Anda di halaman 1dari 17

0

LAPORAN PRAKTIKUM 2
PENGELOLAAN PENCEMARAN PERAIRAN (MSP 512)



Nuralim Pasisingi
C251120031





















PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
1

1. Pendahuluan

Latar belakang
Kualitas air ditentukan oleh faktor fisika, kimia maupun biologi perairan.
Setiap faktor ditentukan oleh nilai parameter-parameter pendukungnya. Banyak
hal yang menentukan keakuratan data hasil pengukuran. Hasil pengukuran
parameter kualitas air yang mewakili kondisi sebenarnya selain ditentukan oleh
teknik pengambilan contoh juga ditentukan oleh kesesuaian dan ketepatan metode
yang digunakan.
Beberapa alat ukur yang digunakan untuk analisis nilai parameter kualitas
air sangat rentan dengan kontaminasi dari lingkungan luar, terutama alat ukur
elektornik atau digital. Untuk mengurangi kesalahan pengukuran karena error alat
ukur serta agar lebih efektif dan efisien, pengukuran parameter air eksitu
dilakukan di laboratorium untuk dianalisis. Satu jenis parameter bisa diukur
dengan berbagai macam jenis dan modifikasi alat ukur. Oleh karena itu, prinsip
kerja masing-masing alat ukur sangat perlu untuk diketahui dan dipahami oleh
pengguna agar dapat dijadikan dasar dalam teknik penggunaannya. Penggunaan
alat yang tepat dan sesuai prosedur akan memberikan peluang output data yang
akurat dan dapat dipercaya. Selain alat ukur, hal lain yang perlu diperhatikan
adalah prinsip dan metode analisis laboratorium. Banyak variasi metode yang
dikembangkan dalam analisis contoh air di laboratorium. Oleh karena itu prinsip
dasar analisis perlu dipahami untuk memudahkan penggunaan metode yang tepat.
Beberapa parameter tertentu cukup rentan terhadap perubahan lingkungan. Maka
diperlukan penanganan yang tepat selama di lapangan maupun saat analisis di
laboratorium.

Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mendeskripsikan prosedur penggunaan
alat ukur kualitas air, prinsip kerja dan metode analisis yang digunakan untuk
mengukur parameter kualitas air.


2

2. Isi

Kekeruhan
Kekeruhan air disebabkan oleh bahan tersuspensi dan koloid seperti
lumpur, bahan organik dan anorganik, plankton serta organisme mikroskopis
lainnya Kekeruhan adalah gambaran sifat optik yang menyebabkan cahaya dapat
dipencar dan diserap tanpa mengalami perubahan arah ketika melewati contoh air
(Eaton et al. 1995). Kekeruhan pada sungai yang sedang banjir lebih banyak
disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar berupa
lapisan permukaan tanah yang terbawa oleh aliran air pada saat hujan (Effendi
2003).
Kekeruhan merupakan gambaran sifat optik air yang ditentukan
berdasarkan banyaknya cahaya yang dipancarakan dan diserap oleh partikel-
partikel yang ada dalam air contoh. Kekeruhan diukur dengan alat turbidity meter.
Satuan kekeruhan adalah JTU (Jackson Turbidity Unit), FTU (Formazin Turbidity
Unit) atau NTU (Netelson Turbidity Unit).


Gambar 1 Prinsip kerja alat turbidity meter
sumber: http://www.gec.jpg

Prinsip kerja alat turbidity meter adalah banyaknya cahaya yang berhasil
ditransmisikan ketika dilewatkan pada larutan. Cahaya diradiasikan ke larutan
contoh kemudian cahaya yang masuk dilemahkan oleh zat tersuspensi yang
3

