PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2014
TEKNIK DNA REKOMBINAN
A. PENDAHULUAN Secara klasik analisis molekuler protein dan materi lainnya dari kebanyakan organisme ternyata sangat tidak mudah untuk dilakukan karena adanya kesulitan untuk memurnikannya dalam jumlah besar. Namun, sejak tahun 1970-an berkembang suatu teknologi yang dapat diterapkan sebagai pendekatan dalam mengatasi masalah tersebut melalui isolasi dan manipulasi terhadap gen yang bertanggung jawab atas ekspresi protein tertentu atau pembentukan suatu produk. Teknologi yang dikenal sebagai teknologi DNA rekombinan, atau dengan istilah yang lebih populer rekayasa genetika, ini melibatkan upaya perbanyakan gen tertentu di dalam suatu sel yang bukan sel alaminya sehingga sering pula dikatakan sebagai kloning gen. DNA rekombinan adalah DNA yang urutannya telah direkombinasikan agar memiliki sifat- sifat atau fungsi yang kita inginkan sehingga organisme penerimanya mengekspresikan sifat atau melakukan fungsi yang kita inginkan. Misalnya, kita membuat DNA rekombinan yang memiliki fungsi membuat insulin. DNA ini kemudian kita masukan ke dalam bakteri dengan harapan bakteri tersebut dapat menghasilkan insulin. DNA rekombinan dilakukan melalui penyisipan gen dengan plasmid sebagai vektornya/ kendaraan pemindah. Teknologi DNA rekombinan mempunyai dua segi manfaat. Pertama, dengan mengisolasi dan mempelajari masing-masing gen akan diperoleh pengetahuan tentang fungsi dan mekanisme kontrolnya. Kedua, teknologi ini memungkinkan diperolehnya produk gen tertentu dalam waktu lebih cepat dan jumlah lebih besar daripada produksi secara konvensional. Dua komponen utama yang terlibat di dalam rekayasa genetika, yaitu : 1) Plasmid Plasmid adalah molekul DNA berantai rangkap dan berbentuk cincin. Plasmid ditemukan didalam sel bakteri dan dapat berbiak secara bebas, lepas dari kromosom induk. Dalam rekayasa genetika, plasmid berperan sebagai vektor (kendaraan) yang digunakan untuk mentransfer dan memperbanyak gen asing. Keuntungan penggunaan plasmid adalah dapat di pindahkan dari satu sel ke sel yang lain, misalnya melalui cara transformasi. Ketika satu gen asing (biasanya diekstrak dari satu kromosom sel eukariotik) telah disisipkan ke dalam satu plasmid, ia akan bertindak seperti kendaraaan yang mengangkut gen ke dalam sel bakteri. Plasmid yang membawa gen tersebut siap di absorpsi dan di replikasikan oleh bakteri sehingga setiap anakan sel yang dihasilkan akan mewarisi gen gen baru. Selanjutnya, setiap bakteri didalam kultur gen- gen akan menginstruksi, misalnya hasilkan hormon insulin manusia. Adapun beberapa cara pemindahan DNA diantaranya adalah: a. Konjugasi: pemindahan DNA dalam sel bakteri melalui kontak fisik antar kedua sel. b. Transformasi: pengambilan DNA oleh bakteri dari lingkungan sekitarnya. c. Transduksi: pemindahan DNA daribsatu sel ke sel lainnya melaui perantara
2) Enzim Dalam rekayasa genetika dikenal dua macam bahan kimia yang berperan penting. Kedua macam bahan kimia tersebut adalah enzim pemutus (retriksi endonuklease) dan enzimperekat (ligase). Enzim retriksi endonuklease merupakan enzim khusus dari bakteri yang berguna sebagai alat pertahanan tubuh. Misalnya untuk melawan DNA asing yang menyusup masuk, seperti yang berasal dari virus. Dalam dunia rekayasa genetika, enzim tersebut bertindak sebagai gunting biologi yang berfungsi untuk memotong/ menggunting rantai DNA pada tempat- tempat khusus. Enzim retriksi endonuklease memiliki dua keutamaan. Pertama, memiliki fungsi kerja spesifik. Dalam hal ini enzim mampu mengenal dan memotong urutan nukleotida tertentu pada DNA. Kedua, mampu menghasilkan potongan- potongan runcing ketika memotong rantai ganda DNA. Fragmen- fragmen yang dihasilkannya adalah berupa ujung runcing (ujung lengket) yang terdiri atas untaian tunggal. Setiap ujung dari fragmen memiliki bagian yang menjorok dengan urutan basa yang dapat dikenali dan dipasangi oleh basa