Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari hubungan dengan
manusia lain. Sebagai akibat dari hubungan yang terjadi di antara individu-individu (manusia)
kemudian lahirlah kelompok-kelompok sosial (social group) yang dilandasi oleh kesamaan-
kesamaan kepentingan bersama. Namun bukan berarti semua himpunan manusia dapat dikatakan
kelompok sosial. Untuk dikatakan kelompok sosial terdapat persyaratan-persyaratan tertentu.
Dalam kelompok social yang telah tersusun susunan masyarakatnya akan terjadinya sebuah
perubahan dalam susunan tersebut merupakan sebuah keniscayaan. Karena perubahan
merupakan hal yang mutlak terjadi dimanapun tempatnya.
Perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar orang, organisasi atau
komunitas, ia dapat menyangkut struktur sosial atau pola nilai dan norma serta pran.
Dengan demikina, istilah yang lebih lengkap mestinya adalah perubahan sosial-kebudayaan
karena memang antara manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dengan
kebudayaan itu sendiri.
Cara yang paling sederhana untuk mengerti perubahan sosial (masyarakat) dan kebudayaan
itu, adalah dengan membuat rekapitulasi dari semua perubahan yang terjadi di dalam masyarakat
itu sendiri, bahkan jika ingin mendapatkan gambaran yang lebih jelas lagi mengenai perubahan
mayarakat dan kebudayaan itu, maka suatu hal yang paling baik dilakukan adalah mencoba
mengungkap semua kejadian yang sedang berlangsung di tengah-tengah masyarakat itu sendiri.
Kenyataan mengenai perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat dianalisa dari berbagai
segi diantaranya: ke arah mana perubahan dalam masyarakat itu bergerak (direction of
change), yang jelas adalah bahwa perubahan itu bergerak meninggalkan faktor yang diubah.
Akan tetapi setelah meninggalkan faktor itu mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu
bentuk yang baru sama sekali, akan tetapi boleh pula bergerak kepada suatu bentuk yang sudah
ada di dalam waktu yang lampau.
Kebanyakan definisi membicarakan perubahan dalam arti yang sangat luas. Wilbert Moore
misalnya, mendefinisikan perubahan sosial sebagai perubahan penting dari stuktur sosial dan
yang dimaksud dengan struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi sosial. Dengan
demikian dapat diartikan bahwa perubahan social dalam suatu kajian untuk melihat dan
mempelajari tingkah laku masyarakat dalam kaitannya dengan perubahan.
II. Perumusan Masalah
Beberapa rumusan masalah yang dapat dikaji dari uraian-uraian di atas antara lain:
1. Apa definisi dari perubahan sosial dalam masyarakat dan bagaimana pendapat para ahli tentang
perubahan sosial?
2. Sebutkan tipe-tipe dari perubahan sosial?
III. Tujuan Penelitian
Makalah ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui macam-macam definisi dari perubahan sosial dari masyarakat.
2. Untuk mengetahui tipe-tipe deri perubahan sosial dari masyarakat.












BAB II
PEMBAHASAN
I. Definisi Perubahan Sosial
Perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem
sosial. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh
para anggota sistem sosial yang bersangkutan. Proses perubahan sosial biasa tediri dari tiga
tahap:
1. Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan
2. Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem sosial.
3. Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat
pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan
ide baru itu mempunyai akibat.
Dalam menghadapi perubahan sosial budaya tentu masalah utama yang perlu diselesaikan
ialah pembatasan pengertian atau definisi perubahan sosial (dan Wilbert E. Maore, Order and
Change, Essay in Comparative Sosiology, New York, John Wiley & Sons, 1967 : 3. perubahan
kebudayaan) itu sendiri. Ahli-ahli sosiologi dan antropologi telah banyak membicarakannya.
Menurut Max Weber dalam Berger (2004), bahwa, tindakan sosial atau aksi sosial (social
action) tidak bisa dipisahkan dari proses berpikir rasional dan tujuan yang akan dicapai oleh
pelaku. Tindakan sosial dapat dipisahkan menjadi empat macam tindakan menurut motifnya: (1)
tindakan untuk mencapai satu tujuan tertentu, (2) tindakan berdasar atas adanya satu nilai
tertentu, (3) tindakan emosional, serta (4) tindakan yang didasarkan pada adat kebiasaan (tradisi).
