Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Post Partum
a. Pengertian
Masa nifas atau puerperium adalah periode waktu dimana organ-organ
reproduksi kembali pada keadaan sebelum hamil dan memerlukan waktu 6
minggu dari mulai bayi keluar (Bobak, 2000).
b. Adaptasi Fisiologi
1) Perubahan pada sistem kardiovaskuler
Tekanan darah bervariasi, mungkin lebih rendah pada respon
pemberian analgetik atau anastesi, nadi berkisar antara 60-80
kali/menit, bradicardia terjadi setelah partus. Perubahan volume darah
terjadi karena kekurangan darah sekitar 300-400 ml pada daerah vagina
selama melahirkan.
2) Perubahan pada sistem gastrointestinal
Pengembalian defekasi secara normal lambat dalam minggu pertama,
hal ini terjadi karena adanya perubahan mobilitas usus kehilangan
cairan dan adanya gangguan rasa nyaman pada daerah perineum.
3) Perubahan pada suhu tubuh
Setelah melahirkan suhu meningkat menjadi 37,7
0
C tetapi tidak
melebihi dari 38
0
C. Setelah 12 jam pasca partum umumnya suhu
tubuh kembali normal. Bila suhu lebih dari 38
0
C mungkin terjadi
infeksi.
3) Perubahan pada sistem perkemihan
Pada 24 jam pertama buang air kecil kadang sulit, kemungkinan
terdapat spasme spingter dan edema leher buli-buli, urin dalam
jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam post partum.
Setelah proses terakhir pada hormon esterogen yang bersifat menahan
air akan mengalami penurunan, keadaan ini menyebabkan diuresis.
4) Perubahan pada sistem integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat
kehamilan terakhir. Hiperpigmentasi pada aerola mamae dan linea
nigra tidak menghilang setelah bayi lahir.
5) Perubahan berat badan
Pasca melahirkan berat badan menurun 4-5 kg tergantung dari dari
berat badan janin. Post partum pada periode bayi early berat badan
menurun 2,5 kg pada akhir masa nifas berat badan kembali normal.
6) Perubahan pada perineum
Setelah melahirkan perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang dari tekanan kepala bayi yang bergerak maju.
7) Perubahan pada vagina
Selama proses persalinan vagina mengalami penekanan serta
peregangan yang sangat besar. Selama tiga minggu vagina akan
kembali seperti sebelum hamil dan rugae dalam vagina berangsur-
angsur muncul kembali.
8) Proses involusi vagina
Involusi merupakan kembalinya uterus pada bentuk seperti sebelum
hamil. Uterus mengecil dengan cepat sehingga pada hari kesepuluh
tidak teraba lagi dari luar. Sesudah plasenta lahir rahim 1000 gram,
seminggu kemudian 500 gram, dan dua minggu post partum 375 gram,
dan pada akhir puerperium (enam minggu) beratnya mencapai 50-60
gram.
9) Kontraksi
Intensitas dari kontraksi uterus bertambah setelah melahirkan 1-2 jam
post partum kontraksi intensitasnya tidak teratur dan tidak
terkoordinasi karena adanya kelemahan pada otot uterus.
a) After Pain
Rasa nyeri (kram dan mules-mules) yang dapat disebabkan oleh
kontraksi rahim, episiotomi, laserasi, pembengkakan payudara dan
lain-lain. Hal ini berlangsung selama 3-10 hari post partun dan
sering terjadi pada multipara, karena uterus yang teregang penuh
dua kali lipat cenderung kendur dari pada uterus primipara,
dengan demikian harus berkontraksi lebih kuat untuk menghasilkan
involusi uteri after pain terjadi ketika ibu menyusui karena pengisian
puting susu menimbulkan pelepasan oxytoxin yang merangsang
uterus untuk berkontraksi.
b) Kedudukan Plasenta
Setelah plasenta dan membran-membran terakhir akan terjadi
pengecilan pada pembuluh darah yang akan mengurangi kedudukan
plasenta pada nodulus yang tidak beraturan.
c) Serviks
Pasca persalinan serviks agak merenggang berwarna merah
kehitaman, konsistensinya lunak. Setelah bayi lahir dengan tangan
masih bisa masuk rongga rahim, setelah dua jam dapat dilalui oleh
2-3 jari, setelah 7 hari dapat dilalui 1 jari dan setelah 6 minggu post
partum menutup.
d) Lochea
Lokhea adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir. Mula-
mula berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua atau
merah kecoklatan, baunya amis. Berdasarkan warna dan komposisi
lochea dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu :
1. Lochea Rubra
Lochea rubra timbul pada hari kedua setelah melahirkan berisi
darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, laguno
dan mekonium.
