Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN


A. BELAJAR MENURUT AUSUBEL

Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi
pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada
siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara
bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah
ada. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-
generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa
baik dalam bentuk penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final,
maupun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk
menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat
kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan
(berupa konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi
belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba
menghafalkan informasi baru, tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang
telah ada dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Ausubel menyatakan, bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan belajar
penerimaan dengan belajar hafalan, sebab mereka berpendapat bahwa belajar
bermakna hanya terjadi bila siswa menemukan sendiri pengetahuan. Belajar
penerimaan pun dapat dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan
antara konsep-konsep. Sedangkan memecahkan suatu masalah hanya dengan
coba-coba seperti menebak suatu teka-teki.
1. Belajar bermakna.
Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari siswa mestilah bermakna
(meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-
generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Pembelajaran bermakna adalah
suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur
pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran.
Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena
baru ke dalam struktur pengetahuan mereka.
Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti relevan
dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan
dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep
baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-
emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
2. Belajar hafalan
Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep konsep relevan atau
subsumer-subsumer relevan, maka informasi baru dipelajari secara hafalan. Bila
tidak ada usaha untuk mengasilmilasikan pengetahuan baru pada konsep konsep
relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan. Pada
kenyataannya, bayak guru dan bahan-bahan pelajaran jarang sekali menolong para
siswa untuk menentukan dan menggunakan konsep-konsep relevan dalam struktur
kognetif mereka untuk mengasimilasikan pengetahuan baru, dan akibatnya pada
para siswa hanya terjadi belajar hafalan.
3. Subsumsi dan Subsumsi Obliteratif
Selama belajar bermakna berlangsung, infirmasi terbaru terkait pada konsep-konsep
dalam struktur kognitif. Untuk menekankan pada fenomena pengaitan ini, ausubel
mengemukakan istilah subsumer. Subsumer memegang peranan dalam proses
perolehan informasi baru. Dalam belajar bermakna subsumer mempunyai peranan
interaktif , memperlancar gerakan informasi yang relevan melalui penghalang
penghalang perseptual dan menyediakan suatu kaitan antara informasi yang baru
diterima dan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Lagi pula, dalam proses
terjadinya kaitan ini, subsumer itu mengalami sedikit perubahan. Proses interaktif
antara materi yang baru dipelajari dengan subsumer-subsumer inilah yang menjadi
inti teori belajar asimilasi ausubel. Proses ini disebut proses subsumsi, dan secara
simbolis dinyatakan sebagai berikut :
A + a1 A a1 + a2 A a1 a2 + a3 A a1 a2 a3
Waktu = 0 Waktu = 1 Waktu = 2 Waktu = 3
A = Subsumer
A = Subsumer yang mengalami modifikasi
A dan A = Subsumer yang lebih banyak mengalami modifikasi
a1 = Infomasi baru yang mirip dengan subsumer A, demikian pula a2 dan a3,
a1,a2,a3 = pengetahuan baru yang telah tersubsumsi.
Jadi, walaupun kelihatannya ada sesuatu unsur subordinat yang hilang, subsumer
telah diubah oleh pengalaman belajar bermakna sebelumnya.
Menurut Ausubel dan Novak, ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu :
1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat di ingat.
2. Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari
subsymer subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi
pelajaran yang mirip.
3. Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek
residual pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal hal yang mirip,
walaupun telah terjadi lupa.

4. Variabel-variabel yang mempengaruhi belajar penerimaan bermakna.
Faktor faktor utama yang mempengaruhi belajar penerimaan bermakna adalah
struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang
tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognetif menentukan validitas
dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk kedalam struktur
kognetif itu ; demikian pula sifat prosese interaksi yang terjadi.jika struktur kognetif
itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur,maka struktur kognetif itu cendrung
menghambat belajar dan retensi.
Prasyarat prasyarat dari belajar bermakna adalah sebagai berikut :
a. Materi yang dipelajari harus bermakna secara potensial.
b. Siswa yang akan belajar harus bertujuan untuk melaksanakan belajar
bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna (meaningful
learning set).
Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung pada dua faktor yaitu
sebagai berikut :
a. Materi itu harus memiliki kebermaknaan logis.
b. Gagasan gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif
siswa.