Aksi sosial adalah aksi yang langsung menyangkut kepentingan sosial dan langsung datangnya
dari masyarakat atau suatu organisasi, seperti aksi menuntut kenaikan upah atau gaji, menuntut
perbaikan gizi dan kesehatan, dan lain-lain. Aksi sosial adalah aksi yang ringan syarat-syarat
yang diperlukannya dibandingkan dengan aksi politik, maka aksi sosial lebih mudah digerakkan
daripada aksi politik. Aksi sosial sangat penting bagi permulaan dan persiapan aksi politik. Dari
aksi sosial, massa/demonstran bisa dibawa dan ditingkatkan ke aksi politik. Aksi sosial adalah
alat untuk mendidik dan melatih keberanian rakyat. Keberanian itu dapat digunakan untuk:
mengembangkan kekuatan aksi, menguji barisan aksi, mengukur kekuatan aksi dan kekuatan
lawan serta untuk meningkatkan menjadi aksi politik. Selanjutnya Netting, Ketther dan
McMurtry (2004) berpendapat bahwa, aksi sosial merupakan bagian dari pekerjaan sosial yang
memiliki komitmen untuk menjadi agen atau sumber bagi mereka yang berjuang menghadapi
beragam masalah untuk memerlukan berbagai kebutuhan hidup.
Perubahan sosial dalam masyarakat bukan merupakan sebuah hasil atau produk tetapi
merupakan sebuah proses. Perubahan sosial merupakan sebuah keputusan bersama yang diambil
oleh anggota masyarakat. Konsep dinamika kelompok menjadi sebuah bahasan yang menarik
untuk memahami perubahan sosial. Kurt Lewin dikenal sebagai bapak manajemen perubahan,
karena ia dianggap sebagai orang pertama dalam ilmu sosial yang secara khusus melakukan studi
tentang perubahan secara ilmiah. Konsepnya dikenal dengan model force-field yang diklasifikasi
sebagai model power-based karena menekankan kekuatan-kekuatan penekanan. Menurutnya,
perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap kelompok, individu, atau
organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan
penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving
forces dan melemahkan resistences to change.
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola perubahan, yaitu: (1) Unfreezing,
merupakan suatu proses penyadaran tentang perlunya, atau adanya kebutuhan untuk berubah, (2)
Changing, merupakan langkah tindakan, baik memperkuat driving forces maupun memperlemah
resistences, dan (3) Refreesing, membawa kembali kelompok kepada keseimbangan yang baru (a
new dynamic equilibrium). Pada dasarnya perilaku manusia lebih banyak dapat dipahami dengan
melihat struktur tempat perilaku tersebut terjadi daripada melihat kepribadian individu yang
melakukannya. Sifat struktural seperti sentralisasi, formalisasi dan stratifikasi jauh lebih erat
hubungannya dengan perubahan dibandingkan kombinasi kepribadian tertentu di dalam
organisasi.
Lippit (1958) mencoba mengembangkan teori yang disampaikan oleh Lewin dan
menjabarkannya dalam tahap-tahap yang harus dilalui dalam perubahan berencana. Terdapat
lima tahap perubahan yang disampaikan olehnya, tiga tahap merupakan ide dasar dari Lewin.
Walaupun menyampaikan lima tahapan Tahap-tahap perubahan adalah sebagai berikut: (1) tahap
inisiasi keinginan untuk berubah, (2) penyusunan perubahan pola relasi yang ada, (3)
melaksanakan perubahan, (4) perumusan dan stabilisasi perubahan, dan (5) pencapaian kondisi
akhir yang dicita-citakan.
Konsep pokok yang disampaikan oleh Lippit diturunkan dari Lewin tentang perubahan
sosial dalam mekanisme interaksional. Perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan
terhadap kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving
forces) akan berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi
dengan memperkuat driving forces dan melemahkan resistences to change. Peran agen
perubahan menjadi sangat penting dalam memberikan kekuatan driving force.
