Anda di halaman 1dari 17

REFRESHING NEUROPEDIATRI:

MENINGITIS
TUBERKULOSI
S
Pembimbing : dr. Masdar M., Sp. A (K)
Oleh : Firdah Zuniar Fadhilah (0910710073)
PENDAHULUAN
Meningitis tuberkulosis adalah suatu
peradangan pada selaput otak yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis (Rahajoe et al., 2005).
Meningitis TB merupakan salah satu
komplikasi TB primer pada sistem saraf
pusat yang banyak ditemukan dimana
angka kejadian tertinggi dijumpai pada
anak terutama bayi dan anak kecil
dengan kekebalan alamiah yang masih
rendah (Pudjiadi et al., 2010).
EPIDEMIOLOGI
Menurut WHO,
Indonesia
menduduki
peringkat ketiga
dalam jumlah
kasus baru TB
setelah India
dan Cina.
Angka kejadian
tertinggi
meningitis TB
dijumpai pada
anak terutama
bayi dan anak
kecil dengan
kekebalan
alamiah yang
masih rendah.
Angka kejadian
jarang dibawah
usia 3 bulan dan
mulai meningkat
dalam usia 5
tahun pertama,
tertinggi pada
usia 6 bulan
sampai 2 tahun.
Angka kejadian
meningkat
dengan
meningkatnya
jumlah pasien
tuberkulosis
dewasa
(Pudjiadi et al., 2010; Ramachandran,
2008)
ETIOLOGI
Penyebab terbanyak
meningitis TB adalah
Mycobacterium tuberculosis.
M. Tb merupakan bakteri
aerob berbentuk batang
pleomorfik gram positif.
Berukuran 0,4-3,
mempunyai sifat tahan
asam dan dapat hidup
selama berminggu-minggu
dalam keadaan kering, serta
lambat bermutiplikasi (setiap
15 sampai 20 jam).
Bakteri ini bersifat patogen
intraseluler pada hewan dan
manusia
(Ramachandran, 2008)
FAKTOR RISIKO
Kontak TB positif dengan TB dewasa aktif
Daerah endemis
Lingkungan yang tidak sehat
Tempat penampungan umum seperti pati asuhan, penjara dan
tempat perawatan lain yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif
Infeksi
TB
Usia anak <5 tahun mempunyai risiko lebih besar karena imunitasnya
belum berkembang dengan sempurna. Risiko sakit TB ini akan
berkurng secara bertahap seiring bertambahnya usia.
Infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberkulin (dari
negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan
imunokompromais, DM dan gagal ginjal kronis.
Status sosioekonomi yang rendah, penghasilan kurang, kepadatan
hunian, dan pendidikan yang rendah.
Sakit
TB
(Rahajoe et al., 2005)
PATOFISIOLOGI
(Be Na, et al., 2009)
MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda meningitis tanpa penurunan kesadaran
atau defisit neurologi yang lain. Non spesifik, meliputi
apatis, iritabilitas, nyeri kepala ringan, malaise, demam,
anoreksia, muntah, nyeri abdomen.
Stadium I
(inisial)
Didapatkan penurunan kesadaran ringan (mengantuk,
disorientasi) dan/atau defisit neurologis fokal, tanda iritasi
meningeal, kejang, parese nervus kranialis dan gerakan
involunter (tremor, koreoatetosis, hemibalismus).
Stadium II
(intermediate)
Stupor atau koma dengan hemiplegi atau paraplegi,
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, pupil
terfikasasi, pernapasan ireguler disertai peningkatan suhu
tubuh dan ekstremitas spastis.
Stadium III
(lanjut)
(Pudjiadi et al., 2010)
DIAGNOSA
Ditanyakan adanya riwayat demam lama
atau dapat berlangsung cepat, adanya
riwayat kejang atau penurunan kesadaran
(tergantung stadium penyakit)
Adanya riwayat kontak dengan pasien
tuberkulosis dewasa (baik yang
menunjukkan gejala, maupun yang
asimptomatik)
Adanya gambaran klinis yang ditemukan
pada penderita seperti penurunan BB,
anoreksia, muntah, sering batuk dan pilek
(sesuai dengan stadium meningitis
tuberkulosis)
Riwayat imunisasi BCG (Pudjiadi et al.,
2010).
ANAMNESA
Pada pemeriksaan fisik ditemukan gejala yang
berbeda-beda sesuai dengan stadium penyakit
anak.
Pada neonatus, gejalanya mungkin minimalis
dan dapat menyerupai sepsis, berupa bayi
malas minum, letargi, distress pernafasan,
ikterus, muntah, diare, hipotermia, kejang (pada
40% kasus), dan ubun-ubun besar menonjol
(pada 33,3% kasus) (Azhali et al; 2005).
PEMERIKSAAN
FISIK
DIAGNOSA
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium rutin
Analisa CSS
Mikrobiologi: kultur CSS
CSF PCR (Polymerase Chain Reaction)
CXR
tes PPD tuberkulin
CT scan kepala/MRI kepala dengan kontras
EEG
Funduskopi
(Pudjiadi et al., 2010; Meiti, 2011)
DIAGNOSIS BANDING
(Tunkel, 2004)
PENATALAKSANAAN
MEDIKAMENTOSA
OAT
4 RHZE
10 RH
KORTIKOSTEROI
D
Prednison
Deksametason
SIMPTOMATIS
Kejang
Demam
Hidrosefalus
SUPORTIF
Cairan iv
Oksigen
PENATALAKSANAAN
MEDIKAMENTOSA
Mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air
mengalir) dan sabun atau diteregent selama
10-15 menit
Diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat
merah dan lain-lain).
Meskipun pencucian luka menurut keterangan
penderita sudah dilakukan namun di
Puskesmas Pembantu/Puskesmas/ Rumah
Sakit harus dilakukan kembali seperti di atas.
1