yang terletak di ujung untaian lainnya. Misalnya, ujung untaian tunggal dengan urutan basa AATT pada satu ujung dan TTAA pada ujung yang lain. Kedua fragmen tersebut dapat disambungkan sehingga membentuk satu untaian nukleotida lagi. Dalam hal ini, enzim ligase berfungsi untuk merekatkan dan mempersatukan fragmen- fragmen/ potongan- potongan DNA. Adapun teknik pembuatan DNA rekombinan adalah sebagai berikut: 1. Teknik mengisolasi DNA; 2. Teknik memotong DNA dengan menggunakan enzim retriksi endonuklease; 3. Teknik menggabung/ menyambung DNA dengan menggunakan enzim ligase; 4. Teknik memasukkan DNA kedalam sel hidup (vektor) 5. Transformasi dan seleksi
B. PEMBAHASAN 1. Tehnik mengisolasi DNA Isolasi DNA diawali dengan perusakan dan atau pembuangan dinding sel, yang dapat dilakukan baik dengan cara mekanis seperti sonikasi, tekanan tinggi, beku-leleh maupun dengan cara enzimatis seperti pemberian lisozim. Langkah berikutnya adalah lisis sel. Bahan-bahan sel yang relatif lunak dapat dengan mudah diresuspensi di dalam medium bufer nonosmotik, sedangkan bahan-bahan yang lebih kasar perlu diperlakukan dengan deterjen yang kuat seperti triton X-100 atau dengan sodium dodesil sulfat (SDS). Pada eukariot langkah ini harus disertai dengan perusakan membran nukleus. Setelah sel mengalami lisis, remukan-remukan sel harus dibuang. Biasanya pembuangan remukan sel dilakukan dengan sentrifugasi. Protein yang tersisa dipresipitasi menggunakan fenol atau pelarut organik seperti kloroform untuk kemudian disentrifugasi dan dihancurkan secara enzimatis dengan proteinase. DNA yang telah dibersihkan dari protein dan remukan sel masih tercampur dengan RNA sehingga perlu ditambahkan RNAse untuk membersihkan DNA dari RNA. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan dengan penambahan amonium asetat dan alkohol atau dengan sentrifugasi kerapatan menggunakan CsCl. Teknik isolasi DNA tersebut dapat diaplikasikan, baik untuk DNA genomik maupun DNA vektor, khususnya plasmid. Untuk memilih di antara kedua macam molekul DNA ini yang akan di isolasi dapat digunakan dua pendekatan. Pertama, plasmid pada umumnya berada dalam struktur tersier yang sangat kuat atau dikatakan mempunyai bentuk covalently closed circular (CCC), sedangkan DNA kromosom jauh lebih longgar ikatan kedua untainya dan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi. Perbedaan tersebut menyebabkan DNA plasmid jauh lebih tahan terhadap denaturasi apabila dibandingkan dengan DNA kromosom. Oleh karena itu, aplikasi kondisi denaturasi akan dapat memisahkan DNA plasmid dengan DNA kromosom. Pendekatan kedua didasarkan atas perbedaan daya serap etidium bromid, zat pewarna DNA yang menyisip atau melakukan interkalasi di sela- sela basa molekul DNA. DNA plasmid akan menyerap etidium bromid jauh lebih sedikit daripada jumlah yang diserap oleh DNA kromosom per satuan panjangnya. Dengan demikian, perlakuan menggunakan etidium bromid akan menjadikan kerapatan DNA kromosom lebih tinggi daripada kerapatan DNA plasmid sehingga keduanya dapat dipisahkan melalui sentrifugasi kerapatan. Secara umum mekanisme isolasi total DNA seluler secara konvensional adalah sebagai berikut: 1) Homogenisasi sel/jaringan (dalam suhu 4 0 C, semua bahan dan peralatan steril) 2) Lisis seluler (dengan detergen atau lisosim) 3) Penambahan chelating agents: EDTA/sitrat 4) Penambahan proteinase (proteinase K) 5) Ekstraksi fenol (atau fenol-khloroform) 6) Presipitasi alkohol (70% atau 100% etanol) 7) Pelarutan kembali DNA, misalnya dengan bufer TE (Tris-EDTA) Beberapa senyawa mempunyai fungsi multipel dalam protokol ekstraksi asam nukleat. Agen chaotropic seperti GuSCN (guanidine isothiocyanate), NaI (sodium iodide), dan LiCl (lithium chloride) memiliki kemampuan untuk menghancurkan kapsul lemak dan merusak integritas sel, denaturasi protein dan menginaktivasi nuklease. GuSCN dengan molaritas di atas 4 M dapat mempresipitasi DNA dan RNA berberat molekular tinggi.