Atkinson (1987) dan Brooten (1978), menyatakan definisi perubahan merupakan kegiatan
atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya dan
merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau institusi. Ada empat
tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan, sikap, perilaku, individual, dan
perilaku kelompok. Setelah suatu masalah dianalisa, tentang kekuatannya, maka pemahaman
tentang tingkat-tingkat perubahan dan siklus perubahan akan dapat berguna.
Etzioni (1973) mengungkapkan bahwa, perkembangan masyarakat seringkali
dianalogikan seperti halnya proses evolusi. suatu proses perubahan yang berlangsung sangat
lambat. Pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang memang
telah berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan sosial sebagai suatu
bentuk evolusi antara lain Herbert Spencer dan August Comte. Keduanya memiliki pandangan
tentang perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dalam bentuk perkembangan yang linear
menuju ke arah yang positif. Perubahan sosial menurut pandangan mereka berjalan lambat
namun menuju suatu bentuk kesempurnaan masyarakat.
Menurut Spencer, suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah
kompleks dan terjadi diferensiasi antar organ-organnya. Kesempurnaan organisme dicirikan oleh
kompleksitas, differensiasi dan integrasi. Perkembangan masyarakat pada dasarnya berarti
pertambahan diferensiasi dan integrasi, pembagian kerja dan perubahan dari keadaan homogen
menjadi heterogen. Spencer berusaha meyakinkan bahwa masyarakat tanpa diferensiasi pada
tahap pra industri secara intern justru tidak stabil yang disebabkan oleh pertentangan di antara
mereka sendiri. Pada masyarakat industri yang telah terdiferensiasi dengan mantap akan terjadi
suatu stabilitas menuju kehidupan yang damai. Masyarakat industri ditandai dengan
meningkatnya perlindungan atas hak individu, berkurangnya kekuasaan pemerintah, berakhirnya
peperangan antar negara, terhapusnya batas-batas negara dan terwujudnya masyarakat global.
Seperti halnya Spencer, pemikiran Comte sangat dipengaruhi oleh pemikiran ilmu alam.
Pemikiran Comte yang dikenal dengan aliran positivisme, memandang bahwa masyarakat harus
menjalani berbagai tahap evolusi yang pada masing-masing tahap tersebut dihubungkan dengan
pola pemikiran tertentu. Selanjutnya Comte menjelaskan bahwa setiap kemunculan tahap baru
akan diawali dengan pertentangan antara pemikiran tradisional dan pemikiran yang berdifat
progresif. Sebagaimana Spencer yang menggunakan analogi perkembangan mahkluk hidup,
Comte menyatakan bahwa dengan adanya pembagian kerja, masyarakat akan menjadi semakin
kompleks, terdeferiansi dan terspesialisasi.
Membahas tentang perubahan sosial, Comte membaginya dalam dua konsep yaitu social
statics (bangunan struktural) dan social dynamics (dinamika struktural). Bangunan struktural
merupakan struktur yang berlaku pada suatu masa tertentu. Bahasan utamanya mengenai struktur
sosial yang ada di masyarakat yang melandasi dan menunjang kestabilan masyarakat. Sedangkan
dinamika struktural merupakan hal-hal yang berubah dari satu waktu ke waktu yang lain.
Perubahan pada bangunan struktural maupun dinamika struktural merupakan bagian yang saling
terkait dan tidak dapat dipisahkan.
Kornblum (1988), berusaha memberikan suatu pengertian tentang perubahan sosial.
Ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun
immaterial. Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap
unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan-perubahan yang terjadi
dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga
kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada
definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia dimana
perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi
karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat
seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan.
Moore (2000), perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan
dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan,
teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi
sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan
sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut
sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990). Aksi sosial dapat berpengaruh terhadap
perubahan sosial masyarakat, karena perubahan sosial merupakan bentuk intervensi sosial yang
memberi pengaruh kepada klien atau sistem klien yang tidak terlepas dari upaya melakukan
perubahan berencana. Pemberian pengaruh sebagai bentuk intervensi berupaya menciptakan
suatu kondisi atau perkembangan yang ditujukan kepada seorang klien atau sistem agar
termotivasi untuk bersedia berpartisipasi dalam usaha perubahan sosial.
