Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS HUBUNGAN FLUKTUASI HARGA MINYAK MENTAH

DUNIA, NILAI EKSPOR, DAN PERTUMBUHAN EKONOMI


INDONESIA
A

Abdul Holik
120120110512


ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan hubungan harga minyak
mentah dunia, harga minyak mentah Indonesia, konsumsi minyak Indonesia, nilai
ekspor dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Penelitian ini bersifat deskriptif.
Penelitian melibatkan tahun observasi dari 2000 sampai 2012. Adapun metode
yang digunakan adalah OLS (Ordinary Least Square). Berdasarkan hasil estimasi,
ditemukan bahwa harga minyak mentah dunia berpengaruh positif signifikan
terhadap harga minyak mentah Indonesia. Harga miyak mentah Indonesia
berpengaruh positif mempengaruhi konsumsi minyak mentah Indonesia.
Kemudian ditemukan pula bukti bahwa konsumsi minyak mentah berpengaruh
positif terhadap produk domestik bruto. Sedangkan Produk Domestik Bruto
berpengaruh positif mendorong ekspor Indonesia.


Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Harga Minyak Mentah

PENDAHULUAN
Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dengan
rata-rata sekitar 7,7%, karena produksi minyaknya yang melimpah pada era 1970-
an. Kondisi ini berbarengan dengan tingginya harga minyak mentah di pasar
dunia, sehingga menyebabkan keuntungan dari ekpor meningkat pesat. Hasil
keuntungan eksplorasi minyak disalurkan pemerintah ke tiga sektor perekonomian
yang ditujukan sebagai penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia: pertanian,
manufaktur, dan jasa (Wie, 2002).
Pada sebagian negara, misalnya Belanda, eksplorasi besar-besaran di
sektor migas telah menimbulkan masalah. Dengan naiknya produksi minyak bumi
dan gas alam, terjadi apresiasi nilai tukar mata uang yang berimbas lemahnya

pangsa pasar produk-produk manufaktur Belanda di pasar global. Fenomena
seperti ini kerap muncul di sejumlah negara, dan dikenal dengan istilah Ducth
disease. Namun untuk kasus Indonesia, booming harga minyak saat itu tidak
menyebabkan masalah munculnya fenomena Ducth diseas (Wie, 2002).
Dalam kasus negara berkembang, fenomena Dutch disease seringkali
diidentikan dengan menurunnya sektor pertanian (Humphreys, Sachs, and Stiglitz,
2007). Sejumlah negara seperti Nigeria, Ekuador, Venezuela, Aljazair, mengalami
penurunan sektor pertanian saat terjadi eksplorasi besar minyak mentah. Kondisi
yang berbeda justru terjadi di Indonesia (Wie, 2002). Sejak munculnya Orde Baru
di tahun 1967, kebijakan ketahanan pangan menjadi perhatian utama. Sehingga
pada periode 1970-an saat terjadi kenaikan harga minyak, sektor pertanian
Indonesia bisa terus tumbuh signifikan. Bahkan di tahun 1984 Indonesia sudah
berhasil menjadi negeri swasembada beras, dan mengekspornya ke luar negeri.
Indonesia merupakan contoh negara berkembang yang berhasil menghindar dari
masalah ketika terjadi booming minyak (Berry, 2008). Keberhasilan dalam
mendorong sektor pertanian ini, menyebabkan posisi Indonesia sangat berbeda
dari sesama negara berkembang pengekspor minyak mentah (Pinto, 1987).
Booming harga minyak mentah pada 1970-an mendorong pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Terdapat dua kasus booming pada era 1970-an yang amat
menguntungkan: pertama, saat OPEC (Organization of Petroleum-Exporting
Countries), termasuk Indonesia, mengurangi ekspor minyak mentahnya. Hal ini
menyebabkan harga naik empat kali lipat. Kedua, saat terjadi kudeta atas Shah
Iran pada 1979. Akibatnya, pendapatan ekspor Indonesia langsung naik,
berbarengan dengan kenaikan keuntungan pajak pemerintah yang diperoleh dari