B. MENERAPKAN TEORI AUSUBEL DALAM MENGAJAR

Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung dari materi itu memiliki
kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam
struktur kognitif siswa. Bedasarkan Pandangannya tentang belajar bermakna, maka
David Ausable mengajukan 4 prinsip pembelajaran , yaitu:
1. Pengatur awal (advance organizer).
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu
mengaitkan konsep lama denan konsep baru yang lebih tinggi maknanya.
Pemggunaan pengatur awal tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai
macam materi , terutama materi pelajaran yang telah mempunyai struktur yang
teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan prestasi suatu pokok bahasan
sebaiknya pengatur awal itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih
bermakna.
2. Diferensiasi progresif.
Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-
konsep. Caranya unsur yang paling umum dan inklusif dipekenalkan dahulu
kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke
khusus.

3. Belajar superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami petumbuhan
kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan
konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus
berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat
akan terjadi bila konsepkonsep yang lebih luas dan inklusif.
4. Penyesuaian Integratif
Pada suatu sasat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau
lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama
yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan
kognitif itu, Ausable mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integratif
Caranya materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat
menggunakan hiierarkhi-hierarkhi konseptual ke atas dan ke bawah selama
informasi disajikan. Penangkapan (reception learning).
Belajar penangkapan pertama kali dikembangkan oleh David Ausable sebgai
jawaban atas ketidakpuasan model belajar diskoveri yang dikembangkan oleh
Jerome Bruner tersebut. Menurut Ausubel , siswa tidak selalu mengetahui apa yang
pening atau relevan untuk dirinya sendiri sehigga mereka memerlukan motivasi
eksternal untuk melakukan kerja kognitif dalam mempelajari apa yang telah
diajarkan di sekolah. Ausable menggambarkan model pembelajaran ini dengan
nama belajar penangkapan. Para pakar teori belajar penangakapan menyatakan
bahwa tugas guru adalah:
a. Menstrukturkan situasi belajar.
b. Memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan siswa.
c. Menyajikan materi pembelajaran secara terorganisir yang dimulai dari
gagasan.
Inti belajar penangkapan yaitu pengajaran ekspositori , yakni pembelajaran
sistematik yang direncanakan oleh guru mengenai informasi yang bermakna
(meaningful information). Pembelajaran ekspositori itu terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Penyajian Advance Organizer
Advance organizer merupakan pernyataan umumyang memeperkenalkan bagian-
bagian utama yang etrcakup dalam urutan pengajaran. Advance organiberfungsi
untuk menghubungakan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran dengan
informasi yang telah berda didalam pikiran siswa, dan memberikan skema
organisasional terhadap informasi yang sangat spesifik yang disajikan.
2. Penyajian materi atau tugas belajar.
Dalam tahap ini, guru menyajikan materi pembelajaran yang baru dengan
menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikantugas-tugas belajar
kepada siswa . Ausable menekankan tentang pentingnaya mempertahankan
perhatian siswa, dan juaga pentingya pengorganisasian meteri pelajaran yang
dikaitakan dengan struktur yang terdapat didalam advance organizer. Dia
menyarankan suatu proses yang disebut dengan diferensiasi progresif, dimna
pembelajaran berlangsung setahap demi setahap demi setahap, dimulai dari konsep
umum menuju kepada informasi spesifik, contoh-contoh ilustratif, dan
membandingkan antara konsep lama dengan konsep baru.
3. Memperkuat organisasi kognitif.
Ausable menyarankan bahwa guru mencoba mengikatkan informasi baru ke dalam
stuktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, degan cara
mengingatkan siswa bahwa rincian yang ebrsifat spesifik itu berkaitan dengan
gambaran informasi yang bersifat umum. Pada akhir pembelajaran ini siswa diminta
mengjukan pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya terhadap
pelajaran yang baru dipelajari, menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah
dimiliki dan pengorgnaisasian matyeri pembelajaran sebagaiman yang
dideskripsikan didalam advance organizer samping itu juga memberikan
pertanyanan kepada siswa dalam rangka menjajagi keluasan pemahaman siswa
tentang isi pelajaran.
C. Peta Konsep


