Anda di halaman 1dari 3

ANTARA MANUSIA DAN RUPIAH

oleh
Erene P. Pellokila, S.Pd.,M.Hum
(Dosen, FKIP, Prodi Bahasa dan sastra Indonesia Universitas PGRI NTT)

Manusia adalah makluk monodualistis itu artinya bahwa manusia tidak hanya
hidup untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk orang lain dan sangat mengharapkan
orang lain dalam interaksinya di tengah masyarakat. Dalam interaksinya ditengah
masyarakat, manusia tidak dapat terlepas dari salah satu dari nilai dasar kebudayaan
yakni nilai ekonomi (Suriasumantri, 2001:261) dimana nilai tersebut berkaitan
dengan kegunaan berbagai benda dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Berbagai usaha atau upaya manusia dalam memenuhi setiap kebutuhannya akan
dilakukan dengan berbagai cara bahkan terkadang dengan serakah dan menghalalkan
segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut. Bagi sekelompok orang asal
kenyang, asal puas, asal senang tanpa mempedulikan dan melihat orang disekitar
mereka dengan mata badani dan rohani mereka, kelompok orang tersebut dapat
melakukan berbagai cara yang sangat kejam dan tak berperi kemanusiaan lewat
memperjualbelikan manusia untuk mendapatkan sejumlah rupiah demi kebutuhan
hidup mereka. Hal ini bukan sesuatu yang langkah dan baru di sekitar kita, hampir
setiap hari informasi yang kita dapatkan dari berbagai media elektronik maupun
media cetak dan informasi yang beredar korban yang ditukar dengan rupiah bukan
semakin berkurang tetapi justru semakin bertambah.
Korban barter manusia dan rupiah acapkali merasa berhasil bila cepat di pesan
dengan tawaran rupiah yang mengiurkan lewat kepentingan yang berbeda- beda.
Dapat dipastikan bahwa benda hidup yang dipandang tak berharga oleh kelompok
pedagang serakah ini akan disortir sedemikian rupa dengan sangat serius ibarat
mereka sedang mengarap lahan yang subur yang siap dituai. Sangat disesalkan
perilaku kelompok orang- orang demikian karena sesungguhnya mereka sementara
mempertontonkan adegan menarik yang akan ditiru oleh generasi mendatang.
Mungkinkah pola perilaku demikian terbentuk dari cara hidup dalam
keluarga?apakah dari ajaran agama yang kurang tertanam?ataukah karena
kebutuhan yang sangat mendesak dan memaksa mereka untukn membuat mereka
gelap mata, gelap hati dan pikiran sehingga apa saja yang di depan mata dilahap habis
seperti si jago merah !
Sebenarnya bila kita lihat dari nilai prinsip kehidupan manusia mestinya manusia
sungguh memahami jati dirinya sebagai makhluk yang paling mulia dan memiliki
kompetensi yang tidak dimiliki oleh mahkluk yang lain. Sehingga hal- hal konyol
seperti itu tidak boleh terjadi dalam praktek interaksinya dengan orang.
Namun, kenyataannya terkadang ketika manusia menjatuhkan piihan pada rupiah
dan menjadikannya sebagai skala prioritas utama maka kualitas dari nilai- nilai dasar
manusia dalam kepenuhan eksistensinya mulai terkikis, rupiah akan mendominasi
keseluruhan atau sebagian dari kualits diri manusia itu sendiri. Rupiah yang menjadi
kebutuhan kesekian menjadi yang utama sehingga nilai luhur menjadi patro norma
bagi manusia baik secara individual, klasikal maupun humanitas menjadi luntur dan
pudar oleh perilaku yang penuh dengan emosionalitas. Secara tidak sengaja manusia
sementara merendahkan diri, menghujat dirinya, menuduh dirinya, menyepelehkan
dirinya sebagai makhluk yang paling mulia itu.
Dalam melihat fenomena muncul semestinya kembali pada ajaran ajaran moral
yang yang dibentuk paling utama dari lingkungan terkecil yakni keluarga, rutinitas
dan membangun relasi dengan pemilik hidup ini lewat kegiatan- kegiatan rohani, dan
melakukan hal- hal yang mengandung nilai positif ditengah masyarakat. Dengan
demikian maka manusia dapat mengembalikan harga dirinya di atas segala- galanya.
Bila kita mengangap ini hal yang baru dalam hidup kita maka akan terasa sulit untuk
dilakukan tetapi lakukanlah dahulu sehingga mendapat perubahan yang baru dalam
hidup kita. Memang ini awal yang sulit ibarat kita memberi benih pada tanah yang
subur sekalipun kita tidak akan pernah tahu dan melihat langsung benih itu
bertumbuh hari lepas hari tetepi yang pasti ia tetap saja akan tumbuh dan menjadi
lebih tinggi. Ingat .bahwa rupiah dan kekayaan yang kita miliki hanyalah sebagai
alat dan bersifat sementara yang seharusnya kita tempatkan sebagai prioritas yang
kedua atau kesekian agar nilai nilai luhur yang tadi menjadi pudar dapat terang
kembali. Dapatkah kita dapat melakukan hal serupa? Saya percaya ketika kita
memberi hati kita yang paling utama banyak mendengar dan merenungkan serta peka
dengan segala sesuatu yang ada disekitar kita, maka ada jarak yang begitu jauh antara
perbandingan manusia dan rupiah sesungguhnya manusia lebih tinggi nilainya dari
apapun dalam dunia inisemoga ini dipahami benar.

Anda mungkin juga menyukai