Anda di halaman 1dari 16

I.

IDENTITAS PENELITIAN
1. Judul Usulan: Kajian tekno-ekonomis penggunaan biofuel untuk pembangkit tenaga
listrik
2. Ketua Tim Peneliti
a. Nama Lengkap: Dr.Ir. Supriadi Legino
b. Bidang Keahlian: Manajemen Ketenagalistrikan
c. Jabatan structural: Ketua STTPLN jakarta
d. Jabatan Fungsional: Tenaga pengajar jurusan elektro dan jurusan informatika
e. Unit kerja: STTPLN Jakarta
f. Alamat surat:
g. Telepon/fax
h. E-mail: yadi71@hotmail.com
3. Anggota peneliti
a. Ir. Mustiko Bawono
b. Mahasiswa
4. Objek Penelitian
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel di lingkungan PLN NTB
b. Area l pengembangan pohon jarak di Jawa Tengah
5. Masa Pelaksanaan Penelitian
a. Mulai: 1 Juli 2011
b. Berakhir: 31 Desember 2011
6. Anggaran yang diusulkan
a. Tahap 1 (bulan1 sampai 3): Rp 3.000.000,-
b. Tahap 2 (bulan 4 sampai 6): Rp. 3.000.000,-
7. Lokasi Penelitian: Area perkebunan jarak Jawa tengah dan PLTD tersebar di NTB
8. Hasil yang ditargetkan:
a. Perbandingan untung-rugi PLTD bbm vs. PLTD biofuel
b. Daftar rupiah/KWH PLTD biofuel yang pernah dioperasikan
c. Biaya investasi konversi dari PLTD solar ke PLTD biofuel khususnya minyak
jarak
d. Rekomendasi awal kelayakan penggunaan biofuel untuk mengganti solar
pada PLTD
9. Institusi lain yang terlibat: PT PLN (Persero) Wilayah NTB, LIPI, BPPT







II. SUBSTANSI PENELITIAN
ABSTRAK
Penggunaan sumber energy primer alternative khususnya untuk menggantikan
bahan bakar fosil menjadi suatu keharusan seiring dengan semakin berkurangnya cadangan
minyak bumi di Indonesia sementara konsumsi energy yang saat ini masih didominasi oleh
bahan bakar fosil semakin meningkat. Salah satu jenis bahan bakar alternative yang telah
terbukti dapat digunakan sebagai tambahan sumber bahan bakar minyak adalah minyak
nabati yang dikenal sebagai biofuel antara lain minyak kelapa, ethanol (bisa berasal dari
tebu, singkong, dan kedelai. Namun lonjakan konsumsi bahan bakar nabati yang berasal
dari tanaman pangan tersebut telah menimbulkan isu kemanusiaan sebagai dampak dari
kelangkaan dan kenaikan harga bahan pangan seperti kedelai dan minyak goring yang
merupakan kebutuhan primer penduduk. Isu tersebut telah mendorong ke arah penggunaan
minyak nabati non-food seperti jarak, alang-alang, akar-akaran, dan serbuk kayu.
Walaupun prospek untuk pengembangan bahan bakar nabati bukan-pangan tersebut cukup
menjanjikan dan berbagai uji coba telah dilaksanakan, namun belum ada perkembangan
yang berarti dalam pemanfaatan bahan bakar nabati bukan-pangan tersebut.
Kenyataan tersebut melandasi dilakukannya penelitian untuk mengkaji aspek teknik
dan ekonomi dalam penggunaan minyak nabati bukan-pangan khususnya minyak jarak
sebagai alternatif bahan bakar untuk pembangkit tenaga listrik. Metoda yang digunakan
dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan konteks Pembangkit ListrikTenaga Disel di
Ampenan, Lombok.













BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Energy security dan Pemanasan Global (buku WTOTL)
Saat ini isu mengenai energy security di Indonesia, Asia, dan dunia pada umumnya
telah berkembang menjadi kesadaran yang harus dicari solusinya secara bersama-sama
1.2 Tujuan Khusus

Bahan bakar nabati dalam Rencana bauran energy nasional
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) memiliki sekitar 4700 PLTD (Pembangkit Listrik
Tenaga Diesel) yang tersebar di pulau-pulau/pelosok-pelosok, dengan total kapasitas
1350 MW.
Menurut Dirut PLN (Dahlan Iskan), biaya pokok pembangkitan (BPP) PLTD di Luar
Jawa bisa mencapai Rp3500/kWh (di Jawa sekitar Rp3000/kWh).
Karena sebagian besar penyediaan listrik di Luar Jawa masih berkategori Kewajiban
Pelayanan Masyarakat (PSO), harga jual listrik paling tinggi sekitar Rp700/kWh.
Selisih (BPP TDL) Rp2800/kWh ditanggung pemerintah (subsidi listrik!).
Biomassa ada di seluruh wilayah dan pulau ataupun pelosok tanah air, serta mampu
menyediakan pasokan sepanjang tahun tanpa bergantung peralihan musim maupun
perubahan siang ke malam dan sebaliknya.
Organisasi pangan dunia FAO telah menandaskan bahwa pembangunan industri
bioenergi merupakan komponen kunci dan jalur strategis di dalam merealisasikan
target-target pembangunan milenium (Millenium Development Goals, MDGs).
Di ASEAN, Indonesia adalah penghasil terbesar biomassa, tetapi pemanfaat yang
relatif terkecil.
Kita harus memanfaatkan semaksimal mungkin potensi biomassa kita untuk
penyediaan energi (dan pangan) domestik!.
Target Bauran Energi nasional 2025
(Sumber makalah Workshop BKE-PII, METI & Mastel 2011 Jakarta 16 Juni 2011




1.1. Bahan bakar nabati dan permasalahannya
Di ASEANkita adalah produsen biomassa terbesar ......
Biomassa yang tersedia untuk pembangkitan energi di negara-negara ASEAN
Sumber : Saku Rantanen (Pyry), 2009
5

..... tetapi merupakan pemanfaat yang relatif terkecil !.
6
Pemanfaatan biomassa untuk produksi energ di negara-negara ASEAN
Sumber : Saku Rantanen (Pyry), 2009
Potensi amat besar itu masih terabaikan !.
Harus kita manfaatkan dengan nilai tambah
semaksimal mungkin!.


Faktor ketersediaan berbagai pembangkit tenaga listrik
Sumber energi
terbarukan
Faktor ketersediaan (%)
Panas bumi 85
Biomassa 85
Arus laut 70
Hidro 50
Gelombang 50
Surya 40
Angin 30

Sudah banyak pengusaha yang berminat membangun Pembangkit Listrik Tenaga
Biomassa (PLT-Biomassa) dan menawarkan listrik dengan harga jual Rp1100-
1200/kWh.
Jika digunakan untuk menggantikan listrik PLTD, maka subsidi pemerintah berkurang
sekitar Rp.2300/kWh.
Tambahan pula,
Mengurangi impor solar.
Meningkatkan nilai tambah biomassa di dalam negeri, sehingga tak diekspor para
pengusaha ( ekspor masif biomassa untuk keperluan pembangkitan energi, dalam jangka
panjang akan mentanduskan lahan pertanian, perkebunan, dan hutan Indonesia).
Mengapa pengembangan listrik biomassa berhenti? (PLN tampak enggan beralih dari
PLTD ke PLT-Biomassa)?.

- Bahan bakar nabati makanan
- Bahan bakar nabati bukan-makanan





1.2. Minyak Jarak: potensi dan permasalahannya
Biaya pokok tipikal pembangkitan listrik di India
No. Pembangkit Listrik Tenaga : Modal, $/kW BPP, $/kWh
1 Biomassa 800 0,07
2 Angin/Bayu 1500 0,05
3 Surya fotovoltaik 7000 0,25
4 Surya termal 3000 0,14
5 Sel tunam (Fuel Cell) 3000 0,13
6 Turbin mikro (microturbine) 1000 0,12
7 Batubara 1000 0,05
8 Diesel 700 0,27
10
Sumber : P. Raman dan T. Nambirajan, Design and decelopment of a business model for
biomass power plant using data envelopment analysis (DEA), Review of Business Research
10(2) ? - ? (2010).