terkandung di dalam air contoh. Intensitas cahaya yang ditransmisikan
proporsional dengan konsentrasi zat yang tersuspensi (Gambar 1). Nilai cahaya
hasil transmisi kemudian akan dideteksi oleh elemen optik dan dikonversi menjadi
nilai kekeruhan.
Sebelum digunakan untuk mengukur contoh air, alat turbidity meter
dikalibrasi dengan menggunakan larutan fromazin standar 10 NTU, 100 NTU dan
200 NTU. Agar tetap awet, larutan formazin standar selalu disimpan pada suhu
4
o
C. Prosedur pengukuran kekeruhan sangat sederhana. Air contoh dimasukkan
ke dalam tabung contoh turbidity meter kemudian tombol pengukuran ditekan.
Pada monitor alat, nilai kekeruahan air contoh dengan satuan NTU akan terbaca.



Gambar 2 Turbidity meter
sumber: http://www.prosense.net


Hal yang perlu diperhatikan saat pengukuran adalah kebersihan dinding
tabung turbidity meter. Sedapat mungkin, dinding tabung tidak kotor atau
berembun. Hal ini ditujukan untuk meminimalisir kesalahan pengukuran atau
pembacaan nilai kekeruaan oleh detektor akibat terhalangnya cahaya yang
ditransmisikan melewati larutan contoh yang diukur.
Berikut disajikan data hasil pengukuran parameter kekeruhan yang
dilakukan pada empat contoh air yang diambil dari peraian Karangsong,
Indramayu. Contoh 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut diambil dari perairan sungai,
4

muara sungai, perairan laut bebas dan perairan laut yang berdekatan dengan
aktivitas pertambangan minyak.

Tabel 1 Nilai Kekeruhan Air Contoh
Contoh Kekeruhan (NTU)
1 24
2 24,1
3 1,58
4 3,05

Nilai kekeruhan tertinggi ditemukan pada stasiun sungai dan muara sungai
(contoh 1 dan 2). Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh dari partikel daratan
atau tanah yang masuk ke peraian sungai dan muara akibat adanya pengikisan
oleh arus sungai di sepanjang aliran menuju muara. Partikel-partikel yang lepas ke
perairan menyumbang kekeruhan pada perairan. Selain itu gerakan pengadukan
oleh ombak dan arus ke arah darat mengakibatkan pengadukan dasar substrat
perairan yang berpotensi meningkatkan kekeruhan perairan. Berdasarkan KepMen
LH tahun 2004 nilai kekeruhan perairan sungai dan muara tidak layak untuk biota
laut. Sedangkan perairan di stasiun 3 dan 4 dilihat dari parameter kekeruhan
masih layak untuk biota laut. Nilai kekeruhan peruntukan biota laut berdasarkan
KepMen LH tahun 2004 lampiran 3 adalah kurang dari 5 NTU.

Padatan total
Padatan total atau residu adalah bahan yang tersisa setelah air contoh
mengalami evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu. Padatan total terdiri
dari padatan tersuspensi (TSS) dan padatan terlarut (TDS) yang dapat bersifat
organik dan anorganik (Eaton et al. 1995).
Padatan tersuspensi (TSS) adalah padatan total yang tertahan di saringan.
TSS bersifat tidak larut dan tidak mengendap langsung menyebabkan kekeruhan.
Bahan-bahan tersuspensi terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad
renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa
ke badan air (Effendi 2003). Adanya padatan tersuspensi akan mengurangi
penetrasi cahaya ke air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen melalui
fotosintesis dan menyebabkan air menjadi keruh. Padatan terlarut (TDS)
5

