Anda di halaman 1dari 9

Test Garputala

DASAR TEORI
Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getaran yang telah
diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga perilimfe
pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong
endolimfe sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran
taktoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik
dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius
lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus
temporalis.
Penghantaran (konduksi) gelombang bunyi ke cairan di telinga dalam melalui membran
timpani dan tulang-tulang pendengaran, yang merupakan jalur utama untuk pendengaran normal,
disebut hantaran osikular. Gelombang bunyi juga menimbulkan getaran membran timpani kedua
yang menutupi fenestra rotundum. Proses ini yang tidak kalah penting untuk pendengaran normal
disebut hantaran udara. Hantaran jenis ketiga adalah hantaran tulang yang menyalurkan gataran
dari tulang-tulang tengkorak ke cairan telinga dalam. Hantaran tulang yang cukup besar terjadi
apabila kita menempelkan garpu penala atau benda lainnya yang bergetar langsung ke tengkorak.
Jaras ini juga berperan dalam penghantaran bunyi yang sangat keras.
Frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh manusia adalah sekitar 20-20000 Hz. Ambang
telinga manusia beragam sesuai nada bunyi dengan kepekaan tertinggi dalam rentang 1000-4000
Hz. Nada bunyi pria rata-rata dalam percakapan adalah sekitar 120 Hz dan untuk wanita adalah
250 Hz.


Gangguan Fisilogi Pendengaran
Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif atau tuli sensorineural ataupun tuli
campuran. Tuli konduktif terjadi karena gangguan penghantaran bunyi di telianga luar atau
tengah. Sedangkan tuli sensorineural terjadi apabila ada kerusakan sel rambut atau jaras saraf.
Tuli campuran merupakan kombinasi dari kedua tuli tersebut. Jadi, jenis ketulian dibedakan
berdasarkan letak dari kelainan.
Telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah atresia liang telinga, sumbatan oleh
serumen, otitis eksterna sirkumskripta dan osteoma liang telinga.
Kelainan telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif adalah sumbatan tuba
eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum dan dislokasi tulang
pendengaran.
Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli
sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia, labirintitis, intoksikasi oleh streptomisin,
kanamisin, garamisin, dll. Sedangkan tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma
akustik, mieloma multiple, cedera otak, dll.
Cara Pemeriksaan Pendengaran
Secara fisiologis, manusia dapat mendengar suara 20-18000 Hz, bunyi yang paling
efektif adalah 500-2000Hz, oleh karena itu digunakan garpu suara frekuensi 128, 256, 512, 1024,
2048 Hz, dibunyikan dengan cara tertentu lalu disuruh mendengarkan pada orang yang dites. Bila
penderita banyak tak mendengar pada frekuensi rendah berarti tuli konduksi. Bila banyak tak
mendengar pada frekuensi tinggi berarti tuli sensorineural. Kemudian dengan garpu penala
frekuensi 256, 512, 1024, dan 2048 Hz dilakukan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach sehingga
lebih jelas lagi apakah tuli penderita di bagian konduksi atau sensorineural.




Metode Tes
Garputala
Rinne Weber Schwabach
Pangkal garpu
penala yang
bergetar diletakan
pada prosesus
mastoideus sampai
subjek tidak dapat
lagi mendengarnya
lalu garpu penala
diletakan di dekat
telinganya.
Pengkal garpu
penala yang
bergetar diletakan di
verteks tengkorak.
Hantaran tulang
pasien dibandingkan
dengan hantaran
tulang pemeriksa.
Normal Mendengar getaran
di udara setelah
hantaran tulang
selesai.
Mendengar sama
keras di kedua sisi.
Sama dengan
pemeriksa.
Tuli konduktif Getaran di udara
tidak terdengar
setelah hantaran
tulang selesai.
Bunyi lebih keras di
telinga yang sakit
kerana efek masking
oleh bunyi
lingkungan tidak
ada.
Hantaran tulang
lebih baik daripada
normal (gangguan
hantaran ini
menyebabkan efek
bising masking
tidak ada)
Tuli saraf Getaran terdengar di
udara setelah
hantaran tulang
selesai selama tuli
Bunyi lebih keras di
telinga normal.
Hantaran tulang
lebih buruk daripada
normal.



