Anda di halaman 1dari 6

1.Reaksi hipersensitivitas tipe1.

Memiliki ciri-ciri sebagai berikut;


v. Rx hipersensitivitas tipe cepat.
v. Ig yang berperan : Ig E.
v Contoh : asma, rinitis, dermatitis atopi,
urtikaria, anafilaksis.v Mekanisme: Antigen
merangsang sel B untuk membentuk Ig E
dengan bantuan sel Th. Ig E kemudian diikat
olehmastosit melalui reseptor Fc.Bila terpajan
ulang dengan Ag yang sama, maka Ag tersebut
akan diikat oleh Ig E yang sudah ada pada
permukaan mastosit. Ikatan ag Ig E
mencetuskan degranulasi mastosit dan
mengeluarkan mediator, contohnya
histamin.Reaksi hipersensitivitas tipe I atau
anafilaksis atau alergi yang timbul segera
sesudah badan terpajan dengan alergen.
Semuladiduga bahwa tipe I ini berfungsi untuk
melindungi badan terhadap parasit tertentu
terutama cacing. Istilah alergi pertamakali
diperkenalkan oleh Von Pirquet pada tahun
1906, yang diartikan sebagai reaksi pejamu yang
berubah. Pada reaksi iniallergen yang masuk ke
dalam tubuh akan menimbulkan respon imun
dengan dibentuknya Ig E.Urutan kejadian reaksi
tipe I adalah sebagai berikut :
1. Fase Sensitasi
Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan
IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada
permukaan sel mastosit dan basofil.2. Fase
Aktivasi Waktu selama terjadi pajanan ulang
dengan antigen yang spesifik, mastosit melepas
isinya yang berisikan granul yangmenimbulkan
reaksi.3. Fase Efektor
Waktu terjadi respon yang kompleks
(anafilaksis) sebagai efek bahan- bahan yang
dilepas mastosit dengan aktivasifarmakologik.
IgE yang sudah dibentuk, biasanya dalam
jumlah sedikit, segera diikat oleh
mastosit/basofil. IgE yang sudah ada
permukaan mastosit akan menetap untuk
beberapa minggu. Sensitasi dapat juga terjadi
secara pasif apabila serum (darah) orang yang
alergik dimasukkan ke dalam kulit atau sirkulasi
orang normal. Reaksi yang tejadi dapat berupa
wheal and flare yaitu eritem (kemerahan oleh
karena dilatasi vaskular) dan
edem(pembengkakan yang disebabkan oleh
masuknya serum ke dalam jaringan). Puncak
reaksi terjadi selama 10-15 menit.Dalam fase
aktivasi terjadi perubahan dalam membrane sel
seabagai akibat metilasi fosfolipid yang diikuti
oleh influks Ca2+.
Dalam fase ini energi dilepaskan akibat glikolisis
dan beberapa enzim diaktifkan dan
menggerakkan granul-granul ke permukaan sel.
Kadar cAMP dan cGMP dalam sel berpengaruh
terhadap degranulasi. Peningkatan cAMP akan
menghambatsedang peningkatan cGMP
membantu degranulasi. Pelepasan granul itu
adalah fisiologik dan tidak menimbulkan lisis
ataumatinya sel. Sesudah degranulasi, sel
memulai fungsinya lagi.Penyakit-penyakit yang
ditimbulkan segera sesudah tubuh terpajan
dengan allergen biasanya adalah asma
bronchial, rintis,urtikaria (kaligata), dan
dermatitis atopi.Reaksi antara IgE pada
permukaan sel mastosit dan antigen
menimbulkan influks Ca2+ yang menimbulkan
degranulasi seldan aktivasi fosfolipase A2.
Degranulasi sel mastosit dapat pula terjadi atas
pengaruh anakfilaktosin, C3a dan
C5a.Disamping histamine, mediator lain seperti
prostaglandin (PG) dan leukotrin (SRA-A) yang
dihasilkan dari metabolismeasam arakidonat
atas pengaruh fosfolipase A2.

