Anda di halaman 1dari 3

Prinsip dan Gangguan Kebutuhan Istirahat dan Tidur serta Faktor yang Mempengaruhi

Stress dan Koping pada Anak


Rizki Annisa Rahardhiany, 110601422

1. Prinsip dan Gangguan Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Istirahat adalah kondisi dimana seseorang merasa relaks secara mental, bebas dari
kecemasan, dan tenang secara fisik. Istirahat tidak berarti tanpa aktivitas, ketika seseorang
sedang beristirahat mereka berada pada keadaan aktivitas mental dan fisik yang menyegarkan
mereka kembali, bergairah kembali, dan siap untuk menyelesaikan aktivitas hari ini. Sedangkan
tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus yang bergantian dengan periode yang lebih lama
dari keterjagaan. Kebutuhan tidur normal pada anak :
a. Neonatus
Neonatus sampai usia 3 bulan rata-rata tidur sekitar 16 jam sehari. bayi yang lahir dari ibu
tanpa medikasi lahir dalam keadaan terjaga. Mata terbuka lebar dan mengisap kencang.
Setelah sekitar satu jam bayi baru lahir menjadi diam dan kurang responsive terhadap
stimulus internal dan eksternal. Periode tidur berakhir beberapa menit sampai 2 sampai 4 jam
setelahnya (Wong, 1995).
b. Bayi
Pada umumnya bayi mengalami pola tidur malam hari pada usia 3 bulan. Bayi tertidur
beberapa kali pada siang hari tetapi biasanya tidur rata-rata 8 sampai 10 jam pada malam
hari. Sekitar 30% dari waktu tidur dihabiskan dalam siklus REM. Bangun terjadi biasanya
pada pagi hari, meskipun tidak umum bagi bayi untuk terjaga selama malam hari. Jika
bangun terjadi pada malam hari, hal ini dikarenakan bayi lapar pada malam hari. Bayi yang
berusia antara 1 bulan dan 1 tahun tidur rata-rata 14 jam sehari. Setelah usia 3 bulan periode
tidur terpanjang terlihat pada malam hari.
c. Todler
Pada usia 2 tahun, anak-anak biasanya tidur sepanjang malam dan tidur siang setiap hari.
Total tidur rata-rata 12 jam sehari. tidur siang dapat hilang pada usia 3 tahun. Hal yang
umum bagi toddler terbangun pada malam hari. Presentase tidur REM berlanjut menurun.
Ketidakinginan todler dapat berhubungan dengan kebutuhan untuk otonomi, atau takut akan
perpisahan.
d. Pra Sekolah
Rata-rata tidur anak usia prasekolah sekitar 12 jam semalam (sekitar 20% adalah REM). Pada
usia 5 tahun, anak prasekolah jarang tidur siang (Wong, 1995). Anak usia prasekolah
biasanya mengalami kesulitan untuk elaks atau diam setelah hari-hari yang aktif, panjang.
Anak usia prasekolah juga mempunyai masalah ketakutan waktu tidur, terjaga pada malam
hari, atau mimpi buruk.
e. Anak Usia Sekolah
Jumlah waktu tidur yang diperlukan pada anak usia sekolah bervariasi tergantung individu
dikarenakan status aktivitas dan tingkat kesehatan yang bervariasi. Anak usia sekolah
biasanya tidak membutuhkan tidur siang. Pada usia 6 tahun akan tidur malam rata-rata 11
sampai 12 jam; sementara anak usia 11 tahun tidur sekitar 9 sampai 10 jam (Wong, 1995).
f. Remaja
Remaja memperoleh sekitar 7
1/2
jam untuk tidur setiap malam (Carskadon, 1990). Biasanya
orang tua tidak lagi terlibat dalam penataan waktu tidur yang spesifik. Tuntutan sekolah,
kegiatan sosial setelah setelah sekolah, dan pekerjaan paruh waktu menekan waktu yang
dibutuhkan untuk tidur. remaja pergi tidur lebih larut dan bangun lebih cepat pada waktu
sekolah menengah atas. Karena tuntutan gaya hidup yang memperpendek waktu tidur, maka
remaja sering mengantuk berlebihanpada siang hari.

