Anda di halaman 1dari 8

ENERGI PASANG-SURUT SEBAGAI SUMBER ENERGI

ALTERNATIF BAGI PULAU-PULAU KECIL NUSANTARA



Munawaroh
1
1
Magister Perencanaan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Alira Sungai
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada

I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas lautan kurang lebih
5,6 juta Km
2
dengan garis pantai sepanjang 81.000 Km. Menurut Bakosurtanal,
Indonesia memliki kurang lebih 8.175 pulau yang membentang dari Sabang
sampai Merauke. Dari jumlah tersebut, hanya terdapat 5 pulau besar yaitu Pulau
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, dimana selebihnya merupakan
pulau pulau kecil.
Keberadaan pulau pulau kecil ini tentu saja tidak dapat diabaikan begitu
saja. Pulau-pulau tersebut, terlebih lagi pulau-pulau kecil terluar di wilayah
perairan Indonesia, sangat berperan penting dalam menjaga pertahanan dan
keamanan negara dari ancaman pencurian sumberdaya oleh negara lain dan
permasalahan perbatasan antar negara. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk
mengembangkan sistem pertahanan di pulau pulau kecil tersebut dengan cara
membangun berbagai sarana dan prasarana pendukung untuk pertahanan dan
menjaga kedaulatan negara. Permasalahan yang timbul adalah ketika eksistensi
pulau-pulau ini terisolasi dari pulau pulau utama, sehingga pasokan energi,
terutama energi listrik yang sangat dibutuhkan di era modern, terputus dan
menjadi penghambat pembangunan sarana dan prasarana serta perekonomian
penduduk di pulau-pulau tersebut.
Indonesia yang terletak pada zona melintasnya arus laut membuat
perairan di Kepulauan Indonesia memiliki potensi arus laut yang sangat besar dan
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Gaya gravitasi bulan dan matahari
menyebabkan perbedaan pasang surut air laut siang dan malam. Julat pasang surut
di perairan Indonesia berkisar antara 1 meter hingga 3 meter dapat menjadi
sumber energi potensial untuk dikembangkan, terutama di pulau-pulau kecil yang
tersebar di seluruh perairan Indonesia. Energi pasang surut tersebut merupakan
energi terbaharukan yang dapat digunakan sebagai energi alternatif selain energi
yang diperoleh dari hasil olahan minyak dan gas bumi. Namun, energi pasang
surut dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif apabila ia memenuhi berbagai
persyaratan. Selain itu, dibutuhkan pula peralatan pendukung untuk dapat
menggunakan energi tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA
a. Pengertian Pasang-Surut Air Laut
Menurut Mahlan (1984) Pasang surut dikenal sebagai gerakan osilasi
permukaan air laut secara berkala dan turun naik pada interval yang berbeda-
beda. Perbedaan pasang-surut dipengaruhi oleh gaya gravitasi bulan dan matahari,
pada saat bulan purnama air pasang akan lebih tinggi bila dibandingkan saat air
pasang ketika matahari bersinar tegak di siang hari. Hal tersebut disebabkan oleh
gaya gravitasi bulan lebih kuat daripada gravitasi matahari dikarenakan jarak
bulan ke bumi lebih dekat bila dibandingkan dengan jarak matahari ke bumi.
Faktor lain yang dapat menyebabkan perberdaan ketinggian pasang surut air laut
yaitu gaya sentrifugal dari proses rotasi bumi dan beberapa faktor lokal, seperti
adanya rensonasi lokal akibat morfologi teluk, pantai dan estuari.

Gambar 1. Pasang surut air laut yang dipengaruhi oleh gravitasi bulan dan
matahari (Sumber : atlantikayaktours.com)
Pasang surut sendiri terjadi ketika gelombang yang terbentuk di tengah
laut, akibat gravitasi bulan dan matahari, terinferensi ketika ia mencapai daerah
pantai. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kenaikan dramatis dari air laut atau
yang disebut dengan air pasang.(Gambar 1)
Secara umum di Indonesia terdapat empat tipe dasar pasang surut yang
didasarkan pada periode dan keteraturannya, yaitu pasang-surut harian tunggal
(diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide) dan dua jenis campuran. Tipe
pasang surut dapat diketahui dengan cara mendapatkan bilangan/ konstanta pasut
(Tidal Constant/Form-zahl) yang dihitung dengan menggunakan perbandingan
jumlah amplitudo komponen diurnal terhadap amplitudo komponen semidiurnal.
Hasil dari nilai F dapat menjadi dasar evaluasi untuk menentukan tipe pasut,
rentang nilai F dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel. Rentang Nilai F Terhadap Jenis Pasut
NILAI BENTUK JENIS PASUT FENOMENA
O < F <0.25 Harian ganda 2x pasang sehari dengan tinggi
relatif sama
0.25 < F<1.5 Campuran ganda 2x pasang sehari dengan
perbedaan tinggi dan interval yang
berbeda
1.5 < F
f
<3
Campuran
tunggal
1 x atau 2 x pasang sehari dengan
interval yang berbeda
F > 3 Tunggal
1 x pasang sehari, saat springbisa
terjadi 2x pasang sehari
b. Energi Pasang Surut Air Laut
Energi pasang surut merupakan energy yang dihasilkan dari pergerakan
masa air (hydropower) secara besar karena terjadi pasang surut dilaut. Energi
pasang surut, menurut cara ekstrasi yang digunakan, dapat dibagi menjadi dua,
yaitu ekstrasi energy kinetic, berdasarkan pergerakan aliran bebas air laut, serta
ekstrasi energy potensial, yang didapat berdasarkan beda ketinggian selama
terjadinya pasang surut air laut (Gorlov, 1998). Energi pasang surut dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

