Anda di halaman 1dari 5

Abstrak

Tujuan: Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh tiga larutan kumur
komersil terhadap stabilitas warna 4 jenis bahan restoratif komposit resin-based.
Metode: Dibuat 40 spesimen berbentuk cakram [10 x 2 mm] yang masing-masing terbuat dari:
Komposit nanofil Filtek Supreme XT [3M/ESPE, St. Paul, MN, AS]; packable low-shrinkage compsite,
AeliteLS Packable [BISCO, Inc, Shaumburg, IL, AS]; komposit resin nano-keramik Ceram-X [Dentsply,
Konstanz, Jerman]; komposit mikro-hibrid, dan Aelite All-Purpose Body [BISCO]. Kemudian, spesimen
diinkubasi dalam air suling dalam suhu 37oC selama 24 jam. Nilai warna awal [baseline] [L*, a*, b*]
setiap spesimen diukur menggunakan kolorimeter berdasarkan skala warna CIELAB. Setelah
pengukuran warna awal, 10 spesimen yang dipilih secara acak dari setiap kelompok direndam dalam
salah satu dari 3 larutan kumur dan air suling sebagai kontrol. Spesimen direndam dalam 20 mL
setiap jenis larutan kumur [Oral B bebas-alkohol, Listerine Tooth Defense Anti-cavity Fluoride Rinse
dan Klorhex] selama 12 jam. Setelah proses perendaman, nilai warna semua spesimen diukur
kembali, dan dilakukan penghitungan perubahan nilai warna E*ab. Data dianalisis menggunakan
analysis of variance 2-arah dengan tingkat signifikansi 0.05.
Hasil: Semua spesimen mengalami perubahan warna setelah perendaman, dan diperoleh selisih
yang signifikan secara statistik antar bahan restoratif dan larutan kumur [P < 0.05]; namun,
perubahan tersebut tidak tampak secara visual [E*ab < 3,3]. Interaksi antara pengaruh larutan
kumur dan tipe bahan restoratif dinyatakan tidak signifikan secara statistik [P > 0.05].
Kesimpulan: Dapat disimpulkan, meskipun tidak tampak secara visual, semua bahan restorati resin
yang diuji mengalami perbedaan warna setelah proses perendaman dalam berbagai jenis larutan
kumur.

Kata Kunci: Larutan kumur, komposit resin, warna
Sumber: Eur J Dent, 2008; 2: 247-253.