Akhirnya dikutip definisi Selo Soemardjan yang akan dijadikan pegangan dalam
pembicaraan selanjutnya. Perubahan perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-
lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu
Penantar, (Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1974), hal. 217 mempengaruhi
sistem sosialnya, termasuka didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola per-kelakukan
diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Definisi ini menekankan perubahan lembaga
sosial, yang selanjutnya mempengaruhi segi-segi lain struktur masyarakat. Lembaga social ialah
unsur yang mengatur pergaulan hidup untuk mencapai tata tertib melalui norma.
Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga
kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada
definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia dimana
perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi
karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat
seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan. Sorokin
(1957), berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan suatu kecenderungan yang
tertentu dan tetap dalam perubahan sosial tidak akan berhasil baik.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan
mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan
lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya.
Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun
demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit
untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
II. Tipe-Tipe Perubahan
Dalam pandangan awan setiap perubahan yang terjadi pada masyarakat disebut dengan
perubahan sosial. Apakah perubahan itu mengenai pakaian, alat transportasi, pertambahan
penduduk, ataupun tingkah laku anak muda. Pada beberapa pemikir terdapat tiga tipe perubahan
yaitu: perubahan peradaban, perubahan, budaya dan perubahan sosial.
A. Perubahan peradaban
Perubahan adalah keniscayaan, dan perubahan ke arah yang lebih baik tentunya merupakan
hasrat dari setiap individu maupun organisasi. Keharusan sejarah, kita semua terus menerus
berhadapan dengan sejarah perkembangan peradaban bangsa yang bergerak ke depan dan tak
pernah balik. V. Gordon Childe seorang arkeolog, mendefinisikan peradaban sebagai suatu
transformasi elemen-elemen budaya manusia, yang berarti transformasi dalam penguasaan tulis-
menulis, metalurgi, bangunan arsitektur monumental, perdagangan jarak jauh, standar
pengukuran panjang dan berat, ilmu hitung, alat angkut, cabang-cabang seni dan para
senimannya, surplus produksi, system pertukaran atau barter dan penggunaan bajak atau alat
bercocok tanam lainnya.
Bila kita amati secara lebih mendasar lagi, tingkat peradaban manusia terekspresikan
dalam tiga indikator utama yaitu bahasa, budaya (segala bentuk dan ragam seni, ilmu
pengetahuan dan teknologi) dan agama. Selanjutnya, ketiganya menjadi ciri suatu ras atau
bangsa tertentu, beserta suku-sukunya dalam perwilayahan geografisnya masing-masing. Akan
tetapi dalam memaknai perubahan peradaban kita harus berpedoman bahwa tidak semua yang
kontemporer itu baik dan sebaliknya tidak semua yang lama itu usang dan tidak relevan dengan
kehidupan saat ini. Dalam kacamata budaya, bangsa yang besar belajar untuk mengganti apa
yang buruk dari budayanya, dan menjaga hal yang baik dari budayanya.
Perubahan peradaban yang dimaksud pada alinea sebelumnya, prosesnya harus didesain
dengan kesadaran, kesengajaan, kebersamaan, dan komitmen, yang didasarkan atas nilai-nilai
kehidupan yang benar. Selanjutnya melalui pendidikanlah, kita dapat berharap wujudnya yaitu
dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kehidupan yang cerdas inilah yang patut menjadi dasar
sebuah peradaban yang kokoh dan sehat. Pendidikan adalah syarat mutlak berkembangya
peradaban. Tanpa pendidikan yang memadai, tidak aka nada SDM yang mampu membawa
perubahan peradaban ke arah yang lebih baik.
Melalui fungsi pendidikan dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka
akan lahirlah generasi yang mampu melaksanakan prinsip how to change the world (bagaimana
mengubah dunia) bukan hanya how to see the world (bagaimana melihat dunia). Dan juga, how
to lead the change (bagaimana memimpin perubahan), dan bukan hanya how to follow the
change (bagaimana ikut dalam perubahan). Oleh karena itu, output pendidikan harus diarahkan
menjadi agen perubahan (agent of change). Di sinilah peran pendidikan, di dalam rangka
merekat keutuhan dan kesatuan bangsa, menjadi amat sangat menentukan.