Ongkos produksi listrik berbagai teknologi
pembangkitan (dalam 2005/MWh)
Teknologi 2007 2020 2030
Biogas 55 215 50 200 50 190
Biomassa padat 80 195 85 200 85 205
Surya PV 520 880 270 460 170 300
Angin, di darat 75 110 55 90 50 85
Angin, lepas-pantai 85 140 65 115 50 95
Hidro, kecil 60 185 55 160 50 145
Hidro, besar 35 145 30 140 30 130
Nuklir 50 85 45 80 45 80
Gas (PLTGU) 50 60 65 75 70 80
Batubara (serbuk) 40 50 65 80 65 80
Sumber : Komisi Eropa (2008), dikutip oleh Canton dan Linden (2010).
11

1.3. Kebijakan pemerintah mengenai energi terbarukan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban untuk meningkatkan
penyediaan dan pemanfaatan energi baru terbarukan.
Penyederhanaan mekanisme pembelian tenaga listrik oleh PLN dari
pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi baru terbarukan:
untuk pembangkit energi baru terbarukan dapat dilakukan melalui
penunjukan langsung atau pemilihan langsung (PP 10/1989 jis PP
3/2005 & PP 26/2006).
Penetapan harga patokan pembelian tenaga listrik dari pembangkit energi
baru terbarukan yang lebih menarik bagi dunia usaha (Permen ESDM
31/2009 dan Permen ESDM 02/2011.
Pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan untuk kegiatan pemanfaatan
sumber energi terbarukan (PMK 21/2010 & PMK 24/2010).
Implementasi kebijakan pengembangan energi terbarukan di Indonesia
Permen ESDM 31/2009 tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik oleh PLN
dari Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Energi Terbarukan Skala
Kecil dan Menengah atau Kelebihan Tenaga Listrik
PLN wajib membeli tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik energi
terbarukan skala kecil dan menengah s.d. 10 MW atau daya excess;
Harga pembelian:
Rp. 656/kWh x F, terinterkoneksi pada TM
Rp. 1004/kWh x F, terinterkoneksi pada TR
F= 1 (Jawa-Bali); 1,2 (Sumatera-Sulawesi); 1,3 (Kalimantan, NTB, NTT); 1,5
(Maluku, Papua)
Harga pembelian dimaksud digunakan dalam kontrak jual beli tanpa negosiasi
dan persetujuan harga dari Menteri.
PLN dapat membeli tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik energi
terbarukan skala kecil dan menengah (excess tidak termasuk) melebihi harga
tersebut tapi harus didasarkan pada HPS PLN dan wajib mendapatkan
persetujuan harga jual.
Maritje Hutapea: Direktur Bio Energi
Tersedia cukup populasi ternak ruminansia besar (sapi potong, kerbau, sapi perah)
14,9 juta ekor dengan produksi kotoran yang tinggi (diperkirakan sekitar 15
kg/ekor/hari atau sekitar 255 juta kg/hari).
Jumlah Ternak Sapi di Indonesia 11,5 JUTA EKOR (2004)
Apabila 30 % dari Jumlah Ternak Sapi tersebut digunakan Kotorannya, maka
terdapat sekitar 3,45 Juta Ekor sapi > Cukup Untuk Mengisi 1 Juta Reaktor
1.3. Contoh penggunaan minyak jarak untuk pembangkit listrik
EBTKE KESDM - 2011
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, danKonservasi Energi
No Kota
Populasi
Potensi
Sampah Kota
Lokasi Tempat Pembuangan
Akhir Sampah
(Orang) (ton/hari)
1 DKI Jakarta 9.703.000 8.733 Bandar Gebang, Sumur Batu
2 Batam 636.729 450 Telaga Punggur
3 Kota Semarang 1.495.000 1.345 Jatibarang
4 Kota Palembang 1.301.000 1.171 Sukawinata, Karya Jaya
5 Kota Surabaya 2.847.000 2.562 Benowo
6 Kota Padang 758 682 Air Dingin
7 Kota Pontianak 490 340 Batu Layang
8 Kota Medan 2.014.000 1.812 Namo Bintang, Terjun
9 Kota Bogor 3.600.000 3.24 Galuga
10 Kota Malang 846 761 Supit Urang
11 Kota Depok 1.352.000 1.217 Cipayung
12 Kota Jogya, Sleman,
Bantu
2.408.000 2 Ngablak-Piyung
13 Kota Jambi 437.17 100 Talang Gulo
14 Kota Samarinda 550 400 Bukit Pinang
15 Kab. Bogor 3.600.000 3.24 Pondok Rajeg
16 Kab. Tangerang 3.048.000 2.743 Jatiwaringin
17 Kota Sukabumi 2.210.000 1.989 Cigundul
18 Kab. Garut 2.050.000 1.844 Basir Bajing
Potensi Sampah Kota Untuk Pembangkit Listrik.1)
12


