Anda di halaman 1dari 3

1

Ekaristi sebagai wasiat Yesus


Pada bagian ini Gereja membahas ekaristi dengan mengamati sejarah masa lampau. Gereja
melihat jejak-jejak Ekaristi berdasarkan tindakan yang dilakukan Yesus. Gereja menerangkan
bahwa malam sebelum Yesus menderita, dan pada malam ketika Dia dikhianati, sebagai waktu
perayaan Ekaristi.
Pengamatan historis-kritis atas keempat Injil Perjanjian Baru menerangkan bahwa malam pada
saat perjamuan malam terakhir sering dipertanyakan dalam sejarah sehingga menempatkan
jurang pemisah antara Yesus dan Gereja, antara malam perjamuan terakhir dan Ekaristi. Gereja
berusaha melihat kehendak-Nya untuk memulai sakramen tidak hanya sebagai masa lampau
dalam sejarah, tetapi juga sebagai kaidah substansial.
Kisah mengenai perjamuan terakhir Yesus tidak semata-mata mengambil alih kebiasaan
perjamuan Yahudi yang pernah ada, tetapi Yesus mengubah ini dan memberi tekanan baru
dengan dua cara. Pertama, berbeda dengan praktik Yahudi, Yesus mengundang semua yang
hadir untuk duduk bersama dan mengajak mereka minum dari piala yang sama dengan pemimpin
rumah. Kedua, Dia menandai pemecahan dan pembagian roti dengan kata-kata kiasan yang
membutuhkan penafsiran.
Terdapat perbedaan di dalam keempat Injil Perjanjian Baru yang mengisahkan Perjamuan
Malam Terakhir. Kata-kata dan tindakan-Nya sampai kepada kita melalui iman dan liturgi
Gereja. Kata dan tindakan-Nya dalam Malam Perjamuan Terakhir adalah cara Yesus
mewartakan datangnya basileia Allah tapi juga menghubungkan ini dengan misteri kedatangan-
Nya, yang menunjuk kepada pribadi-Nya, dan Dia menggunakan gambaran suatu perjamuan
guna melukiskan kedatangan basileia dan antisipasi kedatangan-Nya dalam perjamuan makan.
Kata-kata-Nya dalam perjamuan malam terakhir mengarah kepada eschaton, memperlihatkan
bahwa malam perjamuan terakhir-Nya juga dipengaruhi oleh perspektif dan kekuatan yang
mendobrak basileia.
Dalam Perjamuan malam terakhir, Yesus mewartakan realitas keselamatan baru, dan di saat yang
sama hadir secara simbolis unsur-unsur keselamatan dalam rupa roti dan anggur yang Dia
bagikan. Akhirnya, Dia mengidentifikasikan diri-Nya dengan sangat jelas dalam rupa roti dan
anggur dalam santapan perjamuan ini, dalam berkat yang Dia buat secara pribadi, adalah
Perjanjian Baru, yang merupakan realitas keselamatan eskatologi.
2

Oleh sebab itu, kata-kata Yesus dan tanda pada perjamuan-Nya yang terakhir adalah sintesis
selruh hidup-Nya, dan pada saat yang sama merupakan antisipasi penafsiran kematian-Nya.
Menurut Kasper, manusia dijamin dengan hidup-Nya dan dengan wafat-Nya. Tanpa hidup dan
wafat-Nya, mereka hanya menjadi hambatan. Ketika mereka memahami hidu dan kematian-Nya,
mereka adalah wasiat Yesus. Dia mengharapkan tinggal saat ini dengan dan untuk semua orang
yang menjadi milik-Nya. Warisan Yesus adalah bahwa Dia menjadi kehadiran yang kekal bagi
kita, dan inilah titik permulaan dan dasar dari ekaristi.
Warisan Yesus ini dapat kita pertimbangkan dalam dua dimensi. Dalam kata-kata pada malam
perjamuan terakhir, Yesus menjelaskan hidup-Nya: Dia bersabda, Tubuh yang diberikan, dan
darah yang ditumpahkan. Rumusan-rumusan ini menunjuk pada fakta bahwa Allah sendiri-lah
yang bertindak di sinidan ketaatan Yesus kepada Allah adalah tanggapan-Nyakepada
tindakan ilahi ini. Saat Dia memberikan seluruh diri-Nya kepada Allah Bapa, disitulah Dia
memberikan berkat dan syukur. Melalui peristiw ini Dia membuat realitas baru keselamatan
hadir dalam perjamuan malam terakhir. Yesus menjadi rahmat bagi banyak orang, ketika Dia
menyerahkan diri-Nya untuk disantap, sesuai dengan pengurbanan diri-Nya bagi Bapa. Maka
dalam pemberian diri-Nya kepada Bapa dalam perjamuan malam terakhir, Yesus membuat diri-
Nya menjadi rahmat keselamatan bagi manusia.
Dalam perjamuan terakhir, Yesus mengungkapkan tidak hanya misi-Nya tetapi juga keberadaan-
Nya yang dari Allah dan untuk Allah dan keberadaan-Nya untuk manusia. Dia adalah eucharistia
dan eulogia, puji syukur dan berkat dalam kemulian-Nya. (kasper)
Ekaristi sebagai Memorial (Anamnesis)
Anamnese atau anamnesis merupakan istilah dari bahasa Yunani yang berarti peringatan atau
kenangan. Kata anamnesis ini biasanya diterjemahkan dengn kata Latin, memoria. Keduanya
harus dimengerti menurut pengertian biblis, yakni zikkaron (Ibrani). Dalam perspektif biblis,
kata zikkaron atau anamnesis ini bukan sekedar menunjuk tindakan mengingat-ingat secara
pikiran belaka. Anamnesis menunjuk tindakan menghadirkan Allah sendiri di tengah jemaat
yang berdoa. Dengan anamnese, kita mengungkapkan iman akan Allah yang hadir dengan karya
penyelamatan-Nya melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus. (Martasudjita)
Kisah perjamuan malam terakhir dalam Paulus dan Lukas memliki rumusan: Perbuatlah ini
menjadi peringatan akan Aku (Luk 22:19; 1 Kor 11:24,25.). Pemahaman biblis tentang
3

pengenangan mengacu tidak pada tindakan subyektif mengenangkan tapi kepada suatu liturgi-
sakramental perayaan tindakan kenangan keselamatan, yang dilakukan pada masa lalu, dibuat
obyektif saat ini dengan simbol-simbol nyata. Tindakan keselamatan pada masa lampau
dihadirkan saat ini melalui liturgi. Bentuknya yaitu dengan memohon kepada Allah untuk
tindakan yang telah dilakukan-Nya pada masa lampau sehingga Diamengingat ini dan membawa
tindakan-Nya ini kepada pemenuhan eskatologis. Kenangan akan peristiwa yang sudah terjadi
pada masa lampau, supaya peristiwa masa lampau diaktualisasikan di masa kini, dihubungkan
kepada sebuah eskatologis dengan melihat kepada pemenuhan masa depan.
Kebiasaan dilakukan Yesus adalah titik berangkat dan dasar Ekaristi, dan bahwa anamnesis
Kristus membentuk persatuan di dalam berbagai aspek Ekaristi. Kematian dan kebangkitan
Yesus Kristus membuat hadir secara sakramental; Tuh

Anda mungkin juga menyukai