2
Dimana E adalah energi, g adalah percepatan gravitasi, adalah massa
jenis air laut, A adalah luas permukaan laut, z adalah koordinat permukaan laut
dan h adalah amplitudo gelombang laut. Rata-rata besarnya energi yang
dihasilkan dari siklus pasang surut dengan nilai g = 10.15 kN m
-3
adalah sebesar
E = 1.4 h
2
( watt per jam) atau E = 5.04 h
2
(Kilojoule). Untuk Energi kinetik yang
dihasilkan dapat dihitung dengan rumus T = 0.5 mV
2
dengan m adalah massa dan
V adalah kecepatan. Total energi yang bisa dihasilkan dari satu siklus pasang
surut ini adalah jumlah dari besar energi kinetik dan energi potensial yang
diperoleh.
c. Teknologi Pembangit Listrik Tenaga Pasang Surut Air Laut
Besaran energi potensial dan kinetik yang dihasilkan dari pasang-surut
gelombang laut sangat penting untuk desain pembangkit tenaga listrik tenaga
pasang surut, seperti :
1. DAM (Barrage tidal system)
Teknologi pembuatan DAM (Barrage tidal system) untuk pembangkit
listrik tenaga pasang surut merupakan teknologi paling lama digunakan. DAM ini
dapat dibangun di daerah estuari ataupun di bangun diantara 2 pulau (pulau
uatama dan pulau kecil) seperti pagar. DAM mengekstraksi energi pasang surut
dari perbedaan ketinggian antara air di dalam DAM dan di laut. Ketika pasang, air
akan masuk ke dalam DAM dimana sampai pada kondisi tertentu air akan ditahan
di dalam DAM dan dilepaskan kembali melalui tubin air ketika air surut (Gambar
2). Dari proses pergerakan pasang surut air yang menggerakan turbin di dalam
DAM tersebut maka energi listrik dapat di peroleh.

Gambar 2. Prinsip kerja Barrage tidal system
Sumber : icit.hw.ac.uk
Teknologi ini dapat menghasilkan daya listrik yang cukup besar.
Kelemahannya dari sistem DAM ini adalah berdampak negatif bagi lingkungan,
terutama dari sisi ekologis pesisir. Kebaradaan DAM ini menyababkan hewan-
hewan dan tumbuhan yang berkembang di daerah estuari akan kehilangan
habitatnya. Selain itu, pembangunan DAM juga membutuhkan biaya yang tidak
sedikit.
2. Free Flow Tidal Turbine (FFTT).
Free Flow Tidal Tutbine (FTTT) memiliki bentuk dan prinsip kerja yang
sama dengan wind turbine. Teknologi ini tidak memerlukan bendungan sebagai
penangkap gelombang pasang-surut, melainkan langsung terpasang di laut lepas.
Teknologi FFTT memanfaatkan gaya kinetik dari dorongan arus laut yang
menghempasnya. Densitas air laut yang besar menjadikan dorongan arus menjadi
kuat sehingga FFTT tersebut dapat menghasilkan energi listrik yang besar.