merupakan bagian dari padatan total yang lolos ketika melewati saringan 2 m
atau berukuran lebih kecil pada kondisi tertentu (Eaton et al. 1995). Selain TSS
dan TDS dikenal juga TVS (Total Volatile Solid). TVS adalah zat organik yang
terbakar atau hilang pada suhu 550
o
C setelah dikeringkan pada suhu 103
o
C. TVS
digunakan dalam pendekatan banyaknya materi organik yang terkandung di dalam
air.
Metode pengukuran padatan total adalah gravimetri. Satuan padatan total
adalah mg/l. Hal yang perlu diperhatikan adalah alat ukur berat yang digunakan
dalam penimbangan sedapat mungkin memiliki ketelitian yang cukup besar, agar
zat yang terkandung di dalam air bisa dideteksi dengan angka ketelitian yang
tinggi.
Prosedur pengukuran TVS sebagai berikut:
100 ml air contoh yang telah disaring dimasukkan ke dalam cawan porselen
dan dikeringkan pada suhu 103C di dalam water bath selama 1 jam
Cawan porselen yang telah dipanaskan ditimbang beratnya (S mg) kemudian
dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 550C di dalam tanur selama 15-20
menit
Cawan porselen didinginkan dalam desikator dan ditimbang berat akhir (V
mg)





Prosedur penentuan TDS sebagai berikut:
100 ml air contoh disaring menggunakan kertas miliopore 0,45 mikron
dengan bantuan perangkat vaccum pump
Air tersaring dituang ke dalam mangkuk porselen yang sebelumnya telah
dioven 103-105
o
C selama 30 menit dan dinginkan dalam desikator (berat
mangkuk porselen D mg)
Air pada mangkuk porselen diuapkan di atas hot plate sampai agak kering
kemudian dimasukkan ke dalam oven 105
o
C selama 1 jam
6

Mangkung didinginkan dan dimasukkan ke dalam desikator, kemudian
ditmbang beratnya (R mg)
Perhitungan TDS menggunakan rumus:




Prosedur penentuan TSS sebagai berikut:
100 ml air contoh disaring menggunakan kertas miliopore 0,45 mikron
dengan bantuan vaccum pum. Kertas saring yang digunakan sebelumnya telah
dikeringkan dalam oven 103-105
o
C selama 1 jam dan ditimbang beratnya (B
mg)
Kertas saring dioven selama 1 jam kemudian didinginkan di dalam desikator
dan ditimbang beratnya (A mg)
Perhitungan TSS menggunakan rumus:




Berikut hasil pengukuran TSS dan TDS yang beberapa contoh air yang
diambil dari sungai (contoh 1), muara (contoh 2), laut (contoh 3 dan 4).

Tabel 2 Hasil Pengukuran TSS menggunakan metode gravimetri
Contoh Bobot awal Bobot akhir TSS (mg/L)
1 0,1140 0,1159 19
2 0,1124 0,1155 31
3 0,1077 0,1093 8
4 0,1092 0,1114 11


Tabel 3 Hasil Pengukuran TDS menggunakan alat SCT meter
Contoh TDS (mg/L)
1 15,16
2 18,10
3 23,00
4 23,80


7

Pengambilan contoh dilakukan pada siang hari dengan kondisi perairan
berombak dan berangin. Berdasarkan hasil pengukuran dapat dilihat bahwa TSS
maskimum ada pada stasiun 2 (muara sungai). Hal ini dapat dipahami karena
faktor pengadukan partikel-partikel tersuspensi oleh air yang menubruk daratan/
tepi laut. Berdasarkan hasil pengukuran TDS, untuk contoh air yang diambil dari
stasiun yang sama, kandungan TDS semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya salinitas perairan. Air sungai mengandung partikel terlarut (TDS)
yang rendah dibandingkan dengan air muara dan air laut. Hasil pengukuran ini
membuktikan bahwa salinitas mempengaruhi kandungan TDS air. Berdasarkan
KepMen LH tahun 2004 jika dilihat dari parameter padatan total, stasiun 3 dan 4
tidak layak untuk pengembangan wisata bahari, karena melebihi ambang baku
mutu yang ditetapkan (baku mutu peruntukan wisata bahari berdasarkan KepMen
LH tahun 2004 = 20 mg/l).

