industri tahu
yang terdapat di sekitar Padang Bulan Kota Medan. Bahan analisis dan pembantu yang
digunakan untuk keperluan analisa parameter percobaan, yaitu :
1. K
2
Cr
2
O
7
anhidrous (p.a.)
2. Ferro Ammonium Sulfat (FAS), (p.a)
3. H
2
SO
4
pekat
4. 1-10 Fenantrolin monohidrat
5. Ag
2
SO
4
(p.a)
6. Aquadest
7. FeSO
4
.7H
2
O (p.a).
8. Kertas saring Whatman No. 40
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
3.2.2. Alat
Peralatan Utama yang diperlukan meliputi :
1. Reaktor tangki (fixed-bed reactor) 6 unit
Reaktor yang digunakan adalah reaktor biofilter anaerob dua tahap yang terbuat
dari bahan plastik PVC (paralon), masing-masing berdiameter 0,1 m (4 inchi),
tinggi total reaktor 1,60 m. Media biofilter adalah kerikil berukuran rata-rata 1
2 cm yang diisi secara curah. Tinggi media filter dalam tiap zona reaktor 100 dan
125 cm.
2. Tangki umpan 2 unit
3. Tangki penampung produk 3 unit
4. Pompa cairan 2 unit
5. Tangki penampung gas bio 3 unit
Sketsa peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.1, sedangkan
perhitungan desain reaktor dapat dilihat pada Lampiran C. Peralatan tambahan untuk
analisis parameter percobaan :
1. pH meter
2. Neraca elektronik
3. Oven
4. Peralatan gelas lainnya, seperti gelas kimia, labu erlenmeyer, pipet volume,
labu takar, buret dan lain-lain.
5. Peralatan analisis COD dan MLSS

Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008



































1
2
3
4
5 6
K-1
K-2
K-4
P
Gambar 3.1. Skema Alat Utama Penelitian

Keterangan Gambar :
1. Tangki umpan 6. Penangkap gas
2. Reaktor biofilter anaerob 7. Pipa saluran gas
3. Rotameter P = Pompa umpan
4. Tangki effluent K = Kran pengambilan sample
5. Botol pengaman

K-3
7
















3.3. Rancangan Percobaan
Penelitian ini merupakan uji coba kemampuan reaktor fixed-bed 2 tahap aliran
downflow-upflow dalam mengolah limbah cair industri tahu secara biofiltrasi anaerob.
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3
(tiga) faktor. Setiap kombinasi perlakuan diberikan 1 (satu) kali ulangan.
(1). Faktor A (tinggi media unggun) terdiri dari 2 taraf, yaitu 100 cm dan 125 cm.
(2). Faktor B (hydraulic retention time (HRT)) terdiri dari 3 taraf , yaitu 12, 18 dan 24
jam.
(3). Faktor C (Konsentrasi COD dalam influent dengan cara pengenceran limbah),
terdiri dari 3 taraf : konsentrasi COD alamiah (tanpa pengenceran); 2000 dan
3000 mg COD/liter. Hal ini didasarkan bahwa untuk limbah cair dengan
konsentrasi BOD tinggi (BOD
5
> 1000 mg/L) tidak sesuai menggunakan
dekomposisi aerob karena relatif sulit mensuplai kebutuhan oksigen yang cukup
untuk proses aerob tersebut (Davis dan Cornwell, 1991).
Faktor perlakuan : 2 x 3 x 3 = 18 perlakuan x 2 (1 kali ulangan) = 36 kombinasi
perlakuan. Variasi percobaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Untuk mendapatkan pengaruh perlakuan terhadap substrat limbah cair industri tahu
dilakukan pengambilan sampel dari pipa inlet ke reaktor (K-1), output zona anaerob I (K-
3) dan pipa outlet reaktor (K-4) setiap 24 jam. Percobaan dihentikan setelah 6 (enam)
hari operasi atau apabila hasil analisis laboratorium terhadap parameter uji (COD dan
MLSS) relatif stabil. Analisis COD dan MLSS dilakukan sesuai dengan metode yang
termuat dalam buku Standard Methods for Examination of Water and Wastewater
(APHA, 1992).
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Tabel 3.1. Variasi Percobaan Yang Dilakukan
Faktor Perlakuan
A B C
Kombinasi
C
0
A
1
B
1
C
0
C
1
A
1
B
1
C
1
B
1
C
2
A
1
B
1
C
2

C
0
A
1
B
2
C
0
C
1
A
1
B
2
C
1
B
2

C
2
A
1
B
2
C
2

C
0
A
1
B
3
C
0
C
1
A
1
B
3
C
1





A
1

B
3

C
2
A
1
B
3
C
2

C
0
A
2
B
1
C
0
C
1
A
2
B
1
C
1
B
1
C
2
A
2
B
1
C
2

C
0
A
2
B
2
C
0
C
1
A
2
B
2
C
1
B
2
C
2
A
2
B
2
C
2

C
0
A
2
B
3
C
0
C
1
A
2
B
3
C
1





A
2

B
3
C
2
A
2
B
3
C
2

Keterangan : Setiap kombinasi perlakuan dilakukan satu kali ulangan
Faktor A : tinggi unggun biofilter : 100 cm dan 125 cm..
Faktor B : hydraulic retention time (HRT) : 12 , 18 dan 24 jam.
Faktor C : Konsentrasi COD dalam influent dengan cara pengenceran limbah,
terdiri dari 3 taraf : alamiah (tanpa pengenceran); 2000 dan 3000 mg
COD/liter.

3.4. Prosedur Percobaan
3.4.1. Persiapan Bahan Baku Limbah Cair Industri Tahu
Limbah cair industri tahu didapatkan dari pengrajin industri tahu yang terdapat di
sekitar Padang Bulan Medan. Sebanyak 120 L limbah cair yang baru keluar dari sisa
proses pencetakan atau penyaringan ditampung dan dimasukkan ke dalam 4 unit wadah
derigen plastik berukuran 30 liter, selanjutnya ditutup agar tidak terkontaminasi. Limbah
cair tersebut dibawa ke laboratorium dan siap digunakan sebagai bahan baku penelitian.
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008

3.4.2. Pembuatan Starter
Limbah cair tahu disaring sebanyak 50 liter menggunakan kain saring halus,
kemudian dinetralkan dengan penambahan larutan NaOH, lalu dimasukkan ke dalam
tangki berukuran 120 liter yang tutupnya dilengkapi dengan kran dan selang penghubung
ke tangki pengumpul gas. Kemudian ditambahkan nutrisi dengan perbandingan antara
nutrisi dengan limbah cair sebagai berikut : glukosa 25 gr/l; pepton 0,1 g/l; K
2
HPO
4

0,75 gr/l ; NH
4
H
2
PO
4
1 gr/L dan MgSO
4.
7 H
2
O 0,5 g/L). Campuran diaduk hingga
seluruh nutrisi bercampur dengan limbah secara baik.
Bibit mikroba anaerob diambil dari lumpur parit pembuangan limbah cair industri
tahu, di masukkan ke dalam wadah tertutup dan dibawa ke laboratorium kemudian
dimasukkan ke dalam larutan starter yang sudah disiapkan terlebih dahulu. Selanjunya
tangki tersebut ditutup rapat dan kran yang menghubungkan antara tangki inkubasi
dengan tangki pengumpul gas juga ditutup agar diperoleh kondisi anaerob. Setelah tangki
dan kran penghubung ditutup, dilakukan inkubasi pada suhu kamar selama 14 hari.
Setelah 14 hari kran penghubung dibuka dan biogas yang terbentuk dibiarkan mengalir ke
dalam tangki pengumpul biogas, kemudian dicoba dinyalakan. Inkubasi selesai apabila
gas dari tangki pengumpul dapat dinyalakan.
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
3.4.3. Pembuatan Biofilm (Pembibitan Mikroba pada Media) dalam biofilter
Limbah cair tahu yang telah disaring dengan kain saring halus sebanyak 50 liter
dimasukkan ke dalam tangki umpan lalu ditambahkan starter (bibit mikroba) sebanyak
10% volume yang telah disiapkan terlebih dahulu. Campuran tersebut kemudian
dipompakan ke dalam reaktor biofilter hingga terisi penuh (ditandai dengan cairan mulai
keluar dari kran pembuangan atas), selanjutnya kran pembuangan atas ditutup. Pada saat
awal, sistem dioperasikan secara batch selama dua hari, kemudian dilakukan sirkulasi
melalui tangki umpan selama kurang lebih 14 hari. Proses penghentian pembuatan
biofilm ditandai dengan mencoba menyalakan bio gas melalui gas holder sebagai tanda
bahwa telah terbentuk gas metana. (Suwarno et al, 2003). Hal ini untuk memastikan
bahwa telah terjadi adaptasi mikroorganisme dengan limbah cair tahu yang akan diolah.
Selanjutnya reaktor biofilter siap digunakan untuk percobaan selanjutnya.

3.4.4. Pelaksanaan Percobaan
a. Persiapan Umpan
Proses awal yang dilakukan dalam pengolahan limbah cair industri tahu secara
biofilter anaerob adalah persiapan umpan. Sebanyak 120 L limbah cair segar disaring
terlebih dahulu, kemudian dilakukan analisa kandungan COD sesuai prosedur yang telah
ditentukan. Selanjutnya limbah cair dinetralkan hingga pH larutan menjadi sekitar 7,0.
Untuk mendapatkan kandungan COD awal umpan limbah cair sesuai dengan yang
telah ditentukan (2000 dan 3000 mg/L) dilakukan pengenceran limbah dengan
menambahkan air sambil diaduk agar bercampur sempurna. Kemudian limbah cair yang
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
telah diencerkan dimasukkan ke dalam 2 unit tangki umpan masing-masing sebanyak 100
liter. Untuk menjamin ketersediaan umpan ke reaktor biofilter, dilakukan penambahan
umpan limbah cair segar setiap dua hari sekali. Untuk mendapatkan waktu tinggal cairan
(HRT) yang diinginkan sebelum proses dimulai, dilakukan pengaturan laju alir
volumetrik limbah cair menggunakan rotameter.