1. Apakah peta konsep itu ???
Peta konsep adalah untuk menyatakan hubungan bermakna antara konsep-konsep
dalam bentuk proporsi- proporsi. Proporsi-proporsi adalah dua atau lebih konsep
yang dihubungkan oleh kata dalam satu unit sematik. Dalam bentuknya yang paling
sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri atas dua kosep yang dihubungkan oleh
satu kata penghubung untuk membentuk proposisi Misalnya, padi itu hijau akan
merupakan suatu peta konsep yang sederhana sekali, terdiri atas dua konsep, yaitu
padi dan hijau, dihubungkan oleh kata itu.
2. Ciri-Ciri Peta Konsep

a. Peta konsep ialah suatu cara utuk memperlihatkan konsep konsep dan
proporsi proporsi suatu bidang studi. Dengan membuat sendiri peta konsep, siswa
melihat bidang studi itu lebih jelas dan mempelajari bidang studi itu lebih
bermakna.
b. Suatu peta konsep merupakan suatu gambar 2 dimensi dari suatu bidang
studi atau suatu dari bagian bidang studi. Peta konsep bukan hanya
menggambarkan konsep-konsep yang penting, melainkan juga hubungan antara
konsep-konsep itu, seperti hubungan antara kota-kota dalam peta jalan yang
diperlihatkan oleh jalan-jalan besar, jalan kereta api, dan jalan-jalan lainnya.
c. Cara menyatakan hubungan antara konsep konsep. Tidak semua konsep-
konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berarti, bahwa ada beberapa konsep yang
lebih inklusif daripada konsep-konsep yang lain.
d. Tentang hirearki .

3. Menyusun Peta Konsep

Ada beberapa langkah yang harus diikuti, yaitu :
a. Pilihlah suatu bacaan dari buku pelajaran.
b. Tentukan konsep konsep yang relevan.
c. Urutkan konsep konsep itu dari yang paling inklusif ke yang paling tidak
inklusif atau contoh contoh.
d. Susunlah konsep konsep itu di atas kertas, mulai dengan konsep yang
paling inklusif ke konsep yang tidak inklusif.
e. Hubungkanlah kosep itu dengan kata kata penghubung.

4. Kegunaan Peta Konsep

Dalam pendidikan, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan :

a. Menyelidiki apa yang telah di ketahui siswa.

Telah dikemukakan sebelumnya,bahwa belajar bermakana membutuhkan usaha
yang sungguh-sungguh dari pihak siswa untuk menghubungkan pengetahuan baru
dengan kosep-konsep relevan yang telah mereka miliki. Untuk memperlancar
prosese ini,baik guru maupun siswa perlu mengetahuitempat awal
konseptual.dengan lain perkataan guru harus mengetahui konsep-konsep apa yang
telah dimiliki siswa waktu pelajaran baru akan dimulai,sedangkan para siswa
diharapkan dapat menunjukan dimana mereka berada, atau konseo-konsep apa
yang telah mereka miliki dalam menghadapi pelajaran baru itu.Dengan mengunakan
peta konsep guru dapat melaksanakan apa yang telah dikemukakan diatas, dan
dengan demikian para siswa diharapkan akan menglami belajar bermakna.

b. Mempelajari cara belajar

Bila seseorang siswa dihadapkan pada suatu bab dari buku pelajaran,ia tidak akan
begitu saja memahami apa yang dibacanya. Dengan diminta untuk menyusun peta
konsep dari isi bab itu,ia akan berusaha untuk mengeluarkan konsep-konsep dari
apa yang dibacanya, menempatkan konsep yang paling inklusif pada puncak peta
konsep yang dibuatnya,kemudian mengurutkan konsep-konsep yang lain yang
kurang inkluisif pada konsep yang paling inkluisif,demikian seterusnya.lalu mencari
kata atau kata-kata penghubung untuk mengaitkan konsep-konsep itu menjadi
proporsisi-proporsisi yang bermakna.