Ammoniak
Salah satu unsur hara yang penting di perairan adalah nitrogen. Nitrogen di
perairan berada dalam bentuk nitrogen bebas, nitrat, nitrit dan ammonia. Kadar
amoniak pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/liter. Kadar amonia
bebas yang tidak terionisasi pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,2
mg/liter. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0,2 mg/liter, perairan bersifat toksik
bagi beberapa jenis ikan. Kadar amonia yang tinggi mengindikasikan adanya
pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan
limpasan (run-off) pupuk pertanian. Kadar amoniak yang tinggi juga dapat
ditemukan pada dasar danau yang mengalami kondisi tanpa oksigen atau anoxic
(Effendi 2003).
Menurut Boyd (1990) amoniak dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
pada insang dan jaringan tubuh yang mengalami kerusakan, dan menurunkan
kemampuan darah dalam membawa oksigen. Dalam kondisi kronik, peningkatan
amoniak dapat menyebabkan timbulnya penyakit dan penurunan pertumbuhan.
Metode yang digunakan untuk pengukuran anomiak adalah metode
phenate dengan menggunakan alat spektrofotometer. Prinsip kerja pengkurann
amoniak dengan menggunakan spektrofotometer sangat sederhana. Alat
8

spektrofotometer akan membaca absorbansi amoniak yang ada di dalam larutan
pada panjang gelombang tertentu. Oleh karena itu dibutuhkan larutan standar
yang telah diketahui kandungan amoniaknya kemudian diukur nilai
absorbansinya. Nilai konsentrasi amoniak dan nilai absorabansi larutan standar
diregresikan sehingga diperoleh persamaan linear sebagai berikut:



Nilai konsentrasi amoniak pada air contoh dapat diduga dengan
memasukkan nilai absorbansi air contoh pada persamaan tersebut.
Prosedur analisis amoniak sebagai berikut:
25 ml contoh yang telah disaring menggunakan kertas saring 0,45 mikron
dimasukkan ke dalam gelas beker
1 ml phenol, 1 ml Na Nitroprusid dan 2,5 ml larutan pengoksida ditambahkan
ke dalam contoh
Wadah contoh ditutup dengan menggunakan parafilm untuk menghindari
kontaminasi
Contoh didiamkan selama 1 jam di ruang gelap kemudian diukur nilai
absrobansinya dengan menggunakan alat spektrofotometer pada panjang
gelombang 630 nm

Tabel 4 Nilai Absorbansi dan Hasil Konsentrasi Amoniak
Contoh Konsentrasi Amoniak (mg/l)
1 1,0561
2 2,1650
3 1,1265
4 0,2872


Berdasarkan hasil pengukuran, kandungan amoniak paling tinggi pada
stasiun 2 (muara) dan kandungan amoniak paling rendah pada stasiun 4 (laut). Hal
ini diduga berkaitan dengan aktivitas penduduk di sekitar muara sungai yaitu
pembangunan jamban dan kegiatan MCK yang menyumbang amoniak ke perairan
muara. Ketika sampai di laut lepas amoniak terencerkan oleh volume air laut yang
9

cukup besar. Oleh karena itu kandungan amoniak si stasiun 3 dan 4 (laut) relatif
rendah. Kadar amoniak pada perairan alami biasanya kurang dari 0.1 mg/L
(McNeely et al. 1979 dalam Effendi 2003). Kadar amoniak yang tinggi di
perairan mengindikasikan perairan mengalami pencemaran bahan organik yang
umumnya berasal dari limbah domestik. Berdasarkan KepMen LH tahun 2004
jika dilihat dari parameter amoniak, perairan stasiun 1, 2 dan 3 tidak layak untuk
biota laut karena melebihi ambang baku mutu yang ditetapkan (baku mutu
peruntukann biota laut berdasarkan KepMen LH tahun 2004 = 0,3 mg/l).
Sedangkan konsentrasi amoniak pada stasiun 4 masih berada di bawah baku mutu
peruntukan biota laut.

Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada
golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter
(C
2
H
5
OC
2
H
5
), kloroform (CHCl
3
), benzena dan hidrokarbon lainnya. Lemak dan
minyak dapat larut dalam pelarut organik karena lemak dan minyak mempunyai
polaritas yang sama dengan pelarut tersebut.
Prinsip analisis minyak dan lemak adalah ekstraksi oleh pelarut organik
non polar atau heksan yang dimasukkan ke dalam air contoh. Hasil ekstraksi akan
mengandung minyak dan lemak yang akan ditimbang beratnya. Satuan yang
digunakan adalah mg/l. Metode analisis minyak dan lemak adalah metode
gravimetri.
Prosedur analisis minyak dan lemak sebagai berikut:
Contoh 100 ml dimasukkan ke dalam labu kocok atau corong pemisah
1 ml H
2
SO
4
dan 25 ml heksan ditambahkan ke dalam contoh untuk
melarutkan bahan organik
Gas di dalam labu kocok dibuang secara bertahap sampai terbentuk dua
lapisan
Air yang berada di lapisan bawah labu kocok dibuang
Larutan air sisa dan lemak pada lapisan atas dipindahkan ke gelas beker
kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring yang sebelumya telah
10

diberi bubuk Na
2
SO
4
sebanyak 5-10 gram. Bubuk Na
2
SO
4
berfungsi untuk
menyerap air
Hasil saringan diletakkan di ruang asam selama 24 jam dan ditimbang
Selisih berat gelas beker sebelum dan setelah berisi residu merupakan
kandungan minyak dan lemak yang ada pada 100 ml air contoh

Tabel 5 Hasil Pengukuran Minyak dan Lemak
Contoh air di stasiun Bobot awal Bobot akhir Minyak Lemak (g)
1 60,30 60,3169 0,0169
2 62,56 62,5713 0,0113
3 62,60 62,6130 0,013
4 61,97 62,0129 0,0429
5 61,85 61,9762 0,1262


Berdasarkan tabel 4, dapat terlihat bahwa kandungan minyak dan lemak
air contoh yang diambil pada stasiun 1, 2 dan 3 tidak begitu berbeda. Nilainya
berkisar antara 0,0113 sampai 0,0169 gram. Namun, kandungan minyak dan
lemak pada stasiun 4 menunjukkan angka yang paling tinggi yaitu 0,0429 gram.
Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh masukan dari aktivitas sekitar stasiun
pengambilan contoh. Stasiun 4 adalah perairan laut yang di sekitarnya terdapat
aktivitas pengilangan minyak yang limbahnya berpotensi masuk ke perairan di
sekitarnya. Adapun contoh 5 adalah contoh air yang sengaja diberi kandungan
minyak yang terlihat jelas secara visual sebagai pembanding dengan air contoh
lainnya. Hal ini dapat dipahami jika hasil analisis kandungan minyak dan lemak
contoh 5 lebih tinggi dibandingkan dengan contoh air lainnya.

Bakteri Koliform
Bakteri koliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik
lain. Bakteri koliform fekal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri
patogen. Penentuan koliform fekal menjadi indikator pencemaran dikarenakan
jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen.
Selain itu, mendeteksi koliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada
mendeteksi bakteri patogenik lain. Contoh bakteri koliform adalah Esherichia coli
11