b. Proses Pengolahan Biofiltrasi Anaerob
Setelah pelaksanaan pembuatan biofilm (pembibitan mikroba) menghasilkan gas
yang dapat terbakar, maka percobaan dengan umpan tanpa pengenceran dengan HRT 12
; 18 dan 24 jam dilaksanakan secara paralel dalam 6 unit bioreaktor. Umpan dari tangki
umpan (1) dipompa ke dalam reaktor biofilter (2) melalui rotameter yang berfungsi
sebagai flow meter pada HRT yang ditetapkan. Di dalam zona anaerob I pada bioreaktor,
limbah cair mengalir dari atas ke bagian bawah reaktor secara gravitasi melewati unggun.
Selanjutnya, dari bagian bawah zona anaerob I, limbah kemudian masuk ke bagian bawah
zona anaerob II dan mengalir melewati unggun zona anaerob II secara vertikal dan keluar
melalui katup pembuangan. Limbah yang telah diolah kemudian ditampung dalam tangki
effluent (4). Untuk menjamin terjadinya aliran di dalam reaktor, posisi pipa input ke zona
anaerob I dibuat lebih tinggi lebih kurang 5 cm dari pipa output dalam zona anaerob II.
Selama proses degradasi substrat organik biodegradable secara anaerob di dalam
reaktor, akan terbentuk produk akhir terutama gas-gas seperti metana, karbon dioksida
(CO
2
), hidrogen sulfida (H
2
S) dan amoniak (NH
3
) serta biomassa. Gas-gas yang
terbentuk akan mengisi ruang kosong pada bagian atas reaktor. Untuk menjamin
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
kelangsungan proses, reaktor dilengkapi dengan botol pengaman (5) dan penangkap gas
(6) yang berfungsi menampung gas-gas yang terbentuk. Sedangkan untuk memantau
jalannya proses, sampel limbah cair diambil secara periodik pada 3 titik yang berbeda
melalui kran K-1, K-3 dan K-4 setiap 24 jam. Percobaan dihentikan setelah 6 (enam) hari
operasi atau apabila hasil analisis laboratorium terhadap parameter uji (COD dan MLSS)
relatif stabil. Selain parameter uji tersebut, juga dilakukan pemeriksaan pH menggunakan
pH meter terhadap masing-masing sample limbah cair guna mengetahui kondisi proses di
dalam reaktor. Setelah Run I selesai, percobaan dilanjutkan untuk umpan limbah cair
dengan konsentrasi COD 2000 mg/L dan 3000 mg/l melalui pengenceran limbah dengan
air.

3.5. Prosedur Analisis
Data yang selalu diamati selama percobaan adalah COD dan MLSS setiap 24 jam
menggunakan prosedur analisis sebagai berikut.

3.5.1. Analisis COD
COD merupakan analisis penentuan besarnya oksigen yang diperlukan untuk
mengoksidasi senyawa organik secara kimiawi. Hasil analisis COD menunjukkan
kandungan senyawa organik yang terdapat dalam limbah. Analisis dilakukan dengan
metoda bikromat. Prosedur penentuan nilai COD dan persen-penurunan (reduksi) COD
dapat dilihat pada Lampiran A1.

3.5.2. Analisis MLSS
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
MLSS menunjukkan besarnya padatan tersuspensi di dalam limbah. Analisa MLSS
dilakukan dengan menyaring 25 mL lumpur menggunakan kertas saring dalam corong
Bucher yang dilengkapi dengan pompa vakum, dan padatan yang tertahan dalam kertas
saring dikeringkan dengan pemanasan dalam oven pada temperatur 105
o
C selama 1 jam.
Prosedur analisis MLSS dapat dilihat pada Lampiran A1.

















Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil Percobaan
Hasil percobaan yang dinyatakan dalam hasil pengukuran kualitas COD dan MLSS
sebelum dan sesudah keluar reaktor fixed-bed di dalam seluruh sistem dapat dilihat pada
Tabel D.1 sampai dengan Tabel D.12 (Lampiran D). Hasil perhitungan rata-rata reduksi
total COD (%) dan MLSS (%) untuk HRT 12 24 jam, konsentrasi awal limbah 2000;
3000 mg/L dan alami (tanpa pengenceran) dan tinggi unggun 100 dan 125 cm di seluruh
sistem dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Perhitungan Persentase Reduksi Total COD dan MLSS
di Seluruh Sistem
Tinggi
Unggun (cm)
Konsentrasi
COD awal
(mg/L)
HRT
(jam)
Reduksi COD
(%)
Reduksi MLSS
(%)
12 46,38 73,78
18 59,56 75,21
2000
24 60,13 76,75
12 44,45 65,92
18 55,54 67,85
3000
24 61,45 72,34
12 28,37 46,72
18 42,37 48,43
100
alamiah
24 43,79 50,45
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Tabel 4.1. lanjutan.......
Tinggi
Unggun (cm)
Konsentrasi
COD awal
(mg/L)
HRT
(jam)
Reduksi COD
(%)
Reduksi MLSS
(%)
12 31,35 77,88
18 72,18 80,15
2000
24 71,70 82,58
12 49,68 71,66
18 60,11 74,00
3000
24 66,00 75,44
12 33,60 50,51
18 47,66 52,94
125
alamiah
24 50,76 53,12


4.2. Hubungan antara Waktu Operasi terhadap COD
Percobaan pengolahan limbah cair industri tahu secara biofiltrasi anaerob dalam
reaktor fixed-bed dilakukan secara kontinu selama enam hari operasi dengan variasi
percobaan waktu detensi cairan (hydraulic retention time atau HRT), konsentrasi COD
umpan (beban organik) dan tinggi unggun filter. Variasi HRT yang digunakan adalah 12,
18 dan 24 jam, variasi konsentrasi COD umpan adalah 2000, 3000 mg/L dan alami
(tanpa pengenceran), sedangkan tinggi unggun biofilter adalah 100 cm dan 125 cm. Hasil
percobaan yang dinyatakan dalam hasil pengukuran kualitas COD sebelum dan sesudah
melalui biofilter selama 6 (enam) hari untuk masing-masing HRT 12, 18 dan 24 jam
pada konsentrasi awal limbah cair dan tinggi unggun yang berbeda-beda dapat dilihat
pada Gambar 4.1a sampai dengan Gambar 4.1f.
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Hasil pengamatan setelah operasi hari ke satu dan dua untuk ketiga HRT 12, 18 dan
24 jam pada konsentrasi COD awal 2000 mg/L, rata-rata persentase penurunan COD
untuk tinggi unggun 100 dan 125 cm berturut-turut adalah 46,10 dan 47,76%., Setelah
operasi hari ke tiga hingga keenam persentase penurunan konsentrasi COD meningkat
menjadi 59,98 dan 58,41% (Gambar 4.1a dan 4.1b).



















0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 1 2 3 4 5 6
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
HRT 12 jam
HRT 18 jam
HRT 24 jam
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 1 2 3 4 5 6
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
HRT 12 jam
HRT 18 jam
HRT 24 jam
(b)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 1 2 3 4 5 6
Waktu, hari
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
(a)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 1 2 3 4 5 6
Waktu, hari
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
HRT 12 jam
HRT 18 jam
HRT 24 jam
HRT 12 jam
HRT 18 jam
HRT 24 jam
(c)
0
10
20
30
40
50
60
0 1 2 3 4 5 6
Waktu, hari
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
70
80
(d)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 1 2 3 4 5 6
Waktu, hari
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
HRT 12 jam
HRT 12 jam
HRT 18 jam
HRT 18 jam
HRT 24 jam
HRT 24 jam
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008










Hasil pengamatan untuk ketiga HRT 12, 18 dan 24 jam pada konsentrasi COD awal
3000 mg/L, setelah operasi hari ke satu dan dua, rata-rata persentase penurunan COD
untuk tinggi unggun 100 dan 125 cm berturut-turut adalah 29,13 dan 42,75%. Setelah
operasi hari ke tiga hingga keenam persentase penurunan konsentrasi COD meningkat
menjadi 53,81 dan 58,60 (Gambar 4.1c dan 4.1d).
Hasil yang sama juga dapat dilihat untuk konsentrasi COD awal alami (tanpa
pengenceran), dimana setelah hari dua untuk ketiga HRT 12, 18 dan 24 jam, rata-rata
persentase penurunan COD untuk tinggi unggun 100 dan 125 cm berturut-turut adalah
19,05 dan 25,84%. Setelah operasi hari ke tiga hingga keenam persentase penurunan
konsentrasi COD juga meningkat menjadi 38,18 dan 44,01% (Gambar 4.1e dan 4.1f).
Dari Gambar 4.1a sampai dengan Gambar 4.1f terlihat bahwa secara umum
efisiensi reduksi COD semakin meningkat dengan bertambahnya lama waktu operasi.
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Pada saat awal operasi terlihat, bahwa persentase reduksi COD dari aliran limbah cair
relatif masih kecil Akan tetapi seiring dengan bertambahnya waktu operasi, efisiensi
reduksi COD semakin meningkat. Juga terlihat bahwa kestabilan operasi umumnya
terjadi setelah hari ketiga operasi (72 jam) baik untuk HRT 12, 18 dan 24 jam. Hal ini
mengindikasikan bahwa diduga pada saat awal operasi, keaktifan mikroba masih cukup
besar karena tempat kontak antara mikroba dengan limbah cair tersedia cukup banyak.
Setelah tiga hari (72 jam) mikroba mulai saling bertumpuk sedemikian rupa sehingga
menghambat kontak antar mikroba dan limbah cair, dengan demikian persentase
penurunan COD menjadi relatif konstan.

4.3. Pengaruh Waktu Tinggal Cairan (HRT)
4.3.1. Pengaruh Variasi HRT terhadap COD
Pada proses ini variasi HRT yang digunakan adalah 12, 18 dan 24 jam. Pengaruh
variasi HRT terhadap penurunan (reduksi) total COD (%) di dalam seluruh sistem untuk
tinggi unggun 100 cm dapat dilihat pada Gambar 4.2, sementara untuk tinggi unggun
125 cm pada Gambar 4.3.






Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
0
12 18 24
HRT, jam
10
20
30
40
50
60
70
80
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
COD Awal 2000 mg/L
COD Awal 3000 mg/L
COD Awal alami






Gambar 4.2. Pengaruh HRT Terhadap Reduksi COD (%),
Tinggi Unggun 100 cm
Dari Gambar 4.2, hasil fermentasi anaerob pada tinggi unggun 100 cm
menunjukkan, bahwa untuk konsentrasi COD awal 2000 mg/L dan HRT 12 jam rata-rata
persen penurunan (reduksi) total COD di dalam seluruh sistem adalah 46,38%.
Peningkatan HRT menjadi 18 dan 24 jam diperoleh peningkatan persen penurunan total
COD berturut-turut menjadi 59,56 dan 60,13%. Hasil persentase penurunan total COD di
dalam seluruh sistem yang tidak jauh berbeda juga diperoleh untuk konsentrasi COD
awal 3000 mg/L dan alami (tanpa pengenceran). Pada konsentrasi COD awal 3000 mg/L,
rata-rata persen reduksi total COD pada HRT 12, 18 dan 24 jam berturut-turut adalah
44,45; 55,54 dan 61,45%. Sementara untuk konsentrasi COD awal alami, rata-rata persen
reduksi total COD pada HRT 12, 18 dan 24 jam berturut-turut adalah 28,37; 42,37 dan
43,,79%.






Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
0
10
20
30
40
50
60
70
80
12 18 24
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
HRT, jam
COD Awal 2000 mg/L
COD Awal 3000 mg/L
COD Awal alami



Gambar 4.3. Pengaruh HRT Terhadap Reduksi COD (%),
Tinggi Unggun 125 cm

Dari Gambar 4.3 hasil fermentasi anaerob pada tinggi unggun 125 cm
menunjukkan, bahwa untuk konsentrasi COD awal 2000 mg/L dan HRT 12 jam rata-rata
persen penurunan (reduksi) total COD di seluruh sistem adalah 31,35%. Peningkatan
HRT menjadi 18 dan 24 jam diperoleh peningkatan persen penurunan total COD
berturut-turut menjadi 72,18 dan 71,70%. Hasil persentase penurunan total COD di
dalam seluruh sistem yang tidak jauh berbeda juga diperoleh untuk konsentrasi COD
awal 3000 mg/L dan alami (tanpa pengenceran). Pada konsentrasi COD awal 3000 mg/L,
persen reduksi total COD di seluruh sistem pada HRT 12 jam sebesar 49,68%, pada HRT
18 jam meningkat menjadi 60,11% dan HRT 24 jam menjadi 66,0%. Sementara untuk
konsentrasi COD awal alami, persen reduksi total COD di seluruh sistem pada HRT 12
jam sebesar 33,6%, pada HRT 18 jam meningkat menjadi 47,66% dan HRT 24 jam
menjadi 50,76%.
Dari Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa persen reduksi total COD
meningkat sejalan dengan peningkatan waktu tinggal cairan (HRT). Semakin lama waktu
tinggal cairan semakin lama limbah berada di dalam sistem, akibatnya waktu kontak
antara biomassa dalam reaktor dengan substrat juga semakin lama. Dengan demikian,
proses degradasi biologis anaerob berlangsung semakin baik, sehingga presentase
penurunan total COD juga meningkat.
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Dari pengamatan konsentrasi COD untuk semua percobaan dengan variasi HRT 12
24 jam, diperoleh bahwa pada HRT 18 dan 24 jam persentase penurunan total COD
lebih besar dibanding dengan HRT 12 jam. Hal ini diduga bahwa pada HRT 12 jam,
belum memberikan waktu yang cukup bagi mikroba untuk merombak senyawa-senyawa
organik komplek dalam limbah cair tahu secara anaerob. Menurut Rittmann dan McCarty
(2001), dan MetCalf & Eddy (2003), proses biodegradasi bahan organik kompleks secara
anaerob menjadi produk akhir berupa gas metana terbagi atas tiga tahap, yaitu hidrolisis,
fermentasi (asidifikasi) dan metanogenesis.
Hasil perhitungan persentase penurunan total COD pada tinggi unggun 100 dan 125
cm (Tabel 4.1) dapat dilihat bahwa perlakuan variasi HRT 18 dan 24 jam menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata terhadap persentase penurunan total COD. Hal ini
mengindikasikan bahwa waktu penahanan cairan selama 18 jam telah memberikan waktu
kontak yang cukup baik bagi mikroba untuk menguraikan substrat organik menjadi
produk akhir.
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
4.3.2. Pengaruh Variasi HRT terhadap COD dalam Reaktor I dan II
Pengamatan konsentrasi COD pada influen reaktor I, effluen reaktor I dan effluen
reaktor II, didapatkan bahwa untuk HRT 12, 18 dan 24 jam dengan konsentrasi awal
COD 2000, 3000 dan alamiah pada tinggi unggun 100 dan 125 cm, % reduksi COD di
dalam reaktor I selalu lebih besar daripada % reduksi COD di dalam reaktor II seperti
terlihat dalam Gambar 4.4a sampai dengan Gambar 4.4f dan Tabel 4.2.
Dalam pengolahan limbah cair secara biofiltrasi dengan media kerikil, proses
penyisihan substrat organik yang terkandung dalam limbah cair terjadi melalui dua
mekanisme, pertama proses degradasi biologis oleh mikroorganisme anaerob yang
melekat pada media filter (biofilm), dan kedua proses fisika yakni pemisahan padatan
(material) tersuspensi secara filtrasi sewaktu mengalir melewati media filter. Diduga
bahwa pada saat limbah cair mengalir melintasi media filter dalam reaktor I, sebagian
besar padatan tersuspensi (TSS) tertahan pada permukaan media. Akibatnya di dalam
reaktor I tersedia cukup banyak substrat organik dibanding didalam reaktor II. Adanya
ketersediaan bahan-bahan organik yang cukup besar dalam reaktor I mendorong
mikroba-mikroba hidrolitik dan fermentatif berkembang lebih tinggi, dengan demikian
secara total konversi substrat menjadi lebih tinggi. Sebaliknya, di dalam reaktor II
ketersediaan bahan-bahan organik dalam limbah cair lebih sedikit karena sebagian besar
telah terurai secara biologis atau tersisihkan secara filtrasi dalam reaktor I. Dengan
demikian laju pertumbuhan mikroorganisme baik hidrolitik maupun fermentatif di dalam
reaktor II lebih rendah, dengan kata lain konversi kandungan COD terhadap COD influen
lebih kecil.
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008






















0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 1 2 3 4 5 6
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
HRT 12 jam; R1
HRT 18 jam; R1
HRT 24 jam; R1
HRT 12 jam; R2
HRT 18 jam; R2
HRT 24 jam; R2
HRT 12 jam; R1
HRT 18 jam; R1
HRT 24 jam; R1
HRT 12 jam; R2
HRT 18 jam; R2
(c)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 1 2 3 4 5 6
Waktu, hari
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
HRT 12 jam; R1
HRT 18 jam; R1
HRT 24 jam; R1
HRT 12 jam; R2
HRT 18 jam; R2
HRT 24 jam; R2
(d)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 1 2 3 4 5 6
Waktu, hari
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
HRT 12 jam; R1
HRT 18 jam; R1
HRT 24 jam; R1
HRT 12 jam; R2
HRT 18 jam; R2
HRT 24 jam; R2
(a)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 1 2 3 4 5 6
Waktu, hari
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
HRT 12 jam; R1
HRT 18 jam; R1
HRT 24 jam; R1
HRT 12 jam; R2
HRT 18 jam; R2
HRT 24 jam; R2
(b)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 1 2 3 4 5 6
Waktu, hari
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
HRT 12 jam; R1
HRT 18 jam; R1
HRT 24 jam; R1
HRT 12 jam; R2
HRT 18 jam; R2
HRT 24 jam; R2
0
10
20
30
40
50
60
70
80
HRT 24 jam; R2
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
0 1 2 3 4 5 6










Pada beberapa percobaan ditemukan hasil yang sedikit berbeda khususnya effluent
reaktor I, antara lain pada konsentrasi COD awal 2000 mg/L, tinggi unggun 100 cm dan
HRT 18 dan 24 jam (Gambar 4.4a), konsentrasi COD awal 2000 mg/L, tinggi unggun
125 cm dan HRT 12 jam (Gambar 4.4b) dan konsentrasi COD awal 3000 mg/L, tinggi
unggun 100 cm dan HRT 18 jam (Gambar 4.4c). Dari grafik tersebut dapat dilihat
bahwa secara umum efisiensi reduksi COD dalam effluent reaktor I menunjukkan
perubahan yang sedikit berbeda dengan efisiensi reduksi COD dalam effluent reaktor I
dan reaktor II lainnya. Hal ini diduga terjadi karena ketidak stabilan aliran umpan limbah
cair masuk reaktor biofilter khususnya reaktor I.
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Persentase Reduksi COD pada Reaktor I dan II
Reduksi COD (%) Tinggi
Unggun (cm)
Konsentrasi COD
umpan (mg/L)
HRT (jam)
Reaktor I Reaktor II
12 28,00 46,38 100 2000
18 41,35 59,56
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
24 43,35 60,13
12 27,13 44,45
18 29,38 55,54 3000
24 37,27 61,45
12 23,07 28,37
18 27,28 42,37 alamiah
24 26,19 43,79
12 30,41 31,35
18 43,33 72,18 2000
24 41,32 71,70
12 33,65 49,68
18 40,55 60,11 3000
24 43,13 66,00
12 21,61 33,60
18 27,94 47,66
125
alamiah
24 29,10 50,76

Dalam percobaan ini untuk melayani tiga unit reaktor dengan tinggi unggun yang
sama digunakan satu tangki umpan dan satu unit pompa. Selanjutnya keluaran
(discharge) dari pompa tersebut di switch menjadi tiga aliran umpan ke masing-masing
reaktor setelah terlebih dahulu dilewatkan melalui rotameter guna mengatur laju alir yang
telah ditentukan. Penggunaan satu unit pompa untuk melayani ketiga reaktor secara
paralel dalam jangkau waktu yang relatif lama (6 hari percobaan) dapat memungkinkan
tekanan di tiap-tiap saluran masuk tidak konstan, akibatnya aliran limbah cair masuk ke
reaktor I tidak stabil. Dengan kata lain, ketersediaan substrat dalam reaktor I menjadi
berfluktuasi dari waktu ke waktu selama percobaan dilakukan. Hal ini memungkinkan
proses penguraian substrat organik oleh mikroorganisme anaerob dalam reaktor
khususnya reaktor I juga berjalan tidak stabil dan pada gilirannya akan mempengaruhi
efisiensi reduksi COD.
4.3.3. Pengaruh Variasi HRT terhadap MLSS
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Pengaruh variasi waktu tinggal cairan atau HRT terhadap penyisihan mixed liquor
suspended solid (MLSS) di dalam seluruh sistem dapat dilihat pada Gambar 4.5a
sampai dengan 4.5f.