EBTKE KESDM - 2011
KementerianEnergi danSumber Daya Mineral
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, danKonservasi Energi
No Kota
Populasi
Potensi
Sampah
Kota
Lokasi Tempat Pembuangan
Akhir Sampah
(Orang) (ton/hari)
19 Bali 1.896.000 445 Sarbagita Singaraja
20 Kota Madiun 679.841 612 Winongo
21 Kab. Jember 2.346.000 2.112 Pakusari
22 Kab. Cianjur 1.958.000 1.762 Pasir Sembung, Pasir Bungur
23 Kab. Malang 2.469.000 2.222 Talang Agung, Randu Agung
24 Kab. Sidoarjo 1.742.000 1.568 Desa Kupang
25 Kota Balikpapan 495.314 400 Manggar
26 Kab. Banyuwangi 1.670.000 1.503 Bulusan, Rogojambi
27 Kota Bandung 2.349.000 2.114 Leuwi Gajah
28 Kota & Kab. Tegal 3.910.000 3.519 Sarimukti
29 Kota & Kab. Cirebon 2.236.000 2.012
30 Kota Tangerang 1.502.000 1.352 Rawakucing
31 Surakarta, Klaten & Boyolali 2.719.000 2.447
32 Kota & Kab. Tegal 1.650.000 1.485
33 Kota & Kab. Pasuruan 1.350.000 1.215
34 Kota & Kab. Probolinggo 1.450.000 1.3
35 Kota & Kab. Kediri 1.360.000 1.224
36 Kota Pakanbaru 670 603
37 Kota Bandar Lampung 782 703
38 Kota Makasar 1.143.000 1029
Potensi Sampah Kota Untuk Pembangkit Listrik.2)
13



BAB II STUDI PUSTAKA
Beberapa tumbuhan penghasil lemak yang banyak tumbuh di Indonesia diantaranya
kelapa sawit, kelapa, dan jarak. Penggunaan minyak kelapa dan minyak kelapa sawit sangat
besar kebutuhannya untuk industri dan pangan, sementara itu masyarakat mengenal
tanaman jarak sebagai tanaman semak pembatas pagar yang belum dimanfaatkan secara
maksimal. Dengan demikian permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimanakah karakteristik bahan bakar alternatif minyak jarak dibandingkan dengan solar,
bagaimanakah tingkat opasitas emisi gas buang bahan bakar alternatif minyak jarak
dibandingkan dengan solar, dan bagaimanakah kinerja motor diesel dari segi torsi dan daya
yang dihasilkan serta bagaimanakah pula konsumsi bahan bakarnya? Bahan bakar mesin
diesel sebagian besar terdiri dari senyawa hidrokarbon dan senyawa nonhidrokarbon.
Senyawa hidrokarbon yang dapat ditemukan dalam bahan bakar diesel antara lain parafinik,
naftenik, olefin dan aromatik. Untuk senyawa nonhidrokarbon terdiri dari senyawa yang
mengandung unsur non logam, yaitu S, N, O dan unsur loga m seperti vanadium, nikel dan
besi. Beberapa karakteristik bahan bakar motor diesel yang paling utama diantaranya adalah:
1) Berat Jenis (Specific Gravity); 2) Viskositas (Viscosity); 3) Nilai Kalori (Calorific Value); 4)
Kandungan Sulfur (Sulphur Content); 5) Daya Pelumasan; 6) Titik Tuang (Pour Point); 7)
Titik Nyala (Flash point); 8) Angka Cetane (Cetane Number); 9) Kandungan Arang; 10)
Kadar Abu (Ash Content).