PENDAHULUAN
Bahan restoratif sewarna-gigi telah banyak digunakan untuk memenuhi permintaan estetik pasien
dalam praktek kedokteran gigi. Di pasaran dental, terdapat berbagai tipe resin komposit yang
memiliki karakteristik fisik berbeda-beda, dan diklasifikasikan berdasarkan ukuran partikel, bentuk,
dan distribusi filler. Sejak nano-teknologi diperkenalkan dalam kedokteran gigi, dikembangkan filler
nano-komposit yang ukurannya berkisar antara 0,01 sampai 0,04 mm. Nano-komposit memiliki
berbagai keunggulan, seperti penyusutan saat polimerisasi [polimerization shrinkage] kurang,
memiliki sifat mekanis, karakteristik optik, dan retensi permukaan yang baik. Resistensi nano-
komposit terhadap keausan terbukti sama atau lebih unggul dibandingkan komposit resin microfill
dan mikro-hibrid.
Komposit nano-keramik, ceramic-based yang dimodifikasi secara organis juga dikembangkan
menggunakan teknologi serupa. Bahan tersebut mengandung nanofiller yang mengandung silikon-
dioksida metakrilat-termodifikasi dan matriks resin digantikan dengan suatu matriks yang penuh
dengan partikel polisiloxane metakrilat-termodifikasi yang mudah terurai. Baru-baru ini,
diperkenalkan komposit low-shrinkage yang memiliki polimerization shrinkage rendah untuk
digunakan dalam klinik. Bahan tersebut memiliki modulus elastisitas yang tinggi karena memiliki
kandungan filler yang banyak.
Diskolorisasi bahan resin-based sewarna-gigi dapat disebabkan oleh beberapa faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Faktor-faktor intrinsik yang berperan dalam diskolorisasi bahan resin itu sendiri, antara
lain perubahan matriks resin dan interfase matriks dengan filler. Matriks resin dilaporkan memiliki
stabilitas warna yang kritis, dan staining disebabkan oleh kandungan resin dan absorpsi air yang
tinggi. Pencocokan warna berperan penting untuk memperoleh hasil yang baik. Namun, diskolorisasi
resin komposit dapat terjadi dari waktu ke waktu, dan perubahan warna yang merugikan tersebut
dapat mengakibatkan penggantian restorasi.
Faktor-faktor ekstrinsik diskolorisasi komposit resin antara lain staining akibat adsorpsi atau absorpsi
bahan pewarna dari sumber-sumber eksogen, seperti kopi, teh, nikotin, minuman ringan, dan
larutan kumur.
Penggunaan larutan kumur antimikroba merupakan salah satu cara untuk mengurangi akumulasi
plak gigi, tujuan utamanya adalah mengendalikan perkembangan penyakit periodontal dan karies
gigi. Namun, penggunaan larutan kumur secara rutin menimbulkan efek yang merugikan bagi rongga
mulut dan jaringan gigi-geligi. Meskipun penggunaan larutan kumur semakin bertambah, penelitian
yang membandingkan perubahan warna komposit resin dengan penggunaan larutan kumur masih
terbatas. Pengaruh larutan kumur yang mengandung-alkohol, -klorheksidin glukonat, dan larutan
kumur hibrid terhadap stabilitas warna bahan resin komposit microhybrid, kompomer dan glass
ionomer pernah dievaluasi dalam penelitian terdahulu. Namun, menurut sepengetahuan kami,
belum ada penelitian yang membandingkan pengaruh larutan kumur komersil terhadap bahan
komposit resin yang baru dikembangkan.
Diskolorisasi dapat dievaluasi menggunakan berbagai teknik dan instrumen. Untuk menilai
perbedaan kromatik, dalam penelitian ini digunakan sistem Commission Internationale de lEclairage
[CIE L*, a*, b*]. Menurut sistem ini, L* menunjukkan lightness [penerangan] sampel, a*
mendeskripsikan aksus hijau-merah [-a=hijau;+a=merah] dan b* mendeskripsikan aksis biru-kuning
[-b=biru; +b=kuning]. Dapat juga dilakukan kalkulasi perubahan warna total [E*ab], yang
menunjukkan perubahan L*, a*, dan b*. Berbagai penelitian memiliki nilai ambang perbedaan warna
yang berbeda-beda sesuai dengan penampakannya pada mata manusia. Namun, nilai perubahan
warna bahan-bahan dental yang dapat diterima secara klinis adalah E*ab < 3,3.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh larutan kumur yang
mengandung alkohol, bebas-alkohol, dan klorheksidin glukonat terhadap stabilitas warna bahan
komposit resin nanofill, packable low-shrinkage, nanoceramic dan microhybrid. Hipotesis null yang
diuji dalam penelitian ini adalah bahwa penggunaan larutan kumur setiap hari mempengaruhi
kemampuan pewarnaan komposit resin dan perbedaan warnanya dapat dilihat.

BAHAN DAN METODE
Bahan restoratif yang digunakan dalam penelitian ini antara lain komposit nanofill, Filtek Supreme
XT; komposit packable low-shrinkage, yaitu AeliteLS Packable; resin komposit nanoceramic Ceram-X;
dan komposit microhybrid, Aelite All-Purpose Body berwarna A2 [Tabel 1]. Dibuat 40 spesimen
berbentuk-cakram dari setiap bahan restoratif, diameternya 10 mm dan ketebalannya 2 mm, dalam
cincin politetrafluoroetilen yang dilapisi dengan matriks seluloid dan glass slide. Resin komposit
dipolimerisasi menggunakan unit LED [Elipar Freelight 2, 3M ESPE, St. Paul, MN, AS] dalam mode
standar [20 detik] selama 2 siklus dengan intensitas sinar sebesar 400 mW/cm2 pada permukaan
atas dan bawah spesimen. Output curing unit diperiksa menggunakan radiometer [Kerr, Demetron,
Orange, CA, AS]. Jarak antara sinar dengan spesimen distandardisasi menggunakan glass slide
setebal 1 mm. Setelah polimerisasi, permukaan atas spesimen diasah menggunakan kertas carbide
silikon 1200-grit dan air mengalir.
Spesimen diinkubasi dalam air suling dalam suhu 37oC selama 24 jam. Kemudian, dilakukan
pengukuran nilai warna awal [baseline] [L*, a*, b*] setiap spesimen menggunakan kolorimeter
[Minolta Chroma Meter CR-321, Minolta Co, Osaka, Jepang] dengan latar belakang berwarna putih.
Kualitas warna diperiksa menggunakan sistem Commission Internationale de lEclairage [CIE Lab]
sebagai nilai tristimulus dan dilaporkan sebagai perbedaan warna [L*, a*, b*] yang
dibandingkan dengan kondisi standar.
Sebelum setiap grup spesimen diukur, kolorimeter dikalibrasi menggunakan kartu putih standar.
Pengukuran diulangi sebanyak tiga kali pada setiap sampel dan nilai rata-ratanya dihitung.
Grup perlakuan adalah larutan kumur komersil [Oral B bebas-alkohol, Listerine Tooth Defense Anti-
cavity Fluoride Rinse, Klorhex] dan air suling sebagai kontrol [Tabel 2]. Empat puluh spesimen yang
terbuat dari setiap grup bahan restoratif dikelompokkan secara acak menjadi 4 subgrup [n = 10], dan
setiap subgrup direndam dalam 20 mL setiap jenis larutan kumur selama 12 jam, yang dinyatakan
sama dengan 2 laruta kumur per hari selama 1 tahun. Selama penelitian berlangsung, spesimen
disimpan dalam suhu 37oC, dan larutan uji dikocok setiap 3 jam agar diperoleh homogenitas. Pada
akhir periode pengujian, spesimen diambil dan direndam dalam air suling. Setelah proses
perendaman, nilai warna setiap spesimen diukur kembali, dan dilakukan penghitungan perubahan
nilai warna E*ab menggunakan rumus berikut ini:
E*ab = [(L*)2 + (a*)2 + (b*)2]1/2
dimana L* adalah lightness/ penerangan; a* adalah hijau-merah [-a=hijau; +a=merah] dan b* adalah
biru-kuning [-b=biru; +b=kuning].
Analisis statistik dilakukan menggunakan analysis of variance 2-arah dan Tukeys HSD [Honestly
Significant Differences] dengan tingkat signifikansi 0.05.