perusahaan asing pengebor minyak di Indonesia (Wie, 2002). Namun, Indonesia
pada tahun-tahun tersebut belum bisa memaksimalkan berkah sumberdaya alam
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kalah dibandingkan Malaysia
yang cadangan minyaknya lebih sedikit.
Besarnya keuntungan minyak, membuat pemerintah Indonesia bisa
meningkatkan sarana dan prasana sektor publik. Termasuk di antaranya sektor
pendidikan (terutama pendirian sekolah dasar Inpres di daerah-daerah),
peningkatan kesehatan masyarakat, dan infrastruktur di pedalaman yang sudah
lama terabaikan. Sektor telekomunikasi juga termasuk yang ditingkatkan, dengan
keberhasilan meluncurkan satelit Palapa pada 1976 (Wie, 2002).
Mulai tahun 2005, Indonesia secara resmi keluar dari OPEC. Indonesia
mulai bergabung sejak 1961, di mana OPEC didirikan pada 1960 (Lubiantara,
2012). Produksi minyak Indonesia semakin hari terus berkurang. Pada tahun
1970-an, cadangan minyaknya diprediksi sekitar 12 milliar barrel. Sekarang
jumlah itu tinggal sekitar 5 milliar barrel. Kenaikan harga minyak dunia berimbas
kenaikan harga bahan bakar subsidi di Indonesia, yang biasanya diikuti naiknya
harga kebutuhan pokok. Indonesia sejak tahun 2004 sudah menjadi importir
minyak sekaligus. Dalam laporan SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi), disebutkan bahwa Indonesia tahun
2013 diprediksi hanya menghasilkan sedikitnya 830.000 barrel hingga 850.000
barrel per hari. Naik sedikit dari tahun 2012 yang hanya memproduksi 826.000
barel per hari (http://www.tempo.co/). Padahal, kebutuhan konsumsi dalam negeri
pada tahun 2012 mencapai 1,41 juta barel per hari (http://migasreview.com/).

Untuk menutupi kebutuhan yang semakin membengkak, impor bahan
bakar menjadi pilihan. Mengingat berkurangnya stok, beban APBN untuk subsidi
bahan bakar menjadi membengkak. Pembangunan ekonomi jadi terganggu.
Produksi terus menurun setiap tahun. Berikut tabel produksi dan konsumsinya:
Tabel 1.1
Produksi dan Konsumsi Minyak Bumi di Indonesia per Hari
(Skala 1000)

Tahun Produksi Minyak per hari per barrel Konsumsi per hari per barrel
1990 1539 653
2004 1130 1278
2008 1003 1263
2011 942 1430
Sumber: British Petroleum (BP), data diakses pada 2013

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data sekunder diakses tahun 2013. Data harga
minyak tipe Brent dan konsumsi minyak Indonesia bersumber dari BP (British
Petroleum). Harga harga minyak mentah Indonesia bersumber dari situs
Kementrian ESDM (Ekonomi Sumber Daya Mineral). Data PDB dan nilai ekspor
bersumber dari ADB (Asian Development Bank). Penelitian dimulai tahun 2000
sampai 2012. Alat bantu dalam analisis adalah Eviews6. Berikut tabelnya:
Tabel 3.1
Jenis Data Penelitian
No Jenis Data Satuan Simbol Sumber
1 Produk Domestik Bruto Dollar US PDB ADB
2 Harga Minyak Mentah Dunia Dollar US Brent BP
3 Harga Minyak Mentah Indonesia Dollar US ICP ESDM
4 Konsumsi Minyak Indonesia Dollar US Cons BP
5 Nilai Ekspor Dollar US Xport ADB

Analisis dalam penelitian ini menggunakan Ordinar Least Square (OLS). Dalam
penelitian ini model OLS ada 4. Model pertama menguji hubungan harga minyak
mentah dunia dan harga minyak mentah Indonesia, sebagai berikut:

(1)
Model kedua adalah hubungan harga minyak mentah Indonesia dan
konsumsi minyak mentah Indonesia. Berikut persamaannya:

(2)
Model ketiga adalah hubungan konsumsi minyak mentah Indonesia
dengan pertumbuhan ekonomi. Berikut ini persamaannya:

(3)
Model keempat adalah hubungan pertumbuhan ekonomi dengan nilai
ekspor Indonesia. Berikut persamaannya:

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Harga minyak mentah dunia sejak tahun 1970 sampai 2011 mengalami
kenaikan terus-menerus. Di awal 1970-an, harga minyak dipatok seharga US$1.8
per barrel (1 barrel = 158.98 liter). Lalu di tahun 1973 menjadi US$2.48. Di akhir
1970-an ketika terjadi krisis supply, harganya menjadi US$13.6, lalu naik menjadi
US$30.03 per barrel. Di tahun 2011 harga menjadi US$95.11 per barrel.
Gambar 4.1
Kurva Pergerakan Harga Minyak Mentah Dunia

Sumber: WTRG, diakses pada 2013

Hasil Estimasi
1. Pengaruh Harga Minyak Mentah Dunia terhadap Harga Minyak
Mentah Indonesia

Pada regresi pertama, model persamaannya sebagai berikut:

(33)
[-5.353107] [75.06249]
Dari hasil estimasi ditemukan bahwa harga minyak mentah dunia signifikan
mempengaruhi harga minyak mentah Indonesia pada derajat 1%. Nilai t-hitung
sebesar 75.06249 lebih besar dari t-tabel pada derajat 1%, 5% dan 10%, yang
sebesar 2.650, 2.160 dan 1.771. Dari hasil estimasi ditemukan bahwa ketika
terjadi kenaikan 1% harga minyak mentah dunia, harga minyak mentah Indonesia
naik sebesar 1.07%. Nilai koefisien determinasi menunjukkan sebesar 0.998052,
yang menandakan variasi variabel dependen mampu dijelaskan variabel
independen sebesar 99%. Sedangkan sisanya dijelaskan hal lain.
2. Pengaruh Harga Minyak Mentah Indonesia terhadap Konsumsi
Minyak Mentah Indonesia

Pada regresi kedua, model persamaannya sebagai berikut:

(34)
[135.6918] [5.237420]

Dari hasil estimasi ditemukan bahwa harga minyak mentah Indonesia signifikan
mempengaruhi konsumsi minyak mentah Indonesia. Nilai t-hitung sebesar
5.237420 lebih besar dari t-tabel pada derajat 1%, 5% dan 10%, yang sebesar
2.650, 2.160 dan 1.771. Dari estimasi ditemukan bahwa kenaikan 1 USD harga
minyak mentah Indonesia, maka konsumsi minyak mentah Indonesia naik sebesar
0.0000223 juta ton. Nilai koefisien determinasi sebesar 0.713770, menandakan
variasi variabel dependen mampu dijelaskan variabel independen sebesar 71%.
Sedangkan sisanya dijelaskan hal lain di luar model.

3. Pengaruh Konsumsi Minyak Mentah Indonesia terhadap Produk
Domestik Bruto

Pada regresi ketiga, model persamaannya sebagai berikut:

(35)
[-0.854087] [6.471328]

Dari hasil estimasi ditemukan bahwa konsumsi minyak mentah Indonesia
signifikan mempengaruhi produk domestik bruto pada derajat 1%. Nilai t-hitung
sebesar 6.471328 lebih besar dari t-tabel pada derajat 1%, 5% dan 10%, yang
sebesar 2.650, 2.160 dan 1.771. Dari estimasi ditemukan bahwa kenaikan 1%
konsumsi minyak mentah Indonesia akan menaikan pertumbuhan ekonomi
sebesar 2.11%. Nilai koefisien determinasi sebesar 0.818994, yang menandakan
variasi variabel dependen mampu dijelaskan variabel independen sebesar 81%.
Sisanya dijelaskan hal lain di luar model.
4. Pengaruh Produk Domestik Bruto terhadap Nilai Ekspor Indonesia
Pada regresi keempat, model persamaannya sebagai berikut:

(36)
[-5.080948] [6.048767]

Dari hasil estimasi ditemukan bahwa produk domestik bruto signifikan
mempengaruhi nilai ekspor Indonesia pada derajat 1%. Nilai t-hitung sebesar
6.048767 lebih besar dari t-tabel pada derajat 1%, 5% dan 10%, yang sebesar
2.650, 2.160 dan 1.771. Dari hasil estimasi ditemukan bahwa kenaikan
pertumbuhan ekonomi sebesar 1% akan menaikkan nilai ekspor Indonesia sebesar
26.18%. Hal ini dimungkinkan karena pertumbuhan ekonomi yang baik bisa
meningkatkan kinerja buruh dan modal, sehingga meningkatkan efisiensi. Dari
sini akan tercipta keunggulan komparatif (comparative advantages), dan akhirnya
ekspor bisa meningkat. Nilai koefisien determinasi sebesar 0.768847, yang

menandakan variasi variabel dependen mampu dijelaskan variabel independen
sebesar 76%. Sedangkan sisanya dijelaskan hal lain di luar model.

DAFTAR PUSTAKA

Abeysinghe, T. (2001). Estimation of direct and indirect of Oil Price on Growth.
Economic Letters 73, 147-153.

Al-Abri, A. S. (2014). Optimal Exchange Rate Policy for a Small Oil-Exporting
Country: a Dynamic General Equilibrium Perspective. Economic
Modelling 36, 88-98.

Ariefianto, M. D. (2012). Ekonometrika. Jakarta: Erlangga.

Aswicahyono, H., & Pangestu, M. (2000). Indonesias Recovery: Exports and
Regaining Competitiveness. The Developing Economies, XXXVIII-4,
454-489.

Bek, J. (2003). Causality Analysis of Exports and Economic Growth. Eastern
European Economics, Vol. 41, No. 6, 70-92.

Bernanke, B. S., Gertler, M., & Watson, M. W. (2004). Reply: Oil Shocks and
Aggregate Macroeconomic Behavior: The Role of Monetary Policy.
Journal of Money, Credit and Banking, Vol. 36, No. 2, 287-291.

Berry, A. (2008). Growth, Employment and Distribution Impacts of Minerals
Dependency: Four Case Studies. South African Journal of Economics,
Vol. 76, S148-S174.

Bildirici, M. E., & Kayiki, F. (2013). Effects of Oil Production on Economic
Growth in Eurasian Countries: Panel ARDL Approach. Energy 49, 156-
161.

Blanchard, O. J., & Quah, D. (1989). The Dynamic Effects of Aggregate Demand
and Supply Disturbances. The American Economic Review, Vol. 79, No.
4, 655-673.

Blinder, A. S., & Kilian, L. (2009). Causes and Consequences of Oil Shock of
2007 2008. Comments and Discussion. Brookings Papers on Economic
Activity, Vol. 2009, 262-283.

Clements, B., Jung, H., & Gupta, S. (2007). Real Distributive Effects of
Petroleum Price Liberalization: the Case of Indonesia. The Developing
Economies XLV-2, 220-237.


Corden, W. M. (1984). Booming Sector and Dutch Disease Economics: Survey
and Consolidation. Oxford Economic Papers 36, 359-380.

Corden, W. M. & Neary, J. P. (1982). Booming Sector and De-Industrialisation in
a Small Open Economy. The Economic Journal, Vol. 92, No. 368, 825-848

Demeocq, M. (1984). The Rationale and Modalities for Compensating Export
Earnings Instability. Development and Change, Vol. 15, 359-380.