2. Hipersensitivitas Tipe II
Terjadinya Reaksi Hipersensitivitas Tipe-II ini
sangat erat kaitannyaDengan adanya suatu
proses penanggulangan munculnya sel klon
baru. Adanya sel klon baru tersebut dapat
ditemukan pada1. sel tumor 2. sel terinfeksi
virus3. sel yang terinduksi mutagenSelanjutnya
sel-sel tersebut dikenal dengan sel target, yakni
suatu sel karena adanya faktor lingkungan sel
tersebutmengalami perubahan DNA (kecacatan-
DNA). Oleh karena itu sel tersebut harus
diperbaiki (DNA repair) atau
dimusnahkanmelalui sistem imunologik. Jika sel
tersebut tidak dimusnahkan oleh sistem imun
tubuh maka sel tersebut dapat
berkembangmenjadi klon baru yang selanjutnya
dapat menimbulkan gangguan
penyakit.Contohnya; Reaksi transfusi, AHA,
Reaksi obat, Sindrom Good posture, miastenia
gravis, pemvigus. Mekanisme reaksinyaada 3
macam yaitu` :1. Fagositosis sel melalui proses
apsonik adherence atau immune adherence2.
Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer
cell) yang mempunyai reseptor untuk Fc.
Adanya Antigen yangmerupakan bagian sel
pejamu,menyebabkan dibentuknya Antbodi Ig
G / Ig M sehingga mengaktifkan sel K yang
memiliki reseptor Fc sebagai efektor ADCC.1.
Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem
komplemen. Ikatan Ag-Ab mengaktifkan
komplemen sehingga menyebabkanlisis.Reaksi
hipersensitivitas tipe 2 dapat melalui 2 jalur ;
1. Melalui jalur ADCC (Antibody
Dependent Cell Cytotoxicity)
Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K
(Killer cell) yang mempunyai reseptor
untuk Fc. Adanya Antigen yang
merupakan bagian sel
pejamu,menyebabkan dibentuknya
Antbodi Ig G / Ig M sehingga
mengaktifkan sel K yang memiliki
reseptor Fc sebagai efektor ADCC.2.
Melalui aktivitas sistem
komplemenReaksi yang timbul akibat
reaksi hipersensitivitas tipe 2 yaitu;
a.Reaksi Transfusi
Menurut system ABO, sel darah
manusia dibagi menjadi 4 golongan
yaitu A, B, AB dan O. Selanjutnya
diketahui bahwagolongan A
mengandung antibodi (anti B berupa Ig
M) yang mengaglutinasikan eritrosit
golongan B, darah golongan
Bmengandung antibodi (anti A berupa
Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit
golongan A, golongan darh AB tidak
mengandung antibodi terhadap antigen
tersebut dan golongan darh O
mengandung antibodi (Ig M dan Ig G)
yang dapatmengaglutinasikan eritrosit
golongan A dan B. Antibodi tersebut
disebut isohemaglutinin.Aglutinin
tersebut timbul secara alamiah tanpa
sensitasi atau imunisasi. Bentuk yang
paling sederhana dari reaksi sitotoksik
terlihat pada ketidakcocokan transfusi
darah golongan ABO. Ada 3 jenis reaksi
transfusi yaitu reaksi hemolitik yang
paling berat, reaksi panas, dan reaksi
alergi seperti urtikaria, syok, dan asma.
Kerusakan ginjal dapat pula terjadi
akibat membranesel yang menimbun
dan efek toksik dan kompleks haem
yang lepas.

b. Reaksi Antigen Rhesus
Ada sejenis reaksi transfusi yaitu reaksi
inkompabilitas Rh yang terlihat pada
bayi baru lahir dari orang tuanya denga
Rhyang inkompatibel (ayah Rh+ dan ibu
Rh-). Jika anak yang dikandung oleh ibu
Rh- menpunyai darah Rh+ maka anak
akanmelepas sebagian eritrositnya ke
dalam sirkulasi ibu waktu partus. Hanya
ibu yang sudah disensitasi yang akan
membentuk anti Rh (IgG) dan hal ini
akan membahayakan anak yang
dikandung kemudian. Hal ini karena IgG
dapat melewati plasenta.IgG yang diikat
antigen Rh pada permukaan eritrosit
fetus biasanya belum menimbulkan
aglutinasi atau lisis. Tetapi sel
yangditutupi Ig tersebut mudah dirusak
akibat interaksi dengan reseptor Fc
pada fagosit. Akhirnya terjadi kerusakan
sel darahmerah fetus dan bayi lahir
kuning, Transfusi untuk mengganti
darah sering diperlukan dalam usaha
menyelamatkan bayi.

c.Anemia Hemolitik autoimun
Akibat suatu infeksi dan sebab yang
belum diketahui, beberapa orang
membentuk Ig terhadap sel darah
merah sendiri.Melalui fagositosis via
reseptor untuk Fc dan C3b, terjadi
anemia yang progresif. Antibodi yang
dibentuk berupa aglutinin panas atau
dingin, tergantung dari suhu yang
dibutuhkan untuk aglutinasi.

d.Reaksi Obat
Obat dapat bertindak sebagai hapten
dan diikat pada permukaan eritrosit
yang menimbulkan pembentukan Ig dan
kerusakansitotoksik. Sedormid dapat
mengikat trombosit dan Ig yang
dibentuk terhadapnya akan
menghancurkan trombosit
danmenimbulkan purpura.
Chloramfenicol dapat mengikat sel
darah putih, phenacetin dan
chloropromazin mengikat sel
darahmerah.