Perubahan peradaban biasanya dikaitkan dengan perubahn-perubahan elemen atau aspek
yang lebih bersifat fisik, seperti transportasi, persenjataan, jenis-jenis bibit unggul yang
ditemukan, dan sebagainya. Perubahan budaya berhubungan dengan perubahan yang bersifat
rohani seperti keyakinan, nilai, pengetahuan, ritual, apresiasi seni, dan sebagainya. Sedangkan
perubahan sosial terbatas pada aspek-aspek hubuingan sosial dan keseimbangannya. Meskipun
begitu perlu disadari bahwa sesuatu perubahan di masyarakat selamanya memiliki mata rantai
diantaranya elemen yang satu dan eleman yang lain dipengaruhi oleh elemen yang lainnya.
B. Perubahan kebudayaan
Pengertian perubahan kebudayaan adalah suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi
karena ketidak sesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai
keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.
Contoh :
Masuknya mekanisme pertanian mengakibatkan hilangnya beberapa jenis teknik
pertanian tradisional seperti teknik menumbuk padi dilesung diganti oleh teknik Huller di
pabrik penggilingan padi. Peranan buruh tani sebagai penumbuk padi jadi kehilangan pekerjaan.
Semua terjadi karena adanya salah satu atau beberapa unsur budaya yang tidak berfungsi
lagi, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan didalam masyarakat. Perubahan dalam
kebudayaan mencakup semua bagian yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat
bahkan perubahan dalam bentuk juga aturan-aturan organisasi social. Perubahan kebudayaan
akan berjalan terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada faktor-faktor yang mendorong dan menghambat perubahan kebudayaan yaitu:
a. Mendorong perubahan kebudayaan
Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi mudah berubah, terutama unsur-unsur
teknologi dan ekonomi ( kebudayaan material).
Adanya individu-individu yang mudah menerima unsur-unsur perubahan kebudayaan, terutama
generasi muda.
Adanya faktor adaptasi dengan lingkungan alam yang mudah berubah.
b. Menghambat perubahan kebudayaan
Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi sukar berubah seperti :adat istiadat dan
keyakinan agama ( kebudayaan non material)
Adanya individu-individu yang sukar menerima unsure-unsur perubahan terutama generasi tu
yang kolot.
C. Perubahan Sosial
Sedangkan perubahan sosial terbatas pada aspek-aspek hubuingan sosial dan
keseimbangannya. Meskipun begitu perlu disadari bahwa sesuatu perubahan di masyarakat
selamanya memiliki mata rantai diantaranya elemen yang satu dan eleman yang lain dipengaruhi
oleh elemen yang lainnya. Perubahan sosial dapat dilihat dari empat teori, yaitu teori
kemunculan diktator dan demokrasi, teori perilaku kolektif, teori inkonsistensi status dan analisis
organisasi sebagai subsistem sosial.
Teori Barrington Moore
Teori yang disampaikan oleh Barrington Moore berusaha menjelaskan pentingnya faktor
struktural dibalik sejarah perubahan yang terjadi pada negara-negara maju. Negara-negara maju
yang dianalisis oleh Moore adalah negara yang telah berhasil melakukan transformasi dari
negara berbasis pertanian menuju negara industri modern. Secara garis besar proses transformasi
pada negara-negara maju ini melalui tiga pola, yaitu demokrasi, fasisme dan komunisme.
Demokrasi merupakan suatu bentuk tatanan politik yang dihasilkan oleh revolusi oleh
kaum borjuis. Pembangunan ekonomi pada negara dengan tatanan politik demokrasi hanya
dilakukan oleh kaum borjuis yang terdiri dari kelas atas dan kaum tuan tanah. Masyarakat petani
atau kelas bawah hanya dipandang sebagai kelompok pendukung saja, bahkan seringkali
kelompok bawah ini menjadi korban dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara
tersebut. Terdapat pula gejala penhancuran kelompok masyarakat bawah melalui revolusi atau
perang sipil. Negara yang mengambil jalan demokrasi dalam proses transformasinya adalah
Inggris, Perancis dan Amerika Serikat.
