Anda di halaman 1dari 4

Edisi 08/Tahun XI/1428H/2007M

1
Kami wasiatkan kepada kaum Muslimin, agar
berpegang teguh dengan Islam. Hendaklah
senanti asa bertakwa kepada Al l ah k .
Ketahuilah, takwa merupakan bekal dan wasilah
terbaik untuk memenuhi panggilah Allah.
Kaum Muslimin, rahimanillah wa iyyakum,
Pada pagi i ni , sudah semesti nya ki ta
bersyukur. Karena Allah l telah memberi
hidayah dan kesempatan sehingga kita bisa
melaksanakan ibadah mulia yang dipenuhi dengan
syiar. Yaitu shalat Idul-Adha.
Sebagaimana kita ketahui, setiap umat pasti
memiliki hari perayaan. Di antara hari raya tersebut
ini, ada yang bersumber dari akal pikiran manusia
itu sendiri, dan bukan dari wahyu Allah. Begitu pula
sebagian ada yang bersumber dari wahyu Allahk.
Hari Raya Idul-Fithri dan Idul-Adha merupakan
dua hari raya yang disyariatkan dalam Islam.
Kedua hari raya i ni di l aksanakan setel ah
pel aksanaan dua rukun Isl am. Idul -Adha
dilaksanakan setelah ibadah haji, sedangkan Idul-
Fi thri di l aksanakan setel ah i badah puasa
Ramadhan.
Pelaksanaan Idul-Adha ditetapkan pada
setiap 10 Dzul-Hijjah. Yaitu setelah jamaah haji
melaksanakan ibadah wukuf di Arafah, yang
merupakan rukun haji paling besar.
Pada hari Idul-Adha ini, Allah k telah
mensyariatkan beberapa amal shalih yang bisa
mendekatkan di ri seorang musl i m kepada
Rabbnya. Meskipun sebagian dari amal-amal
shalih ini tidak bisa dilaksanakan oleh sebagian
kaum Muslimin karena terkait dengan waktu dan
tempat yang khusus, namun masih ada amalan
shalih lainnya yang bisa dikerjakan.
Wukuf di Arafah hanya bisa dilaksanakan oleh
kaum Muslimin yang sedang melaksanakan ibadah
haji, dengan ketetapan waktu dan tempat yang
khusus. Sedangkan bagi kaum Muslimin yang tidak
melaksanakan haji, disyariatkan melakukan ibadah
puasa, yaitu puasa Arafah. Barangsiapa
2
Edisi 08/Tahun XI/1428H/2007M
melaksanakan ibadah puasa ini dengan ikhlash
karena Allah k semata, maka dosanya selama
satu tahun yang telah lewat dan tahun yang akan
datang diampuni oleh Allah k . Mudah-mudahan
Allah menerima ibadah kita sebagai amal shalih.
Kaum Muslimin, rahimanillah wa iyyakum,
Hari raya dalam Islam memiliki peran sebagai
syiar agama yang agung, memiliki makna yang
tinggi, tujuan-tujuan luhur dan hikmah yang indah.
Di antaranya, yaitu untuk mentauhidkan Allah k
dengan berbagai bentuk ibadah, mengikhlaskan
semua ibadah hanya untuk Allah k , tidak
mempersekutukan Allah dengan siapapun atau
dengan apapun.
Tauhid merupakan dasar yang melandasi
semua pelaksanaan syariat. Tauhid merupakan
realisasi dari ikrar yang senantiasa kita baca dalam
setiap rakaat shalat, yaitu:
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya
kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.
(Qs al- Fatihah/01: 5).
Seseorang yang mewujudkan tauhid dalam
kehidupannya, ia akan dimasukkan ke dalam
surga. Sebaliknya, yang tidak memperdulikannya,
maka seluruh amal perbuatannya akan sia-sia dan
ti dak bermanfaat. Sebanyak apapun amal
kebaikan, bila tidak dilandasi dengan tauhid, maka
amal itu akan hilang begitu saja.
Jika kita merenungkan sejarah kehidupan
manusia, maka akan kita dapati bahwa awal mula
penyimpangan itu terjadi pada tauhid, kemudian baru
yang lain. Maka hendaklah kita berpegang teguh
dengan asas yang paling mendasar ini. Karena
tauhid merupakan hak Allah atas para hamba. Hak
Allah, berarti merupakan kewajiban hamba.
Dijelaskan dalam hadits Rasulullah n dari
Sahabat Muadz bin Jabal z , beliau n bersabda:
Sesungguhnya hak Allah atas para hamba, yaitu
mereka beribadah kepada-Nya dan tidak
mempersekutukan-Nya dengan apapun jua.
Sedangkan hak para hamba atas Allah, yaitu Allah
tidak menyiksa orang yang tidak mempersekutukan-
Nya dengan sesuatu apapun juga. (HR Imam al-
Bukhari dalam Kitbul-Jihd, no. 2756, juga Imam
Muslim dalam Kitbul-Imn, no. 30).
Jamaah Shalat Idhul-Adh-ha arsyadanillah wa
iyykum jamian,
Makna kedua yang terkandung dalam Id, yaitu
sebagai perwuj udan dari syahadat. Yakni
persaksian bahwa Muhammad n adalah
Rasulullah. Syahadat yang senantiasa diucapkan
setiap shalat, seharusnya kita wujudkan dalam
kehidupan nyata. Yaitu dengan menaati perintah-
perintah beliau n , dan menjauhi semua yang
dilarangnya, mengimani semua berita-berita
shahih yang datang dari beliau n , dan beribadah
kepada Allah k sesuai dengan tuntunan beliau
n . Demikianlah jalan hidayah, sebagaimana
firman Allahk:
Katakanlah: Taatlah kepada Allah dan taatlah
kepada Rasul; dan jika kamu berpaling maka
sesungguhnya kewajiban Rasul hanyalah apa
yang dibebankan kepadanya, kewajiban kamu
adalah apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika
kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat
petunjuk. Dan tiada lain kewajiban Rasul hanya
menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.
(Qs an-Nr/24:54).
Kaum Muslimin rahimakumullah,
Disamping dua makna di atas, masih banyak
lagi makna lainnya dalam Id. Misalnya, Id dapat
merekatkan persaudaraan, dan menguatkan rasa
saling mencintai sesama muslim. Karena pada hari
Edisi 08/Tahun XI/1428H/2007M
3
itu, hati manusia menjadi lapang, wajah-wajah
berseri dan saling melontarkan senyum, yang kaya
memperhatikan dan membantu si fakir, yang tua
sayang kepada yang lebih muda dan yang muda
pun hormat kepada yang lebih tua. Momen Id juga
dipenuhi dengan suasana saling memberi hadiah.
Keadaan seperti inilah, di antara faktor yang
menumbuhkan rasa saling cinta, sebagaimana
sangat dianjurkan dan diperhatikan dalam Islam.
Rasulullah n bersabda :
Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian
beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai
kalian saling mencintai. Maukah kalian aku
tunjukkan sesuatu, jika kalian melakukannya maka
kalian akan saling mencintai? (Yaitu) sebarkanlah
salam di antara kalian. (HR Imam Muslim dalam
Kitabul-Iman, no. 54).
Rasulullah n bersabda:
Engkau saksikan kaum Mukminin dalam kasih
mengasihi, cinta dan sayang diantara mereka,
ibarat satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh
sakit, maka seluruh anggota tubuh lainnya ikut tidak
bisa tidur dan merasakan demam. (HR Imam
al-Bukhari dalam Kitbul-Adab, no. 6011, dan Imam
Muslim dalam Kitbul-Birr, no. 2587).
Ibdallh, arsyadaniyallahu wa iyykum,
Hari raya Idul -Adh-ha i ni , j uga bi sa
menguatkan ikatan kita dengan dua nabi yang
mulia, yaitu Nabi Ibrahim q dan Muhammad
n . Karena ibadah kurban yang disyariatkan
Allah k , pada awalnya merupakan syariat yang
ditetapkan bagi Nabi Ibrahim q .
Nabi Ibrahim q diperintahkan lewat mimpi
ol eh Al l ah k untuk menyembel i h putra
tersayang, yaitu Ismail sebagai kurban. Setelah
Nabi Ibrahim yakin, bahwa mimpi itu merupakan
perintah dari Allah k , maka beliau q
bergegas hendak melaksanakannya. Sang anak
pun, yaitu Nabi Ismail q menerima perintah
Allah k dengan rasa sabar. Pada saat hendak
mel akukan penyembel i han dengan penuh
ketundukan, kemudian Allahk menggantikannya
dengan hewan yang besar.
Kisah ini diabadikan oleh Allah k dalam
Al-Qurn surat ash-Shfft/37 ayat 102-107:
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)
berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata:
Hai, anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam
mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah
apa pendapatmu?
Ia menjawab: Hai, bapakku! Kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan
mendapati diriku termasuk orang-orang yang sabar.
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim
membari ngkan anaknya atas pel i pi s(nya),
(nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami
panggillah dia: Hai, Ibrahim! Sesungguhnya kamu
telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-
orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-
4
Edisi 08/Tahun XI/1428H/2007M
benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus
anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
Demi ki anl ah asal mul a i badah kurban.
Sehingga dengan melaksanakan ibadah ini, berarti
ki ta sudah menaati Rasul ul l ah n yang
diperintahkan oleh Allah k untuk mengikuti Nabi
Ibrahim q .
Allah k berfirman :
Kemudi an Kami wahyukan kepadamu
(Muhammad): Ikutilah agama Ibrahim seorang
yang hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang-
orang yang mempersekutukan Rabb.
(Qs an-Nahl/16 : 123).
Jamaah shalat Idul-Adh-ha, rahimanillhu wa
iyykum jamian,
Dal am ayat di atas, secara gambl ang
di sebutkan bahwa Nabi Muhammad n
diperintahkan untuk mengikuti Nabi Ibrahim q
. Dan di akhir ayat ditutup dengan pernyataan
bahwa Nabi Ibrahim q bukan termasuk dalam
golongan orang-orang musyrik. Oleh karena itu,
ki ta pun harus menj auhi perbuatan syi ri k.
Ikhlaskan ibadah kita hanya untuk Allah k
semata. Kita jalankan syariat ini sesuai dengan
petunjuk Rasulullah n . Itulah wujud syukur kita
kepada Allah atas nikmat-nikmat yang telah Dia
anugerahkan.
Itul ah j al an menuj u kebahagi aan yang
sebenarnya. Orang yang mendapatkan
kebahagiaan hakiki, ialah orang yang sukses
dengan bekal ketakwaan kepada Allah, sehingga
ia tercatat sebagai orang-orang yang dimasukkan
ke dalam surga dan berbagai kenikmatannya yang
tidak pernah terlihat mata, belum pernah terdengar
telinga dan terbetik dalam hati.
Marilah kita berdoa, semoga Allah menjadikan
diri kita termasuk orang-orang yang mendapatkan
kebahagiaan hakiki.
Diangkat berdasarkan
khutbah Idul-Adha, oleh
Syaikh Ali bin Abdir-Rahmn al- Hudzaifi,
di Masjid Nabawi, 10 Dzul-Hijjah 1422 H.

Anda mungkin juga menyukai