dan Entereobacter aerogenes. Jadi, koliform adalah indikator kualitas air. Makin
sedikit kandungan koliform artinya kualitas air semakin baik.
Tiga metode analisis koliform yang umum digunakan yaitu MPN (Most
Probable Number), plating dan analisis membran filter. Pada praktikum kali ini
metode yang digunakan adalah metode MPN. Metode MPN terdiri dari tiga tahap,
yaitu uji pendugaan, uji penguat dan uji penegas. Dalam uji pendugaan,
keberadaan koliform masih dalam tingkat probabilitas rendah serta masih dalam
dugaan. Uji ini mendeteksi sifat fermentatif koliform dalam contoh. Karena
beberapa jenis bakteri selain koliform juga memiliki sifat fermentatif, diperlukan
uji penguat untuk mengetes kembali kebenaran adanya koliform dengan bantuan
medium selektif diferensial. Uji penegasa kembali meyakinkan hasil tes uji
penguat dengan mendeteksi sifat fermentatif dan pengamatan mikroskop terhadap
ciri-ciri koliform.
Output metode MPN adalah nilai MPN. Nilai MPN adalah perkiraan
jumlah unit tumbuh (growth unit) atau unit pembentuk-koloni (colony-forming
unit) dalam contoh Namun, pada umumnya, nilai MPN juga diartikan sebagai
perkiraan jumlah individu bakteri. Satuan yang digunakan, umumnya per 100 ml
atau per gram. Jadi misalnya terdapat nilai MPN 10/g dalam sebuah contoh air,
artinya dalam contoh air tersebut diperkirakan setidaknya mengandung 10
koliform pada setiap gramnya. Makin kecil nilai MPN, maka air tersebut makin
tinggi kualitasnya dan makin layak minum.

Tabel 5 Perbandingan koliform non fecal dan fecal coli

Non fecal Fecal coli
Sifat tidak patogen
patogen,dalam jumlah yang
banyak menyebabkan
kematian
sumber
tumbuhan yang
membusuk
hewan berdarah panas, tinja
manusia
suhu inkubasi
(
o
C)
37-37,5 45-47
waktu inkubasi 24-48 jam
media analisis
BGLBB (Brilliant green
lactose bile broth)
ECM (E. coli medium)

12

Analisis koliform yang dilakukan pada praktikum ini adalah analisis
bakteri non fecal dan analisis bakteri fecal coli. Secara prinsp, prosedur yang
digunakan untuk dua analisis tersebut adalah sama. Berikut disajikan perbedaaan
sifat antara bakteri non fecal dan bakteri fecal
Media tabung berganda (tabung utama yang berisi tabung durham)
kombinasi 5 tabung atau 4 tabung digunakan dalam analisis koliform metode
MPN. Media yang digunakan adalah LTB 9 ml. Tabung durham berfungsi untuk
menangkap hasil fermentasi laktosa yang ditandai dengan terbentuknya
gelombung gas. 1 ml air contoh dimasukkan ke dalam tabung yang berisi media
LTB kemudian diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37
0
C. Jika terbentuk gas
di dalam tabung durham (10-20%) dan warna contoh menjadi keruh pada 24 jam
pertama artinya contoh diduga mengandung bakteri koliform. Jika pada 24 jam
pertama belum terbentuk gelembung udara maka inkubasi dilanjutkan sampai 48
jam. Jika tidak terbentuk gelembung udara di tabung durham artinya contoh bebas
dari koliform.
Uji penguat dilanjutkan pada tabung yang diduga mengandung koliform. 5
ose contoh dimasukkan ke dalam tabung berisi media BGLBB dan media LTB
masing-masing untuk analisis total koliform dan E.coli. Kemudian diinkubasi
selama 24 jam pada suhu tertentu (lihat tabel 5). Pengenceran dapat dilakukan
dengan menggunakan buffer fosfat pada contoh air laut dan garam fisiologis
0,85% untuk contoh air tawar. Apabila air contoh diencerkan maka perlu
dilakukan analisis kontrol. Pengamatan dilakukan pada tabung yang mengandung
gelembung udara dan dicocokkan dengan tabel nilai indeks kombinasi MPN.