Tabel Syarat Mutu Minyak Diesel
Tabel 1. Syarat Mutu Minyak
Diesel Sifat
Jenis Minyak Diesel
Mesin Putaran Tinggi Mesin Industri Mesin Putaran
Rendah dan Sedang
Bilangan Setana 40 40 30
Temperatur didih 288 282 338 -
Kekentalan pada 38oC m3/s 1,4 2,5 2,0 4,3 5,8 26,4
Titik nyala oC 38 52 55
Kadar Belerang % berat 0,50 0,50 2,00
Kadar air dan sedimen % volume 0,05 0,05 0,50
Kadar Abu % berat 0,01 0,01 0,1
Ramsbottom residu carbon 10%
residu destilasi % massa
0,15 0,35 -

Bahan bakar alternatif untuk masa depan harus memenuhi kriteria ketersediaan
(sumber yang banyak dan/atau terbarukan), rendah/tidak menghasilkan emisi gas buang
yang berbahaya, murah dan mudah didapat dimanapun. Alasan lebih praktis dan meng-
untungkan mendorong pengembangan terobosan bahan bakar alter-natif saat ini lebih
diarahkan ke bahan bakar bentuk cair. Bahan bakar cair yang sedang pesat diteliti dan
dikembangkan sekarang ini adalah bahan bakar cair pengganti solar yang dikenal dengan
istilah Biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar cair yang diproses dari lemak hewan atau
minyak nabati. Menurut Ananta Anggraini (2002: 2), Biodiesel adalah bahan bakar cair dari
hasil proses transesterifikasi minyak atau lemak.
Proses transesterifikasi tersebut pada prinsipnya dilakukan dengan maksud
mengeluarkan gliserin dari minyak dan mereaksi-kan asam lemak bebasnya dengan alkohol
menjadi alcohol ester (Fatty Acid Methyl Ester/FAME). Dalam prakteknya transesterifi-kasi
dilakukan dengan mencampur minyak nabati/hewani dengan alcohol (methanol, etanol dan
lain sebagainya) dengan mengguna-kan katalisator KOH atau NaOH. Proses transesterifikasi
dilakukan selama sampai 1 jam pada suhu kamar atau pada suhu yang lebih tinggi,
campuran yang terjadi didiamkan sehingga terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan bawah
(gliserin) dan lapisan atas adalah metil ester (Ananta, 2002: 5). Meskipun nilai kalori minyak
biodiesel lebih rendah dari solar, namun karena proses pembakarannya lebih sempurna,
maka kekuatannya sama besar dengan bahan bakar ber-basis mineral.
Pembuatan biodiesel dari minyak nabati dilakukan dengan mengkonversi trigliserida
(komponen utama minyak nabati) men-jadi metil ester asam lemak, dengan memanfaatkan
katalis pada proses metanolisis/esterifikasi. Beberapa katalis telah digunakan secara
komersial dalam memproduksi biodiesel. Selain itu, juga diupayakan katalis katalis dari sisa
produksi alam seperti, janjang sawit, abu sekam padi dan sebagainya. Biodiesel sebagai
bahan bakar alternatif harus segera di-realisasikan untuk menutupi kekurangan terhadap
kebutuhan BBM fosil yang semakin meningkat. Biodiesel dapat dibuat dari ber-macam
sumber, seperti minyak nabati, lemak hewani dan sisa dari minyak atau lemak (misalnya
sisa minyak penggorengan). Bio-diesel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar
diesel petroleum. Kelebihan tersebut antara lain: merupakan bahan bakar yang tidak
beracun dan dapat dibiodegradasi, mempunyai bilangan setana yang tinggi, mengurangi
emisi karbon monoksida, hidro-karbon dan NOx, dan terdapat dalam fase cair.
Bahan bakar diesel dikehendaki relatif mudah terbakar sen-diri (tanpa harus dipicu
dengan letikan api busi) jika disemprotkan ke dalam udara panas bertekanan. Tolok ukur
dari sifat ini adalah bilangan setana, yang didefinisikan sebagai % volume n-setana di dalam