Lebih dari itu ia akan berusaha mengigat konsep-konsep lain dari pelajaran yang
lampau,atau menerapkan konsep-konsep yang sedang dihadapinya kedalam
kehidupan sehari-hari.dengan cara demikian ia telah berusaha benar
untukmemahami isi pelajaran itu. Belajar bermakan telah berlangsung pada siswa
itu.

c. Mengungkapkan konsepsi salah.
Salain kegunaan-kegunaan yang telah disebutkan diatas,peta konsep dapat pula
mengungkapkan konsepsi salah (misconception) yang terjadi pada siswa. Konsep
salah biasanya timbul karena terdapat kaitan antara konsep-konsep yang
mengakibatkan proporsi yang salah.
d. Alat evaluasi.
Pengunaan peta konsep sebagi alat evaluasi didasrkan pada tiga gagasan dalam
teori kognetif Ausubel.
Struktur kognetif itu diatur secara hierarkis,dengan konsep-konsep dan
proposisi-proposisi yang lebih inkluisif, lebih umum superordinat terhadap konsep-
konsep dan proposisi-proposisi yang kuarng inkluisif dan lebih khusus.
Konsep-konsep dalam struktur kognetif mengalami deferensiasi progresif.
Prinsip Ausubel ini menyatakan bahwa belajar bermakan merupakan proses yang
kontinu, diman konsep-konsep yang baru memperoleh lebih banyak arti dengan
dibentuknya lebih banyak kaitan-kaitan proposional.jadi konsep-konsep tidak pernah
tuntas dipelajari,tetapi selalu dipelajari,dimodifikasi,dan dibuat lebih inkluisif.
Penyesuaian integratif. Frinsip belajar ini menyatakan bahwa belajar
bermakna akan meningkat, bila siswa menyadari hubungan-hubungan baru (kaitan-
kaitan konsep)antara kumpulan (sets)konsep-konsep atau proposisi-proposisi yang
berhubungan. Dalam peta konsep penyesuaian integratif ini diperlihatkan dengan
adanya kaitan-kaitan silang (cross links)antar kumpulan konsep-konsep.







BAB III
PENUTUP


Simpulan

Teori belajar bermakna dikemukakan oleh David Ausubel dimana pembelajaran
bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Sedangkan Struktur kognitif
ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dikuasai
siswai dan diingat siswa. Suparno (1997) mengatakan pembelajaran bermakna
adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan
struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui
pembelajaran.
Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena
baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai
dengan keterampilansiswa dan mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki
siswa. Oleh itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki
para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya.
Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan
pembelajaran.
Saran

Demikianlah makalah berjudul David Ausubel : Belajar Bermakna ini kami buat
berdasarkan sumber-sumber yang ada. Kami juga menyadari, masih ada banyak
kekurangan di dalam penulisan makalah ini. Sehingga perlulah bagi kami, dari para
pembaca untuk memberikan saran yang membantu supaya makalah ini mendekati
lebih baik. Atas perhatian Anda semuanya, kami ucapkan terima kasih.






TEORI PEMBELAJARAN PENERIMAAN DAVID AUSUBEL
David Ausubel merupakan seorang ahli psokologi amerika dalam bidang psikologi
pendidikan, sains kognitif dan juga pembelajaran dalam pendidikan sains. Beliau
terkenal dengan teori pembelajaran secara penerimaan. Menurut beliau
pembelajaran bermakna apabila bahan pengajaran yang digunakan juga merupakan
bahan yang bermakna. Bahan yang bermakna ini pula tergolong kepada dua aspek
iaitu, teks pengajaran dan juga aspek penyampaian ilmu oleh guru. Menurut Ausubel
gabungan kedua-dua aspek ini menjadikan bakal menghasilkan pembelajaran yang
bermakna. Hal ini demikian kerana, murid memperolehi banyak maklumat yang
dapat dikuasai secara serentak melalui bahan pembelajaran yang berkesan iaitu
melalui teks dan juga penyampaian ilmu oleh guru.