Bayi baru lahir memulai hidup dengan jadwal tidur yang teratur, biasanya bayi tidur hampir
konstan selama 2 sampai 3 hari kemudian untuk pulih karena proses kelahiran yang melelahkan.
Bayi memiliki enam keadaan dasar tidur-bangun berbeda yang merupakan bentuk khas kontrol
neural. Enam keadaan tidur-bangun tersebut adalah tidur tenang (dalam), tidur aktif (ringan),
mengantuk, terjaga (tenang), siaga aktif, dan menangis.
a. Tidur dalam (tenang): mata tertutup, bernapas teratur, tidak ada gerakan kecuali kadang
ada kedutan tubuh mendadak, dan tidak ada gerakan mata.
b. Tidur ringan (aktif): mata tertutup, bernapas tidak teratur, kedutan otot tubuh ringan,
gerakan mata cepat di bawah kelopak mata yang tertutup, mungkin tersenyum.
c. Mengantuk: mata mungkin terbuka, gerakan tubuh aktif bervariasi, kadang- kadang
terkejut ringan
d. Siaga tenang: mata terbuka lebar dan terang, berespon terhadap lingkungan dengan
gerakan tubuh aktif dan menetap pada objek dekat, aktivitas tubuh minimal, bernapas
teratur, memusatkan perhatian pada ransang.
e. Siaga aktif: dapat memulai suara dan sedikit gerakan tubuh, mata terbuka, napas tidak
teratur
f. Menangis: menangis kuat, marah, dan gerakan ekstremitas yang tidak teratur, mata
terbuka atau tertutup rapat, bernapas tidak teratur.

Gangguan tidur pada anak:
a. Disomnia: yaitu masalah jumlah tidur, saat akan memulai tidur dan untuk
mempertahankan tidur
b. Parasomnia: merupakan keadaan terjaga, terjaga sebagian atau transisi pada tahapan tidur
c. Insomnia: kesulitan untuk tidur
d. Night terror: biasanya terjadi pada sepertiga awal tidur, dengan gejala tiba-tiba terbangun
tengh malam disertai teriakan, kepanikan atau menangis histeris
e. Penyakit: penyakit dapat menimbulkan nyeri sehingga mengganggu pola tidur dan
menimbulkan disterss fisik
f. Lingkungan: lingkungan yang tidak nyaman atau berisik dapat mengganggu tidur anak
g. Kelelahan: lelah dapat memperpanjang tidur REM yang dilaluinya
2. Manajemen Stress dan Koping
a. Pengertian Stress
Stres merupakan suatu kondisi dimana seseorang merespon terhadap perubahan di dalam
keadaan normal (Kozier, 2004). Stres juga merupakan suatu kondisi dinamis di mana seorang
individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang
dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting (Robbins
& Judge, 2008).
Stres adalah reaksi psikologis tubuh terhadap rangsangan apapun yang membangkitkan
perubahan (DeLaune & Ladner, 2002). Rangsangan ini merupakan suatu stresor. Stresor
merupakan suatu pemicu dari terjadinya stres. Sebuah stresor dapat berupa stresor internal
atau eksternal. Respon melawan stressor mungkin dimanifestasikan sebagai stress biologis
(Selye dalam Nursalam, 2007).

b. Koping pada Anak
Pola koping pada anak sudah terbentuk sejak bayi, hal ini dapat dilihat pada saat lahir
bayi akan menangis. Salah satu pola koping yang dimiliki anak adalah menangis, seperti
anak merespon perasaan lapar atau ketidaksesuaian dengan keinginannya. Tanggapan
terhadap pengalaman masa lalu pada orang dewasa dan anak mempunyai perbedaan. Pada
anak cenderung kepada dampak psikologis, apabila pengalaman masa lalu yang dialami
kurang mendukung, akan berdampak pada tumbuh kembang anak.
Bayi memiliki kemampuan untuk mengatur stres. Bukan dengan perilaku kognitif, bayi
akan mencoba untuk mengatur jumlah rangsangan masuk dengan menutup mata mereka,
memutar kepala mereka, jatuh tertidur, atau, jika semuanya gagal, menangis keras. Bahkan
bayi berusia beberapa minggu dapat melakukan kontak mata, tersenyum, dan menggelegak,
namun akan berbalik jika terlalu banyak stimulasi yang disodorkan. Tentu saja, bayi juga
dapat berteriak atau menangis sebagai sinyal mereka untuk penderitaan yang mereka alami
seperti, lapar, takut basah.
Balita sudah mampu belajar untuk mengantisipasi peristiwa. Yang pertama melibatkan
perhatian. Masalah-fokus strategi coping muncul perlahan-lahan, sejalan dengan
perkembangan lobus frontal.
Anak pra sekolah, pertahanan mekanisme seperti penerimaan dan penyangkalan sudah
dapat diamati. Orangtua masih merupakan sumber utama dari dukungan sosial bagi anak
prasekolah. Mereka juga masih egosentris dan sering tidak mampu melihat perspektif orang
lain. Orang tua sangat mempengaruhi perkembangan strategi koping pada anak-anak muda.
Anak usia sekolah, menjadi lebih mampu memverbalisasi dan membedakan perasaan
mereka. Anak-anak di masa sekolah juga lebih mampu untuk mencari dukungan sosial di luar
keluarga dekat mereka.


Wong, Donna L..et al. (2001). Wongs Essentials Of Pediatric Nursing, 6th ed. Mosby Inc.

Anda mungkin juga menyukai