bahan bakar yang berupa campuran n-setana (n-C16H34) dan -metil naftalena (-CH
3
-
C10H
7
) serta berkualitas pembakaran di dalam mesin diesel standar. n-setana (suatu
hidrokarbon berantai lurus) sangat mudah terbakar sendiri dan diberi nilai bilangan setana
100, sedangkan -metil naftalena (suatu hidrokarbon aroma-tik bercincin ganda) sangat
sukar terbakar dan diberi nilai bilangan setana nol.
Bilangan setana yang baik dari minyak diesel adalah lebih besar dari 30 dengan
volatilitas yang tidak terlalu tinggi supaya pembakaran yang terjadi di dalamnya lebih
sempurna. Minyak diesel dikehendaki memiliki kekentalan yang relatif rendah agar mudah
mengalir melalui pompa injeksi. Untuk keselamatan se-lama penanganan dan penyimpanan,
titik nyala harus cukup tinggi agar terhindar dari bahaya kebakaran pada suhu kamar. Kadar
belerang dapat menyebabkan terjadinya keausan pada din-ding silinder. Jumlah endapan
karbon pada bahan bakar diesel dapat diukur dengan metode Conradson atau Ramsbottom
untuk memperkirakan kecenderungan timbulnya endapan karbon pada nozzle dan ruang
bakar. Abu kemungkinan berasal dari produk mineral dan logam sabun yang tidak dapat
larut dan jika ter-tinggal dalam dinding dan permukaan mesin dapat menyebabkan
kerusakan nozzle dan menambah deposit dalam ruang bakar. Air dalam jumlah kecil yang
berbentuk dispersi dalam bahan bakar sebenarnya tidak berbahaya bagi bagian-bagian
mesin. Tetapi di daerah dingin, air tersebut dapat membentuk kristal-kristal es kecil yang
dapat menyumbat saringan pada mesin.
Gas buang mesin diesel sebagian besar berupa partikulat dan berada pada dua fase
yang berbeda, namun saling menyatu, yaitu: fase padat, terdiri dari residu/kotoran, abu,
bahan aditif, bahan korosif, keausan metal; dan fase cair terdiri dari minyak pelumas tak
terbakar. Gas buang yang berbentuk cair akan meresap ke dalam fase padat, gas ini disebut
partikel. Partikel-partikel tersebut berukuran mulai dari 100 mikron hingga kurang dari 0,01
mikron. Partikulat yang berukuran kurang dari 10 mikron memberikan dampak terhadap
visibilitas udara karena partikulat tersebut akan memudarkan cahaya. Komposisi gas buang
mesin diesel secara umum diambil rata-rata dengan kondisi kerja mesin normal. Gas buang
mesin diesel sangat banyak mengandung partikulat karena banyak di-pengaruhi oleh faktor
bahan bakar yang tidak bersih. Apabila di-kelompokkan secara keseluruhan, gas buang
mesin diesel terdiri dari partikulat yang merupakan residu karbon, pelumas yang tidak
terbakar, sulfat yang terkandung dalam bahan bakar dan lain-lain.
Faktor lain yang sangat dominan dalam memberikan sumbangan zat pencemar ke
udara adalah faktor campuran udara kompresi dengan bahan bakar yang disemprotkan.
Pencampuran yang tidak sebanding (terlalu banyak bahan bakar) menghasilkan gas buang
yang mengandung partikulat berlebihan. Pengujian gas buang mesin diesel (asap)
dimaksudkan untuk mengukur kepekatan asap yang dihasilkan oleh pembakaran dalam
mesin. Kepekatan asap adalah kemampuan asap untuk meredam cahaya, apabila cahaya
tidak bisa menembus asap maka kepekatan asap tersebut dinyatakan 100 persen (%),
apabila cahaya bisa melewati asap tanpa ada pengurangan intensitas cahaya maka
kepekatan asap tersebut dinyatakan sebagai 0% (nol persen). Kepekatan asap disebut juga
opasitas, yang dinyatakan dalam satuan berbeda-beda.