(a)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 1 2 3 4 5 6
Waktu, hari
P
e
n
y
i
s
i
h
a
n

M
L
S
S
,

%
HRT 12 jam
HRT 18 jam
HRT 24 jam
(b)
0
0 1 2 3 4 5 6
Waktu, hari
10
20
30
40
50
60
70
80
90
P
e
n
y
i
s
i
h
a
n

M
L
S
S
,

%
HRT 12 jam
HRT 18 jam
HRT 24 jam















(e)
0
10
20
30
40
50
60
70
0 1 2 3 4 5 6
Waktu, hari
P
e
n
y
i
s
i
h
a
n

M
L
S
S
,

80
90
%
HRT 12 jam
HRT 18 jam
HRT 24 jam
(f)
0
0 1 2 3 4 5 6
Waktu, hari
P
e
10
20
30
40
50
60
70
80
90
n
y
i
s
i
h
a
n

M
L
S
S
,

%
HRT 12 jam
HRT 18 jam
HRT 24 jam
(c)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 1 2 3 4 5 6
Waktu, hari
n
y
a
n
L
S
%
(d)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 1 2 3 4 5 6
Waktu, hari
P
e
n
y
i
s
i
h
a
n

M
L
S
S
,

%
S
,


M
i
s
i
h
HRT 12 jam
HRT 12 jam
HRT 18 jam
HRT 18 jam
P
e
HRT 24 jam
HRT 24 jam


Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008







Gambar 4.5. Penyisihan MLSS (%) dalam Reaktor. (a). COD Awal 2000
mg/L, Tinggi Unggun 100 cm; (b). COD Awal 2000 mg/L, Tinggi
unggun 125 cm; (c). COD awal 3000 mg/L, tinggi Unggun 100
cm; (d). COD Awal 3000 mg/L, Tinggi Unggun 125 cm; (e). COD
Awal Alami (Tanpa Pengenceran), Tinggi Unggun 100 cm; (f).
COD Awal Alami (Tanpa Pengenceran), Tinggi Unggun 125 cm

Hasil perhitungan penyisihan MLSS limbah cair untuk konsentrasi COD awal 2000
mg/L di dalam seluruh sistem (Gambar 4.5a), menunjukkan bahwa untuk tinggi unggun
100 cm pada HRT 12 jam % penurunan MLSS lebih kecil (73,78%) dari HRT 18 jam
(75,21%) dan HRT 24 jam (76,75%). Namun tampaknya laju penyisihan MLSS untuk
ketiga HRT hampir sama. Hasil yang sama juga diperoleh untuk tinggi unggun 125 cm
(Gambar 4.5b) dimana % pemisahan MLSS pada HRT 12, 18 dan 24 jam rata-rata
berturut-turut 77,88%; 80,15% dan 82,58%.
Hasil percobaan biofiltrasi untuk konsentrasi COD awal 3000 mg/L di dalam
seluruh sistem, diperoleh % penyisihan MLSS untuk tinggi unggun 100 cm pada HRT
12, 18 dan 24 jam rata-rata berturut-turut 77,88%; 80,15% dan 82,58 %. (Gambar
4.5c). Sementara untuk tinggi unggun 125 cm pada HRT 12 jam, % penyisihan MLSS
rata-rata adalah (77,88,0%), HRT 18 jam (80,15%) dan HRT 24 jam (82,58%) (Gambar
4.5d).
Untuk konsentrasi COD awal alamiah (tanpa pengenceran) hasil proses penyisihan
MLSS dalam seluruh sistem, untuk tinggi unggun 100 cm % penyisihan MLSS pada
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
HRT 12, 18 dan 24 jam rata-rata berturut-turut 46,72%; 48,43% dan 50,45% (Gambar
4.5e). Sementara untuk tinggi unggun 125 cm efisiensi penyisihan MLSS pada HRT 12,
18 dan 24 jam rata-rata berturut-turut 50,51%; 52,94% dan 53,12% (Gambar 4.5f).
Dari grafik Gambar 4.5a sampai dengan Gambar 4.5f dapat dilihat, bahwa
pengaruh peningkatan HRT secara umum menunjukkan efisiensi penyisihan MLSS yang
tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan, bahwa proses pemisahan padatan tersuspensi
dalam limbah cair hampir tidak dipengaruhi oleh faktor waktu penahanan cairan (HRT).
Filtrasi merupakan proses pemisahan padatan/ material tersuspensi yang ada dalam cairan
yang didasarkan pada karakteristik fisis padatan tersebut antara lain ukuran dan bentuk
partikel (Montgomery, 1975; Foust, 1980).
4.4. Pengaruh Konsentrasi COD Awal
4.4.1. Pengaruh Variasi Konsentrasi COD Awal terhadap COD
Pada proses ini variasi konsentrasi COD awal yang digunakan adalah 2000, 3000
mg/L dan alamiah (tanpa pengenceran). Temperatur operasi yang digunakan adalah
temperatur ruang. Pengaruh variasi konsentrasi COD awal limbah terhadap reduksi COD
(%) di dalam seluruh sistem dapat dilihat pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7.






Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
0
10
20
30
40
50
60
70
80
2000 3000 alamiah
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
Konsentrasi COD influent
12 jam
18 jam
24 jam





Gambar 4.6. Reduksi Total COD (%) di Seluruh Sistem pada Konsentrasi
Awal 2000, 3000 mg/L dan Alamiah, Tinggi Unggun 100 cm






0
10
20
30
40
50
60
70
80
2000 3000 alamiah
Konsentrasi COD influent
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
12 jam
18 jam
24 jam




Gambar 4.7. Reduksi Total COD (%) di Seluruh Sistem pada Konsentrasi
Awal 2000, 3000 mg/L dan Alamiah, Tinggi Unggun 125 cm
Berdasarkan hasil percobaan biofiltrasi anaerob limbah cair untuk tinggi unggun
100 cm (Gambar 4.6), diperoleh bahwa untuk HRT 12 24 jam, % penurunan total
COD rata-rata lebih tinggi pada konsentrasi COD awal 2000 mg/L (46,38 60%)
dibanding % penurunan total COD pada konsentrasi COD awal 3000 mg/L (44,45
61,45%) dan COD awal alamiah (28,37 43,79%). Sementara untuk tinggi unggun 125
cm (Gambar 4.7) juga diperoleh hasil yang tidak jauh berbeda, dimana untuk HRT 12
24 jam persen penurunan total COD rata-rata lebih tinggi pada COD awal 2000 mg/L
(31,35 72,18%) dari pada COD awal 3000 mg/L (49,68 66,0%) dan tanpa
pengenceran atau alamiah (33,60 50,76%).
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Berdasarkan hasil percobaan sebagaimana terlihat pada Gambar 4.6 dan Gambar
4.7 diketahui, bahwa peningkatan konsentrasi COD awal akan menurunkan % penyisihan
(reduksi) COD dalam effluen biofilter. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi
COD dalam umpan (influen) semakin besar jumlah substrat organik yang terkandung
dalam aliran limbah cair, dengan demikian beban organik yang harus diuraikan oleh
mikroba anaerob juga semakin besar. Suatu sistem pengolahan limbah cair dengan biakan
melekat (biofilter), proses degradasi substrat organik secara biologis sebagian besar
berlangsung pada antar-muka biofilm dengan limbah cair dan sebagian kecil lagi di
dalam badan biofilm tersebut (Rittman dan McCarty, 2001; MetCalf & Eddy, 2003).
Berdasarkan hal tersebut, diduga bahwa dalam sistem biofilter jumlah mikroorganisme
pengurai yang aktif juga terbatas karena yang berperan dalam degradasi substrat organik
hanya lapisan atas saja, dengan demikian kemampuan mendegradasi substratpun terbatas.
Berdasarkan hasil percobaan, pada beban organik yang rendah (COD awal 2000
mg/L), HRT 18 24 jam dan tinggi unggun 125 cm, efisiensi reduksi COD relatif tinggi
(rata-rata 71,94%). Pada HRT dan tinggi unggun yang sama, peningkatan laju beban
organik menjadi 3000 mg/L ternyata diperoleh efisiensi reduksi COD menjadi turun
(rata-rata 63,06%), dan bila laju beban organik ditingkatkan lagi pada kondisi alamiah
limbah cair (COD awal antara 4480 5600 mg/L), efisiensi reduksi COD turun lebih
jauh menjadi rata-rata 49,21%.
Hasil yang sedikit berbeda diperoleh pada percobaan dengan tinggi unggun 125 cm
dan HRT 12 jam (Gambar 4.7), dimana efisiensi reduksi COD untuk umpan dengan
konsentrasi COD awal 2000 mg/L relatif lebih rendah (rata-rata 31,35%) dibanding bila
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
konsentrasi COD awal 3000 mg/L (rata-rata 49,68%) dan alamiah (33,60%). Hal ini
diduga bahwa pada saat-saat awal perubahan konsentrasi umpan dari saat seeding ke
konsentrasi COD awal 2000 mg/L mikrorganisme masih dalam fase penyesuaian,
akibatnya jumlah mikroba aktif dalam lapisan biofilm juga relatif masih sedikit (belum
mencapai jumlah optimum). Dengan demikian, proses penguraian bahan-bahan organik
kompleks dalam limbah cair oleh mikroba anaerob menjadi senyawa-senyawa lebih
sederhana belum berlangsung optimum. Sedangkan pada percobaan dengan konsentrasi
COD awal 3000 mg/L dan alamiah, awal operasi dimulai setelah percobaan dengan
konsentrasi umpan 2000 mg/L selesai dilakukan. Oleh karena itu, diduga saat percobaan
dimulai mikroorganisme sudah mulai memasuki fase logaritma (eksponensial), sehingga
jumlah mikroba anaerob dalam lapisan biofilm relatif sudah lebih banyak.
Dari variasi perlakuan COD influen 2000, 3000 mg/L dan alamiah, kondisi operasi
dengan konsentrasi COD awal 2000 mg/L dan tingi unggun 125 cm serta HRT 18 24
jam, merupakan yang terbaik untuk % penurunan COD.