2. Lochea Serosa
Lochea serosa timbul pada hari keempat sampai hari ketujuh
berisi serum (darah), selaput lendir leukosit dan kuman-kuman
yang sudah mati, berwarna kecoklat-coklatan tidak mengandung
darah.
3. Lochea Alba
Lochea alba timbul pada hari ketujuh samapi keempat belas
selaput lendir, leukosit serta kuman yang sudah mati berwarna
kekuning-kuningan berbau amis. Lochea alba ini dapat keluar
terus dua sampai enam minggu setelah melahirkan.
Bila salah satu lochea terjadi lebih lama dari yang disebutkan diatas
kemungkinan tertinggalnya placenta atau selaput janin dan adanya
infeksi jalan lahir.
e) Penunjang Otot Panggul
Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera waktu
melahirkan. Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau
teregang saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai enam
bulan untuk kembali ke tonus semula.
11) Sistem Endokrin
Kadar estrogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah
plasenta keluar, kadar terendahnya dicapai kira-kira satu minggu
pasca partum. Pada wanita yang tidak menyusui kadar esterogen
mulai meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih
tinggi daripada wanita yang menyusui pada pasca partum hari ke
tujuh belas.
12) Abdomen
Setelah hari pertama melahirkan abdomennya akan menonjol dan
membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Setelah dua
minggu post partum dinding abdomen mengalami akan rileks,
sekitar 6 minggu dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum
hamil.
b. Adaptasi Psikologis
Menurut Reeva Rubin (1997), ada beberapa adaptasi psikologis akan terjadi
setelah persalinan yaitu :
1) Tahap perilaku ketergantungan (taking in), yang biasanya ditunjukkan
perilaku sebagai berikut:
a) Ibu hanya berfokus pada diri sendiri
b) Secara verbal ingin memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur serta
kebutuhan nutrisi
c) Masih mencemaskan proses kehamilan
d) Tingkah laku pasif dan bergantung pada orang lain
e) Biasanya berakhir setelah 1-2 hari post partum
2) Tahap antara ketergantungan dan mandiri (taking hold) yang biasanya
ditujukkan dengan perilaku sebagai berikut:
a) Fokus ibu mulai meluas, ketidaknyamanan pada diri sendiri, tetapi
juga berfokus pada bayinya
b) Ibu mulai melakukan perawatan diri sendiri (self care)
c) Secara verbal berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dan
kebutuhan bayinya
d) Ibu mulai mempelajari cara perawatan diri sendiri dan bayinya
e) Ibu mulai mengalami krisis kepercayaan diri (ibu pada masa
pueperium mudah merasa berkecil hati terutama tentang kemampuan
untuk perawatan terhadap dirinya sendiri maupun bayinya).
3) Tahap penerimaan peran baru (letting go), biasanya ditunjukkan dengan
sikap :
a) Meningkatkan tingkat kemandirian dalam perawatan diri sendiri dan
bayinya
b) Mengetahui bayi merupakan bagian dari dirinya sendiri,
menyesuaikan diri dengan peran baru.
c. Adaptasi Sibling
Sibling harus menerima peran barunya jika saudaranya lahir.
Biasanya sibling cemburu karena ingin mendapatkan perhatian dari orang
tuanya, dengan berperilaku infantile, bermusuhan atau agresif terhadap
bayi. Sikap ini dapat berkurang bila sering bersama bayi, interaksi awal
sibling dengan bayi adalah 96,7 % dicerminkan dengan melihat bayi dan
86,7 % adalah dengan menyentuh bayi, perilaku ini bervariasi menurut usia.