Berbeda halnya demokrasi, fasisme dapat berjalan melalui revolusi konserfatif yang
dilakukan oleh elit konservatif dan kelas menengah. Koalisi antara kedua kelas ini yang
memimpin masyarakat kelas bawah baik di perkotaan maupun perdesaan. Negara yang memilih
jalan fasisme menganggap demokrasi atau revolusi oleh kelompok borjuis sebagai gerakan yang
rapuh dan mudah dikalahkan. Jepang dan Jerman merupakan contoh dari negara yang
mengambil jalan fasisme.
Komunisme lahir melalui revolusi kaun proletar sebagai akibat ketidakpuasan atas usaha
eksploitatif yang dilakukan oleh kaum feodal dan borjuis. Perjuangan kelas yang digambarkan
oleh Marx merupakan suatu bentuk perkembangan yang akan berakhir pada kemenangan kelas
proletar yang selanjutnya akan mwujudkan masyarakat tanpa kelas. Perkembangan masyarakat
oleh Marx digambarkan sebagai bentuk linear yang mengacu kepada hubungan moda produksi.
Berawal dari bentuk masyarakat primitif (primitive communism) kemudian berakhir pada
masyarakat modern tanpa kelas (scientific communism). Tahap yang harus dilewati antara lain,
tahap masyarakat feodal dan tahap masyarakat borjuis. Marx menggambarkan bahwa dunia
masih pada tahap masyarakat borjuis sehingga untuk mencapai tahap kesempurnaan
perkembangan perlu dilakukan revolusi oleh kaum proletar. Revolusi ini akan mampu merebut
semua faktor produksi dan pada akhirnya mampu menumbangkan kaum borjuis sehingga akan
terwujud masyarakat tanpa kelas. Negara yang menggunakan komunisme dalam proses
transformasinya adalah Cina dan Rusia.
Teori Perilaku Kolektif
Teori perilaku kolektif mencoba menjelaskan tentang kemunculan aksi sosial. Aksi sosial
merupakan sebuah gejala aksi bersama yang ditujukan untuk merubah norma dan nilai dalam
jangka waktu yang panjang. Pada sistem sosial seringkali dijumpai ketegangan baik dari dalam
sistem atau luar sistem. Ketegangan ini dapat berwujud konflik status sebagai hasil dari
diferensiasi struktur sosial yang ada. Teori ini melihat ketegangan sebagai variabel antara yang
menghubungkan antara hubungan antar individu seperti peran dan struktur organisasi dengan
perubahan sosial.
Perubahan pola hubungan antar individu menyebabkan adanya ketegangan sosial yang
dapat berupa kompetisi atau konflik bahkan konflik terbuka atau kekerasan. Kompetisi atau
konflik inilah yang mengakibatkan adanya perubahan melalui aksi sosial bersama untuk merubah
norma dan nilai.
Teori Inkonsistensi Status
Stratifikasi sosial pada masyarakat pra-industrial belum terlalu terlihat dengan jelas
dibandingkan pada masyarakat modern. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya derajat
perbedaan yang timbul oleh adanya pembagian kerja dan kompleksitas organisasi. Status sosial
masih terbatas pada bentuk ascribed status, yaitu suatu bentuk status yang diperoleh sejak dia
lahir. Mobilitas sosial sangat terbatas dan cenderung tidak ada. Krisis status mulai muncul
seiring perubahan moda produksi agraris menuju moda produksi kapitalis yang ditandai dengan
pembagian kerja dan kemunculan organisasi kompleks.
Perubahan moda produksi menimbulkan maslaah yang pelik berupa kemunculan status-
status sosial yang baru dengan segala keterbukaan dalam stratifikasinya. Pembangunan ekonomi
seiring perkembangan kapitalis membuat adanya pembagian status berdasarkan pendidikan,
pendapatan, pekerjaan dan lain sebagainya. Hal inilah yang menimbulkan inkonsistensi status
pada individu.


BAB III
KESIMPULAN

Perubahan yang terjadi pada masyarakat disebut dengan perubahan sosial. Apakah
perubahan itu mengenai pakaian, alat transportasi, pertambahan penduduk, ataupun tingkah laku
anak muda. Pada beberapa pemikir terdapat tiga tipe perubahan yaitu: perubahan peradaban,
perubahan budaya dan perubahan sosial.