4.4.2. Pengaruh Variasi Konsentrasi COD Awal terhadap MLSS
Pengaruh variasi konsentrasi COD awal terhadap penyisihan MLSS (%) pada
pengolahan limbah cair secara biofitrasi anaerobik di dalam seluruh sistem dapat dilihat
pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9.
Dari Gambar 4.8 untuk tinggi unggun 100 cm dan HRT 12 jam, dapat dilihat
bahwa bila COD awal 2000 mg/L kandungan MLSS rata-rata turun dari 528 mg/L
menjadi 138 mg/L (73,78%), sementara bila COD awal 3000 mg/L konsentrasi MLSS
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
turun dari 689 mg/L menjadi 235 mg/L (65,92%), sedangkan bila COD awal alami (tanpa
pengenceran) penurunannya adalah dari 1027 mg/L menjadi 547 mg/L (46,72%). Pada
HRT 18 dan 24 jam, dapat dilihat bahwa penyisihan MLSS tidak berbeda secara
signifikan dengan efisiensi penyisihan MLSS untuk HRT 12 jam baik untuk konsentrasi
awal COD 2000 mg/L maupun 3000 mg/L atau alami.
Selanjutnya dari Gambar 4.9 terlihat bahwa untuk tinggi unggun 125 cm dan
konsentrasi COD awal 2000 mg/L efisiensi penurunan MLSS pada HRT 12 24 jam
berkisar antara 77,88 82,58% . Peningkatan konsentrasi COD awal menjadi 3000 mg/L
pada HRT yang sama, diperoleh efisiensi penurunan MLSS yang lebih kecil (71,66
75,44%). Sedangkan bila digunakan konsentrasi COD awal alamiah (tanpa pengenceran)
pada HRT yang sama, efisiensi penurunan MLSS turun lebih jauh menjadi 50,51
53,12%.















Gambar 4.8. Penyisihan MLSS (%) dalam Reaktor pa a COD Awal
2000, 3000 mg/L dan Alami, Tinggi Unggun 100 cm
d

0
10
20
30
40
50
60
70
80
2000 3000 alamiah
Konsentrasi COD influent
P
e
n
y
i
s
i
h
a
n

M
L
S
S
,

%
12 jam
18 jam
24 jam



Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
30
40
50
60
70
80
20 n
y
i
s
i
h
a
n

M
L
S
S
,

%
12 jam







Berdasarkan hasil percobaan sebagaimana ditunjukan dalam Gambar 4.8 dan
Gambar 4.9, diperoleh presentase penyisihan MLSS untuk tinggi unggun 100 dan 125
cm yang tidak berbeda nyata bila konsentrasi COD awalnya sama baik pada HRT 12, 18
maupun 24 jam.
Gambar 4.9. Penyisihan MLSS (%) dalam Reaktor pada COD Awal
2000, 3000 mg/L dan Alami, Tinggi Unggun 125 cm
Hasil analisis kandungan MLSS umpan segar limbah cair industri tahu
menunjukkan bahwa limbah tersebut mengandung padatan tersuspensi total (TSS) rata-
rata antara 854 1244 mg/L. Pengenceran umpan limbah cair hingga kandungan COD
awal menjadi 2000 mg/L atau 3000 mg/L diperoleh kandungan TSS atau MLSS rata-rata
berkisar antara 525 665 mg/L. Dengan kata lain, semakin besar konsentrasi COD awal,
semakin besar pula kandungan TSS dalam aliran umpan tersebut.
Kandungan padatan tersuspensi (TSS) yang relatif tinggi dalam aliran umpan akan
membutuhkan waktu tinggal cairan yang lebih lama dalam reaktor agar dapat terlarut
(terhidrolisis) dan terurai oleh mikroorganisme anaerob menjadi senyawa-senyawa lebih
sederhana. Diduga bahwa penggunaan waktu tinggal cairan (HRT) 12 24 jam dalam
percobaan ini belum cukup memadai untuk berlangsungnya proses hidrolisis dan
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
degradasi biologis kandungan padatan tersuspensi dalam aliran umpan limbah cair.
Peningkatan konsentrasi COD awal dari 2000, 3000 mg/L dan kondisi alamiah (tanpa
pengenceran) berarti juga peningkatan kandungan TSS dalam aliran umpan. Oleh karena
sebagian besar kandungan TSS belum terurai, maka padatan tersebut menumpuk
sedemikian pada bagian atas media filter dan menghambat kontak proses degradasi,
akibatnya efisiensi penyisihan MLSS (%) cenderung mengalami penurunan.
Dari hasil percobaan, meskipun diperoleh penyisihan kandungan MLSS yang cukup
signifikan dalam effluent, akan tetapi diduga bahwa penyisihan tersebut lebih didominasi
oleh proses filtrasi ketika cairan limbah melewati unggun padatan.

4.5. Pengaruh Tinggi Unggun
4.5.1. Pengaruh Tinggi Unggun terhadap COD
Pada proses ini variasi tinggi unggun yang digunakan adalah 100 dan 125 cm.
Temperatur operasi yang digunakan adalah temperatur ruang. Pengaruh variasi tinggi
unggun terhadap penurunan (reduksi) COD (%) di dalam seluruh sistem dapat dilihat
pada Gambar 4.10a, 4.10b dan 4.10c.

Pada percobaan biofiltrasi anaerob dengan variasi tinggi unggun, menunjukkan
bahwa untuk HRT yang sama dalam jangkau 12 24 jam diperoleh % reduksi COD lebih
rendah pada tinggi unggun 100 cm dibanding % reduksi COD pada tinggi unggun 125
cm (Gambar 4.10 (a), (b) dan (c)). Hal ini merupakan indikasi bahwa semakin besar
tinggi unggun, semakin panjang pula lintasan yang harus dilalui oleh substrat organik
mulai dari saat masuk hingga keluar dari reaktor, dengan demikian semakin besar pula
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
kesempatan kontak antara limbah cair dengan mikroorganisme anaerob dalam biofilm.
Waktu kontak yang lebih lama pada reaktor dengan tinggi unggun 125 cm,
mengakibatkan konversi substrat organik menjadi lebih tinggi dibanding tinggi unggun
100 cm. Hasil perhitungan % reduksi COD dalam reaktor diperoleh bahwa penambahan
tinggi unggun dari 100 cm menjadi 125 cm menyebabkan peningkatan % reduksi COD
rata-rata sebesar 12,72%.























(a)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
100 125
Tinggi unggun, cm
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
2000 mg/L
3000 mg/L
alamiah

Hasil yang sedikit berbeda diperoleh pada percobaan dengan konsentrasi COD
awal 2000 mg/L dan HRT 12 jam (Gambar 4.10a), dimana efisiensi reduksi COD untuk
tinggi unggun 125 cm relatif lebih rendah (rata-rata 31,35%) dibanding dengan tinggi
unggun 100 cm (rata-rata 46,38%). Hal ini diduga terjadi ketidak stabilan proses pada
Gambar 4.10. Reduksi Total COD (%) di Seluruh Sistem pada Tinggi
Unggun 100 dan 125 cm. (a). HRT 12 jam, (b). HRT 18 jam
dan (c). HRT 24 jam
(b)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
100 125
Tinggi unggun, cm
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
2000 mg/L
3000 mg/L
alamiah
(b)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
100 125
Tinggi unggun, cm
R
e
d
u
k
s
i

C
O
D
,

%
2000 mg/L
3000 mg/L
alamiah
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
reaktor dengan tinggi unggun 125 cm khususnya pada saat-saat awal percobaan dimulai.
Pada saat-saat awal perubahan konsentrasi umpan dari saat seeding ke konsentrasi COD
awal 2000 mg/L mikrorganisme masih dalam fase penyesuaian, akibatnya jumlah
mikroba aktif dalam lapisan biofilm juga relatif masih sedikit (belum mencapai jumlah
optimum). Dengan demikian, proses penguraian bahan-bahan organik kompleks dalam
limbah cair oleh mikroba anaerob menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana belum
berlangsung optimum.

4.5.2. Pengaruh Variasi Tinggi Unggun terhadap MLSS
Pada percobaan biofiltrasi anaerob dengan variasi tinggi unggun 100 dan 125
cm, menunjukkan bahwa untuk HRT yang sama dalam jangkau 12 24 jam diperoleh
persen penyisihan MLSS lebih rendah pada tinggi unggun 100 cm dibanding persen
penyisihan MLSS pada tinggi unggun 125 cm (Gambar 4.11a, 4.11b dan 4.11c).








Gambar 4.11. Penyisihan MLSS (%) dalam Reaktor Pada Tinggi Unggun
100 dan 125 cm. (a). HRT 12 jam, (b). HRT 18 jam dan
(c). HRT 24 jam


(c)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 cm 125 cm
Tinggi Unggun, cm
P
e
n
y
i
s
i
h
a
n

M
L
S
S
,

%
2000 mg/L 2000 mg/L
3000 mg/L
alamiah
(b)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 cm 125 cm
Tinggi Unggun, cm
P
e
n
y
i
s
i
h
a
n

M
L
S
S
,

%
3000 mg/L
alamiah
(a)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 cm 125 cm
Tinggi Unggun, cm
P
e
n
y
i
s
i
h
a
n

M
L
S
S
,

%
2000 mg/L
3000 mg/L
alamiah
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Dalam pengolahan limbah cair dengan proses biologis kandungan padatan
tersuspensi dalam limbah cair terdiri atas dua jenis, pertama berupa padatan tersuspensi
yang dibawa oleh aliran umpan atau terbentuk karena proses koagulasi kimia. Jenis
padatan tersuspensi yang kedua berupa flok-flok mikroba yang terbentuk akibat proses
mikrobiologis yang berlangsung di dalam reaktor dan belum sempat melekat pada media
filter. Kedua jenis padatan ini bersama-sama memberikan kontribusi dalam pembentukan
MLSS dalam limbah cair. Akibat perbedaan ukuran partikel yang lebih besar dibanding
volume rongga dalam unggun media filter, maka kandungan MLSS tertahan pada rongga
tersebut atau pada bagian atas unggun. Semakin besar tinggi unggun semakin besar juga
volume rongga yang tersedia, dengan demikian efisiensi penyisihan MLSS dalam aliran
limbah semakin besar. Hasil perhitungan % penyisihan MLSS dalam reaktor, diperoleh
bahwa penambahan tinggi unggun dari 100 cm menjadi 125 cm menyebabkan
peningkatan % penyisihan MLSS rata-rata sebesar 8,49%.










Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan
Dari hasil percobaan pengolahan limbah cair industri tahu dengan biofiltrasi
anaerob dalam reaktor fixed-bed dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Peningkatan HRT meningkatkan persentase reduksi total COD, tetapi tidak berbeda
nyata terhadap MLSS. Reduksi total COD rata-rata sebesar 38,97% (HRT 12 jam),
56,24% (HRT 18 jam) dan 58,97% (HRT 24 jam). Sementara pada kondisi yang
sama, penyisihan MLSS rata-rata sebesar 64,41% (HRT 12 jam), 66,43% (HRT 18
jam) dan 68,45% (HRT 24 jam).
2. Penurunan konsentrasi COD umpan meningkatkan persentase reduksi total COD dan
MLSS. Pada konsentrasi COD umpan alami (tanpa pengenceran), 3000 dan 2000
mg/L, reduksi total COD rata-rata berturut-turut sebesar 41,09%; 41,09% dan
56,88%. Sementara penyisihan MLSS rata-rata berturut-turut sebesar 50,36%;
71,20% dan 77,72%.
3. Reduksi total COD dan MLSS pada tinggi unggun 125 cm lebih tinggi dibanding
tinggi unggun 100 cm. Rata-rata reduksi total COD (%) untuk tinggi unggun 125 cm
sebesar 53,67%, sedangkan untuk tinggi unggun 100 cm sebesar 49,12%. Sementara
penyisihan MLSS rata-rata sebesar 68,70% pada tinggi unggun 125 cm dan 64,16%
pada tinggi unggun 125 cm.


Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
5.2. Saran
Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan memperpanjang HRT, menurunkan
konsentrasi COD awal dan peningkatan temperatur operasi untuk memperoleh sistem
pengolahan limbah cair yang maksimal serta mempelajari kinetika reaksi yang terjadi
pada pengolahan limbah cair industri tahu. Di samping itu pada penelitian lanjut perlu
juga dilakukan pretreatment dengan penambahan unit operasi yaitu biodigester yang
dapat menurunkan baik kandungan COD maupun total suspended solid dalam umpan.















Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
DAFTAR PUSTAKA

Agustian, J., 2003. Immobilization of activated Sludge in A Column type Upflow
Anaerobic Sludge Blanket Reactor, Majalah IPTEK, Vol. 14 No. 4. hal. 185
192.
Ahring, B.K., 1995, Methanogenesis in the Thermophilic Biogas Reactors, dalam
MetCalf & Eddy, 2003, Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and
Reuse, 4
th
ed., McGraw Hill Book Co., New York
Andrews, J.F., Cole, R.D., and Pearson, E.A., 1962, Kinetics and Characteristics of
Multistage Methane Fermentation, dalam Ramalho, A.S., 1983, Introduction to
Wastewater Treatment Process, 2
nd
ed., Academic Press, New York.
APHA, 1992, Standard Methods for Examination of Water and Wastewater, 18
th
ed.,
American Public Health Assosiation, Washington.
Archer, D.B., and Kirshop, B.H., 1990, Anaerobic Digetion : a Waste Treatment
Technology, dalam BPPT, 1997a, Teknologi Pengolahan Limbah Tahu-Tempe
Dengan Proses Biofilter Anaerob dan Aerob, http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-
1/ (tgl. 17 April 2006).
Bal, A.S., and. Dhogat, N.N., 2001 Uplow Anaerobic Sludge Blanket Reactor A Review,
J. Indian Environmental Health, Vol. 43 No. 2 : 1 82
Balch, W.E., Schoberlh, S., Tanner, R.S., and Wolfe, R.S., 1977, Acetobacterium, a New
Genus of Hydrogen Oxidizing, Carbon dioxide-Reducing, Anaerobic Bacteria,
dalam BPPT, 1997a, Teknologi Pengolahan Limbah Tahu-Tempe Dengan
Proses Biofilter Anaerob dan Aerob, http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/ (tgl.
17 April 2006)
Bappeda Medan, 1993, Penelitian Pencemaran Air Limbah Di Sentra Industri Kecil
Tahu/ Tempe di Kec. Medan Tuntungan Kotamadya Dati II Medan, Laporan
Penelitian, Bappeda TK II Medan, Medan.
Bapedal, 1998, Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri Pulp dan
Kertas di Indonesia, BAPEDAL, Jakarta
Behrendt, J., 2000, Modelling of Aerated Upflowed Fixed-Bed Reactors for the
Nitrification, http://www.tu_hardburg.de (tgl. 10 Maret 2006)
Benefield, L.D,1980, Biological Proces Design For Wastewater Treatment, Preatice
Hall Inc., Eglewood Cliff, New York
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
BPPT, 1997a, Teknologi Pengolahan Limbah Tahu-Tempe Dengan Proses Biofilter
Anaerob dan Aerob, http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/ (tgl. 17 April 2006)
BPPT, 1997b, Teknologi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit dengan Sistem
Biofilter Anaerob, Laporan Kegiatan, Kelompok Teknologi Pengolahan Air Bersih
& Limbah Cair, BPPT.
Callander, I.J., and Barford, J.P., 1983, Recent Advance in Anaerobic Digestion
Technology, dalam Agustian, J., 2003. Immobilization of activated Sludge in A
Column type Upflow Anaerobic Sludge Blanket Reactor, Majalah IPTEK, Vol. 14
No. 4. hal. 185 192.
Charcklis, W.G. and Marshall, K.C., 1990. Biofilm, John Wiley & Sons Inc., New York,
pp : 3 43
Collins, A.G., T.L.Theis, Kilambi, S., He.,L., dan Paulostathis, S.G., 1998, Anaerobic
Treatment of Low Strenghts Domestic Wastewater Using an Anaerobic Expanded
Bed Reactor, J. Environmental Enginering; Vol. 124, No.7. PP. 652 655.
Costerton, J.W., Lewandowski, Z., Caldwell, D.W., Korber & Scott, L.H.M., 1995,
Microbial Biofilm, Annual Review of Microbiology, USA, Vol. 49, pp: 711- 745.
Dhamayanthie, I., 2000, Pengolahan Limbah Cair Industri Textile dengan Proses
Anaerob, Thesis Master, Program Studi Teknik Kimia, Program Proses Sarjana
ITB Bandung.
Darmawan, B., 1998, Studi Penggunaan Bahan Media Biofilter Untuk Menurunkan
Material Organik Pada Pengolahan Buangan Industri, dalam Hadi, W., dan
Santoso, B., 2000, Biofiltrasi Air Kali Tengah Sebagai Alternatif Peningkatan
Kualitas Sumber Daya Air, Majalah IPTEK, Vol. 11 No. 3, pp: 133-139.
Davey, M.E., and Otoole, G.A., 2000, Microbial Biofilm : From Ecology to Molecular
Genetics, Microbiology and Molecular Biology Reviews, Vol. 64 No. 4 : 847-
867.
Davis, M.L. dan Cornwelll, D.A., 1991, Introduction to Environmental Engineering,
2
th
ed., McGraw Hill, New York.
Dhahiyat, Y., 1990, Karakteristik Limbah Cair Tahu Dan Pengolahannya Dengan Eceng
Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms), dalam Lisnasari, S.F., 1995,
Pemanfaatan Gulma Air (Aquatic Weeds) Sebagai Upaya Pengolahan Limbah
Cair Industri Pembuatan Tahu, Thesis Master, Program Pasca Sarjana USU,
Medan
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Eckenfelder, W.W., 1989, Industrial Water Pollution Control, 2
nd
ed., Mc Graw Hill
Inc., New York.
EMDI Bapedal, 1994, Limbah Cair Berbagai Industri di Indonesia: Sumber,
Pengendalian dan Baku Mutu, EMDI BAPEDAL.
Fardiaz, S., 1992, Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Farooq, S., and Velioglu, S.G., 1989, Physico-Chemical Treatment of Domestic:
Wastewater, Enyclopedia of Environmental Control Technology, Volume 3:
Wastewater Treatment Technology, Cheremisinoff P.N (editor), Gult Publisihing
Co., Houston.
Gomec, C.Y., Gonuldinc, S., Eldem N., and Ozturk, I., 2005, Behaviour of an Upflow
Anaerobic Sludge Bed (UASB) Reactor at Extreme Salinity, Water Science
Technology, Vol. 51 No. 11, pp: 115 120.
Hadi, W., dan Santoso, B., 2000, Biofiltrasi Air Kali Tengah Sebagai Alternatif
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Air, Majalah IPTEK, Vol. 11 No. 3, pp: 133-
139
Harian Kompas, 3 Desember 2003, Penggunaan Biogas Makin Populer di Kalangan
UKM.
Husin, A, 2003, Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Biji Kelor
(Moringa oleifera Seeds) Sebagai Koagulan, laporan Penelitian Dosen Muda,
Fakultas Teknik USU.
Jamilah, I., Syafruddin, I dan Mizarwati, 1998, Pembentukan dan Kontrol Biofilm
Aeromonas hydroplila pada Bahan Plastik dan Kayu, Laporan Penelitian,
Lembaga Penelitian USU, Medan.
Kuswardani, 1985, Sifat-sifat Fisika Kimia Limbah Cair Industri Tahu, dalam Lisnasari,
S.F., 1995, Pemanfaatan Gulma Air (Aquatic Weeds) Sebagai Upaya
Pengolahan Limbah Cair Industri Pembuatan Tahu, Thesis Master, Program
Pasca Sarjana USU, Medan
Laura, G.M., 1995, Studi Kemampuan Rounghing Filter dalam Menurunkan Kadar
BOD dan COD Air Kali Surabaya, Skripsi, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-
ITS, Surabaya.
Lettinga, G., Zehnder, A.J.B., Grotenhuis, J.T.C., and Hulshoff Pol, L.W., 1988, Granular
Anaerobic Sludge, dalam Rittmann, B.E., and McCarty, P.L., 2001,
Environmental Biotechnology : Principles and Applications, McGraw Hill
International Ed., New York
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Lisnasari, S.F., 1995, Pemanfaatan Gulma Air (Aquatic Weeds) Sebagai Upaya
Pengolahan Limbah Cair Industri Pembuatan Tahu, Thesis Master, Program
Pasca Sarjana USU, Medan
Madigan, M.T., Martinko, J.M., and Parker, J., 2000, Brock Biology of Microorganisms,
dalam MetCalf & Eddy, 2003, Wastewater Engineering : Treatment, Disposal
and Reuse, 4
th
ed., McGraw Hill Book Co., New York
Manahan, S.E., 1994, Environmental Chemistry, 6
th
ed. Lewis Publisher, USA.
Marshall, K.C., 1992, Biofilm : An Overview of Bacterial Adhesion, Activity and
Control at Surface, dalam Jamilah, I., Syafruddin, I dan Mizarwati, 1998,
Pembentukan dan Kontrol Biofilm Aeromonas hydroplila pada Bahan Plastik
dan Kayu, Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian USU, Medan
McCarty, P.L., 1964, Anaerobic Wastewater Treatment Fundamentals, Part III , Toxic
Materials and Their Control, dalam Rittmann, B.E., and McCarty, P.L., 2001,
Environmental Biotechnology : Principles and Applications, McGraw Hill
International Ed., New York.
McCarty, P.L., and McKinney, R.E., 1961, Salt Toxicity in Anaerobic Digestion, dalam
Rittmann, B.E., and McCarty, P.L., 2001, Environmental Biotechnology :
Principles and Applications, McGraw Hill International Ed., New York.
McCarty, P.L., and Smith, D.P., 1986, Anaerobic Wastewater Treatment, dalam
MetCalf & Eddy, 2003, Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and
Reuse, 4
th
ed., McGraw Hill Book Co., New York.
MetCalf & Eddy, 1930, Sewerage and Sewage Disposal, dalam MetCalf & Eddy, 2003,
Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and Reuse, 4
th
ed., McGraw
Hill Book Co., New York
MetCalf & Eddy, 2003, Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and Reuse,
4
th
ed., McGraw Hill Book Co., New York.
Mines Jr., R.O., and Sherrard, J.H., 1989, Biokinetics Constant in Activated Sludge,
Enyclopedia of Environmental Control Technology, Volume 3 : Wastewater
Treatment Technology, Cheremisinoff P.N (editor), Gult Publisihing Co.,
Houston.
Montgomery, J. Consulting Engineers Inc., 1975, Water Treatment Principles and
Design, Wiley Interscience, New York.
Mysels, K.J., 1959, Introduction to Colloid Chemistry, dalam Eckenfelder, W.W., 1989,
Industrial Water Pollution Control, 2
nd
ed., Mc Graw Hill Inc., New York.
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Nuraida, 1985, Analisis Kebutuhan Air Pada Industri Pengolahan Tahu dan Kedelai,
dalam Lisnasari, S.F., 1995, Pemanfaatan Gulma Air (Aquatic Weeds) Sebagai
Upaya Pengolahan Limbah Cair Industri Pembuatan Tahu, Thesis Master,
Program Pasca Sarjana USU, Medan
Nurhasan, dan Pramudyanto, B.B., 1991, Penanganan Air Limbah Tahu, Yayasan Bina
Karya Lestari, Jakarta, http://www.menlh.go.id/usaha-kecil (30 Mei 2006)
Parkin, G.F., and Owen, W.E., 1986, Fundamentals of Anaerobic Digestion of
Wastewater Sludge, dalam Rittmann, B.E., and McCarty, P.L., 2001,
Environmental Biotechnology : Principles and Applications, McGraw Hill
International Ed., New York
Polprasert, C., and Hoang, L.H., 1983, Kinetics of Bacteria and Bacteriophages in
Anaerobic Filters, dalam BPPT, 1997a, Teknologi Pengolahan Limbah Tahu-
Tempe Dengan Proses Biofilter Anaerob dan Aerob,
http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/ (tgl. 17 April 2006)
Ramalho, A.S., 1983, Introduction to Wastewater Treatment Process, 2
nd
ed.,
Academic Press, New York, pp : 419 433.
Ridlo, R., 1996, Simulasi Model Fermentasi Metana Secara Anaerobik, Alami, Vol. 1
No. 2.
Rittmann, B.E., and McCarty, P.L., 2001, Environmental Biotechnology : Principles
and Applications, McGraw Hill International Ed., New York.
Sach, E.F., et al, 1978, Proc. 33
rd
Industrial Waste Conference, dalam Eckenfelder,
W.W., 1989, Industrial Water Pollution Control, 2
nd
ed., Mc Graw Hill Inc.,
New York
Santoso, H.B., 1993, Tempe dan Tahu Kedelai, Kanisius, Yogyakarta.
Satyanaran, S.,Venerkar, A.P., Ramakant, 2004, Organic Removals from Highly
Proteinous Wastewater from Soyamilk and Tofu Manufacturing Plant, J. of
Environmental Science and Health, Part a: Toxic/Hazardous Substances &
environmental Enginering, Vol. 39. No.3. Page : 759 771.
Sawyer, C.N, McCarty, P.L., and Parkin, G.F., 1994, Chemistry for Environmental
Engineering, dalam MetCalf & Eddy, 2003, Wastewater Engineering :
Treatment, Disposal and Reuse, 4
th
ed., McGraw Hill Book Co., New York.
Schmidt, J.E., and Ahring, K., 1996, Granular Sludge Formation in UASB Reactors,
dalam Agustian, J., 2003. Immobilization of activated Sludge in A Column type
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Upflow Anaerobic Sludge Blanket Reactor, Majalah IPTEK, Vol. 14 No. 4. hal.
185 192 .
Spaan, H.A., 1983, An Approach to Wastewater Problem of The Palm Oil Industry in
Indonesia, dalam Tobing, P.L., dan Loebis, S., 1994, Penggunaan Betagen-Rispa
Untuk Pengendalian Limbah Pabrik Kelapa Sawit, Berita PPKS, Vol. 2.
Speece, R.E., 1983, Anaerobic Biotechnology for Industrial Wastewater Treatment,
dalam BPPT, 1997a, Teknologi Pengolahan Limbah Tahu-Tempe Dengan
Proses Biofilter Anaerob dan Aerob, http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/ (tgl.
17 April 2006)
Steel, R.G.D., dan Torrie, J.H., 1980, Principles and Procedures of Statistics, McGraw
Hill Book, Inc., New York.
Suwarno, J., Tiarsipeni, dan Adillah, A., 2003, Penurunan Kadar Fenol Secara Biologis
Dalam Reaktor Filter Anaerob Dua Tahap, Majalah IPTEK, Vol. 14 No. 2, pp:
65-72
Tay, Joo-Hwa, 1990, Biological Treatment of Soya Bean Waste, J. Water Science &
Technology, Vol. 22. No. 9 : 141 147.
Tobing, P.L., 1989, Pengendalian dan Pengoperasian Limbah PKS, Lembaran Teknik
PPKS Medan, 4.0.2, Edisi 1, halaman: 1 11.
Tobing, P.L., dan Loebis, S., 1994, Penggunaan Betagen-Rispa Untuk Pengendalian
Limbah Pabrik Kelapa Sawit, Berita PPKS, Vol. 2.
Traverso, P.G., and Cecci, F, 1989, Biological Denitrification by Fluidized Bed Reactors,
Enyclopedia of Environmental Control Technology, Volume 3 : Wastewater
Treatment Technology, Cheremisinoff P.N (editor), Gult Publisihing Co.,
Houston.
Upe, A., 2001, Model Kinetika Biodegradasi Limbah Cair PT Kima Metode Activated
Sludge, Jurnal Kimia Lingkungan, Vol. 3 No. 1.
van Lier, J.B., 1996, Limitation of Thermophilic Anaerobic Wastewater Treatment and
Consequences for Process Design, dalam MetCalf & Eddy, 2003, Wastewater
Engineering : Treatment, Disposal and Reuse, 4
th
ed., McGraw Hill Book Co.,
New York
Wagelin, M., Schertenleib, R., dan Boller, M., 1991, The Decade of Roughing Filter
Development of Rural Water Treatment Process for Developing Countries, J.
Water SRT. Aqua, Vol. 40. No.5 pp : 304 -316.
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
WEF, 1998, Design of Wastewwater Treatment Plants, dalam MetCalf & Eddy, 2003,
Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and Reuse, 4
th
ed., McGraw
Hill Book Co., New York.
WEF, 2000, Aerobic Fixed Growth Reactors, dalam MetCalf & Eddy, 2003, Wastewater
Engineering : Treatment, Disposal and Reuse, 4
th
ed., McGraw Hill Book Co.,
New York.
Yitnosumarto, S., 1991, Percobaan : Perancangan, Analisis dan Interpretasinya, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Young, J.C., 1991, Factors Affecting the Design and Performance of Upflow Anaerobic
Filters, dalam MetCalf & Eddy, 2003, Wastewater Engineering : Treatment,
Disposal and Reuse, 4
th
ed., McGraw Hill Book Co., New York.
Zinder, S.H, and Koch, M., 1984, Non-Acetilastic Methanogenesis from Acetate :
Acetate Oxidation by a Thermophilic Syntropic Coculture, dalam MetCalf & Eddy,
2003, Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and Reuse, 4
th
ed.,
McGraw Hill Book Co., New York














Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
LAMPIRAN A

PROSEDUR ANALISIS


A.1. Prosedur Penentuan Harga COD dengan Bikhromat
1. Pembuatan larutan pereaksi
a. Pembuatan Standar primer K
2
CrO
7
0,05 N.
Larutkan 0,6129 gram K
2
CrO
7
anhidrous dalam labu ukur hingga volumenya
250 mL.
b. Larutan Standar Ferro Aluminium 0,05 N.
Larutkan 9,8035 gram FAS dalam 10 mL H
2
SO
4
pekat, kemudian tambahan
aquadest hingga volumenya 500 mL. Standarisasi dengan larutan standar
primer K
2
CrO
7
0,05 N.
c. Larutan Indikator Ferroin
Larutkan 0,7425 gram 1,10-phenantroline monohydrat dan 0,3475 gram FeSO
4

7 H
2
O dengan akuadest hingga volumenya 50 mL.
d. Larutan Katalis
Tambahkan 5,0551 gram Ag
2
SO
4
ke dalam 500 mL H
2
SO
4
pekat, atau 1,375
gram Ag
2
SO
4
ke dalam 0,25 kg H
2
SO
4
pekat. Biarkan 1 2 hari untuk
melarutkan Ag
2
SO
4
.
e. Larutan Digest
Larutkan 5,1085 gram K
2
CrO7+, 83,5 mL H
2
SO
4
pekat, dan 4,1625 gram
HgSO
4
dengan akuades sampai 500 mL.
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
2. Standarisasi Larutan FAS
a. Pipet 10 mL larutan K
2
CrO
7
0,05 N, tempatkan dalam erlenmeyer, lalu
tambahkan 10 mL H
2
SO
4
8 N dan 3 tetes indikator ferroin.
b. Titrasi dengan larutan FAS 0,05 N sampai terjadi perubahan warna dari biru
menjadi merah coklat.
c. Perhitungan :

V K
2
Cr
2
O
7
x N K
2
Cr
2
O
7

Normalitas Fe(NH
4
)
2
(SO
4
)
2
=
V Fe (NH
4
)
2
(SO
4
)
2


3. Prosedur Analisis COD
a. Pipet 10 mL sampel (atau pengenceran dengan volume akhir 5 mL, masukkan
ke dalam culture tube. Buat blanko (akuadest) dan standar KHP.
b. Tambahkan 3 mL larutan digest
c. Tambahkan 7 mL larutan katalis
d. Tutup dan kocok culture tube.
e. Masukkan culture tube ke dalam oven 150
o
C selama 2 jam.
f. Dinginkan culture tube sampai temperatur ruangan.
g. Tuangkan sampel ke dalam erlenmeyer, tambahkan 3 tetes indikator ferroin,
lalu titrasi dengan FAS sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi
merah.
h. Perhitungan :
( A B) x N FAS x 8000
COD (mg / L. O
2
) =
V sampel

Dimana : A = Volume FAS untuk titrasiblanko (ml) ; B = Volume FAS untuk
titrasi sampel (mL).
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
A.2. Prosedur Penentuan Nilai MLSS
Metode analisis dengan Metoda Gravimetri :
1. Cara Uji
Penimbangan berat residu di dalam contoh yang tertahan pada kertas saring.0,45
mikron, dan panaskan pada temperatur 103 135 sampai diperoleh berat konstan.