BAB III. METODA PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di beberapa tempat, yaitu: untuk pengambilan sampel
buah jarak dilakukan di area perkebunan di Jawa Tengah, untuk pengujian bio dieselnya
dilakukan di PLTD yang tersebar di NTB.
Penelitian ini mencakup beberapa langkah yang terdiri dari pra-unjuk kerja, uji fisika
kimia, serta uji unjuk kerja biodiesel yang dapat diilustrasikan seperti pada gambar berikut
ini:












Untuk lebih jelasnya flowchart tersebut di atas dapat diuraikan dalam langkah kerja sebagai
berikut:
1. Penyediaan Bio Diesel Minyak Jarak
Buah jarak yang diambil dari perkebunan di Jawa Tengah, kemudian Proses
pengolahan minyak biji jarak dari biji buah jarak meliputi : pengeringan buah jarak
untuk mengeluarkan biji dari buah jarak, pengeringan biji jarak hingga diperoleh kadar
air biji 6%, pemisahan kulit biji (cangkang) dengan daging biji yang dapat dilakukan
secara manual atau menggunakan mesin pemisah biji jarak, proses pemanasan daging
biji (steam) pada suhu 170oC selama 30 menit, penghancuran daging biji , pengepresan
minyak dengan menggunakan mesin pengepres, dan penyaringan minyak (Trubus,
2005).




Pemilihan dan pengolahan
buah jarak
Pra-unjuk kerja
Uji Unjuk Kerja
Uji Fisika/Kimia
2. Pra-Unjuk Kerja
Pra-unjuk kerja ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui bisa tidaknya mesin
hidup/menyala dengan menggunakan bahan bakar alternatif minyak jarak. Adapun
langkah yang dilakukan sebagai berikut : Pertama, menyiapkan mesin diesel lengkap
dengan kunci kontak, baterai dan alat-alat yang diperlukan.Kedua, menghidupkan mesin
diesel dengan menggunakan bahan bakar solar. Pada saat mesin telah hidup, mesin
dibiarkan beberapa saat agar mencapai suhu kerja, selanjutnya perlu diperhatikan
apakah mesin berjalan normal. Perlu juga diamati gejala seperti ketukan, dan bagaimana
kondisi mesin saat putaran idle dan diakselerasi. Apabila mesin hidup tidak normal maka
perlu dilakukan penyetelan-penyetelan. Apabila mesin sudah hidup normal, mesin bisa
dimatikan kemudian bahan bakarnya diganti dengan minyak jarak. Perlu diperhatikan
sejauhmana mesin hidup dengan bahan bakar ini dan semua gejala dan perubahan
suara mesin perlu dicatat termasuk warna asap dan baunya.
3. Uji Fisika/Kimia
Dalam uji karakteristik ini yang perlu dilakukan adalah analisa angka pour point,
flash point, nilai pembakaran, angka setana, dan viskositas. Viskositas adalah tahanan
yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler Terhadap gaya gravitasi, biasanya
dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Ika
viskositas semakin tinggi, maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi.
Karakteristik ini sangat penting karena mempengaruhi kinerja injektor pada mesin diesel.
Atomisasi bahan bakar sangat bergantung pada viskositas, tekanan injeksi serta ukuran
lubang injektor (Shreve, 1956).
Pada umumnya, bahan bakar harus mempunyai viskositas yang relatif rendah
agar dapat mudah mengalir dan teratomisasi Hal ini dikarenakan putaran mesin yang
cepat membutuhkan injeksi bahan bakar yang cepat pula. Namun tetap ada batas
minimal karena diperlukan sifat pelumasan yang cukup baik untuk mencegah terjadinya
keausan akibat gerakan piston yang cepat (Shreve, 1956).
Angka setana menunjukkan kemampuan bahan bakar untuk menyala sendiri
(auto ignition). Skala untuk angka setana biasanya menggunakan referensi berupa
campuran antara normal setana (C16H34) dengan alpha methyl naphthalene
(C10H7CH3) atau dengan heptamethylnonane (C16H34). Normal setana memiliki angka
setana 100, alpha methyl naphtalene memiliki angka setana 0, dan heptamethylnonane
memiliki angka setana 15. Angka setana suatu bahan bakar biasanya didefinisikan
sebagai persentase volume dari normal setana dengan campurannya tersebut (Shreve,
1956).
Angka setana yang tinggi menunjukkan bahwa bahan bakar dapat menyala pada
temperatur yang relatif rendah, dan sebaliknya angka setana rendah menunjukkan
bahan bakar baru dapat menyala pada temperatur yang relatif tinggi. Penggunaan
bahan bakar mesin diesel yang mempunyai angka setana yang tinggi dapat mencegah
terjadinya knocking karena begitu bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder
pembakaran maka bahan bakar akan langsung terbakar dan tidak terakumulasi (Shreve,
1956).