Rumus menghitung nilai MPN:





Logam berat
Logam berat adalah adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis
lebih besar dari 5 g/cm
3
. Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul
tinggi. Dalam kadar rendah logam berat pada umumnya sudah beracun bagi
13

tumbuhan dan hewan, termasuk manusia. Logam berat yang sering mencemari
habitat ialah Hg, Cr, Cd, As, dan Pb. Logam berat Cd, Hg, dan Pb dinamakan
sebagai logam non esensial dan pada tingkat tertentu menjadi logam beracun bagi
makhluk hidup.
Demonstrasi persiapan contoh untuk pengukuran logam berat pada
praktikum kali ini terdiri dari tiga jenis contoh yaitu analisis logam berat yang
terdapat di air, di sedimen dan di biota. Pengukuran kandungan logam berat dapat
diukur dengan menggunakan alat Atomic Absorption Spectroscopy (AAS).
Prosedur analisis logam berat di air:
250 ml air contoh yang telah disaring dimasukkan ke dalam labu kocok
Buffer asetat dan APDC masing-masning sebanyak 1 ml ditambahkan ke
dalam contoh kemudian dikocok selama 1 menit. APDC berfungsi untuk
mengikat logam yang terdapat pada air contoh.
MIBK 10 ml ditambahkan pada air contoh kemudian pengocokan dilanjutkan
selama 1 menit sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan atas adalah MIBK
yang berikatan dengan logam berat, sedangkan lapisan bawah adalah air
Lapisan bawah di dalam labu kocok dibuang sehingga di dalam labu kocok
hanya berisi 10 ml MIBK yang berikatan dengan logam
Larutan yang berada di labu kocok ditambahkan HNO
3
sebanyak 1 ml untuk
mengikat logam, kemudian pengocokan dilanjutkan selama 1 menit
Setelah didiamkan selama 1 jam, larutan ditambahkan 49 ml akuades
kemudian dikocok dan didiamkan beberapa saaat sampai terbentuk dua
lapisan.
Lapisan bawah pada labu kocok yang mengandung akuades+logam berat
dianalisis di AAS
Prosedur analisis logam berat di sedimen:
Sedimen digerus dan 0,5 gram dimasukkan ke dalam gelas beker dan
ditambahkan 5 ml HCl 6N dan 5 ml HNO
3
0,1 M.
Larutan dipanaskan sampai volume akhir menjadi 1ml dan disaring
menggunakan kertas saring dan dicampurkan dengan akuades sampai volume
akhir 100 ml.
Hasil akhir dianalisis di AAS
14

Prosedur analisis logam berat di biota:
Daging biota yang telah dikeringkan di dalam oven
Hasil pengeringan diletakkan di dalam cawan porselen sebanyak 1 gram
kemudian di letakkan di dalam tanur 800
o
C untuk menghilangkan karbon
5 ml H
2
O
2
dan HClO
4
sebanyak masing-masing 1ml diletakkan di gelas beker
dan dipanaskan di hotplate sampai volume 1 ml
Hasil akhir disaring menggunakan kertas saring dan dicanpurkan dengan
menggunakan akuades sampai volume akhir 100 ml
Hasil akhir dianalisis di AAS

Pestisida Organoklorin
Pestisida organoklorin adalah senyawa sintetitik yang mempunyai aktivitas
spektrum sangat luas, bersifat apolar dan persisten. Sifat tersebut menyebabkan
penggunaan pestisida, menimbulkan banyak masalah kesehatan dan lingkungan.
Terjadinya cemaran pada ikan dapat digunakan sebagai indikator bioakumulasi
yang terjadi dalam air (Srimumpuni dan Noegrohati. 1997).
Pengukuran kandungan pestisida menggunakan alat gas kromatografi. Gas
kromatografi merupakan metode pemisahan dan pengukuran yang didasarkan
pada perbedaan distribusi komponen-komponen dalam contoh diantara dua fasa
dengan menggunakan gas sebagai fasa gerak dan zat padat atau zat zair sebagai
fasa diam. Berdasarkan fasa diamnya gas kromatografi dibagi menjadi dua bagian
yaitu:
1. Gas Liquid Chromatography (GLC). Fasa diamnya berwujud cair. Cairan
tersebut merupakan cairan yang tidak mudah menguap dan melekat pada
padatan pendukung yang inert berupa padatan halus. Prinsip pemisahan
partisi komponen-komponen dari suatu contoh diantara fasa diam dan fasa
gerak
2. Gas Solid Chromatography (GSC). Fasa diamnya berwujud padat. Padatan
yang digunakan misalnya karbon, zeolit dan silika gel. Prinsip
pemisahannya berdasarkan adsorbsi terhadap fasa diam