HASIL
Tabel 3 dan Gambar 1 menunjukkan nilai mean dan standar deviasi nilai perubahan warna E*ab
bahan restoratif setelah direndam dalam 3 jenis larutan kumur dan air suling sebagai kontrol.
Semua sampel menunjukkan perubahan warna setelah proses perendaman, dan diperoleh selisih
yang signifikan secara statistik antar bahan restoratif dan larutan kumur [P < 0.05]; namun, interaksi
antara pengaruh larutan kumur dengan tipe bahan restoratif dinyatakan tidak signifikan secara
statistik [P > 0.05] [Tabel 4]. Bahan restoratif nanoceramic, yaitu spesimen Ceram-X memiliki nilai
E*ab tertinggi dibandingkan dengan bahan restoratif uji lainnya, dan diperoleh selisih yang
signifikan antara nilai E*ab Ceram-X dengan Filtek Supreme XT, Aelite LS Packable, dan All-Purpose
Body [P = 0.014]. Analysis of variance 2-arah juga menunjukkan selisih yang signifikan antara nilai
E*ab antar larutan kumur [P = 0.046]. Tukey honestly signifikan difference post-hoc menyatakan
bahwa selisih nilai E*ab grup kontrol dengan grup Oral B dinyatakan signifikan secara statistik [P =
0.04]. Tidak ditemukan selisih yang signifikan secara statistik antar larutan kumur [Listerine, Oral B
bebas-alkohol, Klorhex] dalam Grup kontrol/Listerine dan Kontrol/Klorhex [P > 0.05].
Dalam penelitian ini, nilai E*ab < 3,3 dinyatakan tampak secara visual dan tidak menguntungkan
secara klinis. Dalam grup Ceram-X, spesimen yang direndam dalam larutan kumur Oral B dan Klorhex
memiliki nilai E*ab yang lebih tinggi dibandingkan dengan larutan lainnya. Meskipun hasil tersebut
dapat tampak secara visual, nilai E*ab yang diperoleh mendekati angka 3,3. Selain itu, dalam grup
lainnya nilai rata-rata E*ab yang diperoleh kurang dari 3,3, dan perbedaannya tidak tampak secara
visual.

PEMBAHASAN
Penelitian ini mengevaluasi pengaruh tiga larutan kumur komersil terhadap stabilitas warna empat
jenis bahan restoratif komposit resin-based. Berdasarkan hasil penelitian ini, hipotesis null yang diuji
hanya diterima sebagian saja, karena penggunaan larutan kumur setiap hari meningkatkan
kemampuan pewarnaan komposit resin meskipun perubahan warnanya tidak tampak secara visual.

Villalta dkk, membuktikan bahwa pH rendah dan larutan yang mengandung alkohol dapat
mempengaruhi integritas permukaan resin komposit dan menyebabkan staining. Dalam penelitian
ini, diperoleh selisih perubahan nilai warna yang signifikan secara statistik antara larutan kumur
bebas-alkohol, Oral B dan air suling, namun perbedaan tersebut tidak tampak secara visual.
Konsentrasi alkohol [21,6%] dan nilai pH [4,5] Listerine sangat tinggi, namun stabilitas warna bahan
resin tidak dipengaruhi oleh faktor tersebut, dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara larutan
kumur yang diuji. Asmussen melaporkan bahwa larutan kumur yang mengandung alkohol tinggi
dapat melunakkan bahan resin komposit. Etanol memiliki efek pelunakan terhadap polimer BIS-
GMA-based. Gurgan dkk, menunjukkan bahwa berapapun konsentrasi alkoholnya, larutan kumur
yang mengandung- atau bebas-alkohol dapat mempengaruhi kekerasan bahan restorasi resin.