Menururt Ausubel, pembelajaran bermakna ialah satu proses di mana murid itu
sendiri mempunyai kesedaran dan tujuan dalamannya. Selain itu, bahan-bahan
pembelajaran yang dipelajarinya juga adalah bermakna untuknya. Sekiranya murid
hanya mempunyai tujuan untuk menghafal sahaja, maka hasil pembelajaran adalah
berupa hafalan dan tidak bermakna. Menurut Ausubel, terdapat dua syarat untuk
menjadikan pembelajaran nelalui penerimaan ini menjadi bermakna. Syarat pertama
ialah, murid mesti mempunyai sikap dan tujuan yang positif terhadap aktiviti
pembelajaran. Manakala syarat kedua pula ialah pengetahuan sedia ada dalam
struktur kognitif murid harus digunakan untuk mengaitkan dengan pelajaran baru.

Ausubel juga menggariskan beberapaperkara yang mengganggu pembelajaran yang
bermakna antaranya peringkat perkembangan kognitif murid yang masih rendah
bagi memahami konsep pembelajaran yang lebih kompleks. Kekurangan motivasi
untuk mendorong murid supaya dapat mempelajari konsep pembelajaran dengan
bermakna. Stategi pembelajran secara menghafal formula, teori, definisi, langkah-
langkah penyelesaian masalah akan mengganggu pembelajran bermakna kerana ia
hanya menggalakkan pembelajran secara hafalan yang tidak bermakna.

Disamping itu, Ausubel berpendapat, pembelajaran adalah bergantung kepada
pengetahuan asas samaada dalam bentuk pengetahuan sedia ada dan
persembahan maklumat umum. Ini adalah kerana pengetahuan sedia ada dapat
membantu seseorang memahami sesuatu topik pembelajaran yang sedang
dipelajarinya. Sebagai contoh, kanak-kanak yang sudah memahami konsep
penambahan dalam matematik apabila diajar mengenai pendaraban, mereka akan
lebih mudah memahami konsep pendaraban berbanding murid-murid yang belum
menguasai konsep penambahan. Murid-murid yang sudah mempunyai pengetahuan
sedia ada menegenai konsep penambahan akan mudah memahami bahawa
pendaraban adalah satu proses penambahan sesuatu bilangan secara berterusan.
Murid yang telah mempunyai pengatahuan asas dan maklumat umum mengenai
sesuatu topik yang sedang dipelajarinya lebih mudah memahami topik pembelajaran
itu kerana mereka mampu untuk mengaitkan pembelajaran baru dengan
pengetahuan dan pengalaman sedia ada yang mereka miliki.

Kajian Ausubel telah mengahasilkan satu konsep penting dalam pengajaran
pembelajaran iaitu, Advance Organizer. Advance Organiser (AO) bermaksud
pengurusan atau pendedahan awal. Menerut Ausubel, AO perlu diberikan kepada
murid sebelum sesuatu pengajaran sebenar dilakukan. Ini bertujuan untuk
memastikan murid mendapat pendedahan awal mengenai topik pengajaran yang
akan berlaku selepas ini. Selain itu, AO juga membolehkan murid mempelajari
perkara-perkara asas yang berkaitan dengan topik yang bakal dipelajarinya nanti.
Memahami perkara-perkara asas mengenai topik pembelajaran yang akan dipelajari
akan membantu murid untuk memahami topik pelajaran sebenar secara lebih
mendalam. Sebagai contoh guru ingin mengajar topik ukuran kepada murid. Oleh
itu, guru harus memastikan murid-muridnya dapat membuat perbandingan terhadap
saiz fizikal, kuantiti dan nilai benda tanpa melibatkan unit ukuran. Contohnya, guru
memberikan beberapa kayu yang berwarna dan berlainan saiz kepada murid. Murid
dikehendaki membanding bezakan kepanjanagn kayu tersebut dengan dibimbing
oleh guru untuk menyebut perkataan seperti, kayu merah lebih panjang daripada
kayu hijau, lilin kuning lebih pendek daripada lilin biru,dan pokok kelapa lebih
tinggi daripada pokok limau. Kebolehan untuk memenyususn dan membandingkan
benda mengikut saiz panjang adalah kefahjaman asas yang perlu dimiliki oleh murid
untuk mempelajari tajuk ukuran.
Terdapat dua jenis AO yang diperkenalkan oleh Ausubel. Iaitu, AO perbandingan
atau komparatif dan AO ekspositori. AO perbandingan merujuk kepada perkaitan
antara maklumat baru dengan maklumat sedia telah dimiliki oleh murid.
Pengetahuan sedia ada akan digunakan oleh murid untuk mempelajari maklumat
baru. Manakala AO ekspositori pula diberi oleh guru jika murid belum mempunyai
pengetahuan sedia ada meneganai topik pemblajaran yang bakal dipelajari. Dengan
kata lain, AO ekpositori merupakan maklumat umum yang diberikan kepada murid
selum pembelajaran maklumat khusus. Ia bertujuan memudahkan murid untuk
menerima maklumat baru kelak.