Pada waktu kejang:
Longgarkan pakaian, bila perlu
dibuka
Hisap lendir
Kosongkan lambung untuk
menghindari muntah dan aspirasi
Hindarkan penderita dari trauma
(misalnya jatuh)
Kompres air hangat/biasa
jika pasien demam
Bila pasien tidak sadar:
Beri makanan lewat NGT
Cegah dekubitus dan pneumonia
ortostatik dengan merubah posisi
pasien sesering mungkin, minimal
ke kiri dan ke kanan tiap 6 jam
Cegah kekeringan kornea dengan
tetes mata atau salep antibiotik
Bila pasien mengalami
inkotinensia uri lakukan
pemasangan kateter
Bila pasien mengalami
inkotinensia alvi berikan
lavement
Pada hidrosefalus
obstruktif dengan gejala
verntrikulomegali, disertai
peningkatan tekanan
intraventrikel atau edema
periventikuler, oleh beberapa
ahli disarankan dilakukan
tindakan VP-shunt
Monitoring ketat pada tanda-
tanda vital, saturasi oksigen,
komplikasi dari OAT, asidosis
metabolik pada pemberian
asetazolamid, produksi urin,
FH untuk mengetahui secara
dini ada DIC
Fisioterapi
dan
rehabilitasi
PENATALAKSANAAN
NON MEDIKAMENTOSA
(Subijanto et al., 2008)
KOMPLIKA
SI
Gejala sisa
neurologis
(sekuele)
Pada mata
dapat
terjadi atrofi
optik dan
kebutaan
Gangguan
pendengara
n dan
keseimbang
an
Gangguan
intelektual
Kalsifikasi
intrakranial
Hidrosefalus
(Ramachandran, 2008)
PROGNOSIS
Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan
klinis saat pasien didiagnosis dan diterapi. Semakin
lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk prognosisnya.
Prognosis juga tergantung pada umur pasien. Pasien
yang berumur kurang dari 3 tahun mempunyai
prognosis yang lebih buruk daripada pasien yang lebih
tua usianya.
Angka kematian berkisar antara 10-20%.
Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18%
pasien yang normal secara neurologis dan intelektual.
Anak dengan meningitis tuberkulosis bila tidak diobati
akan meninggal dalam waktu 3-5 minggu.

(Pudjiadi et al., 2010; Marra, 2004)
PENCEGAHAN
Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya
jumlah pasien tuberkulosis dewasa. Imunisasi BCG
dapat mencegah meningitis tuberkulosis. Insiden TB
anak yang mendapat BCG berhubungan dengan
kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin,
jarak pemberian vaksin dan intensitas pemaparan
infeksi.
(Rahajoe et al., 2005)

Anda mungkin juga menyukai