Demetrescu, M., Ltkepohl, H., & Saikkonen, P. (2009). Testing for the
Cointegrating Rank of a Vector Autoregressive Process with Uncertain
Deterministic Trend Term. Econometrics Journal, Vol. 12, 414-435.

Dodaro, S. (1993). Exports and Growth: A Reconsideration of Causality. The
Journal of Developing Areas 27, 227-244.

Dutt, S. D., & Ghosh, D. (1996). The Export Growth-Economic Growth Nexus: A
Causality Analysis. The Journal of Developing Area 30, 167-182.

Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2009). Basic Econometrics, 5
th
edition. New
York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Gurgul, H., & Lach, . (2014). Globalization and Economic Growth: Evidence
from Two Decades of Transition in CEE. Economic Modelling 36. 99-107.

Hamdi, H. (2013). Testing Export-Led Growth in Tunisia and Morocco.
Economics Bulletin, Vol. 33, No. 1, 677-686.

Hamilton, J. D. & Herrera, A. M. (2004). Comment: Oil Shocks and Aggregate
Macroeconomic Behavior: The Role of Monetary Policy. Journal of
Money, Credit, and Banking, Vol. 36, No. 2, 265-286.

Hamilton, J. D. (1983). Oil and the Macroeconomy since World War II. The
Journal of Political Economy, Vol. 91, No. 2, 228-248.

Herzer, D., Nowak-Lehman D. F., & Siliverstovs, B. (2006). Export-Led Growth
in Chile: Assesing the Role of Export Composition in Productivity
Growth. The Developing Economies, September, XLIV-3, 306-328.

Hill, H. (1994). Industri Manufaktur. In A. Booth. Ledakan Harga Minyak dan
Dampaknya. Kebijakan dan Kinerja Ekonomi Indonesia dalam Orde Baru
(pp. 243-306). terj., Sugiarta Sriwibawa. Jakarta: UI-Press.

Humphreys, M., Sachs J. D., & Stiglitz, J. E. (2007). Berkelit dari Kutukan
Sumberdaya Alam. terj., Surya Kusuma dan B. Gunawan, Bogor: The
Samdhana Institute.


JimnezRodrguez, R., & Snchez, M. (2012). Oil Prices Shocks and Japanese
Macroeconomic Developments. Asian-Pacific Economic Literature, 69-83.

Kilian, L., & Vigfusson, R. J. (2011). Are the Response of U.S. Economy
Asymmetric in Energy Price Increases and Decreases? Quantitative
Economics 2, 419-453.

Krugman, P. R., Obstfeld, M. & Melitz, M. J. (2012). International Economics:
Theory and Policy. London: Pearson.

Lescaroux, F., & Mignon, V. (2009). Measuring the Effects of Oil Prices on
Chinas Economy: a Factor-Augmented Vector Autoregressive Approach.
Pacific Economic Review 14 (3), 410-425.

Lubiantara, B. (2012). Ekonomi Migas: Tinjauan Aspek Komersil Kontrak Migas.
Jakarta: Gramedia.

Mankiw, N. G. (2003). Teori Makroekonomi. terj. Imam Nurmawan, Jakarta:
Erlangga.

Massel, B. F. (1970). Export Instability and Economic Structure. The American
Economic Review Vol. 60, No. 4, 618-630.

Mohammad, S. D. (2010). The Impact of Oil Prices Volatility on Export Earning
in Pakistan. European Journal of Scientific Research, Vol. 41, No. 4, 543-
550.

Naifar, N., & Al Dohaiman, M. S. (2013). Nonlinear Analysis among Crude Oil
Prices, Stock Markets Return and Macroeconomic Variables.
International Review of Economics and Finance 27, 416-431.

Noor-e-Saher (2011). Impact of Oil Prices on Economic Growth and Exports
Earning: in the Cae of Pakistan and India. The Romanian Economic
Journal, Year XIV, No. 40, 117-130.

Pangestu, M. (2012). Globalisation and Its Discontents: an Indonesian Perpective.
Asian-Pacific Economic Literature, 1-17.