15


Gambar 3 Diagram alat gas kromatografi
Sumber: http://www.scribd.com/doc/77753898/Prinsip-Kromatografi-Gas-Gc

Mekanisme kerja gas kromatografi adalah: gas dalam slinder baja
bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom berisi fasa diam. Contoh berupa
campuran yang akan dipisahkan biasanya dalam bentuk larutan disuntikkan aliran
gas tersebut. Contoh dibawa oleh gas pembawa ke dalam kolom dan di dalam
kolom terjadi proses pemisahan. Komponen-komponen campuran yang telah
terpisahkan satu per satu meninggalkan kolom. Suatu detektor diletakkan di ujung
kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah komponen campuran. Hasil
pendeteksian direkam dengan rekorder dan diamakan kromatogram yang terdiri
dari beberapa peak. Jumlah peak yang dihasilkan menyatakan jumlah senyawa
atau komponen yang terdapat dalam campuran. Sedangkan luas peak bergantung
kepada kuantitas suatu komponen dalam campuran.
Prosedur analisis pestisida organoklorin:
Air contoh sebanyak 1 liter dimasukkan ke dalam labu kocok
30 gram NaCl dan 50 ml heksan dimasukkan. Heksan berfungsi untuk
mengikat pestisida dan zat organoklorin lainnya.
Heksan yang telah berikatan dengan pestisida dan organoklorin dipindahkan
ke dalam labu kocok lainnya kemudian disuling sampai diperoleh ekstraksi 1
ml. Di bawah wadah air hasil penyulingan diberi es batu untuk menghindari
terjadinya penguapan.
Ekstak hasil penyulingan diinjeksi ke alat gas kromatografi


16

3. Penutup

Setiap alat dan metode yang digunakan dalam menganalisis contoh air
memiliki kelebihan dan kekurangan. Prinsip pengukuran setiap parameter perlu
dipahami dan dilakukan dengan tepat untuk menjamin keakuratan nilai
pengukuran air contoh.





Daftar Pustaka


APHA (American Public Health Associations). 2005. Standard Methods for The
Examination of Water and Waste Water. 21
th
edition. Washington DC,
USA.

Boyd CE. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing.
Auburn University Agricultural Experiment Station. Alabama. USA.

Chakraborty P, Acharyya T, Babu P, Raghunadh, Bandhyopadhyay dan
Debasmita. 2011. Impact of salinity and pH on phytoplankton community in
a tropical freshwater system: An investigation with pigment analysis by
HPLC. J. Environ. Monit 13 (3): 614-620.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air: bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius: Yogyakarta
Srimumpuni R dan Noegrohati S. 1997. Bioakumulasi pestisida organoklorin
dalam ikan belanak (Mugil sp.) Di perairan cilacap. Indonesian journal of
pharmacy. Volume 8: 4. http://ugm2.tripod.com/mfi84.html
Weitzel RL. 1979. Methods and Measuremants of Perifiton Communities: A
Review American Society for Testing and Materials. Philadelphia

Wetzel RG. 2001. Limnology lake and river ecosystems third edition. Academic
Press. California, USA.

http://www.scribd.com/doc/77753312/PRINSIP-AAS

http://www.scribd.com/doc/77753898/Prinsip-Kromatografi-Gas-Gc

Anda mungkin juga menyukai