2. Seksio Sesaria
a. Pengertian
Seksio sesaria adalah alternatif dari kelahiran vagina bila keamanan ibu
dan/ janin terganggu (Doengoes, 2001).
b. Klasifikasi
Klasifikasi seksio sesaria antara lain:
1) Abdomen (seksio sesaria abdommalis)
a) Seksio sesaria transperitonealis :
(1) Seksio sesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang
pada korpus uteri
(2) Seksio sesaria ismika atau profunda atau low cervical dengan
insisi pada segmen bawah rahim.
b) Seksio sesaria ekstraperifinialis yaitu tanpa membuka perifonium
paraetalis, dengan demikian tidak membuka vakum abdommalis.
2) Vagina (seksio sesaria vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sesio sesaria dapat di lakukan sebagai
berikut :
a) Sayatan memanjang (longitudinal) menurut kroning
b) Sayatan melintang (transversal) menurut ferr
3) Seksio sesaria klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira 10 cm.
Kelebihan :
a) Mengeluarkan janin lebih cepat
b) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik.
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.
4) Seksio sesaria ismika (profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen
bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm,.
Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
c) Tumpang tindih dari peritonialflap baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritonium
d) Pendarahan kurang
Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan
kurang/lebih kecil.
Kekurangan :
a) Luka dapat melebar kekiri, kanan dan bawah, sehingga dapat
menyebabkan uterina putus sehingga mengakibatkan perdarahan
yang banyak.
b) Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi.
(http://myflazer.blogspot.com/2009/03/secsio-saesarae.html)
c. Indikasi
Dystocia, kelahiran seksio sesaria yang berulang, gemelli, letak lintang,
plasenta previa, pre eklamsi (Bobak, 2000). Pada umumnya, seksio sesaria
digunakan bilamana diyakini bahwa penundaan persalinan yang lebih lama
akan menimbulkan bahaya yang serius bagi janin, ibu, atau keduanya,
padahal persalinan pervaginam tidak mungkin diselesaikan dengan aman.
Indikasi ibu untuk melakukan seksio sesaria antara lain panggul sempit
absolut, tumortumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis
serviks, plasenta previa, dan ruptura uteri. Indikasi janin antara lain
kelainan letak, gawat janin serta bayi besar
(http://www.darryltanod.blogspot.com/2009/02/sectio-secarea-seksio-
sesarea.html).
d. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul pada seksio sesaria ialah sebagai
berikut:
1) Pada Ibu
a) Infeksi puerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau bersifat berat seperti peritonitis,
sepsis dan sebagainya. Infeksi post operatif terjadi apabila sebelum
pembedahan sudah ada gejalagejala infeksi intrapartum atau ada
faktor-faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu.
(partus lama khususnya setelah ketuban pecah).
b) Perdarahan
Perdarahan banyak, bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
2) Pada Anak
Seperti halnya dengan ibunya nasib anak yang dilahirkan dengan seksio
sesaria banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk
melakukan seksio sesaria. Menurut statistik dengan pengawasan
antenatal dan intranatal yang baik, kematian perinatal pasca seksio
sesaria berkisar antara 4 % sampai 7 %.
(http://www.darryltanod.blogspot.com/2009/02/sectio-secarea-seksio
sesarea.html).
e. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan medis
Pemeriksaan laboratorium (hemoglobin, hematokrit, dan leukosit)
dilakukan pada sore hari setelah operasi klien dengan post seksio sesaria
juga diberikan cairan IV sesuai indikasi. Pemasangan kateter, pemberian
oxytosin sesuai indikasi, pemberian analgesik dan antibiotik.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam, observasi cairan dan diet,
observasi kandung kemih, mobilisasi, observasi perdarahan, perawatan
luka, perawatan payudara, pemulangan klien.
3) Gemelli (Kehamilan Ganda)
a. Pengertian
Kehamilan kembar adalah satu kehamilan dengan dua janin atau
lebih (Wiknjosastro, 2002).
b. Etiologi
Etiologi kehamilan kembar antara lain :
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah umur dan paritas.
a) Umur
Wanita yang hamil di usia tua, besar kemungkinannya
memiliki anak kembar, dibanding wanita yang hamil di usia
muda. Diperkirakan, ovulasi akan semakin cepat seiring usia
biologis yang juga bergerak cepat. Sekitar 17% wanita yang
hamil di atas 45 tahun, berpeluang mengandung anak
kembar.