2. Teknik memotong DNA dengan menggunakan enzim retriksi endonuklease Enzim restriksi atau disebut juga enzim endonuklease restriksi merupakan bagian dari sistem kekebalan bakteri untuk melindungi bakteri dari infeksi DNA asing. Enzim endonuklease restriksi biasanya diberi nama berdasarkan nama bakteri asal enzim tersebut di isolasi. Saat ini telah dikenal lebih dari 200 enzim restriksi dengan sekuens tempat pembelahan yang spesifik. Perkembangan teknik pemotongan DNA berawal dari saat ditemukannya sistem restriksi dan modifikasi DNA pada bakteri E. coli, yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteriofag lambda (l). Virus l digunakan untuk menginfeksi dua strain E. coli, yakni strain K dan C. Jika l yang telah menginfeksi strain C diisolasi dari strain tersebut dan kemudian digunakan untuk mereinfeksi strain C, maka akan diperoleh l progeni (keturunan) yang lebih kurang sama banyaknya dengan jumlah yang diperoleh dari infeksi pertama. Dalam hal ini, dikatakan bahwa efficiency of plating (EOP) dari strain C ke strain C adalah 1. Namun, jika l yang diisolasi dari strain C digunakan untuk menginfeksi strain K, maka nilai EOP-nya hanya 10 -4 . Artinya, hanya ditemukan l progeni sebanyak 1/10.000 kali jumlah yang diinfeksikan. Sementara itu, l yang diisolasi dari strain K mempunyai nilai EOP sebesar 1, baik ketika direinfeksikan pada strain K maupun pada strain C. Hal ini terjadi karena adanya sistem restriksi/modifikasi (r/m) pada strain K. DNA bakteriofag l yang mampu bertahan dari perusakan oleh enzim restriksi pada siklus infeksi pertama akan mengalami modifikasi dan memperoleh kekebalan terhadap enzim restrisksi tersebut. Namun, kekebalan ini tidak diwariskan dan harus dibuat pada setiap akhir putaran replikasi DNA. Dengan demikian, bakteriofag l yang diinfeksikan dari strain K ke strain C dan dikembalikan lagi ke strain K akan menjadi rentan terhadap enzim restriksi. Metilasi hanya terjadi pada salah satu di antara kedua untai molekul DNA. Berlangsungnya metilasi ini demikian cepatnya pada tiap akhir replikasi hingga molekul DNA baru hasil replikasi tidak akan sempat terpotong oleh enzim restriksi. Enzim restriksi dari strain K telah diisolasi dan banyak dipelajari. Selanjutnya, enzim ini dimasukkan ke dalam suatu kelompok enzim yang dinamakan enzim restriksi tipe I. Banyak enzim serupa yang ditemukan kemudian pada berbagai spesies bakteri lainnya. Pada tahun 1970 T.J. Kelly menemukan enzim pertama yang kemudian dimasukkan ke dalam kelompok enzim restriksi lainnya, yaitu enzim restriksi tipe II. Ia mengisolasi enzim tersebut dari bakteri Haemophilus influenzae strain Rd, dan sejak saat itu ditemukan lebih dari 475 enzim restriksi tipe II dari berbagai spesies dan strain bakteri. Semuanya sekarang telah menjadi salah satu komponen utama dalam tata kerja rekayasa genetika. Enzim restriksi tipe II antara lain mempunyai sifat-sifat umum yang penting sebagai berikut: 1) Mengenali urutan tertentu sepanjang empat hingga tujuh pasang basa di dalam molekul DNA. 2) Memotong kedua untai molekul DNA di tempat tertentu pada atau di dekat tempat pengenalannya. 