Pinto, B. (1987). Nigeria During and After the Oil Boom: a Policy Comparison
with Indonesia. The World Bank Economic Review, Vol. 1, No. 3, 419-445.

Poon, J. (1994). Export Growth, Economic Growth, and Development Levels: An
Empirical Analysis. Geographical Analysis, Vol. 26, No. 1, 37-52.

Rashid, F., Ullah, S., & Bedi-uz-Zaman (2012). Effects of Exports Instability on
Economic Growth in SAARC Region Countries. Pak. J. Commer. Soc.
Sci., Vol. 6 (1), 97-120.


Ratti, R. A., & Vespignani, J. L. (2013). Why are Crude Oil Prices High when
Global Activity is Weak? Economic Letters 121, 133-136.

Romer, D. (2012). Advanced Macroeconomics. New York: McGraw-Hill.
Romer, P. (1994). Origins of Endogenous Growth. Journal of Economic
Perspectives, Vol. 8, No. 1, 3-22.

Salvatore, D. (2007). International Economics. New Jersey: John Wiley & Sons,
Inc.

Sbia, R., Shahbaz, M., & Hamdi, H. (2014). A Contribution of Foreign Direct
Investment, Clean Energy, Trade Openness, Carbon Emissions and
Economic Growth to Energy Demand in EAU. Economic Modelling 36,
191-197.

Shirazi, N. S., & Manap, T. A. A. (2005). Export-Led Growth Hypothesis: Further
Econometric Evidence From South Asia. The Developing Economies,
XLIII-4, 472-488.

Solow, R. M., (1956). A Contribution to the Theory of Economic Growth. The
Quarterly Journal of Economics, Vol. 70, No. 1, 65 94.

Struthers, John J. (1990), Nigerian Oil and Exchange Rates: Indicators of Dutch
Disease, Development and Change, Vol. 21: 309 341.

Tatom, J. A. (1987). The Macroeconomic Effetcs of the Recent Fall in Oil Prices.
Federal Reserve Bank of St. Louis, 34-44.

Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2006). Pembangunan Ekonomi. terj., Haris
Munandar & Fuji A.L., Jakarta: Erlangga.

Weber, C. E. (1995). Cyclical Output, Cyclical Unemployment, and Okuns
Coefficient: A New Approach. Journal of Applied Econometrics, Vol. 10,
No. 4, 433-445.

Wie, T. K. (2002). The Soeharto Era and After: Stability, Development and
Crisis, 1966 2000, in Howard Dick, Vincent J.H. Houben, J. Thomas
Lindband, and Thee Kian Wie, The Emergence of a National Economy: An
Economic History of Indonesia 1800 2000, Honolulu: University of
Hawaii Press.

--------(2000). Impact of the Economic Crisis on Indonesias Manufacturing
Sector. The Developing Economies, XXXVIII-4, 420-453.

Wilson, P. (1983). The Consequences of Export Instability for Developing
Countries. Development and Change, Vol. 14, 39-59.



Laporan Tahunan dan Alamat Website
BPS. (1975 sampai 2013). Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik.
BP. (2013). Statistical Review. British Petroleum.
World Bank (2012). WDI (World Development Indicator). World Bank.
Migas, S. (2013, April 20). SKK Migas. Retrieved Mei 30, 2013, from SKK
Migas Website: http://migasreview.com/laporan-migas-indonesia-kuartal-ii-
2013.html
Tempo (2013, Januari 01). Tempo. Retrieved Mei 30, 2013, from Tempo Website:
http://www.tempo.c/read/news/2013/01/30/090457976/Produksi-Minyak-
2013-Diprediksi-830-Ribu-BPH, artikel diakses pada 30 Mei 2013.
WTRG (2013). WTRG. Retrieved Mei 30, 2013, from WTRG Website:
http://www.wtrg.com, artikel diakses pada 30 Mei 2013.

Anda mungkin juga menyukai