Lima tahun lagi, sekitar usia 50 tahun, peluangnya makin
besar yaitu 1 banding 9. Hanya saja, mengandung di usia tua
sangat berisiko, dari keguguran hingga meningkatnya kadar
gula selama hamil. Bayinya pun kemungkinan besar akan
mengalami kelainan kromosom.
b) Paritas
Apabila dikehamilan pertama anda melahirkan anak
kembar, kemungkinan besar di kehamilan berikutnya pun
akan kembar. Sebab ibu yang memiliki anak kembar, empat
kali lipat lebih besar kemungkinannya daripada yang belum
pernah mengandung.
2) Faktor obat-obat konduksi ovulasi yaitu profertil, clomid, dan
hormone gonadotropin dapat menyebabkan kehamilan dizigotik
dan kembar lebih dari dua.
3) Faktor keturunan
(www.khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/03/kehamilan-ganda)
c. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang ditemukan pada umumnya adalah rahim
tumbuh lebih besar dari usia kehamilan dan penambahan berat badan
ibu yang mencolok sebanyak 18-23 kg yang tidak disebabkan karena
bengkak atau obesitas. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan janin
multiple serta terdengarnya dua denyut jantung janin dalam rahim
(http://www.klikdokter.com/illness/detail/25)
d. Proses Penyakit
Proses penyakit kehamilan kembar secara garis besar, kembar
dibagi menjadi dua. Monozigot yaitu kembar yang berasal dari satu
telur dan dizigot yaitu kembar yang berasal dari dua telur. Kembar
dizigotik yang berasal dari dua telur yang dibuahi sperma yang
berbeda. Jenis kelamin kembar dizigotik dapat sama atau berbeda, dan
mereka seperti anak-anak lain dalam keluarga. Kembar monozigotik.
Kehamilan kembar monozigotik atau disebut juga identik adalah
kehamilan kembar yang terjadi dari 1 telur yang dibuahi oleh 1 sperma.
Untuk alasan yang tidak diketahui, telur yang sudah dibuahi membelah
menjadi dua atau lebih embrio pada perkembangan tahap pertama.
Kembar identik pada umumnya memiliki ari-ari yang sama tetapi
kantung amnion yang terpisah pada rahim. Pada kasus yang jarang
terjadi, kembar identik memiliki 1 kantung amnion. Kedua anak
tersebut memiliki jenis kelamin yang sama, rupa sama, sidik jari dan
telapak sama. Bahkan, kembar dizigotik atau fraternal dari jenis
kelamin yang sama mungkin tampak lebih identik saat lahir daripada
kembar monozigotik, sementara pertumbuhan janin kembar
monozigotik kadang tidak seimbang
(http://rizsa82.wordpress.com/2008/07/19/laporan-kasus-kehamilan-kembar).
e. Komplikasi
Komplikasi dari kehamilan kembar yaitu :
1) Prematuritas
Prematuritas adalah kelahiran yang terjadi sebelum usia 37 minggu.
Janin dari kehamilan multipel cenderung dilahirkan preterm dan
kebanyakan memerlukan perawatan pada neonatal intensive care unit
(NICU). Sekitar 50 persen kelahiran kembar terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu. Lamanya kehamilan akan semakin pendek
dengan bertambahnya jumlah janin di dalam uterus. Sekitar 20% bayi
dari kehamilan multipel merupakan bayi dengan berat lahir rendah.
2) Asfiksia saat Kelahiran/Depresi Napas Perinatal
Bayi dari kehamilan multipel memiliki peningkatan frekuensi untuk
mengalami asfiksia saat kelahiran atau depresi perinatal dengan
berbagai sebab. Prolaps tali pusat, plasenta previa, dan ruptur uteri
dapat terjadi dan menyebabkan asfiksia janin. Bayi kedua pada
kehamilan kembar memiliki risiko asfiksia saat lahir/depresi napas
perinatal lebih tinggi.
3) Infeksi Streptococcus group B
Infeksi Streptococcus group B pada bayi berat lahir rendah adalah 5
kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan tunggal
dengan berat badan yang sama.