David Ausubel telah mengemukakan stategi pembelajaran penerimaan yang
bermakna. Melalui stategi ini, guru merupakan individu yang memainkan peranan
penting bagi membina stuktur kognitif murid. Pengajaran harus bercorak daripada
sesuatu yang umum kepada khusus dengan menggunakan AO. Stategi
pembelajaran adalah seperti berikut:

1. Persembahan Advance Organiser.

Persembahan AO dapat dilakukan dalam pelbagai bentuk seperti pernyataan,
perbincangan pembelajaran yang berkaitan dengan topik baru yang bakal dipelajari
dan juga memperkenalkan bahan-bahan baru yang bakal digunakan oleh murid
dalam pembelajaran seterusnya. Tujuan utuma mempersembahkan AO ialah untuk
menggerakkan struktur-struktur kognitif murid yang sedia ada supaya pembelajaran
baru dapat diintergrasikan dengan pengetahuan sedia ada murid. Sebagai contoh,
guru ingin mengajar topik betuk kepada murid-murid. Guru perlu memperkenalkan
kepada murid bentuk-bentuk asas seperti segi empat, segi tiga dan juga bulat.
Contoh yang diberikan mestilah berbentuk konkrit selain ia merupakan benda yang
berada disekeliling mereka seperti bola yang boleh digunakan untuk
menggambarkan bentuk bulat. Selain itu, guru-guru harus menyoal mereka
mengenai bentuk-bentuk yang mereka tahu. Kaedah ini akan membantu guru untuk
mengetahui pengetahuan yang sudah dimiliki oleh murid-murid mereka.

2. Perhubungan Konsep

Bagi menjadikan sesuatu pembelajaran itu bermakna, guru mesti menolong
muridnya menggabungkan sturuktur kognitif sedia ada dengan struktur yang baru
diajar. Pembelajaran yang baru mestilah dikaitrapatkan dengan dengan struktur
kognitif yang telah mereka miliki.

3. Pembezaan progresif

Pembezaan progresif merupakan persembahan bahan-bahan terancang daripada
umum kepada ciri-ciri spesifik dan lebih terperinci. Contohnya, guru hendak
mengajar mengenai ciri-ciri segi empat. Terlebih dahulu guru perlu memperkenalkan
konsep sisi segi empat. kemudian memperkenalkan ciri-ciri spesifik bagi segi empat.




4. Penyesuaian secara intergrasi

Tajuk-tajuk pembelajaran yang ingin diajar oleh guru perlulah diubahsuai dan
diintergarsikan dengan maklumat yang telah dipelajari dahaulu. Ini bertujuan supaya
topik pembelajaran yang baru boleh dihubungkaitkan dengan topik pembelajaran
yang telah dipelajari oleh murid sebelum ini. Penyesuaian intergrasi melibatkan
perkaitan fungsi atau peranan antara kedua-dua topik pembelajaran yang diajar oleh
guru. Sebagai contoh, murid menghubungkaitkan unit-unit ukuran yang diajar oleh
guru dengan proses menyukat cecair.

Anda mungkin juga menyukai