e.Sindrom Goodpasture
Pada sindrom ini dalam serum
ditemukan antibodi yang bereaksi
dengan membran basal glomerulus dan
paru. Antiboditersebut mengendap di
ginjal dan paru yang menunjukkan
endapan linier yang terlihat pada
imunoflouresen.Ciri sindrom ini
glomerulonefritis proliferatif yang difus
dan peredaran paru. Perjalanannya
sering fatal. Dalam penanggulangannya
telah dicoba dengan pemberian steroid,
imunosupresan, plasmaferisis,
nefektomi yang disusul
dengantransplantasi. Jadi, sindrom ini
merupakan penyakit auroimun yang
membentuk antibodi terhadap
membrane basal. Sindromini sering
ditemukan setelah mengalami infeksi
streptococ.

f.Myasthenia gravis
Penyakit dengan kelemahan otot yang
disebabkan gangguan transmisi
neuromuskuler, sebagian disebabkan
olehautoantibodi terhadap reseptor
astilkoli.

g.Pempigus
Penyakit autoimun yang disertai
antibodi tehadap desmosom diantara
keratinosit yang menimbulkan
pelepasan epidermisdan gelembung-
gelembung.

3.Reaksi hipersensitivitas Tipe III
Reaksi tipe III disebut juga reaksi
kompleks imun adalah reaksi yang
terjadi bila kompleks antigen-antibodi
ditemukandalam jaringan atau sirkulasi/
dinding pembuluh darah dan
mengaktifkan komplemen. Antibodi
yang bisa digunakan sejenisIgM atau
IgG sedangkan komplemen yang
diaktifkan kemudian melepas faktor
kemotatik makrofag. Faktor kemotatik
yangini akan menyebabkan pemasukan
leukosit-leukosit PMN yang mulai
memfagositosis kompleks-kompleks
imun. Reaksi ini juga mengakibatkan
pelepasan zat-zat ekstraselular yang
berasal dari granula-granula polimorf,
yakni berupa enzim proteolitik, dan
enzim-enzim pembentukan
kinin.Antigen pada reaksi tipe III ini
dapat berasal dari infeksi kuman
patogen yang persisten (malaria),
bahan yang terhirup (spora jamur yang
menimbulkan alveolitis alergik
ekstrinsik) atau dari jaringan sendiri
(penyakit autoimun). Infeksi dapat
disertaidengan antigen dalam jumlah
berlebihan, tetapi tanpa adanya
respons antibodi yang efektif.Penyebab
reaksi hipersensitivitas tipe III yang
sering terjadi, terdiri dari :1. Infeksi
persistenPada infeksi ini terdapat
antigen mikroba, dimana tempat
kompleks mengendap adalah organ
yang diinfektif dan ginjal.2.
AutoimunitasPada reaksi ini terdapat
antigen sendiri, dimana tempat
kompleks mengendap adalah ginjal,
sendi, dan pembuluh darah.3.
Ekstrinsik Pada reaksi ini, antigen yang
berpengaruh adalah antigen
lingkungan. Dimana tempat kompleks
yang mengendap adalah paru.Reaksi
hipersensitivitas tipe III sebagai bentuk
penggabungan bentuk antigen dan
antibodi dalam tubuh akan
mengakibatkanreaksi peradangan akut.
Jika komplemen diikat, anafilaktoksin
akan dilepaskan sebagai hasil
pemecahan C3 dan C5 dan iniakan
menyebabkan pelepasan histamin serta
perubahan permeabilitas pembuluh
darah. Faktor-faktor kemotaktik
jugadihasilkan, ini akan menyebabkan
pemasukan leukosit-leukosit PMN yang
mulai menfagositosis kompleks-
kompleks imun