4. Uji Unjuk Kerja
Uji ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui seberapa besar torsi, daya,
konsumsi bahan bakar serta emisi gas buang yang menyangkut opasitas (ketebalan
asap). Data hasil unjuk kerja menggunakan bahan bakar minyak jarak tersebut
kemudian dibandingkan dengan data yang diperoleh dari hasil pengujian menggunakan
bahan bakar solar.
Data yang diperoleh dari setiap percobaan dan pengujian dianalisa dengan cara
sebagai berikut: data hasil analisa laboratorium ditampilkan dalam bentuk tabel,
kemudian dianalisa melalui studi literatur dengan mengkaji teori-teori yang ada. Untuk
menganalisa hasil pengukuran torsi, daya, dan konsumsi bahan bakar terlebih dahulu
dihitung rerata torsi, daya, dan konsumsi bahan bakar, kemudian ditampilkan dalam
bentuk tabel dan grafik.Untuk menganalisis tingkat opasitas dapat dilakukan dengan
cara menampilkan dalam bentul tabel kemudian dikaitkan dengan standar ambang batas
emisi gas buang.


















BAB IV. PEMBIAYAAN



























DAFTAR PUSTAKA
Maritje Hutapea, Harga keekonomian dari pembangkit listrik untuk biomass dan biogas,
Workshop BKE-PII + METI Pemanfaatan Energi Bersih Sesuai Harga Keekonomiannya,
Gedung II BPPT, Jakarta, Kamis, 16 Juni 2011
Tatang H. Soerawidjaja Ketua Umum Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI) Workshop
BKE-PII + METI Pemanfaatan Energi Bersih Sesuai Harga Keekonomiannya, Gedung II
BPPT, Jakarta, Kamis, 16 Juni 2011
Buku: Whot turn out the light
Buku: Energi security in ASEAN
Makalah Dirjen ESDM
PT. GEMARANG TERAPANINDOTENTANG :GASIFIKASI BIOMASA DAN BATU BARA
UNTUK MENDAPATKAN. GAS BAKAR BERSIH DAN KALORI TINGGI GUNA MENGGERAKKAN
PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN BERMACAM-MACAM TURBIN GAS DAN GAS ENGINE ANALISA BEAYA
PRODUKSI TENAGA LISTRIK

Anda mungkin juga menyukai