4) Letak Lintang
Mungkin anak pertama melintang atau sungsang dan anak kedua
memanjang yang biasa disebut posisi 69 (terjadi posisi saling
mengunci/ interlocking). Interlocking ini dimungkinkan karena pada
kehamilan kembar umumnya janin tidak terlalu besar, sedangkan
cairan ketuban lebih banyak dari biasanya. Akibatnya, sering terjadi
perubahan posisi janin. Bila anak pertama letaknya membujur, maka
persalinan dilakukan seperti biasa. Yang harus diwaspadai justru pada
anak kedua, baik letak sungsang maupun kepala. Kalau letak sungsang,
maka ketubannya harus dipecahkan dan dibantu kelahiran lewat
bokong. Kakinya ditarik keluar.
5) Perdarahan
Perdarahan sesudah melahirkan. Pendarahan dapat terjadi dalam 24
jam pertama atau sekunder sesudah itu. Normalnya tidak lebih dari
500 cc. Penyebabnya antara lain terlepasnya sebagian plasenta dari
rahim, perlukaan jalan rahim, atonia uteri (tidak adanya kontraksi
rahim), dan kelainan proses pembekuan darah.
6) Kembar Siam
Apabila pembentukan kembar dimulai setelah cakram mudigah
dan kantung amniom rudimenter sudah terbentuk dan apabila
pemisahan cakram mudigah tidak sempurna, akan terbentuk kembar
siam/kembar dempet. Terdapat beberapa jenis kembar siam, yaitu:
a) Thoracopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian dada (30-40%).
Jantung selalu terlibat dalam kasus ini. Bila jantung hanya satu,
harapan hidup baik dengan atau tanpa operasi adalah rendah.
b) Omphalopagus yaitu bila kedua tubuh bersatu di bagian perut
(34%). Umumnya masing-masing tubuh memiliki jantung masing-
masing, tetapi kembar siam ini biasanya hanya memiliki satu hati,
sistem pencernaan, dan organ-organ lain.
c) Pyopagus (iliopagus) yaitu bila bersatu di bagian belakang (19%).
d) Cephalopagus/craniopagus yaitu bila bersatu di bagian kepala
dengan tubuh terpisah
(http://rizsa82.wordpress.com/2008/07/19/laporan-kasus kehamilan-
kembar).
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan langkah awal yang harus dilakukan seorang perawat.
Pengkajian dilakukan secara sistematis untuk memudahkan dalam
mengumpulkan data, mengelompokkan dan menganalisa data sehingga dapt
diketahui masalah dan kebutuhan klien. Pengkajian data dasar klien 4 jam 5
hari pasca partum (Doengoes, 2001) meliputi:
a. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
b. Integritas Ego
Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan, sampai
ketakutan, marah, atau menarik diri, klien/pasangan dapat memiliki
pertanyaan atau salah terima pesan dalam pengalaman kelahiran, mungkin
mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
c. Eliminasi
Kateter urinarius indewelling mungkin terpasang, urine jernih, pucat,
bising usus tidak ada, samar atau jelas.
d. Makanan/Cairan
Nyeri epigastrik, gangguan pengelihatan, edema (tanda-tanda hipertensi
karena kehamilan/HKK).
e. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesia spinal epidural.
f. Nyeri/Ketidaknyamanan
Mngkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya
trauma bedah/insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/abdomen,
efek-efek anesthesia, mulut mungkin kering.
g. Pernapasan
Bunyi paru jelas dan vesikuler.
h. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh, Jalur
parenteral, bila digunakan, paten, dan sisi bebas eritema, bengkak dan
nyeri tekan.
i. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus, aliran lokhea sedang dan
bebas bekuan berlebihan/banyak.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang menurut pada klien post operasi seksio sesarea sebagai berikut
: (Doengoes, 2001)
a. Risiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan atonia uterus.
b. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan luka operasi seksio
sesaria
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri (akut, kronik) berhubungan dengan insisi
pada daerah abdomen
d. Gangguan eliminasi BAB: konstipasi berhubungan dengan penurunan
tonus otot, kurang masukan, nyeri perianal
e. Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan trauma mekanisme efek-
efek anastesi
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
g. Kurangnya pengetahuan tentang keluarga berencana berhubungan dengan
kurangnya informasi
3. Intervensi
a. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka operasi, trauma
jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perdarahan
tidak terjadi.