1. Tes Rinne






Tujuan : membandingkan hantaran melalui udara dan tulang pada telinga yang diperiksa.
Cara Kerja :
Digetarkan dan tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. Setelah tidak terdengar,
penala dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif, bila
tidak terdengar disebut Rinne negatif. Dalam keadaan normal hantaran melalui udara lebih
panjang daripada hantaran tulang. Interpretasi tes Rinne dapat false Rinne baik pseudo positif dan
pseudo negatif. Hal ini dapat terjadi manakala telinga pasien yang tidak kita tes menangkap bunyi
garpu penala karena telinga tersebut pendengarannya jauh lebih baik daripada telinga pasien yang
kita periksa.
Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun
pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garpu tala tidak tegak lurus, tangkai garpu
tala mengenai rambut pasien dan kaki garpu tala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena
jaringan lemak planum mastoid pasien tebal. Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat
memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garpu penala saat kita menempatkan
garpu tala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garpu tala sudah berhenti saat
kita memindahkan garpu tala di depan meatus akustikus eksterna.
sarafnya bersifat
sebagian.

2. Tes Weber





Tujuan : membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan.
Cara : penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah dahi atau kepala. Bila
bunyi terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut lateralisasi ke telinga tersebut. Bila
terdengar sama keras atau tidak terdengar disebut tidak ada lateralisasi. Bila pada telinga yang
sakit (lateralisasi pada telinga yang sakit) berarti terdapat tuli konduktif pada telinga tersebut, bila
sebaliknya (lateralisasi pada telinga yang sehat) berarti pada telinga yang sakit terdapat tuli saraf.
3. Tes Schwabach
Tujuan : membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang
pendengarannya dianggap normal.
Cara : penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak
terdengar bunyi kemudian dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa yang pendengarannya
dianggap normal. Bila masih dapat mendengar disebut memendek atau tuli saraf, bila pemeriksa
tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya. Bila pasien masih dapat
mendengar, disebut memanjang atau terdapat tuli konduktif. Jika kira-kira sama mendengarnya
disebut sama dengan pemeriksa. Kesalahan pemeriksaan pada tes Schwabach dapat saja terjadi.
Misalnya tangkai garpu penala tidak berdiri dengan baik, kaki garpu penala tersentuh, atau pasien
lambat memberikan isyarat tentang hilangnya bunyi.
ALAT DAN BAHAN
Penala berfrekuensi 512 Hz.
Kapas/gabus untuk menyumbat telinga.

CARA KERJA
Tes Rinne
1. Getarkan penala berfrekuensi 512 Hz dengan cara memukulkan salah satu ujung jari penala
ke telapak tangan. Jangan sekali-sekali memukulnya pada benda keras.
2. Tekankan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu telinga OP. Tangan
pemeriksa tidak boleh menyentuh jari-jari penala.
3. Tanyakan kepada OP apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di telinga yang
diperiksa. Bila mendengar, OP disuruh mengacungkan jari telunjuk. Begitu tidak mendengar
lagi, jari telunjuk diturunkan.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari prosesus mastoideus OP dan kemudian ujung
jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya ke depan telinga OP. tanyakan apakah OP
mendengar dengungan itu.
5. Catat hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut:
1. Rinne positif (+): Bila OP masih mendengar dengungan melalui hantaran aerotimpanal.
2. Rinne negative (-): Bila OP tidak lagi mendengar dengungan melalui hantaran
aerotimpanal.