Deretan reaksi diatas juga
mengakibatkan pelepasan zat-zat
ekstraselular yang berasal dari granula-
granula polimorf yakni berupa enzim-
enzim proteolitik (termasuk kolagenase
dan protein-protein netral), enzim-
enzim pembentukan kinin protein-
protein polikationik yang meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah melalui
mekanisme mastolitik atau histamin
bebas.Hal ini akan merusak jaringan
setempat dan memperkuat reaksi
peradangan yang
ditimbulkan.Kerusakan lebih lanjut
dapat disebabkan oleh reaksi lisis
dimana C567 yang telah diaktifkan
menyerang sel-sel disekitarnyadan
mengikat C89. Dalam keadaan tertentu,
trombosit akan menggumpal dengan
dua konsekuensi, yaitu menjadi
sumber yang menyediakan zat-zat
amina vasoaktif dan juga membentuk
mikrotrombi yang dapat mengakibatkan
iskemia setempat.Kompleks antigen-
antibodi dapat mengaktifkan beberapa
sistem imun sebagai berikut :1. Aktivasi
komplemena. Melepaskan
anafilaktoksin (C3a,C5a) yang
merangsang mastosit untuk melepas
histamine b. Melepas faktor kemotaktik
(C3a,C5a,C5-6-7) mengerahkan polimorf
yang melepas enzim proteolitik dan
enzim polikationik 2. Menimbulkan
agregasi trombosita. Menimbulkan
mikrotrombi b. Melepas amin
vasoaktif 3. Mengaktifkan
makrofagMelepas IL-1 dan produk
lainnyaKomplex Ag.AB (Ig G / Ig M) yang
tertimbun dalam jaringan mengaktifkan
komplemen lalu melepaskan MCF.
Kemudianmelepaskan makrofag ke
daerah tsb, enzim dilepaskan lalu
merusak jaringan


4.Hipersensitivitas Tipe IV
Reaksi tipe IV disebut juga reaksi
hipersensitivitas lambat, cell mediatif
immunity (CMI), Delayed Type
Hypersensitivity(DTH) atau reaksi
tuberculin yang timbul lebih dari 24 jam
setelah tubuh terpajan dengan antigen.
Reaksi terjadi karena selT yang sudah
disensitasi tersebut, sel T dengan
reseptor spesifik pada permukaannya
akan dirangsang oleh antigen
yangsesuai dan mengeluarkan zat
disebut limfokin.
Limfosit yang terangsang mengalami
transformasi menjadi besar
sepertilimfoblas yang mampu merusak
sel target yang mempunyai reseptor di
permukaannya sehingga dapat terjadi
kerusakan jaringan.Antigen yang dapat
mencetuskan reaksi tersebut dapat
berupa jaringan asing (seperti reaksi
allograft), mikroorganisme intraseluler
(virus, mikrobakteri, dll). Protein atau
bahan kimia yang dapat menembus
kulit dan bergabung dengan protein
yang berfungsi sebagai carrier. Selain
itu, bagian dari sel limfosit T dapat
dirangsang oleh antigen yang terdapat
di permukaan seldi dalam tubuh yang
telah berubah karena adanya infeksi
oleh kuman atau virus, sehingga sel
limfosit ini menjadi ganasterhadap sel
yang mengandung antigen itu (sel
target). Kerusakan sel atau jaringan
yang disebabkan oleh mekanisme
iniditemukan pada beberapa penyakit
infeksi kuman (tuberculosis, lepra),
infeksi oleh virus (variola, morbilli,
herpes), infeksi jamur (candidiasis,
histoplasmosis,measles) dan infeksi
oleh protozoa (leishmaniasis,
schitosomiasis, pneumocystis).Antigen
ini mungkin berhubungan atau telah
diolah oleh sel makrofag dan bereaksi
dengan reseptor di permukaan
sellimfosit yang pernah berkontak
dengan antigen yang sama dan beredar
sebagai sel memori. Setelah berkontak
denganantigen, sel itu berubah menjadi
blast cell dan mengalami mitosis sambil
mengeluarkan zat-zat sebagai berikut:
a. Macrophage inhibition factor(MIF)
Zat ini dapat mengalami migrasi sel
makrofag in vitro serta mengubah
morfologi dan sifat sel itu menjadi
sangat aktif. Zatayng menyebabkan
perubahan ini adalah
Macrophage Activation Factor (MAF),
sehingga sel makrofag tersebut
menjadilebih efektif untuk mematikan
kuman yang telah difagositosis olehnya.
Hal yang serupa terjadi pada sel tumor
dimana selmakrofag dirangsang oleh zat
yang dinamakan Spesific Macrophage
Arming
Factor(SMAF).
b. Monocyte chemotactic factor
Sel monosit akan bergerak ke arah
dimana terdapat konsentrasi tinggi dari
zat itu.c. Skin reactive factor
Meninggikan permeabilitas pembuluh
darah yang menyebabkan eksudasi sel
leukosit

d. Faktor lain
Terdapat pula faktor yang merangsang
mitosis pada sel limfosit netral yang
bersifat sitotoksik terhadap beberapa
sel.Untuk tipe IV diperlukan masa
sensitasi selama 1 2 minggu, yaitu
untuk meningkatkan jumlah klon sel T
yang spesifik untuk antigen tertentu.
Antigen tersebut harus dipresentasikan
terlebih dahulu oleh APC. Kontak yang
berulang akanmenimbulkan rentetan
reaksi yang menimbulkan kelainan khas
dari CMI.

Anda mungkin juga menyukai