Perubahan peradaban biasanya dikaitkan dengan perubahn-perubahan elemen atau aspek
yang lebih bersifat fisik, seperti transportasi, persenjataan, jenis-jenis bibit unggul yang
ditemukan, dan sebagainya.
Perubahan budaya berhubungan dengan perubahan yang bersifat rohani seperti
keyakinan, nilai, pengetahuan, ritual, apresiasi seni, dan sebagainya. Sedangkan perubahan sosial
terbatas pada aspek-aspek hubungan sosial dan keseimbangannya. Meskipun begitu perlu
disadari bahwa sesuatu perubahan di masyarakat selamanya memiliki mata rantai diantaranya
elemen yang satu dan eleman yang lain dipengaruhi oleh elemen yang lainnya. Berikut adalah
teori yang membahas tentang perubahan sosial Untuk itu, terlebih dahulu perlu dicatat
bagaimana tingkat dan sifat peralihan dari perubahan itu sendiri di masyarakat. Pada masyarakat
yang tergolong bersahaja relatif jarang dan lamban terjadinya perubahan-perubahan.
Pada masyarakat semacam itu elemen-elemen dasarnya seperti trdisi, ritual dan hirarki
sosial yang berlangsung, biasanya dipegang kuat oleh para warganya secara bersama-sama.
Pergolakan revolusi dan gerakan emansipasi sertapenemuan-penemuan baru dibidang ilmu
pengetahuan dan tekhnologi. Perubahan sosial jika dilihat dari sebabnya menurut WJH spott ada
perubahan yang datangnya dsri luar, seperti visi, pendudukan, kolonialisme dan termasuk juga
wabah penyakit.
Disamping itu ada perubahan yang datangnya dari dalam dan perubahan ini dibagi
menjadi dua yaitu perubahn episode dan perubahan terpola. Perubahan episode adalah perubahan
yang terjadi sewaktu-waktu biasanya disebabkan oleh kerusuhan atau penemuan-penemuan.
Sedangkan perubahan terpola adalah perubahan yang memeng direncanakan atau diprogramkan
sebagaimana yang dilakukan dalam pembangunan. Dari berbagai macam sebab perubahan sosial,
semuanya bisa dikembalikan pada tiga faktor utama yaitu: faktor fisik dan biologis, faktor
tekhnologi, dan faktor budaya.
Posisi pendidikan dalam perubahan sosial Sesuai dengan pernyataan Eisenstadt,
institusionalisasi merupakan proses penting untuk membantu berlangsungnya transformasi
potensi-potensi umum perubahan sehingga menjadi kenyataan sejarah. Dan pendidikanlah yang
menjadi salah satu institusi yang terlibat dalam proses tersebut. Pendidikan adalah suatu institusi
pengkonservasian yang berupaya menjembatani dan memelihara warisan-warisan budaya
masyarakat. Disamping itu pendidikan berfungsi untuk mengurangi kepincangan yang terjadi
dalam masyarakat. Pendidikan harus dipandang sebagai institusi penyiapan anak didik untuk
mengenali hidup dan kehidupan itu sendiri, jadi bukan untuk belajar tentang keilmuan dan
keterampilan karenanya yang terpenting bukanlah mengembangkan aspek intelektual tetapi lebih
pada pengembangna wawasan, minat dan pemahaman terhadap lingkungan sosial budayanya.

SARAN

Dalam penelitian ini, sanggat baik untuk kita yang ingin mrengetahui tentang perubahan
sosial dalam masyarakat. Perubahan yang terjadi pada masyarakat disebut dengan perubahan
sosial. Apakah perubahan itu mengenai pakaian, alat transportasi, pertambahan penduduk,
ataupun tingkah laku anak muda. Pada beberapa pemikir terdapat tiga tipe perubahan yaitu:
perubahan peradaban, perubahan budaya dan perubahan sosial.
Perubahan budaya berhubungan dengan perubahan yang bersifat rohani seperti
keyakinan, nilai, pengetahuan, ritual, apresiasi seni, dan sebagainya. Sedangkan perubahan sosial
terbatas pada aspek-aspek hubungan sosial dan keseimbangannya. Disamping itu ada perubahan
yang datangnya dari dalam dan perubahan ini dibagi menjadi dua yaitu perubahn episode dan
perubahan terpola

Anda mungkin juga menyukai