Pengaruh larutan staining terhadap perubahan warna resin komposit tergantung pada jenis
bahannya, dan kerentanan staining bahan restorasi dipengaruhi oleh matriks resin atau tipe filler-
nya. Scotti dkk, menunjukkan bahwa tipe bahan berperan penting dalam resistensi stain.
Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh selisih yang signifikan secara statistik antara Ceram-X
dengan komposit resin lainnya. Komposit resin nanoceramic, yaitu Ceram-X, memiliki nano-partikel
keramik yang dimodifikasi secara organis [ormocer] dan glass filler [1,1-1,5 mm]. Berbeda dengan
polimer konvensional, ormocer memiliki rantai anorganik yaitu, silikon dioksida yang dapat
difungsionalisasi menggunakan polymerizable organic unit untuk membentuk kompound polimer 3-
dimensi. Konsentrasi filler Ceram-X adalah 76% berdasarkan berat dan 57% berdasarkan volume.
Menurut data dari pabrik, partikel nanoceramic adalah partikel hibrid organik-anorganik. Partikel
nanoceramic dan nanofiller memiliki grup metakrilat yang dapat dipolimerisasi. Selain itu, Ceram-X
tidak mengandung trietilen glikol dimetakrilat. Penelitian ini menunjukkan bahwa Ceram-X
mengalami perubahan warna terbesar dan perubahan tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan
struktural tersebut.

Dalam penelitian terdahulu, Jung dkk, menunjukkan bahwa Ceram-X tidak memiliki kualitas
permukaan yang lebih baik dibandingkan dengan komposit nanofill lainnya, yaitu Filtek Supreme dan
Tetric Evoceram. Perbedaan tersebut disebabkan oleh kandungan filler volumetrik bahan yang
rendah dan porositas yang dideteksi pada spesimen Ceram-X. Permukaan yang kasar terbukti dapat
meretensi stain secara mekanis, dibandingkan dengan permukaan yang halus. Dalam berbagai
penelitian, diskolorisasi dinyatakan dapat diterima jika nilai E*ab = 3,3, yang dinyatakan sebagai
batas atas akseptabilitas/penerimaan evaluasi visual. Potensi staining berbagai jenis larutan kumur
pada jaringan keras gigi dan jaringan lunak telah diketahui. Dan, potensi staining larutan kumur
dievaluasi pada berbagai jenis bahan restorasi. Gurdal dkk, menunjukkan bahwa pengaruh larutan
kumur terhadap stabilitas warna sama dengan pengaruh air suling. Lee dkk, menemukan bahwa
meskipun tidak tampak secara visual, larutan kumur dapat mempengaruhi stabilitas warna. Dalam
penelitian ini, tidak satupun bahan restoratif kekurangan stabilitas warna dan menunjukkan
diskolorisasi yang tampak secara visual setelah periode perendaman.
Karena pengaruh larutan kumur sama dengan air suling, dalam penelitiannya, Geutsen dkk,
menyatakan bahwa komponen air dalam larutan kumur mungkin mempengaruhi perubahan warna
dan kekerasan-mikro [microhardness]. Dalam penelitian ini, tidak diperoleh perbedaan yang
signifikan secara statistik antara larutan kumur dengan air suling, kecuali pada Oral-B.
Dalam kondisi klinis, bagaimana perbedaan pengaruh larutan kumur terhadap bahan restorasi
estetik tergantung pada berbagai faktor yang tidak dapat disimulasikan secara in vitro. Saliva, pelikel
saliva, makanan, dan minuman ringan mempengaruhi stabilitas warna bahan restorasi resin.
Dibutuhkan penelitian in vivo lebih lanjut untuk mengetahui potensi staining berbagai jenis larutan
kumur.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, pengaruh larutan kumur terhadap perubahan warna bahan
dinyatakan tidak berbeda dengan larutan kontrol. Semua bahan restorasi resin mengalami
perubahan warna setelah direndam dalam larutan uji namun perbedaan tersebut tidak tampak
secara visual. Namun, penelitian selanjutnya sebaiknya mempertimbangkan periode perendaman
yang lebih lama. Dalam keterbatasan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa perendaman restorasi
sewarna-gigi dalam berbagai larutan akan menimbulkan efek samping pada bahan-bahan tersebut.


Diposkan oleh D.R Hapsari di 2:52:00 PM
Label: Terjemahan Jurnal Konservasi
0 KOMENTAR:
Post a Comment

Anda mungkin juga menyukai