3) Menghasilkan fragmen-fragmen DNA dengan berbagai ukuran dan urutan basa. Tempat pemotongan pada kedua untai DNA sering kali terpisah sejauh beberapa pasang basa. Pemotongan DNA dengan tempat pemotongan semacam ini akan menghasilkan fragmen-fragmen dengan ujung 5 yang runcing karena masing-masing untai tunggalnya menjadi tidak sama panjang. Dua fragmen DNA dengan ujung yang runcing akan mudah disambungkan satu sama lain sehingga ujung runcing sering pula disebut sebagai ujung lengket (sticky end) atau ujung kohesif. Hal itu berbeda dengan enzim restriksi seperti Hae III, yang mempunyai tempat pemotongan DNA pada posisi yang sama. Kedua fragmen hasil pemotongannya akan mempunyai ujung 5 yang tumpul karena masing- masing untai tunggalnya sama panjangnya. Fragmen-fragmen DNA dengan ujung tumpul (blunt end) akan sulit untuk disambungkan. Biasanya diperlukan perlakuan tambahan untuk menyatukan dua fragmen DNA dengan ujung tumpul, misalnya pemberian molekul linker, molekul adaptor, atau penambahan enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3. Contoh enzim-enzim restriksi: Enzim Organisme Urutan Pengenal Ujung Potongan EcoRI Escherichia coli RY13 GAATTC sticky-end HindIII Haemophylus influenzae Rd AAGCTT sticky-end HinfI Haemophylus influenzae Rf GANTC sticky-end HaeIII Haemophilus aegyptius GGCC blund end AluI Arthrobacter luteus AGCT blund end SmaI Serratia marcescens CCCGGG blund end XbaI Xanthomonas badrii TCTAGA sticky-end
3. Teknik menggabung/menyambung DNA dengan menggunakan enzim Ligase Pemotongan DNA genomik dan DNA vektor menggunakan enzim restriksi harus menghasilkan ujung-ujung potongan yang kompatibel. Artinya, fragmen-fragmen DNA genomik nantinya harus dapat disambungkan (diligasi) dengan DNA vektor yang sudah berbentuk linier. Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk meligasi fragmen-fragmen DNA secara in vitro. Pertama, ligasi menggunakan enzim DNA ligase dari bakteri. Kedua, ligasi menggunakan DNA ligase dari sel-sel E. coli yang telah diinfeksi dengan bakteriofag T 4 atau lazim disebut sebagai enzim T 4 ligase. Jika cara yang pertama hanya dapat digunakan untuk meligasi ujung-ujung lengket, cara yang kedua dapat digunakan baik pada ujung lengket maupun pada ujung tumpul. Sementara itu, cara yang ketiga telah disinggung di atas, yaitu pemberian enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3. Dengan untai tunggal semacam ini akan diperoleh ujung lengket buatan, yang selanjutnya dapat diligasi menggunakan DNA ligase. Suhu optimum bagi aktivitas DNA ligase sebenarnya 37C. Akan tetapi, pada suhu ini ikatan hidrogen yang secara alami terbentuk di antara ujung-ujung lengket akan menjadi tidak stabil dan kerusakan akibat panas akan terjadi pada tempat ikatan tersebut. Oleh karena itu, ligasi biasanya dilakukan pada suhu antara 4 dan 15C dengan waktu inkubasi (reaksi) yang diperpanjang (sering kali hingga semalam). Pada reaksi ligasi antara fragmen-fragmen DNA genomik dan DNA vektor, khususnya plasmid, dapat terjadi peristiwa religasi atau ligasi sendiri sehingga plasmid yang telah dilinierkan dengan enzim restriksi akan menjadi plasmid sirkuler kembali. Hal ini jelas akan menurunkan efisiensi ligasi. Untuk meningkatkan efisiensi ligasi dapat dilakukan beberapa cara, antara lain penggunaan DNA dengan konsentrasi tinggi (lebih dari 100g/ml), perlakuan dengan enzim alkalin fosfatase untuk menghilangkan gugus fosfat dari ujung 5 pada molekul DNA yang telah terpotong, serta pemberian molekul linker, molekul adaptor, atau penambahan enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3 seperti telah disebutkan di atas.