Gambar 3. Ilustrasi dari turbin FFTT
III. PEMBAHASAN
Pulau-pulau kecil di Indonesia, terutama pulau-pulau ataupun kepulauan
terluar dari Indonesia sangat membutuhkan energi listrik untuk mendukung
berbagai kegiatan dan sarana prasarana pendukung untuk perkembangan
perekonomian daerah tersebut. Keterbatasan pasokan pembangkit energi listrik
tenaga minyak bumi, gas bumi ataupun tidak tersedianya sumberdaya air yanng
cukup untuk dijadikan sumber energi pembangkit listrik, menyebabkan pulau-
pulau kecil tersebut menjadi daerah tertinggal karena semua kegiatan terhambat
oleh keterbatasan tersebut. Namun, sumber energi tidak hanya terbatas pada
energi yang dihasilkan oleh minyak bumi, melainkan energi yang selama ini
melimpah namun belum dimanfaatkan sama sekali, yaitu energi pasang surut air
laut.
Kondisi geografis pulau-pulau kecil yang dikelilingi oleh selat, laut
bahkan lautan serta posisinya yang berada di garis katulistiwa sehingga kondisi
pasang surut, angin, gelombang, dan arus laut cukup besar. Kondisi demikian
dapat menjadikan energi pasang surut sebagai sumber energi alternatif untuk
pembangkit listrik ataupun untuk kegunaan lainnya.
Keadaan pasang surut di perairan Nusantara ditentukan oleh penjalaran
pasang surut dari Samudra Pasifik dan Hindia serta morfologi pantai dan batimeri
perairan yang kompleks dimana terdapat banyak selat, palung dan laut yang
dangkal dan laut dalam. Keadaan perairan tersebut membentuk pola pasang surut
yang beragam. Hasil pengukuran tinggi pasang surut di wilayah laut Indonesia
menunjukkan beberapa wilayah lepas laut pesisir daerah Indonesia memiliki
pasang surut cukup tinggi. Beberapa wilayah lepas laut pesisir Indonesia yang
memiliki pasang surut cukup tinggi antara lain wilayah laut di timur Riau, laut dan
muara sungai antara Sumatera Selatan dan Bangka, laut dan selat di sekitar pulau
Madura, pesisir Kalimantan Timur, dan muara sungai di selatan pulau Papua
(muara sungai Digul) (Diposaptono, 2007). Di Selat Malaka pasang surut
setengah harian (semidiurnal) mendominasi tipe pasut di daerah tersebut.
Berdasarkan pengamatan pasang surut di Kabil, Pulau Batam diperoleh bilangan
Formzhal sebesar 0,69 sehingga pasang surut di Pulau Batam dan Selat Malaka
pada umumnya adalah pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol.
Pasang surut harian (diurnal) terdapat di Selat Karimata dan Laut Jawa. Julat
pasang surut di perairan Indonesia bervariasi antara 1 sampai dengan 6 meter. Di
Laut Jawa umumnya tunggang pasang surut antara 1 1,5 m kecuali di Selat
madura yang mencapai 3 meter. Julat pasang surut 6 meter di jumpai di Papua
(Diposaptono, 2007).
Melihat kondisi pasang surut di secara umum di Indonesia, maka
teknologi yang memungkinkan digunakan di pulau-pulau kecil untuk
memanfaatkan energi dari pasang surut ini adalah teknologi FFTT (Free Flow
Tidal Turbine). Teknologi tersebut cukup sesuai dikarenakan biaya yang
dikeluarkan untuk turbin tidak sebesar apabila membangun DAM. Selain itu,
teknologi ini tergolong ramah lingkungan, karena tidak menimbulkan polusi
mengganggu habitat perairan di kawasan estuari yang kaya akan sumberdaya.
Pemanfaatan energi pasang surut di pulau-pulau kecil di Indonesia,
apabila diapplikasikan, akan lebih dapat diandalkan daripada energi gelombang,
karena fluktuasi energi dari pasang surut ini lebih mudah di prediksikan. Namun,
energi pasang surut ini bersifat intermitten, yaitu hanya mampu menyuplay energi
selama 6-12 jam dalam setiap periode 24 jam. Walapun begitu, mengingat faktor
gravitasi bulan dan matahari serta rotasi bumi yang terus berlangsung maka energi
dari pasang surut ini merupakan energi terbaharukan yang bisa diandalkan untuk
diterapkan di pulau-pulau kecil di Indonesia.


IV. PENUTUP
Kondisi geografis pulau-pulau kecil di Indonesia yang dikelilingi oleh
selat, laut bahkan lautan diharapkan untuk memanfaatkan energi dari pasang surut
untuk pembangkit listrik dengan teknologi FFTT (Free Flow Tidal Turbine) yang
dapat menunjang berbagai kegiatan dan sarana prasarana pendukung untuk
perkembangan perekonomian daerah tersebut.
V. DAFTAR PUSTAKA
Diposaptono, S. 2007. Karakteristik Laut Pada Kota Pantai. Direktorat Bina
Pesisir, Direktorat Jendral Urusan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Gorlov, AM. 1998. Turbines with a twist. In: Kitzinger U and Frankel EG (eds)
Macro-Engineering and theEarth: World Projects for the Year 2000 and
Beyond,pp. 1}36. Chichester: Horwood Publishing.
Mahlan, Musrefinah. 1984. Sumberdaya Pasang Surut sebagai Enerji Pembangkit
Tenaga Listrik. Oseana, Volume IX, Nomor 2 : 49-55, 1984.

Anda mungkin juga menyukai