2. Peralatan
a. Cawan Goch atau alat penyaring lain yang dilengkapi alat penghisap (pompa
vakum).
b. Kertas saring , ukuran pori 0,45 mikron.
c. Oven.
d. Desikator
e. Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg
f. Penjepit cawan

3. Cara Kerja
a. Penimbangan kertas saring kosong
Taruh kertas saring ke dalam alat penyaring
Bilas kertas saring dengan air suling sebanyak 20 mL dan operasikan alat
penyaring
Ulangi pembilasan hingga bersih dari partikel halus pada kertas saring
Ambil kertas saring tersebut , kemudian masukkan ke dalam oven pada
temperatur 103 105
o
C dan biarkan selama 1 jam.
Dinginkan dalam desikator selama 10 menit.
Timbang dengan neraca analitik
Ulangi pengeringan hingga berat tetap (kehilangan berat < 4%).
Taruh kertas saring tersebut di dalam desikator sampai akan dipergunakan.

Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
b. Penyaringan sampel dan penimbangan residu tersuspensi.
Siapkan kertas saring yang terlah diketahui beratnya pada alat penyaring
Masukkan ke dalam alat penyaring (banyaknya sampel yang akan diambil
disesuaikan dengan kadar residu tersuspensi antara 2,5 mg sampai 200 mg).
Saring sampel, kemudian residu tersuspensi dibilas dengan air suling
sebanyak 10 ml dan dilakukan 3 kali pembilasan.
Ambil kertas saring.
Keringkan di dalam alat pengering pada temperatur 103 105
o
C selama 1
jam.
Dinginkan di dalam desikator selama 15 menit
Timbang dengan neraca analitik
Ulangi pengeringan hingga diperoleh berat tetap (kehilangan berat < 4%).
c. Perhitungan.

(A B) x 1000
mg/L padatan tersuspensi =
mL contoh

keterangan :
A = berat kertas saring berisi residu tersuspensi (mg)
B = berat kertas saring kosong (mg).

Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
LAMPIRAN B


SURAT KEPUTUSAN
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

Lampiran C : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor : Kep-51/MENLH/10/1995
Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri
Tanggal : 23 Oktober 1995

BAKU MUTU LIMBAH CAIR
No.
Parameter
Satuan
Golongan Baku Mutu
Limbah Cair
FISIKA
1. Temperatur Derajat C 38 40
2. Zat padat terlarut mg/L 2000 4000
3. Zat padat tersuspensi mg/L 200 400
KIMIA
1. pH --- 6,0 sampai 9,0
2. Besi Terlarut (Fe) mg/L 5 10
3. Mangan terlarut (Mn) mg/L 2 5
4. Barium (Ba) mg/L 2 3
5. Tembaga (Cu) mg/L 2 3
6. Seng (Zn) mg/L 5 10
7.
Krom Heksavalen (Cr
6+
)
mg/L 0,1 0,5
8. Krom total (Cr) mg/L 0,5 1
9. Cadmium (Cd) mg/L 0,05 0,1
10. Raksa (Hg) mg/L 0,002 0,005
11. Timbal (Pb) mg/L 0,1 1
12. Stanum mg/L 2 3
13. Arsen mg/L 0,1 0,5
14. Selenium mg/L 0,05 0,5
15. Nikel (Ni) mg/L 0,2 0,5
16. Kobalt (Co) mg/L 0,4 0,6
17. Sianida (CN) mg/L 0,05 0,5
18. Sulfida (H
2
S) mg/L 0,05 0,1
19. Fluorida (F) mg/L 2 3
20. Klorin Bebas (Cl
2
) mg/L 1 2
21. Amonia bebas (NH
3
-N) mg/L 1 5
22. Nitrat (NO
3
-N) mg/L 20 30
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008

No.
Parameter
Satuan
Golongan Baku Mutu
Limbah Cair
23. Nitrit (NO
2
-N) mg/L 1 3
24. BOD
5
mg/L 50 150
25. COD mg/L 100 300
26. Senyawa aktif biru metilen mg/L 5 10
27. Fenol mg/L 0,5 1
28. Minyak Nabati mg/L 5 10
29. Minyak Mineral mg/L 10 50
30. Radio aktivitas**) --- --- ---

Catatan :
*) Untuk memenuhi baku mutu limbah cair tersebut kadar parameter limbah tidak diperbolehkan
dicapai dengan cara pengenceran dengan air secara langsung diambil dari sumber air. Kadar
parameter limbah tersebut adalah limbah maksimum yang diperbolehkan.
**) Kadar radioaktivitas mengikuti peraturan yang berlaku.



Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
LAMPIRAN C

PERANCANGAN BIOREAKTOR



1. Dimensi Bioreaktor
Reaktor yang digunakan adalah reaktor biofilter anaerob dua tahap terbuat dari bahan
plastik PVC (paralon) dengan dimensi sebagai berikut :

Reaktor
Tinggi total reaktor, H
R
: 1,60 m.
Diameter dalam , D : 10,5 cm (PVC 4 inchi)
Tinggi cairan di Ruang I, H
C1
: 145 cm
Tinggi cairan di Ruang II, H
C2
: 140 cm


Unggun Filter
Bahan media filter : Kerikil ukuran rata-rata 1 2 cm
Tinggi unggun, H
U
: 100 dan 125 cm
Porositas, : 0,45

Volume efektif reaktor, V
eff
:
Volume Ruang I dan II dalam keadaan kosong :

( ) ( )
( ) L cm
cm cm H D
V
e
556 , 12 6 , 555 . 12
4
145 5 , 10
4
3
2 2
1
= = =



( ) ( )
( ) L cm
cm cm H D
V
e
12262 , 12 12262 . 12
4
140 5 , 10
4
3
2 2
2
= = =



Volume efektif reaktor, V
eff
= V
e1
+ V
e2
= 24,7 cm
3
= 24,7 L
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Volume unggun medium, V
U
:
Volume total unggun medium (untuk tinggi unggun 100 cm)
( ) ( )
( ) L cm
cm cm
V
total U
318 , 17 318 . 17
4
100 5 , 10 2
3
2
,
= =


Porositas ungun, = 0,45
Volume unggun tanpa rongga = (1 0,45) x 17.318 cm
3
= 9.525 cm
3

Volume total rongga = 0,45 x 17.318 cm
3
= 7.793 cm
3
(7,793 L)

Volume air limbah efektif (tinggi unggun 100 cm) = 24.678 9.525
= 15.153 cm
3
(15,153 L)

2. Penentuan Laju Alir Umpan
HRT 12 jam (untuk tinggi unggun 100 cm) :
Volume cairan efektif = 15.153 cm
3
;
HRT = 12 jam
Laju alir umpan ,
jam
L
men
cm
men
jam
Q 26 , 1 21
60
1
jam 12
cm 153 . 15
3 3
=

=
Untuk HRT yang lain dapat dilihat dalam Tabel LC1.

Tabel LC 1. Hasil Perhitungan Laju Alir Umpan Masuk Ke Reaktor
Tinggi Unggun
(cm)
HRT
(jam)
Laju Alir Umpan
(cm
3
/men)
12 21
100 18 14
24 10,5
12 15,8
125 18 10,5
24 7,9





Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
4






























Gambar LC.1. Skets Dimensi Bioreaktor


LAMPIRAN E
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
PHOTO KEGIATAN



Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008

Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008




6 5




K-3



3

K-1
2

K-2



1

4
P

K-4









Gambar 3. Skema Peralatan Utama Penelitian

Keterangan Gambar :
5. Tangki umpan 5. Botol pengaman
6. Reaktor biofilter anaerob 6. Penangkap gas
7. Rotameter P = Pompa umpan
8. Tangki effluent K = Kran pengambilan sample































Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008




































H
C2
=
140 cm
H
R
=
160 cm
H
C1
=
145 cm
4
H
U
=
100 cm
Reaktor Biofilter
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008



































































140 cm
145 cm 100 cm


































Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008


































3




















Gambar 3. Skema Peralatan Utama Penelitian

K r ete angan Gambar :
1. 5. Tangki umpan Botol pengaman
n 2. a rob 6. Reaktor biofilter a e Penangkap gas
Tangki overflow = Pompa umpan 3. P
4. Tangki effluent K = Kran pengambilan sample








K-1
K-3



2





P
K-2

5

6



1


















4

Gambar 3. Skema Peralatan Utama Penelitian

Keterangan Gambar :
5. Tangki umpan 5. Botol pengaman
6. Reaktor biofilter anaerob 6. Penangkap gas
7. Tangki overflow P = Pompa umpan
8. Tangki effluent K = Kran pengambilan sample
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008































































7

Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008

8
3
4



































Gambar 3. Alat percobaan kombinasi biodigester dan biofilter anaerob kontinu











Keterangan :
1. Tangki biodigester 6. Tangki effluent
2. Reaktor biofilter anaerob 7. Manometer
3. Tangki overflow 8. Gas holder
4. Tangki Pengumpul biogas 9. Termometer
5. Tangki umpan 10. Manometer dua fluida
K = Kran pengambilan sample
P = Pompa umpan

Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008














3
6
5
Keterangan :
Tangki umpan
K-3
Reaktor biofilter
K-1
Tangki overflow
Tangki effluent
Botol pengaman
2
Penangkap gas
4
1
P=Pompa umpan P
K=Kran sampling
K-2
Amir Husin : Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi Anaerob Dalam Reaktor Fixed-Bed, 2008
USU e-Repository 2008

Anda mungkin juga menyukai