4. Teknik memasukan DNA kedalam sel hidup ( Vector ) Vector adalah sebuah agen yang dapat membawa fragmen DNA ke dalam sel inang. Ada dua macam vector yaitu vector cloning yang digunakan untuk memproduksi fragmen DNA dan vector ekspresi yang digunakan untuk mengekspresikan gen tertentu dalam fragmen DNA. Ada beberapa vector yang sering digunakan dalam teknik DNA rekombinan, antara lain plasmid, phaga, cosmid, YAC, BAC, dan Ti-Plasmid. a. Plasmid Plasmid merupakan DNA bakteri yang terpisah dari kromosom bakteri. Plasmid dapat bereplikasi sendiri. Plasmid juga mengandung berbagai gen. Jenis, jumlah jenis, dan jumlah tiap jenis (copy) plasmid bervariasi antar sel. Bahkan antar sel dalam satu spesies bakteri. Ukuran plasmid berkisar antara beberapa kbp hingga mendekati 100kbp. Sebuah vector plasmid juga harus mengandung gen resistensi obat untuk amplifikasi selektif. Plasmid dapat dimodifikasi untuk mampu membawa potongan DNA lain ke dalam sel bila memiliki: 1) Replikator (origin of replication) 2) Penanda (Marker) yang mudah diseleksi (misalnya gen ketahanan terhadap antibiotik) 3) Situs untuk mengklon (potongan DNA yang memiliki urutan basa nukleotida yang menjadi sasaran enzim restriksi tetapi tidak terletak di dalam daerah replikator atau penanda b. Phaga Phaga merupakan virus yang dapat menginfeksi bakteri, tersusun atas molekul DNA yang membawa beberapa gen dan kapsid (molekul protein yang membungkus). Keuntungan utama dari vector phaga adalah efisiensi transformasi yang tinggi, sekitar 1000 kali lebih efisien dari pada vector plasmid. c. Cosmid Cosmid merupakan vector kombinasi antara vector plasmid dan situs COS yang memungkinkan DNA target untuk dimasukkan ke dalam kepala situs COS. Teknik ini memiliki keuntungan yaitu efisiensi transformasi yang tinggi dan cosmid dapat membawa 45 kbp dibandingkan plasmid dan phaga yang dibatasi hingga 25 kbp. d. YAC Yeast Artificial Chromosomes (YAC) merupakan vector yang mampu membawa fragmen DNA hingga sebesar 2mbp, untuk membuat pustaka genom yang berukuran besar. Digunakan untuk membuat pengurutan (sequencing) organisme genom organisme eukaryote, namun efisiensi transformasi sangat rendah. e. BAC Bacterial Artificial Chromosomes (BAC) adalah membentuk DNA berdasarkan kesuburan fungsional plasmid (atau F-plasmid), digunakan untuk mengubah dan kloning pada bakteri, F-plasmid memainkan peran penting partisi karena mengandung gen yang mempromosikan pemerataan plasmid setelah pembelahan sel bakteri. Buatan bakteri yang biasa menyisipkan kromosom ukuran 150-350 KBP, tetapi dapat lebih besar dari 700 KBP. f. Ti-Plasmid Ti-Plasmid merupakan vector plasmid yang berukuran besar (200-900 kbp) pada sel bakteri Agrobacterium. Agrobacterium mampu menginfeksi tanaman dengan mengintgrasi pada DNA kromosom tanaman. Sifat unik inilah yang memungkinkan Ti-Plasmid menjadi alat transport dari gen lain dengan cara menyisipkan gen asing tersebut pada T-DNA. Kemudian dengan sengaja Agrobacterium diinfeksikan pada sel atau jaringan tanaman yang memiliki potensi menjadi tanaman utuh. Keuntungan teknik ini antara lain adalah gen yang terintegrasi umumnya hanya satu copy atau sedikit karena disisipkan pada T-DNA. 5. Transformasi dan seleksi Tahap berikutnya setelah ligasi adalah analisis terhadap hasil pemotongan DNA