Intervensi :
1) Observasi tanda tanda vital
Rasional : Demam post operasi hari ketiga, tachicardi menunjukan
adanya infeksi
2) Kaji tanda tanda risiko infeksi
Rasional : Sebagai pedoman tindakan awal yang diberikan
3) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat atau rembesan, ganti
balutan sesuai indikasi
Rasional : Rembesan menandakan hematoma, gangguan penyatuan
jahitan
4) Pertahankan teknik mencuci tangan dengan cermat dan pembuangan
pengalas kotor, pembalut perianal dan linen terkontaminasi dengan cepat
Rasional : Membantu mencegah atau membatasi penyebaran infeksi.
5) Kolaborasi pemberian antibiotic
Rasional : Mencegah infeksi
b. Gangguan rasa nyaman : nyeri (akut, kronik) berhubungan dengan
insisi pada daerah abdomen
Tujuan : Setelah tindakan keperawatan diharapkan gangguan rasa
nyaman nyeri berkurang/teratasi.
Intervensi :
1) Kaji lokasi ketidaknyamanan, skala nyeri, intensitas, durasi dengan
menggunakan skala 0 sampai 10
2) Observasi tanda tanda vital
3) Berikan dan ubah posisi nyaman
4) Anjurkan penggunaan teknik relasasi napas dalam
5) Kaji nyeri tekan uterus, frekuensi nyeri
6) Kaji lokasi dan kontraksi uterus, perhatikan perubahan involusi dan
adanya nyeri tekan uterus yang berlebihan
7) Berikan perawatan perianal dan kateter dan mengganti alas kering
8) Catat jumlah dan karakteristik urin
9) Kolaborasi, pantau pemeriksaan leukosit
10) Pantau pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit
11) Berikan analgetik sesuai dengan kebutuhan
c. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan penurunan
tonus otot, kurang masukan, nyeri perianal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
gangguan eliminasi BAB teratasi.
Intervensi :
1) Auskultasi adanya bising usus, perhatikan kebiasaan pengosongan
normal atau diastasis recti
2) Kaji adanya hemoroid
3) Berikan informasi pada klien untuk memakan makanan tinggi serat (
buah dan sayur ), peningkatan cairan
4) Anjurkan peningkatan aktifitas dan ambulasi sesuai toleransi
d. Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan trauma mekanisme
efek- efek anastesi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
gangguan eliminasi BAK teratasi.
Intervensi :
1) Kaji masukan cairan dan haluan urin akhir. Catat masukan cairan
haluan urin dan lamanya persalinan
2) Palpasi kandung kemih, pantau tinggi fundus dan lokasi serta jumlah
lochea
3) Perhatikan adanya edema atau laserasi
4) Anjurkan pada pasien untuk berkemih dalam 6-8 jam pasca partum dan
setiap 4 jam setelahnya
5) Anjurkan untuk minum 6-8 gelas perhari
6) Kolaborasi kateterisasi sesuai indikasi
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan defisit
perawatan diri teratasi
Intervensi :
1) Kaji kesehatan fisik dan psikologis klien
2) Observasi tanda tanda kelelahan fisik ( cukup tidur )
3) Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan hygiene
4) Ubah posisi klien setiap 1-2 jam
5) Evaluasi pemahaman klien tentang perawatan diri dan tanggung jawab
diri
6) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai dengan kebutuhan
4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat, klien itu sendiri dilakukan secara kerja sama
dengan anggota tim kesehatan lainnya seperti dokter, bidan, ahli gizi dan
sebagainya dengan maksud untuk membantu klien mencapai tingkat
kesejahteraan yang optimal. Setelah itu implementasi dilakukan
pendokumentasian yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan.
Dokumentasi dapat dilakukan secara tertulis pada catatan keperawatan,
serta secara lisan pada anggota tim kesehatan yang berkaitan untuk
melanjutkan asuhan keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dan proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai hasil akhir dan seluruh tindakan keperawatan yang telah
dilakukan. Evaluasi hasil yang diharapkan yaitu :
a. Tidak ada infeksi
b. Rasa nyeri (akut,kronik) berkurang hingga hilang
c. Pola eliminasi BAB kembali normal
d. Pola berkemih tidak ada keluhan setelah pengangkatan kateter urine.
e. Mobilitas fisik tidak terganggu, klien mampu merawat dirinya sendiri.
f. Mengungkapkan pemahaman tentang keluarga berencana.

Anda mungkin juga menyukai