Tes Weber
1. Getarkan penala berfrekuensi 512 Hz dengan cara memukulkan salah satu ujung jari penala
ke telapak tangan. Jangan sekali-sekali memukulkannya pada benda keras.
2. Tekankan ujung tangkai penala pada dahi OP di garis meridian.
3. Tanyakan kepada OP, apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di kedua
telinganya atau terjadi lateralisasi.
4. Pada OP yang tidak mengalami lateralisasi, saudara dapat mencoba menimbulkan lateralisasi
buatan dengan menutup telinga OP dengan kapas/gabus dan mengulangi pemeriksaannya.
Tes Schwabach
1. Getarkan penal berfrekuensi 512 Hz seperti cara di atas.
2. Tekankan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus slah satu telinga OP.
3. Suruh OP mengacungkan jarinya pada saat dengungn bunyi menghilang.
4. Pada saat itu, dengan segera pemeriksa memindahkan penal dari prosesus mastoideus OP ke
prosesus mastoideus sendiri. Bila dengungan penala masih dapat didengar oleh si pemeriksa,
maka hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH MEMENDEK.
Catatan: pada pemeriksaan menurut Schwabach, telinga pemeriksa dianggap normal.
5. Apabila dengungan penala yang te;ah dinyatakan berhenti oeh OP, juga tidak terdengar oleh
pemeriksa, maka hasil pemeriksaan mungkin SCHWABACH NORMAL ATAU
SCHWABACH MEMANJANG. Untuk memastikan, dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke prosesus mastoideus pemeriksa
sampai tidak terdengar lagi dengungan.
Kemudian, ujung tangkai penala segera ditekankan ke prosesus mastoideus OP.
Bila dengungan masih dapat didengar oleh OP, hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH
MEMANJANG.
Bila dengungan setelh dinyatakan berhenti oleh pemeriksa, juga tidak dapat didengar oleh OP
maka hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH NORMAL.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Telinga Kanan
OP Tes Rinne Tes Weber Tes Weber tanpa efek
masking
Tes Schwabach
OP1 + Tidak terdapat
lateralisasi
Terdapat lateralisasi ke
arah telinga yang
disumbat oleh gabus
(telinga kanan)
Terdapat kesamaan
antara si pemeriksa
dengan OP1
OP2 + Tidak terdapat
lateralisasi
Terdapat lateralisasi ke
arah telinga yang
disumbat oleh gabus
(telinga kanan)
Terdapat kesamaan
antara si pemeriksa
dengan OP2


Telinga Kiri
Tes Rinne Tes Weber Tes Weber tanpa
efek masking
Tes
Schwabach
OP1 + Tidak
terdapat
lateralisasi
Terdapat
lateralisasi ke
arah telinga yang
disumbat oleh
gabus (telinga
kiri)
Terdapat
kesamaan
antara si
pemeriksa
dengan OP1
OP2 + Tidak
terdapat
lateralisasi
Terdapat
lateralisasi ke
arah telinga yang
disumbat oleh
gabus (telinga
kiri)
Terdapat
kesamaan
antara si
pemeriksa
dengan OP2

Dari pemeriksaan tes Rinne, pada kedua OP didapatkan hasil yang sama yaitu Tes Rinne
positif. Berarti pada kedua OP setelah bunyi dengung tidak terdengar lagi di prosesus mastoideus
dan sewaktu dipindahkan ke depan telinga, bunyi dengung masih terdengar. Hal ini menunjukan
bahwa hantaran udara lebih panjang dibandingkan hantaran tulang. Kedua OP tersebut dapat
dikatakan normal.
Sedangkan pada tes Weber, tidak terdapat lateralisasi. Hal ini menunjukan tidak terdapat
perbedaan hantaran tulang antara telinga kanan dan telinga kiri. Maka, kedua OP tersebut dapat
dikatakan normal.
Pada tes Weber dengan ditiadakan efek masking (telinga kiri disumbat oleh gabus)
didapatkan bunyi lateralisasi ke arah telinga yang disumbat. Hal ini sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa akan terjadi peningkatan ambang pendengaran dengan besar yang cukup
untuk dapat diukur. Percobaan ini menunjukan simulasi terjadinya tuli konduktif pada telinga kiri.
Pada tes Schwabach didapatkan kesamaan antara pemeriksa dengan OP begitupun
sebaliknya. Hal ini munujukan tidak terdapat perpanjangan ataupun perpendekan bunyi. Maka,
kedua OP dapat dinyatakan normal karena hantaran tulang antara OP dan pemeriksa itu sama.

Anda mungkin juga menyukai