genomik dan DNA vektor serta analisis hasil ligasi molekul-molekul DNA tersebut. menggunakan teknik elektroforesis. Jika hasil elektroforesis menunjukkan bahwa fragmen-fragmen DNA genomik telah terligasi dengan baik pada DNA vektor sehingga terbentuk molekul DNA rekombinan, campuran reaksi ligasi dimasukkan ke dalam sel inang agar dapat diperbanyak dengan cepat. Dengan sendirinya, di dalam campuran reaksi tersebut selain terdapat molekul DNA rekombinan, juga ada sejumlah fragmen DNA genomik dan DNA plasmid yang tidak terligasi satu sama lain. Tahap memasukkan campuran reaksi ligasi ke dalam sel inang ini dinamakan transformasi karena sel inang diharapkan akan mengalami perubahan sifat tertentu setelah dimasuki molekul DNA rekombinan. Oleh karena DNA yang dimasukkan ke dalam sel inang bukan hanya DNA rekombinan, maka kita harus melakukan seleksi untuk memilih sel inang transforman yang membawa DNA rekombinan. Selanjutnya, di antara sel-sel transforman yang membawa DNA rekombinan masih harus dilakukan seleksi untuk mendapatkan sel yang DNA rekombinannya membawa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Cara seleksi sel transforman akan diuraikan lebih rinci pada penjelasan tentang plasmid. Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah transformasi dilakukan, yaitu (1) sel inang tidak dimasuki DNA apa pun atau berarti transformasi gagal, (2) sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi gagal, dan (3) sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan/tanpa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Untuk membedakan antara kemungkinan pertama dan kedua dilihat perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang memperlihatkan dua sifat marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan kedualah yang terjadi. Selanjutnya, untuk membedakan antara kemungkinan kedua dan ketiga dilihat pula perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang hanya memperlihatkan salah satu sifat di antara kedua marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan ketigalah yang terjadi. Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan dengan mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak (probe), yang pembuatannya dilakukan secara in vitro menggunakan teknik reaksi polimerisasi berantai atau polymerase chain reaction (PCR). Pelacakan fragmen yang diinginkan antara lain dapat dilakukan melalui cara yang dinamakan hibridisasi koloni. Koloni-koloni sel rekombinan ditransfer ke membran nilon, dilisis agar isi selnya keluar, dibersihkan protein dan remukan sel lainnya hingga tinggal tersisa DNAnya saja. Selanjutnya, dilakukan fiksasi DNA dan perendaman di dalam larutan pelacak. Posisi- posisi DNA yang terhibridisasi oleh fragmen pelacak dicocokkan dengan posisi koloni pada kultur awal (master plate). Dengan demikian, kita bisa menentukan koloni-koloni sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan.
C. KESIMPULAN Teknik DNA rekombinan adalah rekayasa genetika untuk menghasilkan sifat baru dengan cara merekombinasikan gen tertentu dengan DNA genom. Teknik DNA rekombinan merupakan kumpulan teknik untuk merekombinasi gen dalam tabung reaksi. Teknik itu diantaranya isolasi DNA, teknik memotong DNA, teknik menggabung DNA dan teknik untuk memasukan DNA ke dalam sel hidup.